Anda di halaman 1dari 5

AMPUTASI

Di Amerika Serikat, data statistik menunjukkan prevalensi amputasi yang bervariasi mulai dari 350.000 - 1 juta, dengan insiden antara 20.000 sampai 30.000 pertahun. Adanya kecenderungan peningkatan jumlah amputasi tiap tahun disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah populasi manula yang umumnya menderita penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus dan penyakit pembuluh darah perifer lainnya. Usia puncak insiden amputasi adalah 50 75 tahun dan terutama berkaitan dengan penyakit pembuluh darah dengan atau tanpa diabetes mellitus. Pada kelompok usia muda amputasi disebabkan karena trauma atau sejenisnya. Pada anak-anak, 60% disebabakan oleh karena amputasi kongenital dan amputasi bedah akibat trauma atau keganasan. Sekitar 75% amputasi terjadi pada pria. Baik amputasi yang terjadi karena pekerjaan, penyakit dan penyebab lain, insidennya lebih tinggi pada pria. Berdasarkan lokasinya, sekitar 85% amputasi terjadi pada ekstremitas bawah

A. Pengertian Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh atau bagian anggota gerak. Amputasi dapat berarti suatu keadaan tidak adanya sebagian atau seluruh anggota gerak atau menunjukkan suatu prosedur bedah. Karena itu amputasi dikelompokkan atas dua yaitu amputasi kongenital dan amputasi bedah. Pada amputasi kongenital, ketiadaan anggota gerak disebabakan oleh gangguan pada pembentukan struktur atau organ yang dibawa sejak lahir, sedangkan amputasi bedah adalah prosedur pemotongan yang memotong tulang.

B. Etiologi Indikasi utama bedah amputasi adalah karena : 1. Iskemia karena penyakit vaskularisasi perifer, biasanya pada orang tua seperti artherosklerosis, diabetes mellitus. 2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury (seperti terbakar), tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan kongenital.

C. Metode Amputasi Ada 2 metode amputasi yaitu : 1. Metode terbuka (guillotine amputasi) Metode ini digunakan pada pasien dengan infeksi yang menyebar. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi. 2. Metode tertutup (flap amputasi) Pada metode ini, pinggir kulit ditarik dari atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.

3. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana dan berhasil sehingga klasifikasi yang lain adalah karena trauma amputasi.

D. Tingkatan Amputasi 1. Extremitas Atas Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai lengan atas, lengan bawah, dan tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan. 2. Extremitas Bawah Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai tungkai atas, tungkai bawah, dan semua atau sebagian dari jari-jari kaki sehingga terjadi penurunan kemampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas bawah dibagi menjadi dua berdasarkan letak amputasinya yaitu : a. Amputasi dibawah lutut (Amputasi below knee) Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan ischemic limb. b. Amputasi diatas lutut (Amputasi above knee) Amputasi ini memiliki angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.

E. Komplikasi 1. Nekrosis Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi. 2. Kontraktur Kontraktur sendi dan otot dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan, disamping itu bisa terjadi kontraktur otot. 3. Neuroma Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melekat pada kulit di ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot. 4. Phantom sensation Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.

F. Perawatan Amputasi Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu : 1. Rigid dressing Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang sewaktu operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus diimmobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri. Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera. Mobilisasi dilakukan setelah 7 10 hari post operasi (setelah luka sembuh) atau setelah 2 3 minggu (setelah stump sembuh dan mature). Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil, terapis dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik. 2. Soft dressing Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik perban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, tetapi jangan melakukan elevasi dengan mengganjal bantal dibawah stump karena akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 - 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

PROGRAM LATIHAN AMPUTASI ABOVE KNEE

Program latihan ini cocok bagi pasien yang mengalami amputasi transtibialis, transfemoralis atau above knee. Setiap pasien harus selalu melepaskan prosthesis untuk melakukan latihan. Prosthesa didesain untuk mendistribusikan tekanan yang ditemukan saat berdiri menumpu berat badan, bukan pada aktivitas lainnya. Sebagai contoh, seorang pasien mengalami amputasi transtibial yang menggunakan prosthesis sementara melakukan latihan ekstensor knee seperti latihan SLR atau latihan quadriceps arkus pendek, dapat mengalami tekanan yang berbahaya pada distal tibia anterior. Program latihan dibawah ini telah muncul pada beberapa literatur medis selama beberapa tahun (Eisert & Tester, 1954). Fokus latihan ini adalah pada ekstensor dan abduktor hip karena menurut beberapa peneliti bahwa kekuatan kedua otot tersebut memiliki korelasi yang sangat positif dalam analisis langkah berjalan seperti kecepatan berjalan, irama berjalan, dan panjang langkah dalam kelompok 22 pasien dengan amputasi transtibial. Adapun program latihan untuk amputasi above knee ditekankan pada kekuatan otot paha.

1. Pasien tidur tengkurap selama 30 menit 2 x sehari untuk mencegah tightness pada fleksor hip. Sementara dalam posisi tengkurap, seorang pasien juga dapat melakukan salah satu atau kedua latihan aktif yaitu ekstensi hip dan ekstensi thoracal.

2. Seorang pasien dapat menggunakan gulungan handuk, atau dapat menggunakan stool kecil dengan alas yang empuk atau buku telpon dengan sebuah bantal, kemudian lakukan serangkaian latihan yang memberikan modifikasi weight-bearing. Sebagai contoh, seorang pasien dapat memperkuat ekstensor hip dengan teknik bridging, dengan menggunakan tungkai yang amputasi untuk mengangkat pelvis dari permukaan sanggahan. Beberapa orang yang amputasi above knee harus melakukan latihan ini secara bilateral.

3. Seorang pasien dapat memperkuat otot abduktor hip dengan cara tungkai yang amputasi berada dibawah dan diatas gulungan handuk atau buku telpon dengan sebuah bantal dalam posisi tidur miring. Kemudian lakukan bridging dengan mengangkat pelvis dari permukaan

sanggahan. Latihan ini merupakan latihan yang berat untuk otot gluteus medius (otot yang penting untuk berjalan). Untuk menghindari kompensasi dari kontraksi otot tensor fascia latae, maka pasien harus tidak memfleksikan hip dari tungkai yang amputasi atau tidak merotasikan pelvic ke belakang (backward tilting). Pasien yang amputasi above knee harus melakukan latihan ini secara bilateral.

4. Pasien yang amputasi above knee dapat memperkuat adduktor hip dengan posisi tidur miring dimana tungkai yang amputasi berada diatas. Kemudian tungkai yang amputasi bertumpu diatas stool dengan alas empuk sementara hip dari tungkai yang sehat difleksikan sehingga bertumpu diatas bed dengan nyaman didepan stool. Pasien diminta untuk menekan tungkainya yang amputasi kearah bawah melawan stool tersebut. Penguatan adduktor hip ini berfungsi sebagai kompensasi untuk menurunkan resiko lebih lanjut terjadinya tightness abduktor hip.

5. Latihan penguatan otot abdominal cocok bagi pasien amputasi tetapi sulit dilakukan karena hilangnya separuh anggota geraknya tidak dapat menstabilisasi pelvis. Pasien amputasi above knee dapat melakukan conventional sit-ups, atau alternatif lain seperti pada gambar, dimana terapis menstabilisasi tungkai yang amputasi sementara secara simultan (bersamaan) pasien memfleksikan dan merotasikan trunknya keatas kearah tungkai yang amputasi. Latihan ini memerlukan aktivitas abdominal dalam kombinasi dengan fleksi, adduksi, dan internal rotasi hip. Aktivitas otot hip ini dapat membantu balance (keseimbangan) dan mencegah tightness pada abduktor dan external rotator hip yang umumnya terjadi pada amputasi above knee atau amputasi transfemoral.

Anda mungkin juga menyukai