Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN TUTORIAL

MODUL 1 BENGKAK PADA WAJAH DAN PERUT BLOK UROGENITALIA

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 4:

Istiqah Faradiyah Ayesha Pratiwi Abdianto Ilman Andi Cakra Irwansyah Maria Ulfah Andi Arwini Puji Novita

1102090007 1102090035 1102090041 1102090048 1102090049 1102090075

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Makassar 2012

BAB I PENDAHULUAN
A. SKENARIO

Seorang anak laki-laki, umur 12 tahun, datang ke Puskesmas dengan bengkak pada wajah dan perut. Keadaan ini dialami sejak 3 minggu yang lalu, dan saat ini semakin bertambah. Tidak ada demam dan tanda infeksi lain.

B.

KATA KUNCI

Anak laki-laki 12 tahun Bengkak pada wajah dan perut Sejak 3 minggu yang lalu Semakin bertambah/berat Tidak ada demam dan tanda infeksi yang lain

C.

PERTANYAAN 1. Bagaimana struktur AnatomI, fisiologi dan Histologi dari Ginjal ? 2. Bagaimana Patomekanisme bengkak pada anak ini ? 3. Mengapa bengkak hanya pada daerah wajah dan perut ? 4. Mengapa keadaannya semakin bertambah? 5. Bagaimana langkah-langkah diagnosisnya? 6. Apa saja Differential Diagnosis dari skenario tersebut ?

BAB II PEMBAHASAN

A. ANATOMI, FISIOLOGI DAN HISTOLOGI GINJAL

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga

calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.

Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.

FAAL GINJAL Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus.

Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output. Faal glomerulus : fungsi terpenting dari glomerulus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar disbanding tekanan hidrostatik intrakapiler dan tekanan koloid osmotic. Faal tubulus : fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorpsi dan seksresi dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerulus . Faal tubulus proksimal : tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorpsi yaitu kurang lebih 60-80% dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerulus. Zat-zat yang direabsorpsi adalah protein, asam amino dan glucose yang direabsorpsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, bikarbonat), endogenous organic ion (citrate, malat, urat, asam ascorbat), H2o dan urea. Zat- zat yang diekskresi asam dan basa organic

Fungsi loop of henle : loop of henle yang terdiri atas descending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik. Fungsi tubulus distalis dan duktus koligentes : mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H 2o dan ekskresi Na, K, amonium dan ion hydrogen.

Histology ginjal sangat penting untuk diketahui berhubung perubahan struktur histologist parenkim ginjal sering menetukan diagnosis, pengobatan dan prognosis. Glomerulus terutup secara langsung oleh lamina lamina visceralis

capsula bowman dan secara tak langsung oleh lamina parietalis capsula bowman. Diantara kedua lamina ini terdapat cavum Bowmani. Glomerulus terdiri atas dua bagian: 1. SEL-SEL : Endotel (bagian dalam kapiler) Epitel (bagian luar membrane basalis) Mesangial (antara kapiler-kapiler)

2. JARINGAN DILUAR SEL : Matrix mesangial : jaringan pengikat antara kapilerkapiler Membrane basalis glomerulus : suatu selaput yang memisahkan sel-sel endotel dari sel-sel epitel yang terdiri dari sebagian besar kolagen tipe IV.
B. PATOMEKANISME DARI UDEM DAN MENGAPA HANYA PADA WAJAH DAN PERUT

Terjadi PadaWajahdanPerut : Karena pada wajah dan perut tersusun jaringan ikat longgar, sehingga ketika cairan plasma yang merembes keluar akan mengisi sela-sela jaringan ikat longgar. Keadaan ini juga di pengaruhi oleh factor gravitasi. Mengapa gejala semakin bertambah : Hal ini dikarenakan ketika glomerulus rusak dan tidak ada perbaikan maka tekanan cairan intertisium ruang bowman dan tubulus meningkat menyebabkan nefron-nefron kolaps dan kapiler tubulus hipoksia dan cedera. Hal ini menyebabkan enzim intrasel keluar dan merangsang reaksi imun dan peradangan yang dapat memperparah edema.

C. LANGKAH LANGKAH DIAGNOSIS 1. ANAMNESIS Identitas diri Keluhan utama Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit dulu Riwayat penyakit keluarga Pola makan, pola BAK dan BAB Riwayat penggunaan obat-obatan

2. PEMERIKSAAN FISIS Inspeksi : dimulai dari ujung rambut sampai ujung kaki Palpasi : palpasi pada daerah yang edema apakah ada pitting edema atau tidak. Lalu untuk mengetahui ada tidaknya nyeri tekan. Perkusi : didaerah dada dan perut Auskultasi : untuk mengetahui apakah edemanya juga mengakibatkan sesak nafas, jadi di auskultasi untuk mencari suara-suara nafas tambahan. D. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS 1. SYNDROM NEFROTIK Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari

2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.

a. Insiden Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai pada usia 2-7 tahun. Ratio laki-laki : perempuan =2:1, sedangkan pada masa remaja dan dewasa ratio ini berkisar 1:1. b. Etiologi 1. Penyebab primer Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri atas SNI dengan kelainan histologikmenurut pembagian ISKDC. 2. Penyebab sekunder Sistemik Penyakit kolagen : Systemic Lupus Erythematosus, ScholeinHenoch Syndrome. Penyakit perdarahan : Hemolityc Uremic Syndrome Penyakit keganasan : Hodgkins disease, Leukimia

Infeksi Malaria, Schistomiasis mansoni, Lues, Sub acute bacterial endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease. Metabolik Diabetes Melitus, amyloidosis Obat-obatan/alergi Trimethadion, paramethadion, probenecid, tepung sari, gigitan ular/serangga, vaksin polio.

c. Klasifikasi International Colaborative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) telah menyusun klasifikasi histopatologik SNI ataqu dapat disebut juga SN primer sebagai berikut: Minimal change= Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal Glomerulosklerosis fokal Glomerulonefritis proliferatif yang dapat bersifat : Difus eksudatif Fokal Pembentukan cresent ( bulan sabit) Mesangeal membranoproliferative d. Patomekanisme

Proteinuri Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin.Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size

selectivebarrier. Pada nefropati lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size selectivity. Hipoalbuminemi Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti

kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun. Hiperlipidemi Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah)Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.
e. Pemeriksaan penunjang Urin : Albumin : Kualitatif Kuantatif : ++ sampai ++++ : > 50 mg/kgBB/hari (diperiksa memakai reagens ESBACH)

Sedimen

: oval fat bodies : epitel sel yang mengandung butir-butir

lemak, kadang-kadang dijumpai erotrosit, lekosit, toraks hialin dan toraks eritrosit. Darah : Pada pemeriksaan kimia dara dijumpai : Protein total menurun (N : 6,2 8,1 gm/100ml) Albumin menurun (N : 4-5,8 gm/100ml) 1 globulin normal (N : 0,1-0,3 gm/100ml) 2 globulin meninggi (N : 0,4-1 gm/100ml globulin normal (N ; 0,5-0,9 gm/100ml globulin normal (N : 0,3-1 gm/100ml) Rasio albumin/globulin < 1 ( : 3/2) Komplemen c3 normal /rendah (N : 80-120 mg/100ml) Ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal

f.

Diagnosis

Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium berupa proteinuri masif (> 3,5 g/1,73 m2luas permukaan tubuh/hari), lipiduri hipoalbuminemi dan (<3 g/dl), edema,

hiperlipidemi,

hiperkoagulabilitas.Pemeriksaan

tambahan seperti venografi diperlukan untuk menegakkan diagnosis trombosis vena yang dapat terjadi akibat hiperkoagulabilitas. Pada SN primer untuk menentukan jenis kelainan histopatologi ginjal

yang menentukan prognosis dan respon terhadap terapi, diperlukan biopsi ginjal.

g. Penatalaksaan 1. Pengobatan umum: Diet harus mengandung banyak protein dengan nilai biologik tinggi dan tinggi kalori . protein 1-2 gr/kgBB/ hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr/ kgBB/hari . kalori rata-rata :100kalori/kgBB/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-gejala gagal ginjal. Aktivitas : tirah baring dianjurkan bila ada edema hebat atau ada kompilasi . bila edema sudah berkurang atau tak ada komplikasi maka aktivitas fisik tidak mempengaruhi

perjalanan penyakit . sebaliknya tanpa aktivitas dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi kejiwaan anak. Antibiotik bila ada tanda tanda infeksi sekunder 2. Pengobatan dengan kortikosteroid Pengobatan dengan kortikosteroid terutama diberikan pada SN yang sensitif terhadap kortikosteoid yaitu pada SNKM. Bermacam-macam cara protokol yang dipakai tergantung pengalaman dari tiap senter, tetapi pada umunya dipakai cara yang dianjurkan oleh International Collaboration Study Of Kidney Disease In Children (ISKDC).

Protokol International Collaboration Study Of Kidney Disease In Children (ISKDC).

Serangan I: Prednison 2 mg/kgBB/hari (maksimal 60-80 mg) selama 4 minggu (CD), bila tercapai remisi pada akhir minggu ke-4, diteruskan prednison dengan dosis 2/3 dosis CD selama 4 minggu dengan cara AD/ID. Bila tetap remisi sampai minggu ke-8 , dosis prednison diturunkan perlahan lahan (tapering off) selama 1-2 minggu. Perlu di perhatikan/ diawasi untuk pemberian kortikosteroid ini karna efek samping bila digunakan terlalu lama yaitu syok hipokalemik. Relaps : Cara pemberian seperti pada serangan I, hanya CD diberikan sampai remisi( tidak perlu menunggu sampai 4 minggu ) Keterangan: CD : continous day: prednison 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari ID : intermittent day: prednison 40 mg/m2/hari atau dosis CD , diberikan 3 hari berturut turut dalam 1 minggu. AD: pemberian prednison berselang seling hari. h. Prognosis Prognosis sindrom nefrotik tergantung dari kelainan

histopatologiknya. Umumnya SN dengan kelainan minimal (SNKM)

yang sensitif

dengan

kortikostroid

mempunyai

prognosis

baik.

Sedangkan SN dengan kelainan histopatologik lain seperti bentuk fokal Glomerulosclerisis, membranoproliferative, glomerulonephritis

mempunyai prognosis kerang baik karena sering mengalami kegagaln ginjal.

2. GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA) Glomerulonefritis sebenarnya merupakan istilah umum kelainan ginjal berupa proliferasi dan inflamsi glomeruli yang disebabkan sekunder oleh mekanisme imunologis terhadap antigen tertentu seperti bakteri, virus, parasit tertentu dan zat lain. Bentuk yang paling sering pada anak adalah glomerulonefritis akut yang didahului oleh infeksiStreptococcus hemoliticus grup A sehingga disebut Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus. a. Insiden Insidens sebenarnya dari GNAPS tidak begitu jelas mengingat bentuk asimtomatik banyak terdapat pada anak-anak yang berkontak dengan penderita GNAPS. Penyakit ini menyerang pada semua umur tetapi lebih sering pada umur 6-7 tahun, jarang dibawah umur 3 tahun . insidens sex laki-laki:perempuan =2:1. b. Etiologi Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh

kuman Streptokokus hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.

c. Patomekanisme 1. Autoimun (antibodi-antimembrana basalis glomerulus ) : Antibodi akan timbul bila ada antigen yang masuk ke dalam tubuh. Dalam hal ini antigen dari luar tubuh misalnya suatu mikroba, menyebabkan tubuh membentuk antibodi. Antibodi tersebut bereaksi dengan antigen yang terdapat pada membrana basais glomerulus (mbg) yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan mbg. Bentuk autoimun ini dapat dilihat secara imunofloresensi di mana tampak endapan linier dari IgG dan C3 sepanjang kapiler glomerolus. Contoh : Good Pasture Syndrome Penyakit ini ditandai dengan : a. Hemoptisis akibat kerusakan membrana basalis alveolus paru-paru b. Glomerulonefritis dengan gejala hematuri, proteinuri bahkan sampai kegagalan ginjal akibat kerusakan mbg. Rapidly Progressive Glomerulonephritis (RPGN)

Penyakit akibat autoimun ini di sebut rapidly progressive karena perjalan penyakit yang cepat memburuk dan terjadi kegagalan ginjal yang irreversible dan sering membawa kematian sehingga disebut juga GN Maligna. Gejala lain yang sering timbul ialah proteinuria, hipertensi dan sindrom nefrotik. Secara histologik tampak berubah crescents (bulan sabit) sebagai akibat proliferasi sel-sel epitel disertai fibrin yang hampir menutupi seluruh glomerulus. Prognosa jelek dan umumnya meninggal akibat kegagalan ginjal. 2. Soluble antigen-antibody complex : Antigen yang masuk ke sirkulasi menyebabkan timbulnya antibodi yang bereaksi dengan antigen tersebut membentuk soluble antigenantibodi complex (SAAC). SAAC ini kemudian masuk dalam sirkulasi, menyebaban sistem komplemen daam tubuh ikut bereaksi sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit di bawah epitel kapsula Bowman yang secara

imunofloresensi terlihat sebagai benjolan disebut HUMPS. Jadi HUMPS ini terdiri dari antigen, antibodi ( IgG) dan C3 yang dengan imunofloresensi terlihat sepanjang mbg dalam bentuk granuler atau noduler. C3 yang ada dalam HUMPS ini akan menarik sel PMN ( chemotatic ) dan migrasi PMN inilah yang menyebabkan gangguan permeabilitas mbg sehingga eritrosit, protein dan yang lainnya dapat melewati mbG dan terdapat dalam urin.

Contoh : GNAPS dan Sindrom Nefrotik Bentuk kompleks imun tidak saja terjadi melalui SAAC, tetapi bisa juga terjadi secara in situ oleh karena ditemukannya endostreptosin, suatu bentuk protein sitoplasma dari streptokokus nefritogenik yang berfungsi sebagai antigen, mengendap langsung di mesangial glomerulus (pada GNAPS).

d. Gejala klinik Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentu asimtomatik sampai gejala-gejala tipik. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada GNAPS penderita GNAPS simtomatik baik sporadik maupun yang epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui apabila terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuri mikroskopis yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik. GNAPS simtomatik 1. Periode laten : Pada GNAPS yang tipik harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejalagejala. Periode ini berkisar 1-3 minggu, periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh infeksi saluran napas, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang 1 minggu

maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain seperti eksaserbasi glomerulonefritis kronik, Systemic Lupus

Erythematosus. Shoenlein-Henoch Syndrome atau benign recurrent haematuria. 2. Edema : Merupakan gejala yang paling sering dan umumnya paling pertama timbul dan menghilang pada akhir minggu pertama. Paling sering terjadi di muka terutama daerah periorbital (palpebra), disusul oleh tungkai. Jika terjadi retensi cairan yang hebat, bisa timbul asites dan edema genitalia eksterna yang menyerupai sindrom nefrotik. Distribusi edema tergantung pada 2 faktor yaitu gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Itu sebabnya edema pada muka dan palpebra sangat menonjol pada waktu bangun pagi oleh karena adanya jaringan longar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang setelah melakukan kegiatan fisik. Hal ini tejadi karena faktor gravitasi. Kadang-kadang terjadi pula edema laten yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan. 3. Hematurria : Hematuria makroskopis terdapat pada 30-70% kasus GNAPS, sedangkan hematuria mikroskopis dijumpai hampir

pada semua kasus. Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh tua, air cucian daging atau seperti coca-cola. Hematuria makroskopis biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari tetapi bisa pula berlangsung sampai beberapa minggu. Hematuria

mikroskopis bisa berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopis dan proteinuria walaupun secara klinis GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopis bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan ini disebut

hematuria persisten dan merupakan indikasi untuk biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis kronik. 4. Hipertensi : Hipertensi merupakan gejala yang penting yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Umumnya hipertensi yang terjadi tidak berat. Timbul terutama dalam minggu pertama dan umumnya menghilang bersamaan dengan

menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi (tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal

kembali.

Adakalanya

hipertensi

berat

menyebabkan

hypertensive encephalopathy yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran yang menurun dan kejang-kejang. Insiden hypertensive encephalopathy ini dilaporkan 5-10% dari penderita yang dirawat dengan GNAPS. Sampai sekarang terjadinya hipertensi belum jelas. Diduga karena

hipervolemia akibat ekspansi cairan ekstraseluler. 5. Oliguria : Tidak sering dijumpai, terdapat 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin kurang dari 350 ml/m2/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang

menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek. 6. Gejala gejala sistem kardiovaskuler : Yang paling penting adalah kongesti sirkulasi yang terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Dahulu diduga kongesti sirkulasi terjadi akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik kongesti tetap terjadi walaupun tidak

ada hipertensi atau gejala-gejala miokarditis. Ini berarti bahwa kongesti terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia. a. Edema pulmonum : Edema pulmonum merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat kengesti sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat secara radiologis. Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis. Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki basah kasar atau basah halus. Keadaan ini disebut Acute Pulmonary Edema yang umumnya terjadi dalam minggu pertama dan kadang-kadang bersifat fatal. Gambaran klinik ini menyerupai bronkopnemonia, sehingga kadangkadang penderita datang dengan bronkopnemonia dan penyakit utama ginjal dilupakan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis yang teliti dan jangan lupa pemeriksaan urin b. Kelainan foto toraks : Frekuensi kelainan radiologik toraks berkisar antara 62,5-85,5% dari kasus kasus GNAPS. Kelainan ini biasanya timbul dalam minggu pertama dan

menghilang

bersamaan

dengan

menghilangnya

gejala-gejala klinik lain. Kelainan radiologik toraks dapat berupa kardiomegali, edema paru, kongesti paru dan efusi pleura. Yang terbanyak adalah kongesti paru kardiomegali + efusi pleura sering disebut nephritic lung. Kelainan ini bisa sendiri atau bersama-sama. Pada pengamatan 48 penderita GNAPS yang dirawat di bagian anak RSU dan RS Pelamonia sejak April 1979 sampai Nopember 1983 didapatkan 56,4% konegsti paru, 48,7% edema paru dan 43,6% efusi pleura. Kelainan radiologik paru yang ditemukan pada GNAPS ini sering sukar dibedakan dari bronkopnemonia, pnemonia atau peradangan pleura. Menurut beberapa penulis, perbaikan radiologik paru pada GNAPS biasanya lebih cepat terjadi yaitu dalam waktu 5-10 hari, sedangkan pada bronkopnemonia atau pnemonia diperluka waktu lebih lama yaitu 2-3minggu. Atas dasar inilah kelainan menegakkan radiologik paru dapat

membantu

diagnosis

GNAPS

walaupun tidak patognomonis. Patogenesis kelainan sampai sekarang belum jelas. Yang jelas ialah terdapatnya kongesti paru yang disebabkan oleh

hipervolemia akibat peningkatan absorpsi Na dan air. c. Kelainan EKG : Pada penderita GNAPS bisa dijumpai kelainan EKG terutama pada kasus-kasus dengan pembesaran jantung, payah jantung atau hipertensi. Kelainan dapat berupa : a. Perubahan gelombang T berupa low voltage dan inverted pada lead I. b. QT dan PR interval memanjang, sinus takikardia dan bradikardia. c. Kadang-kadang dijumpai depresi gelombang ST. 7. Gejala gejala lain : Selain gejala-gejala utama tadi kadang-kadang dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia. Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau hematuria makroskopis yang berlangsung lama. e. Pemeriksaan penunjang Urin : Proteinuria

Secara kualitatif proteinuria berkisar antara negative sampai ++, jarang terjadi dipertimbangkan +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus adanya gejala sindrom nefrotik. Secara

kuantitatif proteinuria biasanya kurang dari 2 gram/m2/24 jam, tetapi pada keadaan tertentu dapat melebihi 2 gram/m2/24 jam. Hilangnya proteinuria tidak selalu bersamaan dengan hilangnya gejala-gejala klinik sebab lamanya proteinuria bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala klinik menghilang. Sebagai batas 6 bulan, bila lebih dari 6 bulan masih terdapat proteinuria disebut proteinuria persisten yang menunjukan kemungkinan suatu glomerulonefritis kronik yang dengan

sendirinya memerlukan biopsy ginjal untuk membuktikannya. Sedimen urin : Hematuria mikroskopis merupakan kelainan yang hamper selalu ada, oleh karena itu adanya eritrosit dalam urin ini merupakan tanda yang paling penting untuk melacak lebih lanjut kemungkinan suatu glomerulonefritis. Begitu pula dengan torak eritrosit yang dengan pemeriksaan teliti terdapat pada 60-85% kasus GNAPS. Adanya torak eritrosit ini merupakan bantuan yang sangat penting pada kasus-kasus GNAPS yang tidak jelas, sebab torak ini

menunjukan adanya suatu peradangan glomerulus (glomerulitis). Walaupun begitu bentuk torak ini bias pula dijumpai pada penyakit ginjal lain seperti Acute Tubuler Necrosis.

Darah BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali ASTO >100 Kesatuan Todd Komplemen C3 < 50 mg/dl pada 4 minggu pertama Hipergamaglobulinemia, terutama IgG Anti DNA-ase beta dan properdin meningkat

f. Penatalaksaan 1. Istirahat : Istirahat ditempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS . sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di temapt tidur , tetapi tidak diizinkan kegiatan sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit . dahulu dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan- bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria mikroskopis belum hilang . kini lebih progresif , penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi dan kelainan laboratorium urin yang masih ada dilakukan pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat tidur menyebabkan anak tidak bisa bermain dan jauh dari teman-temanya sehingga memberi beban fisiologik. 2. Diet:

Pemberian garam perlu diperhatikan. Bila edema berat , diberikan makanan tanpa garam dan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 gram/hari . protein dibatasi bila kadar ureum meninggi yait sebanyak 0,5-1 gram/kgBB/hari . . asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik terutama penderita dengan oligouria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran , berarti asupan cairan=jumlah urin +insensible water loss (20-25ml/kgBB/hari) +jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10mg/kgBB/hari). 3. Antibiotik Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang msih sering dipertentangkan . pihak satu hanya memberi antibiotik biakan hapusan tenggorok atau kulit posif untuk streptococcus, sedangkan pihak yang lain memberikan secara rutin dengan alsan biaknan negatif belum dapat menyingkirkan infeksi streptococcus . biakan negatif dapat terjadi ole karena telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang terlalu lama (>3 minggu) 4. Simptomatis Bendungan sirkulasi Yang paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan dengan kata lain input harus sesuai dengan output. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda edema paru

akut, harus diberikan diuretik, misalnya furosemid. Kalau tidak berhasil dilakukan dialisa peritoneal. Hipertensi Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekana darah bisa kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejal-gejala serebral (ensefalopati hipertensi) bisa diberikan klonidin (0,002-0,006 mg/KgBB) Yang dapat diulangi sampai 3 kali atau diazoxide 5 mg/KgBB/hari secara intravena(i.v). kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1-3 mg/KgBB). Pada hipertensi sedang atau hipertensi berat tanpa tanda-tanda serebral bisa diberikan kaptopril (0,3 2 mg/kgBB/hr) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obatan tersebut diatas, pada keadaan intake oral cukup baik dapat juga diberikan nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgBB/hr yang dapt diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Gagal ginjal akut Yang terutama harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberikan Natrium Bikarbonat dan bila

terdapat hiperkalemi diberikan Ca glukonas atau kayexalate untuk mengikat kalium. 5. Follow Up Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau minggu kedua gejala-gejala seperti edema, hematuri, hipertensi atau oligouriamulai menghilang, sebaliknya gejala-gejala laboratorik menghilang dalam waktu 1-12 bulan, C3 yang menurun

(hipokomplemenemia) menjadi norma kembali sesudah 2 bulan. Proteinuria bisa menetap sampai 6 bulan, sedangkan hematuria mikroskopik dapat menetap sampai 1 tahun. Dengan adanya hematuria mikroskopis dan atau proteinuria persisten, maka setiap penderita yang telah dipulangkan dianjurkan untuk follow up setia 4-6 minggu selam 6 bulan pertama.

g. Prognosis Penyakit ini dapat sembuh semourna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi sehingga sering digolongkan dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang GNAPS ini bisa kambuh kembali (recurrent). Pada umunya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala- gejala laboratoris terutama hematuri mikroskopis

dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna sedangkan pada orang dewasa 50-75% . pada kasus kasus tertentu , GNAPS dapat berlangsung kronis baik secara klinik maupun secara histologi atau laboratorik. Pada orang dewasa kirakira 15-30% kasus masuk dalam proses kronik sedangkan pada anak 510% kasus menjadi glomerulonefrotik kronik. Walaupun prognosis GNAPS ini baik , kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat gagal ginjal akut , edema paru akut atau hipertensi enselofati.

E. KOMPLIKASI YANG DAPAT TERJADI PADA PASIEN Hipertensi ensefalopati Edema paru Syok hipoalbuminemia Gagal ginjal

DAFTAR PUSTAKA Suyono,slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi IV. Dalam : Waspadji S,Lesmana L, Alwi I,editors. Jakarta: FK UI;2006 Rauf, Syarifuddin. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UH.2002 Sukandar, Enday. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung : Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD ; 20064 Alatas, husein; Tambunan, Taralan, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.2010. Price, SA. Patofisiologi Volume II Edisi 6. Jakarta : EGC ; 2003 Purnomo, BB. Dasar-dasar Urologi Edisi II. Malang : Ilmu Bedah FK UNIV.Brawijaya ; 2008 Gunawan, SG. Farmakologi Dan Terapi. Dalam : Setiabudy R, Nafrialdi, editors. Jakarta : FK UI ; 2007 Dorland,Newman. Kamus kedokteran DORLAND edisi 29. Jakarta : EGC; 2002

Anda mungkin juga menyukai