Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I Kekuatan dan Keutamaan Karakter

1. Pendahuluan

Persoalan karakter kembali muncul dimana belakangan ini dibahas di dalam diskusi dan seminar, yang bersamaan juga dengan bermunculannya lembaga pendidikan yang mendidik karakter. Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter yang kuat, dimana pembentukan karakter adalah faktor utama dalam kemajuan dan pembangunan bangsa, dan ini sesuai dengan apa yang telah diucapkan oleh Bung Hatta. Dalam psikologi, pembahasan tentang karakter dengan kekuatan dan keutamaannya cukup menonjol. Hal ini dalam rangka memahami makna kebahagiaan otentik yang berasal dari diri sendiri. Dengan keutamaan karakter, manusia dapat menghasilkan perasaan-perasaan positif dan melihat sisi baik hidupnya dalam kondisi apapun. Kekuatan karakter beraal dari keberadaan manusia sebagai makhluk spiritual, dimana daya spiritual yang ada dapat memberikan kebebasan kepadanya untuk melampaui keterbatasannya sebagai makhluk ilmiah. Maka itu spiritualitas manusia adalah dasar kekuatan manusia.

2. Kepribadian dan karakter

karakter bukan kepribadian meskipun kduanya berkaitan erat, sering kali manusia memaknai kepribadian sama dengan karakter. Allport mendefinisikan kepribadian sebagai organisasi dinamis dari keseluruhan sistem psiko fisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang ybuj terhadap lingkungan. Kepribadian manusia adalah hal yang terorganisasi tidak acak, dan unsurnya tidak bekerja sendiri. Sebagai organisasi yang dinamis, kepribadian manusia terus

berkembang dan bergerak. Kepribadian juga tampil dalam perilaku yang melibatkan aspek fisik manusia. Organisasi, dinamika, dan interaksi antara psikis dan fisik manusia dala kepribadiannya menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya. Factor internal dan eksternal diri manusia mempengaruhi kepribadian manusia. Allprot juga menambahkan kepribadian dapat dipahami sebagai perpaduan dari sifat-sifat mayor dan minor yang dapat berdiri sendiri dan dikenali. Allport cenderung untuk tidak memilah-ilah dan menganalisis motif, keinginan, dan perilaku sebagai hal yang terpisah satu sama lain, melainkan mengganggapnya sebagai hal yang saing mempengaruhi. Allport meilhat manusia sebagai keseluruhan yang utuh berdasarkan pembentukan sifat-sifat dasarnya. Pemahaman tentang unsur-unsur kepribadian berdasarkan analisis terhadap unsurunsurnya masing-masing itu baru merupakan langkah awal untuk membantu pmahaman tentang keseluruhan kepribadian.

3. Kekuatan dan Keutaman Karakter Karakter

identifikasi karakter yang merupakan pengenalan terhadap keutamaan tertentu pada diri seseorang dapat dilakukan melalui pengenalan terhadap ciri-ciri keutamaan yang tampak dalam perilaku khusus dan respons secara umum dari orang itu. Peterson dan Seligman mengatakan bahwa karakter yang kuat adalah karakter yang beririkan keutamaan yang merupakan keunggulan manusia. Penggalian, pengenalan dan pengukuran keutamaan dapat dilakukan melalui teknik inventori, skala sikap, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah (focus-group discussion) dan simulasi. Pada prinsipnya, semua teknik itu membutuhkan ahli yan memahami konstruksi karakter dan keutaman, terutama proses penafsiran karakter. Namun dalam pelaksanaannya, ada beberapa teknik dapat digunakan oleh lebih banyak orang yang terlebih dahulu dilatih dalam waktu singkat.

4. Membedakan Keutamaan, Kekuatan Karakter dan Tema Situasional

Peterson dan Seligman mengemukakan tiga level konseptual dari karakter, yaitu keutamaan, kekuatan, dan tema situasinal dari karakter. Pembedaan ini berguna untuk kepentingan pengenalan, pengukuran dan pendidikan karakter. Hubungan antara keutamaan, kekuatan dan tema situasional karakter versifat hierarkis. Keutaman berada di level atas, kekuatan di level tengah, dan teman situasional di level bawah. Keutamaan merupakan karakteristik utama dari karakter. Peterson dan Seligman pun menegaskan bahwa enam keutamaan ini universal dan mungkin memiliki dasar pada manusia secara biologis. Enam keutamaan ini harus ada di atas batas ilia standar pada ndiidu yang dipercaya sebagai orang yang memiliki karakter yang baik. Kekuatan karakter merupakan unsur psikologi dan sebuah mekanisme yang mendefinisika keutamaan. Keutamaan dapat dicapai melalui pencapaian kekuatan karakter. Untuk kepentingan pengukuran dan penddikan krakter, kekuatan karkater adalah karakteristik yang dijadikan indicator untuk mengenali adanya satu atau lebih keutamaan pada diri seseorang.

5. Kriteria karakter yang kuat

Peterson dan Seligman mengemukakan kriteria dari karakter yang kuat sehingga kita dapat mengenalinya dalam kehidupan sehari-hari. Peterson percaya bahwa orang memiliki tanda kekuatan yang sama dengan yang disebut Allport sebagai Personal traits. Kekuatan karakter itu yang dimiliki, dihargai dan seringkali dilatih orang.

6. Keutamaan dan Kekuatan Karakter yang Membentuknya

Peterson dan Seligman berusaha untukmembuat daftar kekuatan arakter pribadi, daftar ini masih terus diperbaiki dan dilengkapi. Berikut ini 24 kekuatan karakter yang tercakup dalam 6 kategori keutamaan.

6.1 Kebijaksanaan dan Pengetahuan

Kebijaksanan dan pengetahuan merupakan keutamaan yang berkaitan dengan fungsi kognitif, yaitu tentang bagaimana mendapatkan dan menggunakan pengetahuan. Kreativitas memberikan kemampuan untuk berpikir dengan cara baru dan produktif dalam membuat konsep dan menyelasaikan pekerjaan. Keingintahuan mencakup minat, dorongan untuk mencari kebaruan, keterbukaan terhadap pengalaman. Keterbuaan pikiran mencakup kemampuan membuat penilaian dan berpikir kritis. Cinta pembelajaran memampukan orang yang memilikinya menguasai keterampilan topic, dan cabang pengetahuan baru, baik dengan cara belajar sendiri maupun, secara formal dalam lembaga pendiikan.

6.2 Kemanusiaan dan Cinta

Kemanusiaan dan cinta merupakan keutamaan yang mencakup kemampuan interpersonal dan bagaimana menjalin pertemanan dengan orang lain. Kekuatan Kemanusiaan adalah kekuatan interpersonal yang meilbatkan kecenderungan dekat dan bertemean dengan orang lain. Kekuatan kebaikan hati mencakup

kedermawanan, pemeliharaan, perawatan, kasih saying, dan altruistic menjadikan orang mau berbagi kesenangan dan kebaikan dengan orang lain. Kecerdasan social mencakup kecerdasan emosional dan kecerdasan intrapersonal memampukan orang yang memilikinya memahami motif dan perasaan orang lain, serta memahami motif dan perasaan diri sendiri.

6.3 kesatriaan (courage)

Keutamaan keatriaan (courage) merupakan kekuatan emosional yang melibatkan kemauan kuat untuk mencapai suatu tujuan meskipin mendapat halangan atau tantangan, baik eksternal maupun internal. Keutamaan ini terdiri atas Kekuatan keberanian, Ketabahan, Integritas(otentisitas), dan vitalitas (semangat).

6.4 Keadilan

Keutamaan keailan mendasari kehidupan yang sehat dalam suatu masyarakat. Ada tiga kekuatan yang tercakup, yaitu dedikasi demi keberhasilan bersama, kesetaraan perlakuan terhadap orang lain,dan kepemimpinan.

6.5 Pengelolaan Diri

Pengelolaan diri adalah keutamaan untuk melindungi diri dari segala akibat buruk yang mungkin terjadi di kemudian hari karena perbuatan sendiri, yang terdiri dari kekuatan pemaaf, pengendalian diri, kerendahan hati, kehati-hatian.

6.7 Transdensi

Transdensi adalah keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia dengan seluruh alam semesta dan memberi makna kepada kehidupan, dimana terdiri dari kekuatan penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan, kebersyukuran, optimism, spritualitas, dan menikmati hidup.

7. Karakter dan Spritualitas

Manusia memiliki kemampuan untuk memahami keterkaitan dirinya dengan seluruh alam semesta, juga keterkaitan semua hal yang ada di alam semesta. Karakter selalu didasari oleh spiritualitas. Daya-daya sprititual menjadi kekutan kita untuk bertahan dan setia menuju satu tujuan. Narayanasamy menegaskan bahwa tidak ada satu pun definisi dari spiritualitas yang otoritatif. Murray dan Zentner tersebut mengusulkan harus ditempatkan dalam konteks keseluruhan alam semesta dan keterkaitan isi dunia.

8. Keutamaan Karakter dan Kebahagiaan

Pembentukan karakter erat sekali hubungannya dengan pencapaian kebahagiaan. Peterson dan Seligman memaparkan berbagai hasil penelitian yang menunjukkan keberadaan potensi setiap keutamaan karakter itu paa diri manusia. Menurut Seligman, tidak ada jlan pintas untuk mempersingkat pencapaian kebahagiaan. Jika dipahami bahwa inti pendidikan adalah pembentukan karakter maka seharusnyalah dicamkan pula bahwa setiap pendidikan adalah pembentukan karakter. Tetapi belakangan kita menyaksikan pendidikan secara umum seperti dipisahkan dari pembentukan karakter sehingga diperlukan usaha khusus untuk menyelenggarakan pendidikan karakter sebelum nanti pembentukan karakter kembali menjadi inti dari pendidikan.

BAB II DASAR-DASAR FILSAFAT

1.

Pendahuluan

Penjelasan tentang hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan dapat kita temui dalam literature filsafat ilmu. Filsafat ilmu berkaitan dengan asumsi, fondasi, metode, dan implikasi daari ilmu pengetahuan. Di sisi lain, filsafat ilmu berurusan dengan pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan. Setidaknya, ada tiga bidang kajian filsafat yang dibutukan ilmu pengetahuan untuk menjadi dasar bagi aktuvitas-aktivitasnya mencari pengetahuan. 1. Etika. Ilmuwan dituntut bertindak secara etis, baik dalam aktivitas mencari pengetahuan maupun dalam penerapan pengetahuan. 2. Epistemologi. Sebagai bidang filsafat yang mengkaji pengetahuan, epistemlogi diperlukan oleh ilmu pengeryahuan unuk mmberi dasar bagi perolehan pengetahuan. Pertanyaan yang diakukan epistemologi juga merupakan pertanyaan yang perlu diaukan ilmu pengertahuan. Ilmu pengertahuan membutuhkan jawaban setidaknya pendekatan kerja yang akan digunakan dalam penelitian, yang biasanya tampil dalam bentuk paradigma ilmiah. 3. Logika. Bagaimana kita tahu bahwa pengetahuan yang kita peroleh dihasilkan dari metode rasional? Untuk dapat menjawab ini, semua dibutuhkan filsafat logika untuk dapat memastikan langkah-langkah perolehan pengetahuan benar.

Karakter dan filsafat memiliki hubungan yang saling menguatkan. Filsafat memang mengandalkan pikiran karena untuk mencapai kebenaran diperlukan pikiran. Berfilsafat juga melibatkan keseluruhan diri untuk terlibat dalam pencarian kebenaran. Dari sini dapat dipahami bahwa berfilsafat membutuhkan kekuatan dan karakter. Aktivitas dalam filsafat mencakup kegiatan berpikir, mencari kemungkinan

lain dari situasi, menjaga kesetiaan, berani mengambil risiko. Dengan dasar itu maka filsafat dipelajari beriringan dengan pengembangan karakter.

2. Pengertian Filsafat Kata filsafat pertama kali ditemukan dalam tulisan sejarawan YUnani Kuno, Herodotus (484-424 SM). Ia menggunakan kata kerja berfilsafat dalam percakapannya dengan Croesus yang kemudian menyampaikan kepada solon bahwa ia mendengar solon telah melakukan perjalanan melalui berbagai negeri untuk berfilsafat digerakan oleh hasrat akan pengetahuan. Ada dugaan yang tak dapat dilacak catatan tertulisnya bahwa kata filsafat dapat dilacak lebih jauh lagi asalnya pada Pythagoras (sekitar 582-500 SM). Pythagoras menjelaskan dirinya sebagai filsuf, dan berkata bahwa urusannya adalah menyelidiki hakikat benda-benda. Penggunaan kata filsuf selanjutnya digunakan leh beberapa penulis Yunani, diantaranya Xenophon (430-354 SM) dan Plato (427-347 SM). Pengertian filsuf dalam tulisan-tulisan mereka adalah orang yang mencurahkan dri dan hidupnya untuk mencari kebijaksanaan atau untuk melakukan pembelajaran. Dalam arti sempitnya, filsuf adalah orang yang menyelidiki dan mendiskusikan sebab-sebab benda dan ebaikan tertinggi(Thayer, 2011). Apa yang dilakukan oleh filsuf kemudian disebut filsafat. Dari asal katanya dalam bahasa Yunani Kuno yaitu Philos (cinta) dan Sophia (kebijaksanaan) maka artinya adalah cinta akan kebenaran atau kebijaksanaan. Filsafat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memahami segala perwujudan kenyataan secara kritis, radikal dan sistematis. Dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah usaha. Apa yang hendak diketahui filsafat tak terbatas, oleh karena itu proses pemahaman berlangsung terus menerus. Meski produk filsafat berupa pemikiran filosifis mencerminkan proses pencariannya dan merupkan pelajaran penting, tidak tepat jika dalam memahami filsafat kita hanya fokus pada produknya. Sebagai produk, filsafat dapat terkesan sebagai barang jadi, sesuatu yang telah selesai. Bisa jadi, jika kita lihat produknya saja kalimat-kalimat dalam filsafat tampil sebagai resep, ibarat resep masakan, tinggal diikuti petunjuknya, atau sebaliknya kalimat dalam filsafat menjadi sebuah kerumitan. Ini terjadi karena kurang memahaminya proses yang ada. Jika filsafat hanya

diaanggap sebagai produk yang sudah selesai, maka akan terjadi kontradiksi dalam pengertian filsafat. Setidaknya sebagai produk, filsafat adalah pemikiran yang perlu dikaji, direfleksikan dan dikritik lagi. Istilah kritisa dalam pengertian filsafat berasal dari istilah latin kritein yang berarti memilah dan kritikos yang berarti kemampuan menilai. Secara lebih khusus lagi kritis di sini diartikan sebagai terbukan pada kemungkinan baru dan dialektis. Sifat utama filsafat yang lain adalah radikal. Istilah radika brerasal dari kata radix yang berarti akar. Sifat radikan pada filsafat memungkinkannya memahami persoalan sampai ke akar-akarnya dan mengajukan penjelasan yang mendasar. Berfilsafat dilakukan secara sistematis. Asal kata sistematis adalah systema yang berarti keteraturan. Jika kita cermati para filsuf besar dunia, maka kita temukan di sana logika yang mereka gunakan untuk memahami perwujudan kenyataan yang dikaji. Berdasarkan pengertian filsafat yang sudah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa berpikir filosofis berarti merenung yang bukan mengkhayal atau melamun. Filsafat merupakan pemikiran yang sistematis. Perenungan filosofis ialah

percobaanuntuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional untuk memahami dunia tempat kita hidup. Hasrat filosif ialah berpikir secara ketat. Kegiatan filosofis sesungguhnya merupakan perenungan atas pemikiran yang sfatnya kritis, tidak begitu saja menerima sesuatu.

3. Cabang dan aliran Filsafat

ada berbagai cara untuk membagi filsafat menjadi cabang-cabang yang memiliki obyek kajian khusus. Kita dapat menmukan pembagian filsafat berdasarkan sstematika permasa;aha atau area kajian filsafat yang secara garis besar terdiri ontologi epistemologi dan axiologi. Ontologi berasal dari dua kata bahasa latin, yaitu onta yang berarti ada dan logia yang berarti ilmu. Ontology secara umum didefinisikan sebagai studi flosifis tentang hakikat eksistensi. Sebagai bidang kajian filsafat tentang eksistensi, ontologi dalam arti umum dibagi dua menjadi 2 subbidang, yaitu ontology (dalam arti khusus) dan metafisika. Kata metafisika berarti kenyataan dibalik fisika, dimana berhubungan

10

dengan obyek yang tidak dapat dijangkau secara inderawi karena obyek itu melapaui sesuatu yang bersifat fisik. Epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji teori tentang sumber, hakikat, dan batas pengetahuan. Epistemologi dalam arti sempit merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan yang ditelusiri melalui 4 pokok, yaitu 1) sumber pengetahuan, 2) struktur pengetahuan, 3) keabsahan pengetahuan, dan 4) batas pengetahuan. Filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang mengkaji ciri dan cara memperoleh ilmu pengetahuan. Pengetahuan yang dikaji berbeda dengan pengetahuan pada epistemology dalam arti sempit. Metodologi adalah cabang filsafat yang mengkaji cara dan metode ilmu pengetahuan memperoleh pengetahuan secara sistematis. Axiologi adalah bidang filsafat yang mencoba menjawab pertanyaan apa yang dilakukan manusia dan apa yang seharusnya dilakukan manusia. Axiology mengkaji pengalaman dan penghayatan dari perilaku manusia. Cabang filsafat yang termasuk dalam axiology adalah etitka dan estetika. Dalam perkembangan filsafat, berbagai aliran, berbagai isme bermunculan. Berikut adalah beberapa airan yang cukup berpengaruh dalam sejarah perkembangan filsafat : a. Rasionalisme : aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa semua

pengetahuan bersumber dari akal b. Empirisme : aliran dalam filsafat yang menekankan pengalaman

sebagai sumber pengetahuan c. Kritisisme : Aliran ini dasarnya aadalah kritik terhadap

rasionalisme dan empirisme yang dianggap terlalu ekstrem d. Idealisme : aliran filsafat yang berpendirian bahwa pengetahuan

adalah proses mental ataupun psikologis yang sifatnya subyektif. e. Vitalisme : aliran filsafat yang memandang hidup tidak dapat

sepenuhnya dijelaskan secara mekanis karena pada hakikatnya manusia berbeda dengan benda mati. f. Fenomenologi : aliran filsafat yang mengkaji penampakan dan

memandang gejalan dan kesadaran selalu saling terkait.

11

4. Alternatif Langkah Belajar Filsafat

Ada banyak cara untuk belajar filsafat sesuai dengan pesatnya erkembangan filsafat sekarang ini. Para filsuf mengembangkan cara belajar filsafat sesuai dengan pendekatan yang digunakannya. Secara umum, filsuf berusaha memperoleh makna istilah-istliah dengan cara melakukan analisis terhadap istilah-istilah itu berdasarkan pengenalan obyeknya dalam kenyataan. Analisis terhadap istilah merupakan langkah penting yang harus dilakukan untuk mendapatkan makna yang tepat dan memadai. Setelah analisis istilah, filsuf berusaha untuk memadukan hasil-hasil penyelidikan melalui aktivitas sintesis. Penggunaan analisis dan sintesis dalam filsafat ini disebut metode analisis-sinstesis. Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh para filsuf. Menurut kattsoff, secara filosfis analisis adalah pengumpulan semua pengetahuan yang dapat dikumpulkan oleh manusia untuk menyusun suatu pandangan tentang dunia. Secara ringkas, kattsoff mengemukakan langkah umum yang disarankan dalam analisis-sintesis. 1. memastikan adanya masalah yang diragukan kesempurnaan atau kelengkapannya 2. masalah umumnya terpecahkan dengan menguji prinsip kesahihannya dan menentukan sesuatu yang tak dapat diragukan kebenarannya. 3. Meragukan dan menguji secara rasional segala hal yang ada sangkut pautnya dengan kebenaran. 4. Mengenali apa yang dikatakan orang lain mengenai masalah yang bersangkutan dan menguji penyelesaian mereka. 5. Menyarankan suatu hipotesis yang kiranya memberikan jawaban atas masalah yang diajukan. 6. Mengyhu konsekuensi dengan melakukan verifikasi

terhadap hasil penjabaran yang telah dilakukan 7. Menarik simpulan mengenai masalah yang mengawali penyelidikan.

12

Metode belajar filsafat sebenarnya bukan hanya dapat dihunakan untuk belajar filsafat, melainkan juga dapa dimanfaatkan dalam pembelajaran di bidang ilmu pengetahuan. Secara umum, disadari atau tidak, filsafat digunakan manusia untuk menyelasaikan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian, berpikir filosofis merupakan satu cara untuk membangun keutamaan pengetahuan dan kebijaksanaan dengan kekuatan-kekuatan yang dikandungnya.

13

BAB III Dasar-Dasar Logika 1. Apakah logika itu? logika dapat diartikan sebagai cabang dari filsafat yang mengkaji prinsip, hukum, dan metode berpikir yang benar, tepat dan lurus. Jika ditempatkan sebagai matematika maka logika merupakan cabang matematika yang mengkaji seluk-beluk perumusan pernyataan atau persamaan yang benar, khususnya pernyataan yang menggunakan bahasa formal. Bahasa formal disini merujuk kepada rangkaian simbol matematis seperti yang biasa kita jumpai dalam literatur matematika.

Kategori Manusia berpikir dengan menggunakan kategori. Pada awalnya kategori yang digunakan sangat sederhana dan umum seperti lebih besar dan lebih kecil, atau lebih jauh dan lebih dekat, atau lebih keras atau lebih lembut. Kemudian kategori yang lebih kompleks dikembangkan, seperti makhluk hidup yang bernapas dengan paru-paru, tempat tinggal yang layak huni dan nyaman, dan sebagainya.

2. Term,Definisi, dan Divisi Term adalah tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat diinderai sesuai dengan pakat/perjanjan. Tanda itu bersifat formal dan instrumental. Untuk menyamakan pengertian dan menghindari kesalahan penafsiran terhadap term diperlukan definisi. Definisi adalah pernyataan yang menerangkan hakikat suatu hal. Pembuatan definisi yang memadai untuk digunakan untuk pemikiran logis harus mengikuti aturan berikut. 1. Harus jelas dari yang didefinisikan 2. Definisi tidak boleh mengandung ide atau term dari yang didefinisikan 3. Definisi dan yang didefinisikan harus dapat dibolak-balik dengan pas

14

4. Definisi harus dinyatakan dalam kalimat positif term juga dapat diuraikan dengan kriteria tertentu menjadi bagian-bagian. Penguraian term itu biasa disebut divisi. Divisi adalah uraian suatu keseluruhan kedalam bagian-bagian berdasarkan satu kesamaan

karakteristik tertentu. Ada beberapa jenis divisi, yakni divisi real atau aktual dan divisi logis. Ada sejumlah aturan yang harus diikuti dalam pembuatan divisi, yakni : 1. Tidak boleh ada bagian yang terlewati 2. Bagian tidak boleh melebihi keseluruhan 3. Tidak boleh ada bagian yang meliputi bagian lain 4. Divisi harus jelas dan teratur 5. Jumlah bagian harus terbatas. 4.Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi 4.1 Pengertian Kalimat didefinisikan sebagai serangkaian kata yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa dalam suatu bahasa, dan dapat digunakan untuk tujuan menyatakan, menanyakan, atau

memerintahkan sesuatu hal. Salah satu jenis kalimat adalah pernyataan (bahasa Inggris statement) yang dalam praktiknya sama dengan kalimat berita. Tetapi pernyataan memiliki pengertian yang lebih khusus. Pernyataan adalah kalimat yang digunakan untuk membuat suatu klaim atau menyampaikan sesuatu yang bisa benar atau salah. Dalam literatur logika dan ilmu pengetahuan, kita juga menemukan term proposisi. Proposisi ialah makna yang diungkapkan melalui pernyataan, atau dengan kata lain arti atau interpretasi dari suatu pernyataan. Proposisi juga dapat dipahami sebagai makna dari kalimat

15

berita, mengingat bahwa pernyataan merupakan kalimat berita yang dapat dinilai benar atau salah. 4.2 Pernyataan sederhana dan pernyataan kompleks Secara umum, berdasarkan proposisi yang dikandung, ada dua jenis pernyataan, yaitu pernyataan sederhana dan pernyataan kompleks. Pernyataan sederhana adalah pernyataan yang hanya mengandung satu proposisi. Sedangkan, pernyataan kompleks adalah pernyataan yang mengandung lebih dari satu proposisi. 4.3 Jenis-jenis Pernyataan Kompleks Berdasarkan hubungan antara proposisi-proposisi yang terkandung dalam pernyataan kompleks, ada empat jenis pernyataan kompleks, yaitu : 1. Negasi : Pengingkaran atas pernyataan 2. Konjungsi : Suatu pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata dan disebut konjungsi atau kalimat konungtif. 3. Disjungsi : Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata atau disebut disjungsi atau pernyataan disjungtif. 4. Kondisional : Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan jika..., maka... disebut pernyataan kondisional atau hipotesis. 4.4 Hubungan Antar Pernyataan Kesimpulan langsung: Oposisi dan Proposisi Kontradiksi : tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah Kontrari : Tidak mungkin keduanya benar, tapi mungkin saja keduanya salah Subkontrari : Mungkin saja keduanya benar, tetapi tidak mungkin keduanya salah

4.4.1

16

Subalternasi

Jika

superalternasinya

benar,

maka

subalternasinya benar 4.4.2 Konsistensi dan Inkonsistensi Dua pernyataan disebut inkonsisten jika dan hanya jika keduanya tidak mungkin benar pada saat yang bersamaan. Pada kondisi yang sebaliknya,dua pernyataan tersebut disebut konsisten. 4.4.3 Implikasi, Ekuivalensi, dan Independensi Logis Tiga jenis hubungan antar-pernyataan adalah implikasi, ekuivalensi, dan independensi logis. Untuk memahami ketiga jenis hubungan itu, dan untuk menghindari kesalahan dalam penggunaannya, kita perlu memahami pengertian masing-masing dan bagaimana

penggunaannya. Implikasi : Pernyataan P mengimplikasikan pernyataan Q ketika secara logis tidak mungkin P benar dan Q salah pada waktu yang bersamaan. Ekuivalensi : Dua pernyataan secara logis ekuivalen bila keduanya saling mengimplikasikan. Independensi logis : Dua pernyataan disebut independensi logis apabila secara logis tidak berhubungan. 5. Penalaran Penalaran adalah penarikan kesimpulan berdasarkan alasan-alasan yang relevan. Alasan-alasan itu dapat berupa bukti, data, informasi akurat, atau penjelasan tentang hubungan antara beberpa hal. Penalaran berlangsung dalam pikiran. Ungkapan verbal dari penalaran adalah argumentasi. Ada dua jenis penalaran, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Kedua jenis penalaran ini diperlukan dalam proses pencapaian kebenaran. Deduksi adalah proses penalaran yang dengannya kita membuat suatu kesimpulan dari suatu yang umum menjadi suatu yang khusus. Penyimpulan deduktif juga disebut silogisme. Induksi adalah proses penalaran yang membuat kesimpulan dari hal khusus menjadi halnyang bersifat umum.

17

6.

Argumen Deduktif Penalaran deduktif adalah proses perolehan kesimpulan yang terjamin validitasnya jika bukti yang tersedia benar dan penalaran yang digunakan untuk menghasilkan kesimpulan adalah tepat. Kesimpulan juga harus didasari hanya oleh bukti yang sudah ada sebelumnya. Kesimpulan tidak boleh mengandung informasi baru tentang materi. Penalaran deduktif bertujuan untuk menentukan putusan yang sahih tentang hal khusus tertentu berdasarkan pemahaman tentang hal-hal yang lebih umum. Penalaran deduktif juga bisa dinyatakan dalam silogisme yang terdiri dari premis minor,mayor, dan kesimpulan. Dalam membuat silogisme, harus tunduk pada delapan hukum yang masing-masing diterapkan berikut ini. a. Silogisme hanya mengandung tiga term b. Term mayor atau minor tidak boleh menjadi universal dalam kesimpulan jika dalam premis hanya bersifat partikular. c. Term tengah tidak boleh muncul di kesimpulan. d. Term tengah harus digunakan sebagai proposisi universal dalam premispremis, setidaknya satu kali. e. Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan jua afirmatif f. Kalau salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif. Kalau salah satu premis partikular, kesimpulan harus partikular. g. Tidak boleh kedua premis negatif, minimal satu afirmatif. h. Tidak boleh kedua premis partikular, minimal satu universal

7.

Argumen Induktif argumen induktif biasanya mencakup proses inferensial dalam mendukung atau memperluas keyakinan kita kepada kondisi yang mengandung risiko atau ketidakpastian. Argumen induktif dapat dipahami sebagai hipotesis yang mengandung risiko dan ketidakpastian. a. Induksi enumeratif : proses menggunakan premis-premis yang

menggambarkan karakteristik sampel untuk mengambil kesimpulan umum. Mengenai kelompok asal sampel tersebut.

18

b. Silogisme statistikal : argumen yang menggunakan generalisasi statistik tentang suatu kelompok untuk mengambil kesimpulan mengenai suatu sub kelompok atau anggota individual dari kelompok itu. c. Induksi Eliminatif atau Diagnostik : Mempunyai premis-premis yang menggambarkan suatu konfigurasi fakta atau data yang berbeda-beda, yang merupakan bukti dari kesimpulannya. Induksi jenis ini

menghasilkan kesimpulan yang merupakan penjelasan terbaik, tetapi tidak statistikal. Bukti-bukti dalam argumen induktif mana pun tidak menjamin

kesimpulannya. Premis-premis dari argumen induktif dapat mendukung beberapa kesimpulan yang berbeda dan bertentangan. 8. Sesat Pikir Sesat pikir menurut logika tradisional adalah kekeliruan dalam penalaran berupa penarikan kesimpulan-kesimpulan dengan langkah-langkah yang tidak sah, yang disebabkan oleh dilanggarnya kaidah-kaidah logika. Sesat Pikir Formal Jika sebuah penalaran bentuknya tidak sesuai dengan bentuk deduksi yang baku, maka penalaran itu tidak sahih dan tergolong sesat pikir. a. Empat term : Kesalahan yang terjadi jika ada empat term yang diikutsertakan dalam silogisme padahal silogisme hanya mempunyai tiga term. b. Term tengah yang tidak terdistribusikan : silogisme kategoris yang term tengahnya tidk memadai menghubungkan term mayor dan term minor. c. Proses Ilisit : perubahan tidak sahih dari term mayor atau term minor. d. Premis-premis afirmatif tetapi kesimpulannya negatif : dalam premis digunakan digunakan proposisi afirmatif teapi dalam kesimpulan digunakan proposisi negatif. e. Premis negatif dan kesimpulan afirmatif : Sesat pikir ini terjadi jika dalam premis digunakan proposisi negatif tetapi dalam kesimpulan digunakan proposisi afirmatif

19

f. Dua premis negatif : Jika dalam silogisme kedua premis yang digunakan adalah proposisi negatif. g. Mengafirmasi konsekuensi : pembuatan kesimpulan yang diturunkan dari pernyataan yang hubungan antara anteseden dan

konsekuensinya tidak niscaya tetapi diperlakukan seolah-olah hubungan itu suatu keniscayaan. h. Menolak Anteseden : pembuatan kesimpulan yang diturunkan dari pernyataan yang hubungan antara anteseden dan konsekuensinya tidak niscaya tetapi diperlakukan seolah-olah hubungan itu suatu keniscayaan. Tetapi dalam bentuk ini yang ditolak adalah antesedennya. i. Mengiyakan suatu pilihan dalam suatu susunan argumentasi disjungsi subkonter. j. Mengingkari suatu pilihan dalam suatu disjungsi yang konter - Sesat Pikir Nonformal a. Perbincangan dengan ancaman : kebenaran dari kesimpulan didasarkan kepada ancaman. b. Salah Guna : Penyalahgunaan pertimbangan-pertimbangan yang secara logis tidak relevan. c. d. e. f. g. Argumentasi berdasarkan kepentingan Argumentasi berdasarkan ketidaktahuan Argumentasi berdasarkan belas kasihan Agumentasi yang disangkutkan dengan banyak orang Argumentasi dengan kewibawaan ahli walaupun keahliannya tidak relevan. h. i. j. k. l. Argumentasi berdasarkan ciri-ciri tak esensial Perumusan yang tergesa-gesa Sebab yang salah Penalaran sirkular Sesat pikir karena terlalu banyak pertanyaan yang harus dijawab sehingga jawaban tak sesuai dengan pertanyaan. m. Kesimpulan tidak relevan

20

n. o. p. q. r. s.

Makna ganda Makna ganda ketata-bahasaan Sesat pikir karena perbedaan logat dan dialek. Kesalahan komposisi Kesalahan divisi Generalisasi tak memadai

9. Kesalahan umum dalam penalaran induktif Anda harus selalu siap memberikan kritik dengan cara melakukan teknikteknik rekonstruksi dan evaluasi yang telah dijelaskan paal-pasal sebelumnya. Jika Anda menyebutkan bahwa suatu argumen mengandung kesalahan tertentu, anda harus siap untuk menjelaskan letak kesalahan atau kesimpulan yang patut dipertanyakan. 9.1 Menilai penalaran Induktif dengan Standar Deduktif Kita tidak perlu menolak suatu kesimpulan induktif semata-mata karena buktinya tidak dapat menjamin kebenaran kesimpulan itu. Jaminan memang bukan karakteristik induksi, dan kita jangan menilai argumen induktif dengan standar deduktif. 9.2 Kesalahan generalisasi - Generalisasi yang Terburu-buru - Kesalahan Kecelakaan - Kesalahan Penggunaan Bukti Secara Salah - Kesalahan Statistikal - Kesalahan Kausal - Kesalahan Analogi

21

BAB IV MODUL ETIKA MPKT

1. Perbedaan Etika dan moralitas

Ada dua kata yang seringali rancu penggunaannya, yaitu etika dan moralitas. Etika dan moralitas memang dua kata berhubungan errant dan seringkali orang menggunakan dua kata tersebut secara bergantian tapi tidak tepat. Secara etimologi, istilah etika berasa dari kata Yunani ethikos yang artinya kebiasaan. Dalam perkembangannya, etika mengacu pada seperangkat aturan, prnsip dan cara berpikir. Secara umum maka etika diartikan sebagai cabang ilmu filsafat yang menyelidiki suatu sistem prinsip moral. Lain halnya dengan moralitas yang berasal dari kata Latin moralis yang artinya tata cara. Secara terminologis moralitas sering kali dirujuk sebagai diferensiasi dari keputusan dan tindakan antara yang baik atau yang tidak baik. Moralitas sangan berhubungan dengan etika karena hal itu adalah objek kajiannya. Etika adalah suatu abstraksi dalam memahami atau mendefinisikan moral dengan melakukan refleksi atasnya Ada asumsi penting terkait masalah penjelasan moral tentang tanggung jawab etis. Asumsi tersebut di dalam etika, yaitu pentingnya kehendak bebas di dalam pertangungjawaban etis. Sedang dalam soal moralitas hal ini biasanya tidak teralu dipentingkan.

2. Klasifikasi Etika 2.1 Etika normatif Etika normative merupakan cabang etika yang penyelidikannya terkait dengan pertimbangan-pertibangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara etis. Dalam etika normatif, muncul teori-teori etika, misalnya etika utilitariannisme, etika deontologis, etika kebajikan dan lain-lain. Suatu teori etika dipahami bahwa hal tersebut mengajukan suatu kriteria tertentu tentang bagaimana seseorang harus bertindak dalam situasi etis.

22

2.2 Etika Terapan Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori etika secara lebih spesifik kepada topic-topik kontroversial baik pada domain privat atau public seperti perang, hak-hak bnatang, hukuman mati dan lain-lain. Berbeda dengan permasalahan etis yang lebih bersifat universal, seperti kewajiban untuk tidak berbohong, dan tidak terbatas suatu masyarakat tertentu saja. Dengan begitu bisa dimegerti bahwa istilah etika terapan digunakan untuk menggambarkan upaya untuk menggunakan metode filosofis mengidentifikasi apa saja yang benar secara moral terkait dengan kehidupan manusia.

2.3 Etika Deskriptif Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap etis oleh individu atau masyarakat. Dengan begitu etika deskriptif bukan sebuah etika yang mempunyai hubungan langsung dengan filsafat tetapi merupakan sebuah bentuk studi empiris terkait dengan perilaku-perilaku individual atau kelompok. Penyelidikan etika deskriptif juga melibatkan tentang apa yang dianggap seseorang atau masyarakat sebagai sesuatu yang ideal. Oleh karena itu, etika deskriptif melibatkan studi empiris seperti psikologi, sosiologi, dan antropologi untuk memberikan suatu gambaran utuh. Etika deskriptif dapat digunakan dalam argumentasi folosifis terkait dengan masalah etis tertentu.

2.4 Metaetika Metaetika berhubungan dengan sifat penilaian moral. Focus dari metaetika adalah arti atau makna dari pernyataan yang ada di dalam etika. Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungksi pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan tersebut dan bagaimanan pernyataan itu didemonstrasikan.

3.Realisme Etis dan Non-Realisme Etis 3.1 Realisme Etis Gagasan realism etis berpusat pada manusia menemukan lebenaran etis yang memiliki eksistensi independen di luar dirinya, konsekuensinya, realism etis ini

23

mengajarkan bahwa kualitas etis atau tidak ada secara independen dari diri manusia dan pernyataan etis memberikan pengetahuan tentang dunia objektif. Masalah bagi etika realis adalah manusia mengikuti keyakinan etis yang berbeda-beda. Jika memang ada kebenaran etis yang nyata di luar sana, maka manusia seharusnya bisa menemukan dan punya keyakinan etis yang sama.

3.2 Non-realisme Etis Keberatan terhadap realism etis menimbulkan cara melihat persoalan etis yang disebut dengan nonrealisme etis. Gagasan utama dari nonrealisme etis adalah manusia yang menciptakan kebenaran etis. Akan teteapi ada persoalan juga di dalam relativisme etis. Diantaranya adalah kita merasa bahwa aturan etis memiliki kualitas yang lebih tinggi daripada sekedar kesepakatan umum dari sekelompok orang. Lebih jauh lagi, relativisme memiliki masalah dengan persoalan tirani mayoritas. Dalam relativisme etis, jika kebanyakan orang dalam suatu masyarakat setuju dengan aturan tertentu, itulah akhir dari masalah etis.

4.Empat Jenis Pernyataan Etika kita bisa melihat ketika orang mengucapkan pernyataan pembunuhan itu tidak baik, orang merujuk pada hal yng berbeda. Perbedaan ini memberikan pendekatan yang berbeda pula untuk melihat persoalan etis. Kita dapat menunjukkan beberapa hal yang berbeda ketika mengatakan hal itu dengan menulis ulang bernyataan tersebut untuk menunjukkan apa yang benar-benar dimaksud sebagai berikut: 1. saya mungkin bermaksud membuat pernyataan tentang fakta etis, seperti pembunuhan itu adalah salah. Hal ni adalah realism moral yang didasarkan pada gagasan bahwa ada fakta nyata dan objektif terkait masalah etis di alam semesta. 2. Saya mungkin bermaksud hendak menyatakan tentang perasaan saya sendiri, saya tidak menyetujui pembunuhan, hal ini adalah

subjektivisme, dimana mengajarkan bahwa penilaian etis tidak lebih dari pernyataan perasaan atau sikap seseorang.

24

3. Saya mungkin bermaksud untuk mengespresikan perasaan saya saja tidak ada kompromi dengan pembunuhan. Hal ini adalh emotivisme dimana merupakan pandangan bahwa klaim moral adalah tidak lebih dari ekspresi persetujuan atau ketidaksetujuan. 4. Saya mungkin bermaksud ingin memberikan instruksi atau larangan, seperti jangan melakukan pembunuhan. Hal ini adalah preskriptivisme, yaitu gagasan yang berfokus pada pernyataan etis adalah petunjuk atau rekomendasi.

5.Kegunaan etika Etika sebenarnya tidak secara langsung mengharuskan orang mengikuti hasil analisisnya. Artinya tidak ada inensi dari etika untuk menekan orang untuk melakukan suatu tindakan atau keputusan etis sesuai dengan pedoman tertentu. Etika menyediakan alat-alat analisis untuk berpikir tentang isu-isu moral. Dengan kata lain, etika memberika sebuah peta moral atau kerangka berpikir yang bisa digunakan untuk menemukan jalan keluar dari masalah moral yang sulit. Memang harus dimengerti bahwa etika tidak selalu memberi jawaban yang tepat untuk masalah moral. Hal ini dikarenakan masalah-masalah moral, seringkali tidak ada jawaban yang tunggal.

6.Immanuel Kant dan Etika Kewajiban Immanuel Kant membahas secara filosofis tetang apa yang dimaksud dengan moral. Prinsip moral dapat muncul dari berbagi sumber, diserap dari nilai-nilai agam, kaidah norma masyarakat, maupun dari hokum yang dibuat oleh negara. Bagi Immanuel Kant, sika etis tidak datang dari luar individu, ini berkaitan dengan era dimana Kant mempopulerkan filsafatnya dengan selalu berkata Sapere Aude yang artinya beranilah berpikir secara mandiri. Etika kewajiban dari Kant mengingatkan kita betapa pentingnya perbuatan moral yang patuh pada suatu prinsip moral bahwa kebaikan tersebut intrinsik adanya, dimana pemahaman ini mewajibkan tentang konsep kebaikan universal.

25

7.Stuart Mill dan Konsep Etika Utilitarian Utilitarian yang berasa dari kata utility, yang artinya kegunaan, merupakan teori yang menggap bahwa dorongan utama bagi seseorang untuk bersikap etis adalah untuk mencapai kebahagiaan. Tapi seringkali pernyataan kaum utilitarian

disalahartikan menjadi pandangan yang secara general memperbolehkan apapun untuk mencapai kebahagiaan, inilah kritik terutama bagi kaum utilitarian. Mill menyatakan bahwa pandangan utitlitarian tidak sesederhana itu dalam menggunakan kata kebahagiaan. Mill menekankan, keijaksanaan yang utama erta memiliki nilai moral adalah mengejar kebahagiaan. Dengan meningkatkan kebahagiaan, menurut etika utilitarian, merupakan objek dari kebijaksanaan.

8.W.D Ross; Intuisi dan Kewajiban Ross berargumen bahwa sesorang mengetahui secara intuitif perbuatan apa yang bernilai baik maupun buruk. Ia mengkritik pandangan utilitarian yang terlalu menekankan konsep kebahagiaan, bahkan mensejajarkan kebahagiaan dengan kebaikan. Senada dengan Kant, Ross adalah seorang filosf moral yang menekankan bahwa tindakan etis haruslah terlepas dari kepentingan individual. Meski terdapat keserupaan dalam filsafat moral Ross dengan Kant, ada perbedaan penting antara Ross dan Kant. Ross mengkritik kewajiban sempurna dari Kant. Ia mendebat bahwa kewajiban sempurna mengaikan bahwa tidak ada perselisihan menyangkut tindakan moral mana yang harus diprioritaskan. Ross memapakrkan bahwa secara intuitif kita memahami bahwa manakah prioritas dalam dilemma moral semacam ini. Ide moral semacam ini disebut oleh Ross sebagai Prima Facie, dimana menunjukan bahwa sesungguhnya pada pandangan awal yang muncul adalah situasi moral yang hanya kemunculan semata, tetapi apa yang dimaksud dengan Prima Facie adalah situasi moral yang dapat ditelaah secara objektif. Ross menjelaskan enam tipe dari Prima Facie sebagai berikut : 1. Fidelitas : menyangkut bagaimana seseorang memegang komitmennya 2. Kewajiban atas rasa terimakasih 3. Kwajiban berdasarkan keadian 4. Kewajiban beneficence : bersikap dermawan sebagai tanggung jawab social

26

5. Kewajiban untuk menjaga diri sendiri 6. Kewajiban untuk tidak menyakiti orang lain Dari keenam tipe ini, Ross menunjukan bahwan dalam kondisi tertentu kita kerap terbentuk untuk memutuskan diantara pilihan-pilihan moral. Ross menekankan pada kemampuan intuitif manusia untuk mengambil keputusan. Dengan begitu, maka ia menghindarkan dirinya dari pilihan yang menyebabkan keburukan untuk dirinya maupun orang disekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai