Anda di halaman 1dari 33

Skenario E A 70 years old female complains of two episodes of urinary incontinence.

On both occasions she was unable to reach a bathroom in time to prevent loss of urine. The first episode occurred when she was in her car and the second while she was in a shopping mall. She is reluctant to go out because of this urge incontinence. She has no menstrual periode since she was 50. Physical examination found the body weight is 94 kg, height is 171 cm, the blood pressure is 160/70 mmHg, apical-radial pulse deficit, body temperature is 36,50C, there is no exertional dyspnea, fatigue, and headace. Laboratory finding is within normal limit. Lumbal densitometry is -3,0 and femoral I. Klarifikasi Istilah a. Usia 70 tahun : Usia lanjut (usia > 60 tahun) b. Urinary inkontinensia : Keluarnya urin secara involunter yang menimbulkan masalah sosial dan hiegin serta secara objektif tampak nyata. c. Prevent loss of urine : Menahan buang air kecil d. Urge incontinence : Inkontinensia karena adanya OAB e. No menstrual period : Menopause f. Apical-radial pulse deficit : denyut nadi yang tidak sama antara apex kordis dengan ateri radialis (atrial fibrilasi), biasanya jumlah denyut jantung lebih besar daripada jumlah denyut nadi. g. Exertional dyspnea : Sesak napas saat melakukan aktivitas h. Fatigue : Lemah atau mudah lelah i. Headache : Sakit kepala j. Densitometry : Mengukur kepadatan tulang

II. Identifikasi Masalah 1. Seorang wanita 70 tahun mengalami inkontinensia urin dan sudah dua kali mengalaminya 2. Dia takut untuk keluar rumah karena masalah urge incontinencenya. 3. Dia mengalami menopause pada usia 50 tahun. 4. Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan : a. Obesitas dengan BB 94 kg, TB 171 cm. b. Tekanan darah 160/70 mmHg c. Pulse deficit antara apex kordis-a.radialis d. Suhu 36,50C e. Densitometri : - lumbal -3,0, femoral -2,7 III. Analisis Masalah 1. a. Bagaimana fisiologi miksi? b. Apa saja perubahan fisiologi sistem : urinaria, muskuloskeletal, kardiovaskular, dan metabolisme pada usila? 1

c. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan IU (Inkontinensia Urin) yang dialami pada kasus ? d. Apa saja klasifikasi IU? e. Mengapa terjadi IU pada wanita pada kasus? f. Apa saja dampak IU? 2. Apa hubungan menopause pada usia 50 tahun dengan keadaan pada kasus? 3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan mekanismenya? 4.Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan densitometri dan prosedur pemeriksaannya? 5. Apa diagnosis banding untuk kasus ini? 6. Bagaimana penegakan diagnosis dan diagnosis kerja pada kasus? 7. Bagaimana etiologi, epidemiologi dan faktor resiko terjadinya IU? 8. Bagaimana patogenesis dan manifestasi klinis pada kasus? 9. Bagaimana penatalaksanaan, pencegahan serta follow up pada kasus? 10. Apa komplikasi, prognosis dan kompetensi dokter umum pada kasus? IV. Hipotesis Seorang wanita 70 tahun mengalami inkontinensia urin disertai menopause, obesitas, hipertensi sistolik, osteoporosis dan diduga atrial fibrilasi. V. Sintesis A. Fisiologi Miksi

Anatomi vesica urinaria (kandung kemih) Lapisan kandung kemih yaitu : lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan submukosa,lapisan mukosa. Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari 2 bagian besar,yaitu ; (1) Corpus, merupakan bagian utama vesica urinaria di mana urin berkumpul (2) Collum, merupakan lanjutan dari corpus yang berbentuk corong. Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor, serat-seratnya ke segala arah dan apabila berkontraksi dapat menigkat tekanan intra vesica menjadi 40-60 mmHg. Kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting dalam proses berkemih. Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas collum vesicae terdapat daerah berbentuk segitiga yang lapisan mukosanya halus (kecuali daerah ini, lapisan mukosa dinding kandung kemih berbentuk ruggae/berlipat-lipat). Collum (leher kandung kemih) panjangnya 2-3 cm, dindingnya terdiri dari dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastic. Otot pada daerah ini disebut sphincter urethra internum. Setelah urethra posterior, urethra berjalan melewati diafrgama urogenital, yang mengandung lapisan otot yang disebut sphincter urethra externum. Otot ini merupakan otot lurik yang bekerja dibawah kesadaran dan dapat melawan upaya kendali involunter yang berusaha untuk mengosongkan kandung kemih. Persarafan kandung kemih Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama dengan segmen S-2 dan S-3. Berjalan dari nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari urethra (posterior) dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan reflex berkemih. Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak dalam dinding kandung kemih. Saraf postganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor. Selain nervus pelvikus, terdapat 2 tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfinter. Kandung kemih juga menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medulla spinalis. Tipe Saraf Kolinergik parasimpatik (Nervus erigenus) Simpatetik Simpatetik Simpatetik Fungsi Kontraksi bladder Relaksasi bladder (dengan menghambat tonus parasimpatis) Relaksasi bladder (adrenergik beta) Kontraksi leher bladder 3

Somatik (nervus pudendi)

Kontraksi otot dasar panggul

Fisiologi / Proses Mikturisi Normal Mikturisi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi penuh dengan urin. Dua tahap utama mikturisi : a. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melalui ambang batas. b. Munculnya refleks saraf (refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih atau, jika gagal, setidaknya akan menyebabkan keinginan berkemih yang disadari. Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord. Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat dipelajari/dilatih. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat vesika urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis : impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi mikturisi. (normal: tidak nyeri). Saat kandung kemih terisi, ujung-ujung saraf di dinding kandung kemih mengirim sinyal ke medula spinalis dan kemudian ke otak, sehingga muncul perasaan/ sensasi ingin berkemih. Kemudian otak mengirim sinyal ke otot sfingter uretra dan otot pelvis untuk berelaksasi. Setelah itu otot sfingter uretra dan otot pelvis mengirim sinyal ke dinding kandung kemih (detrusor) yang akan berkontraksi dan memompa urin keluar melalui uretra. Setelah urin dari kandung kemih kosong, otot sfingter uretra dan otot pelvis berkontraksi kembali, menutup uretra, dan otot kandung kemih berelaksasi. Setelah berkemih uretra wanita kosong akibat gravitasi, sedangkan urine yang masih ada dalam uretra laki-laki dikeluarkan oleh beberapa kontraksi muskulus bulbo kavernosus. Pada orang dewasa volume urine normal dalam kandung kemih yang mengawali reflek kontraksi adalah 300-400 ml. Didalam otak terdapat daerah perangsangan untuk berkemih di pons dan daerah penghambatan di mesensefalon. Kandung kemih dapat dibuat berkontraksi walau hanya mengandung beberapa milliliter urine oleh perangsangan volunter reflek pengosongan spiral. Kontraksi volunter otot-otot dinding perut juga membantu pengeluaran urine dengan menaikkan tekanan intra abdomen. Orang dewasa dengan kandung kemih yang normal, yang minum 2 L cairan per hari, umumnya akan berkemih 4-7 kali sehari (setiap 3-4 jam). Rata-rata, setiap orang akan berkemih sebanyak 250-500 mL urin setiap kalinya.

B. Perubahan Fisiologi pada Usia Lanjut Ada banyak teori mengenai proses menua salah satunya konsep homeostenosis : semakin bertambahnya usia semakin berkurangnya jumlah cadangan fisiologis untuk mempertahankan homeostasis dalam menghadapi berbagai perubahan /challange/stress. Semakin besar challange yang terjadi maka semakin besar besar cadangan fisiologis yang terpakai untuk kemabali ke homeostasis. Di sisi lain semakin sedikit cadangan fisiologis, maka seorang usia lanjut lebih mudah untuk mencapai suatu ambang yang dapat berupa keadaan sakit atau kematian akibat challange tersebut Perubahan fisiologis : Sistem Kardiovaskuler Tekanan Darah Sistolik (TDS) maupun Tekanan Darah Distolik (TDD) meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat sampai umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun. Penebalan dinding aorta & pembuluh darah besar serta elastisitas pembuluh darah menyebabkan compliance aorta dan pembuluh darah besar mngakibatkan TDS elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer

Penurunan sensitivitas baroreseptor menyebabkan kegagalan refleks postural mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik-beta dan vasokonstriksi adrenergik-alfa kecenderungan vasokontriksi mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer & tekanan darah Berkurangnya pengisisan ventrikel kiri Berkurangnya pacemaker di nodus SA Hipertrofi atrium kiri Kontraksi dan relaksasi ventikel kiri bertambah lama Menurunnya curah jantung maksimal Peningkatan resistensi vaskular perifer

Sistem Genitourinaria Tepatnya di glumerulus, nefron kemudian mengecil dan menjadi atrofi. Aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%. Fungsi tubulus berkurang akibatnya; kurang kemapuan mengkonsentrasi urine, berat jenis urine menurun, proten uria. Vesika urinaria (kandung kemih); kolagen , trabekulasi , fibrosis , saraf otonom , pembentukan divertikula. Akibatnya : fungsi kontraktil (otot-ototnya menjadi lemah), kapasitasnya menurun sampai 200ml atau menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kemampuan menahan miksi , volume residu pasca berkemih . Vesika urinari susah dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine. Uretra : deposit kolagen , atrofi mukosa, penipisan otot2 uretra, komponen selular Akibatnya : tekanan penutupan , tekanan akhiran keluar Atrofi vulva o Vagina : komponen selular, atrofi mukosa. o Dasar panggul : Deposit kolagen , rasio jaringan ikat-otot , otot melemah.

Kandung kemih fungsi kontraktil tidak efektif lagi & mudah terbentuk trabekulasi sampai divertikel akibat dari peningkatan fibrosis & kandungan kolagen

Perubahan morfologis Trabekulasi Fibrosis Saraf autonom Pembentukan divertikula Perubahan fisiologis Kapasitas Kemampuan menahan kencing Kontraksi involunter Volume residu pasca berkemih Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna Berkurangnya konsentrasi faktor antiadheren protein Tamm-Horsfall. Perubahan morfologis Komponen seluler Deposit kolagen pada uretra sehingga terjadi atrofi mukosa yang menyebabkan penipisan otot uretra Perubahan fisiologis Tekanan penutupan Tekanan akhiran keluar Hiperplasia dan membesar Komponen seluler Mukosa atrofi Deposit kolagen Rasio jaringan ikat-otot Otot melemah

Uretra: tekanan penutupan uretra & tekanan outflow akibat dari atrofi mukosa, perubahan vaskularisasi submukosa & menipisnya lapisan otot uretra

Prostat Vagina Dasar panggul berperan penting dalam dinamika miksi & mempertahankan kondisi kontinen

Sistem Endokrin Produksi hampir semua hormon menurun, khususnya hormone estrogen pada wanita Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah Pituitari; hormon pertumbuhan ada tetapi lebih rendah tetapi rendah dan hanya dalam pembuluh darah, berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH, LH. Menurunnya aktifitas tiroid, BMR menurun. Sistem Muskuloskeletal Terjadi osteopenia sehingga tulang kehilangan densitas dan makin rapuh Discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek 7

Tulang kortikal menipis, porusitas tulang meningkat 4-10% pada usia 40-80. Hilangnya tulang trabekula. Atrofi dari sel osteosit. Osteoblas berasal dari sel osteoprogenitor yg pada proses menua akan ber<< jumlah dan aktivitasnya. Kegagalan produksi osteoblas menyebabkan proses reformasi tulang lebih sedikit dari resorpsi tulang. Massa otot berkurang secara bermakna Peningkatan fatigabilitas pada otot Penyembuhan fraktur pad tulang terlambat Persendian membesar dan menjadi pendek. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis

Sistem endokrin Toleransi glukosa terganggu ( gula darah meningkat, insulin serum meningkat akibat peningkatan resistensi insulin) Penurunan yang bermakna pada dehidroepiandosteron (DHEA) Penurunan hormon T3 Penurunan hormon paratitiroid (PTH) Penururnan fungsi gonadhormon seks Ovarian failure disertai menurunnya hormon ovarium--menopause Penurunan testosteron bebas maupun yang bioavailable Metabolisme Akibat hiperinsulinemia (peningkatan kadar insulin dalam darah) akan meningkatakan stimulasi lipogenesis dari pengambilan glukosa di jaringan adiposa dan emngatifasi enzim lipogenik dan glikolitik. Pada wanita penurnan kadar homon estrogen dapat berdampak pada perubahan metabolisme. Estrogen berperan dalam peningkatan kadar HDL dan penurunan LDL C. Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Inkontinensia Urin Usia merupakan faktor predisposisi. Semakin tua seseorang, semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urin, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot-otot dasar panggul. Prevalensi IU meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Pengaruh penuaan akan menyebabkan terjadinya atrofi pada seluruh organ tubuh, termasuk juga pada organ urogenital. Selain itu inkontinensia urin lebih banyak pada wanita > laki laki. a) Perempuan mengalami inkontinensia urin dua kali lebih sering daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan mengalami proses kehamilan, persalinan, menopause, serta struktur kandung kemih yang berbeda dengan laki-laki. Inkontinensia urin pada perempuan biasanya 8

disebabkan karena kelemahan otot-otot dasar panggul yang menyangga saluran kemih dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga urin keluar begitu saja tanpa dapat ditahan. Proses persalinan dapat membuat otototot dasar panggul rusak akibat regangan otot-otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urin. b) Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada perempuan di usia menopause, akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urin. Selain itu, menurunnya estrogen dapat menyebabkan : 1) gangguan aktivasi sel osteoblast 2) gangguan pengendapan matriks tulang, berkurangnya deposit kalsium dan fosfat tulang

D. Tipe-tipe Inkontinensia Urin Transient Incontinence Inkontinensia transien sering terjadi pada usila. Jenis inkontinesia ini mencakup sepertiga kejadian inkontinensia pada masyarakat dan lebih dari setengah pasien inkontinensia yang menjalani rawat inap (Herzog dan Fultz, 1990). Penyebabnya sering disingkat menjadi DIAPPERS Delirium / confusional state I nfection urinary (symptomatic) Atrophic urethritis / vaginitis Pharmaceuticals Psychological Excessive urine output (cardiac, DM) Restricted mobility Stool impaction 1. Delirium Kejadian inkontinensia akan dapat dihilangkan dengan mengidentifikasi dan menterapi penyebab delirium. Pasien lebih memerlukan manajemen medis dalam mengatasinya dibandingkan dengan manajemen kandung kemih (Resnick, 1988) 2. Infeksi traktus urinarius Infeksi traktus urinarius yang simptomatik seperti cystitis dan urethritis dapat menyebabkan iritasi kandung kemih sehingga timbul frekuensi, disuria dan urgensi yang mengakibatkan seorang usila tidak mampu mencapai toilet untuk berkemih. 3. Atrophic vaginitis 9

Jaringan yang teriritasi, tipis dan mudah rusak dapat menyebabkan timbulnya gejala rasa terbakar di uretra, disuria, infeksi traktus urinarius berulang, dispareunia, urgensi, stress atau urge incontinence. 4. Obat-obatan Obat-obatan seperti diuretik akan meningkatkan pembebanan urin di kandung kemih sehingga bila seseorang tidak dapat menemukan toilet pada waktunya akan timbul urge incontinence. Agen antikolinergik dan sedatif dapat menyebabkan timbulnya atonia sehingga timbul retensi urin kronis dan overflow incontinence. Sedatif, seperti benzodiazepin juga dapat berakumulasi dan menyebabkan confusion dan inkontinensia sekunder, terutama pada usila. Alkohol, mempunyai efek serupa dengan benzodiazepines, mengganggu mobilitas dan menimbulkan diuresis Calcium-channel blockers untuk hipertensi dapat menyebabkan berkurangnya tonus sfingter uretra eksternal dan gangguan kontraktilitas otot polos kandung kemih sehingga menstimulasi timbulnya stress incontinence. Obat ini juga dapat menyebabkan edema perifer, yang menimbulkan nokturia. Agen alpha-adrenergik yang sering ditemukan di obat influenza, akan meningkatkan tahanan outlet dan menyebabkan kesulitan berkemih; sebaliknya obat-obatan ini sering bermanfaat dalam mengobati beberapa kasus stress incontinence. Alpha blockers, yang sering dipergunakan untuk terapi hipertensi dapat menurunkan kemampuan penutupan uretra dan menyebabkan stress incontinence. 5. Psikologis Jarang terjadi pada orang usila dibandingkan dengan yang muda. Depresi dan kecemasan dapat menyebabkan pasien mengalami kebocoran urin Mekanisme ini biasanya merupakan kombinasi dari bladder overactivity dan relaksasi sfingter uretra yang tidak tepat. Intervensi awal ditujukan pada gangguan psikologinya. 6. Output Urin yang Berlebihan Output urin yang berlebihan bisa disebabkan oleh karena intake cairan yang banyak, minuman berkafein, dan masalah endokrin.\ Diabetes mellitus melalui efek diuresis osmotiknya dapat menyebabkan suatu kondisi overactive bladder. Diabetes insipidus juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi urin hingga 10 liter per hari pada kandung kemih sehingga menimbulkan overflow incontinence. Kondisi hipertiroid dapat menginduksi kandung kemih menjadi overactive, sehingga menimbulkan kondisi urge incontinence. Disamping itu, kondisi

10

hipotiroidism dapat menyebabkan kandung kemih hipotoni dan menimbulkan overflow incontinence. 7. Mobilitas yang terbatas Keterbatasan mobilitas ini dapat disebabkan karena kondisi nyeri arthritis, deformitas panggul, deconditioning fisik, stenosis spinal, gagal jantung, penglihatan yang buruk, hipotensi postural atau post prandial, claudication, perasaan takut jatuh, stroke, masalah kaki atau ketidakseimbangan karena obatobatan. 8. Impaksi feses Impaksi feses akan mengubah posisi kandung kemih dan menekan syaraf yang mensuplai uretra serta kandung kemih, sehingga akan dapat menimbulkan kondisi retensi urine dan overflow incontinence.

True Incontinence / Established Incontinence Jika kebocoran menetap setelah penyebab inkontinensia transien dihilangkan, perlu dipertimbangkan penyebab inkontinensia yang berasal dari traktus urinarius bagian bawah.

Urge inkontinensia - Merupakan penyebab IU tersering pada orang tua, terjadi pada 40-70 % pasien yang datang dengan keluhan inkontinensia. - Masalah tersering dalam fase pengisian/penyimpanan urin timbul takkala kandung kemih gagal utk tetap relaks sampai waktu yang tepat untuk berkemih . - Pasien dengan detrusor yang overaktif akan merasakan kontraksi detrusor yang lebih cepat dan lebih kuat sebelum VU terisi penuh - Penyebab: Non neurogenik o Inflamasi atau iritasi pada kandung kemih o Proses menua : Kelemahan otot dasar panggul o Idiopatik Neurogenik o Ssp yg menghambat kontraksi kandung kemih terganggu o Kelainan neurologik akibat lesi suprapontin (stroke,parkinson) o Trauma medulla spinalis o Obat obatan 11

o Kelainan metabolik spt hipoksemia dan ensefalopati Stress inkontinensia - Terjadi akibat gangguan fungsi sfingter uretra sehingga urin keluar dari kandung kemih manakala tekanan intra abdomen meningkat spt batuk atau bersin . - Dikaitkan dengan kelemahan ligamen pubouretra dan dinding anterior vagina. - Penyebab: o Prolaps Hipermobilitas uretra o o o o Perubahan posisi uretra dan kandung kemih Defisiensi intrinsik sfingter(kongenital) Denervasi akibat obat penghambat adrenagik alfa ,trauma bedah, radiasi . Predisposisi : obesitas , batuk kronik , trauma perineal, melahirkan pervaginam ,terapi radiasi keganasan

Overflow bladder - Terjadi akibat retensi urin pada kandung kemih yg mengalami distensi (peregangan). - Urin mengisi kandung kemih sampai tercapai kapasitas maksimal kandung kemih, selanjutnya urin yg tdk dpt tertampung lagi keluar melalui uretra. - Penyebab: oMenurunnya kontraksi kandung kemih sekunder akibat obat obatan yg merelaksasi otot detrusor kandung kemih oDenervasi pada detrusor akibat kelainan neurologis yang mempengaruhi inervasi kandung kemih oObtruksi aliran urin akibat Pembesaran prostat,impaksi feses. Striktur uretra,kontraksi uretra akibat agonis adrenegik alfa. oObtruksi anatomik pada perempuan prolapspelvis dan distorsi uretra oNeuropati diabetes melitus Fungsional - Terjadi pada orang usia lanjut yg tidak mampu atau tidak mau mencapai toilet pada waktunya - Faktor penyebab dapat mengeksaserbasi tipe lain - Memiliki kelainan saluran kemih bagian bawah seperti hiperaktivitas detrusor Tipe campuran - Sebagian besar usila menderita campuran tipe urgensi dan tipe stres. 12

Pada kasus, terjadinya inkontinensia urin disebabkan: Usia Perubahan Vesica Urinaria sel fibrosit (sel inaktif yang berasal dari j.ikat fibroblast) Kolagen Menghambat fungsi normal otot detrusor Menurunkan komplians VU Perubahan Uretra deposit Kolagen Atrofi mukosa uretra Penipisan otot uretra Rentan infeksi Sfingter uretra mengendur

Urin mengental (protein inflamasi, bakteri) sensitasi sfingter uretra

Overactive detrusor IU urgensi

Sfingter uretra mudah mengendur

IU tipe stress

Dampak Inkontinensia Urin Dari aspek medis, inkontinensia dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti dekubitus, infeksi saluran kemih, sepsis, dan gagal ginjal. Ditinjau dari aspek ekonomi, penanganan inkontinensia urin membutuhkan dana yang cukup besar. Dampak sosial dari inkontinensia urin meliputi hilangnya kepercayaan diri, menghindar dari pergaulan sosial, seksualitas menurun, ketergantungan. dan depresi. Dalam beberapa kasus, implikasi yang muncul tergantung pada perawatan medis yang dijalani. Depresi merupakan masalah psikososial yang sering ditemukan pada wanita usia lanjut dengan Inkontinensia urin.

E. Hubungan Menopause dengan Keadaan pada kasus Hubungan menopause-inkontinensia urin Pada wanita pasca menopouse karena menipisnya mukosa disertai dengan menurunnya kapasitas, kandung kemih lebih rentan dan sensitif terhadap 13

rangsangan urine, sehingga akan berkontraksi tanpa dapat dikendalikan keaadan ini disebut over active bladder. Gangguan ini mengenai sekurang-kurangnya 50 juta orang di negara yang berkembang. Menurunnya tonus otot vagina dan uretra karena penurunan estrogen Selain itu menopause juga dapat menyebabkan Kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.

F. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik

14

G. Interpretasi hasil pemeriksan densitometi Kasus BB & TB 94 kg & 171 cm Nilai normal Hitung BMI = BB Obese II / TB2 = 94 (1,71)2 = 32,14 kg/m2 < 140/70 mmHg Hipertensi sistolik terisolasi (HST) Terjadi perbedaan irama antara nadi yang diperiksa di apical (jantung) dan radial menandakan aritmia Fibrilasi Atrial Normotermi Tidak ada ggn paru Normal Normal Interpretasi

TD Pulse

160/70 mmHg Apical-radial pulse deficit

Suhu tubuh Exertional dyspnea Fatigue Headache Pemeriksaan BB & TB

36,5 C Kasus 94 kg & 171 cm

36,5-37,5 C -

Nilai normal Interpretasi Hitung BMI = BB Obese II / TB2 = 94 (1,71)2 = 32,14 kg/m2 < 140/70 mmHg Hipertensi sistolik terisolasi (HST) Terjadi perbedaan irama antara nadi yang diperiksa di apical (jantung) dan radial menandakan aritmia Fibrilasi Atrial Normotermi Tidak ada ggn paru Normal Normal Osteoporosis

TD Pulse

160/70 mmHg Apical-radial pulse deficit

Suhu tubuh Exertional dyspnea Fatigue Headache

36,5 C -

36,5-37,5 C -

Lumbal densitometry = -3,0 Femoral densitometry = -2,7

15

Klasifikasi Normal Osteopenia Osteoporosis Osteoporosis berat

T-score -1 Antara -1 dan -2,5 -2,5 -2,5 dan fraktur fragilitas

Tabel : klasifikai diagnosis osteoporosis menurut WHO Cara pemeriksaan Densitas tulang (atau bone mineral density)adalah pengukuran tulang dari substansi/materi tulang per centimeter kubik tulang. Dihitung dengan prosedur densitometry, dilakukan oleh bagian radiologi rumah sakit. Prosedur : tanpa rasa sakit dan non-infasif dengan paparan radiasi yang minim. Umumnya pada bagian lumbal dan bagian atas panggul. Dual energy X-ray absorptiometry (DXA atau DEXA) paling sering digunakan. Ada 2 cara perhitungan T-score dan Z-score. Skor mengindikasiikan jumlah dari densitas mineral tulang, bervariasi dari nilai tengah. T-score diperuntukkan bagi wanita post-menapouse dan pria di atas 50 tahun, untuk memprediksi fraktur yang mungkin terjadi di masa depan. Diagnosis osteoporosis ditentukan dengan mengukur densitas massa tulang (BMD). Bagian- bagian tulang yang diukur : a) Tulang belakang (L1- L4) b) Panggul : femoral neck, total femoral neck, dan trokanter. c) Lengan bawah (33% radius), bila : Tulang belakang dan/atau panggul tidak bisa diukur Hiperparatiroideisme Sangat obese H. Diagnosis Banding
Tipe Campuran Urin keluar pada saat Tipe urgensia Tipe stress Tipe overflow Tipe fungsional

Ada keinginan untuk Ada keinginan untuk Tekanan intraabdomen Vesika urinaria Pada orang usia kencing (tidak kencing (tidak mampu meningkat (batuk, mencapai kapasitas lanjut yg tidak mampu menunda)>8x sehari bersin, mengangkat maksimum tetapi tidak mampu atau tidak menunda)>8x sehari beban) dapat keluar semuanya mau mencapai (tipe urgensi )dan toilet pada Tekanan waktunya intraabdomen meningkat (batuk, bersin, mengangkat

16

beban) (tipe stress) Menopaus Faktor risiko e Obesitas Terdapat pada Faktor risiko Paling banyak tipe urgensi dan stress Faktor risiko Non neurogenik ; Inflamasi atau iritasi pada kandung kemih Proses menua : Kelemahan otot dasar panggul Idiopatik Neurogenik ; Faktor risiko Faktor risiko -

Prolaps Menurunnyakontrak Gangguan fisis : Hipermobilitas si kandung kemih gangguan uretra sekunder akibat obat immobilitas Perubahan posisi obatan yg akibat arthritis, uretra dan kandung merelaksasi otot paraplegia kemih detrusor kandung inferior, stroke Defisiensi intrinsik kemih Gangguan sfingter(kongenital) Denervasi pada kognitif akibat Denervasi akibat detrusor akibat delirium atau Ssp yg obat penghambat kelainan neurologis demensia menghambat adrenagik alfa yang mempengaruhi Obat kontraksi kandung ,trauma bedah, inervasi kandung kemih terganggu radiasi . kemih Kelainan neurologik Predisposisi : Obtruksi akibat lesi obesitas , batuk suprapontin aliran urin akibat kronik , trauma (stroke,parkinson) Pembesaran perineal, melahirkan prostat,impaksi Trauma medulla pervaginam ,terapi spinalis feses. Striktur radiasi keganasan Obat obatan uretra,kontraksi Kelainan metabolik uretra akibat agonis spt hipoksemia dan adrenegik alfa. ensefalopati Obtruksi anatomik pada perempuan prolapspelvis dan distorsi uretra Neuropati diabetes melitus

I. Penegakkan Diagosa IU Penegakkan diagnosa mempunyai tiga tujuan : (1) Untuk menentukan penyebab inkontinensia (2) Untuk mendeteksi kelainan patologi traktus urinarius (3)Untuk mengevaluasi secara komprehensif (terutama pasien dengan gangguan mental atau secara fisik terganggu) baik pasien, lingkungan dan juga sumbersumber lain yang ada. Anamnesa Riwayat berkemih dapat dilakukan dengan menggunakan format sederhana : 1. D uration of incontinence 2. C ircumstances of the leak, e.g sense of urgency, coughing, straining 3. B ladder storage symptoms i.e frequency, urgency, nocturia 17

4. Any voiding symptoms i.e straining, intermittency, poor stream, post void dribble. Riwayat penyakit dahulu mencakup masalah medis lainnya seperti: 1. diabetes mellitus (menyebabkan timbulnya diuresis osmotik jika kontrol glukosa buruk), 2. insufisiensi vaskuler (menyebabkan timbulnya inkontinensia pada malam hari saat edema perifer dimobilisasi ke sistem vaskuler, sehingga menyebabkan peningkatan diuresis), 3. penyakit paru kronis (yang dapat menyebabkan stress incontinence karena batuk kronis), 4. Cerebro Vascular Accident (CVA) sebelumnya 5. Hipertensi Riwayat pernah menjalani operasi yang dapat mempengaruhi proses berkemih juga harus digali, seperti reseksi prostat transuretra, operasi untuk kondisi stress incontinence, atau operasi pelvis. Pertanyaan tentang fungsi buang air besar dan erektil juga harus dilakukan Riwayat obstetrik seperti jumlah paritas, riwayat persalinan sulit, riwayat persalinan lama perlu dicari pada wanita dengan stress incontinence. Riwayat penggunaan obat-obatan yang dapat mempengaruhi traktus urinarius bagian bawah Riwayat kondisi fisik yang mempengaruhi kemampuan fungsional berkemih seperti fungsi tangan, kemampuan berpakaian, keseimbangan duduk, kemampuan untuk melakukan transfer dan ambulasi juga perlu diketahui untuk mencari kemungkinan mengapa pasien menjadi inkontinensia dan untuk merencanakan manajemen terapi Riwayat nyeri atau ketidaknyamanan area suprapubik atau perineal perlu diketahui. Sensasi seperti itu dapat timbul karena kemungkinan adanya karsinoma kandung kemih, batu atau distensi akut kandung kemih. Mencari tahu keterbatasan sosial yang disebabkan oleh karena inkontinensia. Hal ini penting karena akan menentukan strategi manajemen Pada kasus : pernah 2 kali mengalami beser pada saat di mobilnya dan saat berbelanja di mall, tidak dapat menahan BAK sampai menemukan toilet.

Pemeriksaan fisik Abdomen: ada distensi atau tidak Neurologis: demensia atau tidak, pemeriksaan cabang-cabang saraf lumbosakral dengan melakukan ankle jerk reflex (S1-2), flexi toe dan arch the feet (S2-3) dan tonus sfingter ani atau refleks bulbokavernosa (S2-4). Keadaan sfingter ani yang flaksid menunjukkan adanya kelemahan kontraksi dari otot detrusor. Rektal: tonus sfingter ani, impaksi feses Bimanual: untuk menilai ada massa tidak pada uterus atau adneksa 18

Urogenitalia: perhatikan orifisum uretra dan vagina. Perhatikan adanya perubahan warna dan penebalan mukosa vagina yang merupakan tanda dari vaginitis atrofikans akibat defisiensi estrogen; hal ini biasanya disertai dengan peningkatan sensitifitas buli-buli dan uretra yang dapat terlihat pada inkontinensia urge. Perhatikan posisi orifisium eksternum. Jika didapatkan penonjolan dari orifisium eksternum mungkn merupakan suatu proses inflamasi atau divertikulum. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium: untuk menyingkirkan adanya proses inflamasi/infeksi atau keganasan pada saluran kemih; urinalisis, kultur urine, sitologi urin Postvoid Residual volume: untuk mengetahui kemungkinan adanya obstruksi intravesika atau kelemahan otot detrusor. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan kateterisasi atau dengan USG setelah miksi. Seseorang diduga mengalami DH jika mempunyai gejala urgensi, frekuensi, dan urge incontinence. Volume kebocoran urin dapat berjumlah sedang hingga banyak, sering disertai nokturia dan inkontinensia, sensasi di bagian sakral dan refleks dipertahankan, kontrol volunter sfingter anal intak dan PVR tetap rendah atau normal ([50ml). Kebocoran urin biasanya terjadi secara episodik tetapi sering. Volume residual yang melebihi 50-100 ml pada pasien dengan DO menggambarkan kemungkinan adanya obstruksi outlet yang menyertai, sehingga kondisi ini disebut dengan DHIC. Hal ini dapat terjadi karena adanya cystocele atau diverticulum yang besar atau pada pasien dengan penyakit Parkinson serta spinal cord injury Urodynamic Test urodinamik meliputi uroflowmetri dan sistometri. Sistometri merupakan test yang paling penting, karena dapat menunjukan keadaan kandung kemih yang hiperaktif, normal maupun hipoaktif. Diagnostik imaging meliputi USG, CT scan dan IVP yang digunakan untuk mengidentifikasi kelainan patologi (seperti fistel/tumor) dan kelainan anatomi (ureter ektopik) J. Diagnosis Kerja : Inkontinensia Urin, Menopause, Obesitas, Hipertensi Sistolik, Osteoporosis dan diduga Atrial Fibrilasi.

1. Definisi Inkontinensia Urin Inkontinensia urin menurut International Continence Society didefinisikan sebagai keluarnya urin secara involunter yang menimbulkan masalah sosial dan hygiene serta secara objektif tampak nyata. Epidemiologi 19

Menurut APCAB (Asia Pacific Continence Advisor Board) tahun 1998 menetapkan prevalensi Inkontinensia Urine 14,6% pada Wanita Asia, sedangkan Wanita Indonesia 5,8%. Prevalensi pada Pria Asia berdasar survei dari APCAB (Asia Pacific Continence Advisor Board) sekitar 6,8%, sedangkan untuk Pria Indonesia 5% . Secara umum, prevalensi Inkontinensia Urine pada pria hanya separuh dari wanita, prevalensi di Asia relative rendah karena pandangan orang Asia bahwa Inkontinensia Urine merupakan hal yang memalukan, dianggap tabu oleh beberapa orang, sehingga tidak dikeluhkan pada dokter. Faktor Risiko jenis kelamin wanita, usia tua, paritas tinggi, menopause, pernah dilakukan histerektomi, menggunakan toilet duduk, gangguan neurologis, trauma pada pelvis, pernah dilakukan radiasi, difisit nutrisi, obesitas, perokok, minum alkohol, intake cairan berlebihan atau kurangnya aktifitas.
2. Menopause

Definisi Menopause adalah berhentinya siklus menstruasi secara teratur akibat turunnya produksi estrogen oleh ovarium. Berhentinya menstruasi (sekret fisiologik darah dan jaringan mukosa serta bersiklus yang melalui vagina dari uterus tidak hamil, dibawah pengendalian hormon). Merupakan suatu bagian dari proses menua yang irreversible dan melibatkan sistem reproduksi wanita. Dimulai setelah 12 bulan sejak menstruasi terakhir dan ditandai dengan berlanjutnya gejala vasomotor dan gejala urogenital seperti keringnya vagina dan merupakan satu peristiwa dalam klimakterium, yaitu fase fisiologis yang terjadi jika fungsi ovarium telah mengalami regresi. Etiologi Penurunan fungsi ovarium. Ooforektomi bilateral pada setiap usia setelah menarche juga dapat menimbulkan gejala-gejala seperti menopause. Epidemiologi Semua wanita akan mengalami menopause. Biasa terjadi pada usia 45-52 tahun. Manifestasi klinis 20

Amenorrhea Hot flushes(panas pada kulit wajah dan leher) Berdebar-debar Sakit kepala, vertigo Tangan dan kaki terasa dingin Mudah tersinggung Cemas, gelisah, depresi Insomnia Keringat waktu malam Pelupa, sulit berkonsentrasi Cepat lelah Penambahan berat badan Dispareuni

3. Obesitas Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar. Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) telah diakui sebagai metoda yang paling praktis dalam menentukan tingkat overweight dan obesitas pada orang dewasa di bawah umur 70 tahun. Epidemiologi Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah penduduk yang overweight diperkirakan mencapai 76.7 juta (17.5%) dan pasien obesitas berjumlah lebih dari 9.8 juta (4.7%). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa overweight dan obesitas di Indonesia telah menjadi masalah besar yang memerlukan penangan secara serius. Etiologi Genetik Hal ini dimungkinkan karena banyak gen yang terlibat dalam proses pengeluaran dan pemasukan energi. Gen obese ini merupakan suatu protein yang dikenal dengan nama leptin dan diproduksi oleh sel-sel lemak (adipositas) yang disekresikan ke dalam darah. Leptin ini berfungsi sebagai suatu duta (massanger) dari jaringan adiposa yang memberikan informasi ke otak mengenai ukuran massa lemak. Salah satu efek utamanya adalah sebagai penghambat sintesa dan pelepasan neuropeptida Y, dengan cara meningkatkan asupan makanan, menurunkan thermogenesis dan meningkatkan kadar insulin. Leptin memberitahukan otak

21

mengenai jumlah lemak yang tersedia, tetapi pada orang obese proses ini ini mungkin tidak berjalan sebagaimana mestinya. Faktor Fisiologi Overweight dan Obesitas meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan kemudian menurun sebelum akhirnya berhenti pada usia lanjut. BMI juga meningkat pada wanita yang sedang hamil. Faktor Sosial Ekonomi Penentu Tingkah Laku / Psikologi Bagi individu yang inaktif, termasuk mereka yang jarang melakukan olah raga, mengkonsumsi alkohol dan merokok - cenderung mengalami peningkatan BB. Meskipun alkohol mungkin mempunyai efek kardioprotektif, namun konsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan kelebihan asupan energi sehingga mengakibatkan penyakit liver dan saluran cerna lainnya, seperti penyakit gallblader. Faktor-faktor psikologis juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan. Makan, bagi sebagian orang juga dapat memberikan respon dari emosi yang negatif, seperti kebosanan dan kesedihan. P. fisik Lingkar perut dan lingkar panggul untuk menentukan obesitas sentral Tebal lemak bawah kulit BMI Kategori < 18,5 Underweight 18,5 22,9 Normal 23- 24,9 Overweight 25-29,9 Obese I > 30 Obese II Tabel klasifikasi BMI menurut WHO P. Penunjang: pemeriksaan laboratorium: Profil lipid Pada wanita antara usia 55-60 tingkat metabolisme basal dan pengeluaran untuk aktivitas fisik menurun saat memasuki usia dewasa. Akan tetapi asupan kalori tidak diimbangi sehingga berat badan meningkat a. Dengan meningkatnya usia terjadi massa lemak total serta berkurangnya massa tubuh kering dan massa tulang. Di sisi lain, dengan bertambahnya usia aktivitas tubuh << gerak tubuh << lemak semakin banyak tersimpan. b. Pada wanita antara usia 55-60 tingkat metabolisme basal dan pengeluaran untuk aktivitas fisik menurun saat memasuki usia dewasa. Akan tetapi asupan kalori tidak diimbangi sehingga berat badan meningkat. 22

Hubungannya dengan inkontinensia : obesitas Penambahan berat di area midsection Berat berlebihan di abdominal Peningkatan tekanan di vesica urinary Vesica urinary lebih lemah IU 4. Hipertensi Sistolik Terisolasi Definisi : Hipertensi tekanan sistolik 140 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg. Isolated systolic hipertension adalah hipertensi primer dimana tekanan sistolik ( 140 mmHg), sedangkan tekanan diastolic cenderung menetap atau sedikit ( 90 mmHg). Dikarakteristikkan oleh suatu tekanan nadi (pulse pressure) yang meningkat (melebar).Tekanan denyutan (pulse pressure) adalah selisih antara tekanan darah sistolik dan diastolik. Epidemiologi Terjadi pada 80% geriatri dengan usia 50 tahun Prevalensi : <1 / 1000 orang pada usia 25-35 tahun sampai 40 / 1000 pada usia 80-90 tahun. Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Systolic Hypertension in Elderly Program (SHEP), prevalensi HST ada sebanyak 8% pada usia 60-69 tahun, 11% pada usia 70-79 tahun, dan 22% dari usia >80 tahun. Terutama pada wanita Insidensi meningkat dengan bertambahnya umur Etiologi Menurunnya elastisitas dan daya kembang arteri karena usia, akumulasi kalsium dan kolagen pada arteri yang menyebabkan atherosclerosis. Hal hal ini menyebabkan tekanan sistolik. Sekitar 90% orang usila mengalami HST tipe pimer (idiopatik). Sedangkan sisanya mengalami HST tipe sekunder akibat dari penyakit Endokrin (cushing syndrome, hipertiroid, aldosteronisme primer), penyakit Ginjal (penyakit ginjal polikistik, glomerulonefritis, pyelonefritis kronik) Kondisi-kondisi yang terdapat pada usila sering menjadi pemicu eksaserbasi hipertensi primer atau pemicu progresivitas perhipertensi menjadi hipertensi, yaitu : Insufisiensi ginjal, Gagal ginjal, Pengunaan obat-obatan seprti NSAID, COX-2 inhibitor, kortikosteroid, dan siklosporin ; Konsumsi alcohol, Obesitas, Hipertiroid, Obstruktif sleep apnea, Kanker Patofisiologi Perubahan pada pembuluh darah (krn proses menua)yang bisa menyebabkan tekanan sistolik,yaitu : kekakuan arteri vascular distensibility kerena jumlah dan ukuran sel-sel otot polos deposisi kolagen medial

23

komponen-komponen elastin Kekakuan aorta akan mengakibatkan meningkatnya TDS dan pengurangan volume aorta akan mengakibatkan menurunnya TDD. CO ex: anemia, hipertiroid, insufisiensi aorta, fistula atriovenosa, Pagets disease of bone elastisitas dan komplians arteri besar karena penuaan dan aterosklerosis akibat akumulasi kalsium dan kolagen pada arteri dan degradasi elastin arteri Kekakuan arteri conduit tekanan arteri yang kembali dari perifer tekanan sistolik kekakuan arteri dan kerusakan endotel serta vasodilatasi Perubahan mekanisme refleks baroreseptor kegagalan refleks postural Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik beta dan vasokonstriksi adrenergik alfa kecenderungan vasokontriksi peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah Peningkatan asupan dan penurunan sekresi retensi Na Perubahan perubahan di atas bertanggung jawab terhadap peningkatan tekanan sistolik yang disproporsional, penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikel kiri, dan disfungsi diastolik penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus.
Tabel Klasifikasi Hipertensi JNC Vll, 2003 Klasifikasi Sistolik (mmHg) Normal <120 Prehipertensi 120-139 Hipertensi tingkat 1 140-159 Hipertensi tingkat 2 160 Hipertensi sistolik terisolasi 140

Diastolik (mmHg) <80 80-89 90-99 100 <90

Hubungan dengan obese pada kasus : Framingham Studi telah menemukan bahwa peningkatan 15% berat badan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 18%. Dibandingkan dengan mereka yang mempunyai BB normal, orang yang overweight dengan kelebihan berat badan sebesar 20% mempunyai resiko delapan kali lipat lebih besar terhadap hipertensi.

Manifestasi klinik Kebanyakan pasien hipertensi primer bersifat asimtomatik. Namun pada TD yang tinggi atau yang meningkat secara mendadak dapat terjadi gejala seperti sakit kepala, pandangan kabur, pusing, epistaksis dan gejala lain sesuai dengan gangguan pada organ yang bersangkutan juga dapat timbul. 5. Atrial fibrilasi Dinilai dengan membandingkan pulse pada apex jantung terhadap arteri radialis pada waktu yang sama selama 1 menit. Denyut pada a. Radialis jauh lebih lemah dibandingkan pada apex jantung. Merupakan salah satu tanda terjadinya 24

fibrilasi atrial. Akan tetapi masih belum terdapat gejala pemberat berupa lemah, sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif. Epidemiologi a) Pada populasi umum prevalensi FA terdapat 1-2% dan meningkat dengan bertambahnya umur. b) Umur < 50 tahun prevalensi FA < 1% , Umur 80 tahun meningkat menjadi >9% c) Laki2 > wanita Penyebab : a. Pembesaran atrium akibat lesi pada katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau karena kegagalan ventrikel yang diakibatkan oleh pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. b. Dinding atrium yang berdilatasi merupakan kondisi ideal untuk menyebabkan jalur konduksi yang panjang demikian juga dengan konduksi yang lambat, yang keduanya merupakan factor predisposisi fibrilasi atrium. Manifetasi Klinis Dapat asymptomatic, tergantung derajat keparahan AF.Pada yang simtomatic, dapat terjadi : palpitations, dyspnea, fatigue, dizziness, angina, decompensated heart failure Klasifikasi Klasifikasi FA berdasarkan waktu timbul & kemungkinan keberhasilan konversi ke irama sinus : 1. Paroksismal, bila FA berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya dan kembali ke irama sinus tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun. 2. Persisten, bila FA menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan intervensi pengobatan atau tindakan. 3. Permanen, bila FA berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan FA tetap tidak berubah (sulit untuk mengembalikan ke irama sinus). Pemeriksaan Penunjang: EKG mengetahui irama (verifikasi FA), hipertrofi ventrikel kiri, iskemia EKG : o absen gelombang P; rapid oscilation (gelombang fibrilatory [f]) yang bervariasi dalam amplitude, frekuensi, dan bentuk; o Respon ventricular yang ireguler Foto rontgen toraks

25

Ekokardiograf melihat kelainan katup, ukuran atrium dan ventrikel, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow, dan trombus di atrium kiri.

Osteoporosis Definisi : penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang. Klasifikasi: Osteoporosis primer Osteoporosis primer sering menyerang wanita paska menopause dan juga pada pria usia lanjut dengan penyebab yang belum diketahui. Osteoporosis sekunder Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan : Cushing's disease Hyperthyroidism Hyperparathyroidism Hypogonadism Kelainan hepar Kegagalan ginjal kronis Kurang gerak Kebiasaan minum alkohol Pemakai obat-obatan/corticosteroid Kelebihan kafein Merokok Etiologi : a. Osteoporosis postmenopausal : Kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. b. Osteoporosis senilis :

26

Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal. c. Osteoporosis juvenil idiopatik : Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang. Gejala : Kepadatan tulang berkurang secara perlahan , sehingga awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala Nyeri tulang dan kelainan bentuk (apbaila kepadatan tulang sudah sangat berkurang) Nyeri punggung menahun Kolaps spontan karena cidera ringan Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager)sehingga timbul ketegangan otot dan sakit Mudah patah tulang Regenerasi tulang sangat lamban Patogenesis : Ketidak seimbangan antara resporpsi tulang dan pembentukan tulang + kurangnya matrik konstan untuk remodeling tulang tulang diresorpsi oleh sel osteoklas >> pengkeroposan dan perapuhan osteoporosis
Menopause Osteoblas Estrogen Sel endotel Osteoklas absorbsi kalsium reabsorbsi kalsium di ginjal

Produksi sitokinsitokin oleh bone marrow stromal cells+sel mononuclear

hipokalsemia

(IL 1, IL 6, TNF , HIL 1, M-CSF)

TGF

NO

diferensiasi dan maturasi osteoklas

PTH

resorpsi tulang

27
Osteoporosis

K. Patogenesis
Wanita, 70 tahun

Menopause Penurunan Estrogen Penebalan dinding pembuh darah dan aorta >> Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adregenik dan vasokontriksi adrogenik Cenderung vasokontriksi Peningkatan recruitment diferensiasi dan aktivasi sel osteoklast,
Ketidakseimbangan aktivitas osteoklas dan osteoblas, serta
penurunan absorpsi Ca2+ di usus

Peningkatan fibrosisi dan kandungan kolagen

Penurunan interaksi pada reseptor ,


Anabolik terganggu Otot dasar panggul melemah

Elastisitas PD menurun Peningkatan resistensi vaskular Kerja pompa jantung meningkat

Reasorbsi tulang meningkat

Perubahan struktur dan fungsi dinding uretra dan kandung kemih

Massa tulang menurun

Bagian distal uretra menjadi kaku dan tak elastis sukar menutup sempurna

OSTEOPOROSIS HIPERTENSI SISTOLIK

INKONTINENSIA URIN

Penurunan laju metabolisme lemak dan deposit lemak sub kutan

OBESITAS

Penumpukan lipid di PD

suspect

Infark Miokard pada sebagian jantung

ATRIAL FIBRILASI

L. Penatalaksanaan Inkontinensia urin Non farmakologis Terapi suportif non spesifik Edukasi 28

Memakai substitusi toilet Manipulasi lingkungan Pakaian tertentu dan pads Modifikasi intaks cairan dan obat

Intervensi behavioral Memiliki risiko yang rendah dan sedikit efek samping Bladder training Bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Pasien diinstruksikan untuk miksi pada interval waktu tertentu, mulamula setiap jam, selanjutnya interval berkemih diperpanjang secara bertahap sampai setiap 2-3 jam. Terbukti bermanfaat pada tipe urgensi dan stres. Habit training Merupakan penjadwalan waktu berkemih. Diupayakan agar jadwal berkemih sesuai dengan pola berkemih sesuai dengan pola berkemih pasien sendiri. Sebaiknya digunakan pada inkontinensia tipe fungsional dan membutuhkan keterlibatan petugas kesehatan atau pengasuh pasien. Prompted voiding Dilakukan dengan cara mengajari pasien mengenali kondisi atau status kontinensia mereka aserta dapat memberitahu petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi kognitif. Latihan otot dasar panggul Merupakan terapi yang efektif untuk inkontinensia urin tipe stres atau campuran dan tipe urgensi. Latihan dilakukan dengan membuat kontraksi berulang-ulang pada otot dasar panggul yang diharapkan dapat meningkatkan kekuatan uretra untuk menutup secara sempurna Stimulasi elektrik Merupakan terapi yang menggunakan dasar kejutan kontraksi otot pelvis dengan menggunakan alat-alat bantu pada vagina dan rektum Biofeedback Bertujuan agar pasien mampu mengontrol/ menahan kontraksi involunter otot detrusor kandung kemihnya Neuromodulasi Merupakan terapi dengan menggunakan stimulasi saraf sakral. Merupakan salah satu cara penatalaksanaan overactive bladder yang berhasil Obat Hyoscamin Dosis 3x0.125 mg Tipe inkontinensia Urgen atau campuran Urgensi dan OAB Efek samping Mulut kering, mata kabur, glaukoma, delirium, konstipasi Mulut kering, 29

Tolterodin

2 x 4 mg

Imipramin Pseudoephedrin Topikal estrogen Doxazosin Tamsulosin Terazosin

3 x 25-50 mg 3 x 30-60 mg

Urgensi Stres Urgensi dan stres BPH dengan urgensi

4 x 1-4 mg 1 x .4-0.8 mg 4 x 1-5 mg

konstipasi Delirium, hipotensi ortostatik Sakit kepala, takikardi, hipertensi Iritasi lokal Hipotensi postural

Operasi Yang paling sering dilakukan adalah ileosistoplasti dan miektomi detrusor. Untuk tipe stres: injectable intraurethral bulking agents, suspensi leher kandung kemih, urethral slings, dan artificial urinary sphincter Untuk tipe urgensi: augmentation cystoplasty dan stimulasi elektrik Pemakaian kateter o Kateter eksternal Hanya dipakai pada inkontinensia intractable tanpa retensi urin yang secara fisik dependen/bedridden. Bahaya pemakaian: risiko infeksi dan iritasi kulit o Kateterisasi intermitten Dipakai untuk mengatasi retensi urin dan inkontinensia tipe overflow akibat kandung kemih yang akontraktil atau Detrussor hyperactivity with impaired contractility (DHIC). Dapat dilakukan 2-4 kali per hari oleh pasien atau tenaga kesehatan. o Kateterisasi kronik atau menetap Harus dilakukan secara selektif oleh kareena risiko bakteriuria kronik, batu kandung kemih, abses periuretral, dan bahkan kanker kandung kemih. Induksi pemakaian kateter kronik adalah retensi urin akibat inkontinensia overflow persisten, tak layak operasi, tidak efektif dilakukan kateterisasi intermiten, ada dalam perawatan dekubitus dan perawatan terminal dengan demensia berat. Catatan Inkontinensia 1. Untuk inkontinensia urgensi Terapi perilaku bladder training untuk memperpanjang interval miksi Diantar ketika hendak ke toilet Membuat catatan berkemih Terapi farmakologis menggunakan muscle relaxant (Flavoxate), chalcium channel blocker (diltiazem, nifedipine), kombinasi muscle relaxant dan antikolinergik (oxybutynin, tolterodine, dicyclomine), antidepresan trisiklik (doxepine, imipramine) 2. Untuk inkontinensia stress Pengurangan berat badan Latihan otot dasar panggul (Kegel) 30

Cap device menutupi meatus uretra/kateter kondom/penile clamps Farmakologis (phenylpropanolamine, pseudoephedrine, estrogen) Terapi bedah jika terdapat hipermobilitas uretra

Fibrilasi Atrial 1. Mengembalikan irama ke sinus dan mempertahankannya Farmakologis: obat antiaritmia o efek pada action potentials individual cell o lebih dari satu efek pada action potentials o Amiodarone efek class I, II, III, IV o Sotalol aktifitas - blockade( class II ) o efek memperpanjang action potentials ( class III ) DC cardioversi Dilakukan pada AF yang tidak stabil Prosedur invasif o Dirusak dengan energi radiofrekuensi pulmonary vein isolation o Corridor operation isolasi serat jaringan yang menghubungkan SA node dan AV node Maze III operation diperlukan CPB dan cardioplegic circulatory arrest 2. Mengontrol frekuensi respon ventrikel Short acting beta blocker Ca channel antagonist (diltiazem) 3. Mencegah terjadinya tromboemboli sistemik antikoagulan (acetyl salicilyc acid) 4. Lifestyle menurunkan berat badan jika ada kegemukan, mengurangi minum alcohol, meningkatkan aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan asupan kalium yang adekuat, mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat, menghentikan merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol Isolated Systolic Hipertension 1. Tujuan: control HR, cegah stroke, dan mengembalikan ritme sinus 2. Kontrol HR digoxin, beta-blockers, calcium antagonists (verapamil or diltiazem), atau amiodarone. 3. Cegah stroke antikoagulan coumadin 4. Mengembalikan ritme sinus antikoagulasi 5. Implantasi pacemaker 6. Implantable cardiomaker defibrillator 7. Lifestyle Catatan Hipertensi sistolik terisolasi dan fibrilasi atrial 1. Modifikasi pola hidup 31

2. 3.

Calcium channel blocker (diltiazem) Pencegahan resiko tromboemboli (acetyl salicylic acid)

Osteoporosis 1. Asupan kalsium cukup. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang yang dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Biphosphonat calcium 1000-1500 mg/d 2. Paparan sinar UV B matahari (pagi dan sore) Sinar matahari UV B membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan tubuh dalam pembentukan massa tulang. Vitamin D3 500-800 IU/d 3. Melakukan olah raga dengan beban 4. Selain olah raga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. 5. Gaya hidup sehat. Menghindari rokok dan alkohol memberikan efek yang signifikan dalam menurunkan resiko asteoporosis. 6. Hindari obat-obatan golongan kortikostiroid. Umumnya steroid ini diberikan untuk penyakit asma, lupus, keganasan. 7. Hormone Replacement Theraphy esterogen 0,625-1,25 mg/hari dikombinasikan denan progesteron 2,5-10 mg/hari 8. Calcitonin jika nyeri hebat 9. Operasi jika cedera Catatan Osteoporosis 1. Nonfarmakologis Latihan untuk pasien osteoporosis; aerobik Berhenti merokok, cegah konsumsi alkohol Sering berjemur sinar matahari Cegah gerakan atau latihan ekstrim (melompat, membawa beban berat) 2. Farmakologis Kalsium bifosfonat 1000-1500 mg/d Vitamin D3 500-800 IU/d Estrogen (terapi sulih hormon) Agen anti resorbtif (raloxphene, golongan biposfonat, calcitonin) M. Prognosis, Komplikasi, KDU Prognosis Inkontinensia Urin :Prognosis baik, tetapi fungsi tidak dapat kembali seperti semula HST :Kematian pada 25% pasien dengan hipertens (Rata-rata lamanya hidup 1 tahun dan sepertiga pasien meninggal dunia dalam 6 bulan). 32

Fibrilasi Atrial : Prognosis masih baik karena belum terdapat gejala pemberat berupa lemah, sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif. Komplikasi Inkontinensia Urin Infeksi saluran kemih, urosepsis Infeksi kulit daerah kemaluan Gangguan tidur Masalah psikososial seperti depresi, mudah marah dan rasa terisolasi Dehidrasi karena pasien mengurangi minum karena khawatir terjadi inkontinensia urin Ulkus dekubitus pada pasien yang kurang aktifitas, hanya berbaring HST Strok, demensia vaskular Fibrilasi Atrial Aritmia jantung , tromboemboli terutama strok. Osteoporosis: Jatuh Fraktur Pemberian Estrogen meningkatkan resiko beberapa jenis kanker, stroke, dan endapan darah. Kompetensi Dokter Umum Rujukan - Dapat dirujuk ke: - Dokter Spesialis Penyakit Dalam - Konsultan Geriatri - Dokter Spesialis Rehabilitasi Urologi - Divisi Uroginekologi Departemen Obstetri dan Ginekologi Inkontinensia urin : kompetensi 4, dokter umum harus mampu mendiagnosis dan melakukan pengobatan.

33

Anda mungkin juga menyukai