Anda di halaman 1dari 27

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 latar belakang Masalah kesehatan di perkotaan yang terjadi pada umumnya berkaitan dengan faktor lingkungan, perilaku dan akses pelayanan kesehatan serta kependudukan. Masalah diperkotaan menjadi kompleks karena masyarakat perkotaan memiliki ciri khusus seperti individualistik, materialistik, heterogen, dan mempunyai tuntutan tinggi. Pertumbuhan kota biasanya diikuti oleh industrialisasi, munculnya kawasan industri akan menimbulkan derajat pencemaran dan berakibat buruk bagi lingkungan kehidupan masyarakat perkotaan.

Sebagai akibat perkembangan kota yang sangat cepat dan dinamis akan berdampak pada perkembangan dan masalah kesehatan masyarakat yang khas perkotaan. Masalah kesehatan lebih kompleks dan beragam karena merupakan gabungan antara masalah konvensional dan modern, baik untuk medis, maupun masalah kesehatan masyarakat. Adanya berbagai masalah kesehatan di perkotaan diperlukakan keperawatan kesehatan komunitas khususnya di daerah perkotaan dimana keperawatan komunitas ini merupakan area keperawatan yang sudah berkembang, pelayanan keperawatan di area komunitas tidak bisa berfokus hanya merawat individu yang sakit tetapi juga

melibatkan keluarga, lingkungan dan komunitas untuk megatasi permasalahan kesehatan dengan tujuan terciptanya individu, keluarga, lingkungan dan komunitas yang sehat. Keperawatan kesehatan komunitas di perkotaan menggunakan beberapa konsep asuhan keperawatan yaitu untuk individu dan keluarga menggunakan konsep menurut Friedman, untuk komunitas menggunakan community as partner dan menggunakan strategi promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatannya.

1.2 Tujuan penulisan Tujuan Umum Agar mahasiswa mampu memahami konsep dan teori keperawatan kesehatan

komunitas terkait kesehatan masyarakat perkotaan.

Tujuan Khusus 1. Agar mahasiswa memahami dan menjelaskan teori dan konsep keperawatan kesehatan komunitas. 2. Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi kesenjangan yang dialami oleh masyarakat di daerah perkotaan. 3. Agar mahasiswa memahami dan menjelaskan model pelayanan keperawatan komunitas (Perkesmas) pada masyarakat perkotaan. 4. Agar mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan keluarga dan komunitas pada masyarakat perkotaan.

1.3 Sistematika penulisan Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : BAB 1 berisi Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, dan

sistematika penulisan, BAB 2 : Berisi tinjauan pustaka mengenai konsep dan teori keperawatan kesehatan komunitas terkait kesehatan masyarakat perkotaan BAB 3 : Pembahasan BAB 4: Penutup, berisi kesimpulan dan saran Daftar pustaka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep keperawatan kesehatan komunitas terkait masyarakat perkotaan 2.1.1 Konsep model keperawatan komunitas Keperawatan kesehatan komunitas menurut ANA (American Nursing association) (1973, dalam Tim pengajar keperawatan komunitas, 2008), yaitu suatu sintesa dari praktik kesehatan masyarakat yang dilakukan untuk

meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat, bersifat menyeluruh dengan tidak membatasi pelayanan yang diberikan kepada kelompok umur tertentu, berkelanjutan dan melibatkan masyarakat. Menurut Depkes RI (Departemen Kesehatan Republik Indonesia) (1986, dalam Tim pengajar keperawatan komunitas, 2008), perawatan kesehatan komunitas adalah suatu upaya pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat dengan

mengikutsertakan tim kesehatan lainnya dan masyarakat untuk memperoleh tingkat kesehatan yang lebih tinggi dari individu, keluarga, dan masyarakat. Ada beberapa konsep model keperawatan komunitas, yaitu Model Sistem Imogene King (1971), Model Adaptasi Roy (1976), Model Self Care Orem (1971), dan Model Health Care System Betty Neuman (1982). 1. Model Sistem Imogene King Komunitas adalah suatu sistem dari subsistem keluarga, dan

suprasistemnya adalah sistem sosal yang lebih luas. Subsistem dalam komunitas ini akan saling berinteraksi satu sama lain, adanya gangguan pada subsistem akan mempengaruhi sistem komunitas. 2. Model Adaptasi Roy Difokuskan untuk mempertahankan perilaku adaptif dan mengubah perilaku maladaptif pada komunitas untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat. 3. Model Self Care Orem Berfokus pada kemandirian keluarga dalam melakukan upaya kesehatan yang terkait dengan lima tugas kesehatan keluarga.

4. Model Health Care System Betty Neuman Ditekankan pada penurunan stres dengan memperkuat garis pertahanan diri yang fleksibel, normal, ataupun resisten melalui tiga level prevensi, yakni promotif, preventif, dan kuratif dan rehabilitative. 5. Model Community as Partner, Anderson & Mc Farlane (1996) Model ini berfokus untuk mengumpulkan dan memfungsikan kemampuan komunitas untuk mencapai kesehatan yang optimal. Perawat berperan untuk meningkatkan kesehatan dan bertindak sebagai fasilitator,

katalisator, dan advocat sehingga komunitas sebagai satu kesatuan mampu mengontrol respon terhadap stresor yang dapat mengganggu kesehatannya.

Berikut ini beberapa konsep terkait Model Community as Partner: Individu, kelompok, dan komunitas merupakan sistem terbuka yang saling berinteraksi dengan lingkungan (systems model). Model ini menganut teori adaptasi stres dalam aplikasinya di komunitas (stress adaptation). Definisi empat konsep sentral keperawatan (paradigma keperawatan), yaitu manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan memberikan kerangka kerja untuk model ini. Fokus pada model ini adalah community assesment wheel dan proses keperawatan. Community assesment wheel terdiri dari core assesment dan 8 subsistem. Core assesment menjelaskan tentang orang atau kumpulan individu dalam komunitas, termasuk demografi, nilai-nilai, kepercayaan, dan sejarahnya. Sementara itu, pengkajian terhadap 8 subsistem meliputi: lingkungan fisik, pendidikan, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi, ekonomi, dan rekreasi.

2.1.2 Peran perawat komunitas Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan melalui asuhan keperawatan; sebagai pendidik atau penyuluh kesehatan; penemu kasus; penghubung dan koordinator; pelaksana konseling keperawatan; dan model peran (role model). Dalam hal ini terdapat dua peran sebagai perawat komunitas, yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan serta pelaksana

konseling keperawatan yang diberikan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang merupakan bagian dari ruang lingkup promosi kesehatan yang bertujuan memberikan perubahan perilaku untuk hidup bersih dan sehat yang merupakan visi dari promosi kesehatan.

2.1.3 Sasaran perawatan kesehatan komunitas Menurut Anderson (1988) dalam Tim pengajar keperawatan komunitas (2008), terdapat tiga tingkatan sasaran keperawatan komunitas yaitu: 1. Tingkat individu 2. Tingkat keluarga Pada tingkat keluarga yang menjadi sasaran keperawatan komunitas adalah keluraga yang anggota keluarganya mempunyai masalah kesehatan. 3. Tingkat komunitas Diberikan untuk kelompok beresiko atau untuk masyarakat wilayah binaan dengan memandang komunitas sebagai klien, secara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik yang sehat ataupu sakait atau yang

mempunyai masalah kesehatan karena ketidaktahuan, ketidakmauan serta ketidakmampuan.

2.2 Kesenjangan keadaan kesehatan, keamanan yang dialami oleh masyarakat perkotaan Disparitas atau kesenjangan adalah jarak perbedaan antara sebuah nilai rata-rata dari sub populasi atau sub kelompok dengan nilai rata-rata sub kelompok lain dalam sebuah komunitas masyarakat yang lebih besar, yang seharusnya memiliki nilai, hak dan kewajiban yang sama (Achmadi, 2008). Contoh kesenjangan/disparitas tersebut adalah : 2.2.1 Perbedaan fasilitas kesehatan Perbedaan fasilitas kesehatan daerah perkotaan dan pedesaan dapat dilihat dari segi jumlah, jenis pelayanan, sarana dan prasarana serta akses lokasi. Perkotaan: jumlah fasilitas kesehatan cukup banyak misalnya puskesmas, RS, klinik swasta, praktek pribadi/spesialis. Jenis pelayanan kesehatan yang di sediakan di perkotaan juga sangat beragam, mulai dari promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, serta pemeriksaan penunjang yang lengkap, SDM di daerah perkotaan pun cukup variatif, termasuk jumlah dan keahliannya.

Pedesaan: jumlah, jenis pelayanan, sarana dan prasarana serta akses lokasi terbatas, SDM sedikit.

2.2.2 Kesenjangan transportasi Perkotaan: sarana dan prasarana tersedia, jumlah alat transportasi banyak, jarak antara fasilitas layanan masyarakat berdekatan. Masalah yang muncul (terutama di Jakarta yakni kemacetan lalulintas). Pedesaan: masih sangat terbatas dalam ketersediaan maupun kelancaran sarana dan prasarana transportasi. Jarak fasilitas kesehatan sangat jauh sehingga individu akan menghabiskan waktu seharian untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Program-program pelayanan kesehatan oleh perawat komunitas belum tersosialisasi dengan baik, penyebaran kartu peserta belum merata, keterbatasan sumberdaya manusia dilapangan, minimnya biaya operasional, dan kurang aktifnya program-program keperawatan komunitas (Kemenkes RI, 2010).

2.2.3 Kesenjangan lingkungan terkait pencemaran Pencemaran lingkungan dapat diakibatkan oleh proses alam dan akibat ulah manusia itu sendiri. Kesenjangan lingkungan tercemar yang terjadi antara masyarakat rural dan masyarakat urban antara lain : a. Tidak seimbangnya pembangunan antara desa dan kota b. Pencemaran yang biasa terjadi di daerah padat industri c. Pencemaran udara di daerah perkotaan diakibatkan adanya polusi kendaraan. d. Sempitnya lahan hijau atau pepohonan di daerah perkotaan e. Mayarakat Rural terbiasa hidup dengan lingkungan yang lebih alami, kesadaran akan lingkungan jauh lebih tinggi dan berusaha untuk lebih ramah terhadap lingkungan sekitar mereka

Beberapa contoh masalah kesehatan lingkungan perkotaan Polusi udara dan kualitas atmosfir Sanitasi, dan kebersihan air Kesehatan dan keamanan pangan (food quality n food safety) Ancaman radiasi

Hewan penyebar penyakit (vector) Pembuangan limbah

2.2.4 Kesenjangan keamanan terkait kecelakaan kerja Masalah kecelakaan kerja di area rural dan urban tentu saja berbeda, Masalah kecelakaan kerja di area urban biasanya meliputi tempat kerja yang tercemar racun atau limbah yang menyebabkan keracunan, penggunaan mesin yang berbahaya, pelecehan seksual, gerakan cidera yang berulang, tempat kerja yang menyebabkan kanker (Nies & McEwen, 2007). Sedangkan di area rural jarang sekali ditemui kecelakaan kerja, terutama yang berhubungan dengan industri, psikososial dan lingkungan yang tercemar. Pada area rural kecelakaan kerja biasa terjadi kondisi alam atau topografi, bencana alam, serta tingkah laku yang membahayakan akibat kurang pengetahuan.

2.2.5 Kesenjangan psikososial Masyarakat perkotaan cenderung mengalami masalah psikososial yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Tawuran antar pelajar, penggunaan NAPZA, masalah kejiwaan pada tenaga kerja, gelandangan, anak jalanan sangat banyak ditemukan di perkotaan dibandingkan daerah pedesaan. Hal ini disebabkan karena di pedesaan masih menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong, masih menjunjung tinggi nilai & norma adat maupun agama, waktu yang lebih banyak bagi keluarga dalam berinteraksi. Masalah psikosisal yang terjadi di pedesaan, biasanya di daerah-daerah yang memang rawan bencana sehingga menimbulkan stress dan lain sebagainya.

2.2.6 Kesenjangan sosial Kehidupan sosial masyarakat perkotaan biasanya bergaya hidup konsumtif, masyarakatnya bersifat heterogen, berorientasi pada realitas tanpa ada pengaruh budaya yang mengekang, dan ketersediaan fasilitas sosial, pendidikan, pekerjaan yang sangat bervariasi. Sedangkan kehidupan sosial masyarakat pedesaan masih menganut gaya hidup dengan dasar

kesederhanaan, masyarakatnya homogen, pengaruh budaya sangat kuat, fasilitas sosial yang tersedia sangat terbatas, pendidikan dan pekerjaan pun juga terbatas.

2.3 Model pelayanan keperawatan komunitas (Perkesmas) pada masyarakat perkotaan (risk and vulnerable population) 2.3.1 Konsep pelayanan kesehatan primer (Primary Health Care) Menurut WHO dalam Anderson & Farlane (2007) pelayanan kesehatan primer (PHC) adalah pelayanan kesehatan esensial, didasarkan pada praktik secara ilmiah, menggunakan metode teknologi yang dapat diterima secara sosial, terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat melalui partisipasi penuh dari masyarakat, pendanaan yang dapat dicapai dan diarahkan pada kepercayaan diri dan determinasi diri sendiri. Konsep dasar PHC antara lain: pencegahan, penanggulangan universal dan keterjangkauan, berdaya guna, kerjasama tim, penyusunan prioritas untuk mengarahkan permasalahan setempat, manajemen efektif, partisipasi

masyarakat, dan sensitifitas budaya (Anderson & Farlane, 2007). 2.3.2 Implementasi PHC di Indonesia Di Indonesia, penyelenggaraan PHC dilaksanakan di Puskesmas dan jaringan yang berbasis komunitas dan partisipasi masyarakat, yaitu Poskesdes dan Posyandu yang ada di setiap wilayah kecamatan dan kelurahan. Untuk strategi ketiga, Kementerian Kesehatan saat ini memiliki salah satu program yaitu saintifikasi jamu yang dimulai sejak tahun 2010 dan bertujuan untuk meningkatkan akses dan keterjangkauan masyarakat terhadap obat-obatan.

2.3.3 Konsep keperawatan kesehatan masyarakat Menurut Depkes RI (2006), perawatan kesehatan masyarakat adalah suatu bidang dalam keperawatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat secara aktif dan mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara

berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu, ditujukan kepada indiividu, keluarga, kelompok dan masyarakat sebagai kesatuan yang utuh, melalui proses keperawatan untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya.

2.3.4 Prinsip-prinsip dasar PERKESMAS Prinsip-prinsip dasar dalam praktek keperawatan kesehatan masyarakat adalah : 1. Keluarga sebagai unit pelayanan dalam perawatan kesehatan masyarakat 2. Ada 4 tingkat sasaran dalam pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat yaitu; individu, keluarga, masyarakat dan kelompok khusus 3. Perawat kesehatan masyarakat bekerja dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan masalah kesehatan mereka sendiri. 4. Pelayanan yang diberikan lebih ditekankan kepada upaya promotif dan preventif. 5. Dasar utama dalam pelaksanaan perawatan kesehatan masyarakat adalah menggunakan metode pemecahan masalah yang dituangkan dalam proses keperawatan. 6. Kegiatan utama perawatan kesehatan masyarakat adalah di masyarakat dan bukan di rumah sakit. 7. Pasien adalah masyarakat secara keseluruhan baik sehat maupun sakit. 8. Keperawatan kesehatan masyarakat membina perilaku sehat masyarakat. 9. Tujuan perawatan kesehatan masyarakat adalah meningkatkan fungsi kehidupan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin secara mandiri. 10. Perawat kesehatan masyarakat tidak bekerja sendiri akan tetapi bekerja secara tim. 11. Sebagian besar waktu dari seorang perawat kesehatan masyarakat digunakan untuk kegiatan-kegiatan peningkaan kesehatan, pencegahan penyakit, melayani masyarakat yang sehat dan sakit, penduduk yang sakit dan tidak berobat ke puskesmas dan pasien yang kembali dari rumah sakit. 12. Perawatan kesehatan masyarakat harus melihat kenyataan dan keadaan yang nyata dilingkungan klien, baik di rumah, sekolah, panti-panti dan sebagainya. 13. Pendidikan kesehatan sebagai kegiatan utama bagi perawat kesehatan masyarakat guna merubah perilaku dan kebiasaan individu, keluarga dan masyarakat ke arah yang menguntungkan masyarakat. 14. Pelaksanaan keperawatan kesehatan masyarakat harus mengacu kepada perkembangan pembangunan dibidang kesehatan.

15. Pelaksanaan asuhan perawatan kesehatan masyarakat dilakukan diinstitusi pelayanan kesehatan yaitu puskesmas dan institusi lain seperti panti, sekolah dan lainnya serta rumah dimana keluarga sebagai unit pelayanan. . 2.4 Asuhan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan menggunakan konsep asuhan keperawatan keluarga Perubahan sosial, ekonomi, demografi, politik dan budaya membawa pengaruh besar terhadap keluarga, Clark(1984; Coates, 1996: Toffler, 1990, dalam Friedman, 2010). Perubahan tersebut lebih banyak terjadi di perkotaan dan berpengaruh terhadap bentuk keluarga. Berbagai bentuk keluarga Friedman (2010) diantaranya: 1. Keluarga inti : terdiri dari ayah, ibu dan anak. Seiring perkembangan di dunia terjadi dua variasi keluarga inti yaitu; dual earning (kedua pasangan sama-sama memiliki penghasilan), keluarga diad (keluarga tanpa anak). 2. Keluarga adopsi 3. Extended Family: terdiri dari orang tua, kakak/adik dan keluarga dekat lainnya. 4. Keluarga orang tua tunggal: keluar ga dengan ibu atauayah sebagai kepala keluarga. Misal duda/janda yang bercerai, ditelantarkan atau berpisah. 5. Keluarga binuklir: keluarga yang terbentuk setelah perceraian dimana anak merupakan anggota dari sebuah sistem keluarga yang terdiri atas dua rumah tangga inti, maternal dan paternal. 6. Cohabiting family: terdiri dari dua orang yang tinggal bersama tanpa menikah. 7. Keluarga homoseksual: dua atau lebih individu yang berbagi orientasi seksual yang sama atau minimal ada satu orang homoseksual yang memelihara anak. 2.4.1 Proses keperawatan keluarga 1. Pengkajian. Sumber data pengkajian Wawancara, observasi (rumah dan lingkungannya), pemeriksaan fisik (seluruh anggota keluarga), data sekunder: lab, X-ray, dll Model pengkajian keluarga menurut Friedman (2010) terdiri dari enam kategori yang luas: Mengidentifikasi data, tahap dan riwayat perkembangan, data lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga, stress, koping, dan adaptasi keluarga.

Dalam pengumpulan data yang perlu dikaji adalah: a. Tahap I 1) Data umum Data ini mencakup kepala keluarga (KK), alamat dan telepon, pekerjaan KK, pendidikan KK, dan komposisi keluarga (dalam tabel) lengkap dengan genogramnya. Tipe keluarga (menjelaskan mengenai jenis/ tipe keluarga), suku, agama, status sosial ekonomi keluarga, aktivitas rekreasi keluarga. Penggunaan simbol dalam genogram:

Laki-laki

Perempuan

pasien yang teridentifikasi

Meninggal

Anak kandung

Anak kembar

Anak adopsi/asuh

Aborsi/keguguran

Menikah

Berpisah

Bercerai

Tidak menikah Format genogram: Nama Keluarga: . Tanggal :

Anggota yang tinggal serumah

Alamat keluarga:.

Generasi 1 Generasi 2

Generasi 3 Hipotesis utama dan peristiwa hidup orang dekat lainnya

Sumber: McGoldrick M, Gerson R: Genograms in family assessment, New York (1985, dalam Stanhope, 2010).

2) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga Tahap perkembangan keluarga saat ini. Tahap perkembangan keluarga ditentu oleh usia anak tertua dari keluarga inti. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi. Riwayat kesehatan keluarga inti Riawayat kesehatan keluarga sebelumnya (generasi diatasnya)

3) Data lingkungan Karakteristik rumah, keadaan rumah (digambar sebagai denah rumah). Kaji pengaturan tidur didalam rumah (pertimbangan usia mereka, hubungan, dan kebutuhan khusus lainnya). Karakteristik tetangga dan komunitasnya, meliputi kebiasaan, seperti lingkungan fisik, nilai atau norma serta aturan/ kesepakatan penduduk setempat, dan budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan. Mobilitas geografis keluarga. Mungkin keluarga sering berpindah tempat atau ada anggota keluarga yang tinggal jauh dan sering berkunjung pada keluarga yang dibina. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat : waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul dan berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Sistem pendukung keluarga; jumlah anggota keluarga yang sehat dan fasilitas keluarga yang menunjang kesehatan (askes, jamsostek, kartu sehat, asuransi, atau yang lain). 4) Struktur keluarga Struktur peran (peran masing-masing anggota keluarga secara formal maupun informal baik dikeluarga atau masyarkat. Nilai atau norma yang berhubungan dengan kesehatan. Pola komunikasi keluarga (bagaimana cara keluarga berkomunikasi, siapa pengambil keputusan utama, dan bagaimana peran anggota keluarga dalam menciptakan komunikasi). Struktur kekuatan keluarga (kemampuan keluarga mempengaruhi dan mengendalikan anggota keluarga untuk mengubah perilaku yang berhubungan dengan kesehatan).

5) Fungsi keluarga Fungsi ekonomi ; upaya keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Fungsi sosialiasasi; hubungan anggota keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar tentang disiplin, nilai, norma, budaya, dan perilaku yang berlaku di keluarga dan masyarakat. Fungsi afektif: sejauh mana anggota keluarga saling asuh dan mendukung, apakah mereka menunjukkan kasih sayang satu sama lain Fungsi sosialisasi: siapa yang menerima tanggung jawab untuk peran membesarkan anak atau fungsi sosialisasi, apakah fungsi ini dipikul bersama, bagaimana anak-anak dihargai dalam keluarga ini?, Fungsi perawatan kesehatan keyakianan, nilai, dan perilaku, tingkat pengetahuan keluarga tentang sehat-sakit, tindakan pencegahan secara medis, terapi komplementer dan alternatif, riwayat kesehatan keluarga, layanan perawatan kesehatan yang diterima, perasaan dan persepsi mengenai pelayanan kesehatan, sumber pembayaran, untuk

mendapatkan perawatan. 6) Stres dan koping keluarga Stressor jangka pendek dan panjang Stressor jangka pendek adalah stressor yang dialami keluarga dan memerlukan waktu penyelesaian lebih kurang 6 bulan. Stressor jangka panjang adalah stressor yang dialami keluarga dan memerlukan waktu penyelesaian lebih dari 6 bulan. 7) Pemeriksaan fisik Dilakukan terhadap seluruh anggota keluarga menggunakan metode Inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi. Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tingkat kesadaran, tanda vital dan pemeriksaan head to toe. 8) Harapan keluarga Tanyakan harapan keluarga terhadap petugas/ pelayanan kesehatan yang ada. b. Tahap II Penjajakan tahap dua mengacu pada 5 tugas kesehatan keluarga. 1) Mengenal masalah

Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, identifikasi tingkat keseriusan masalah pada keluarga. 2) Mengambil keputusan Akibat, keputusan yang dibuat keluarga 3) Melakukan perawatan kesehatan Cara-cara perawatan yang sudah dilakukan, cara pencegahan. 4) Memodifikasi lingkungan Lingkungan fisik, lingkungan psikologis. 5) Pemanfaatan faslitas kesehatan Pusat layanan kesehatan yang biasa dikunjungi oleh keluarga, frekuensi kunjungan. 2. Diagnosa keperawatan a. Jenis diagnosa keperawatan Aktual, risiko, potensial/wellness b. Komponen diagnosa keperawatan Masalah: mengacu kepada respon keluarga terhadap pemenuhan kebutuhan dasar. Etiologi (penyebab): mengacu pada pelaksanaan 5 tugas kesehatan keluarga Tanda dan gejala

c. Diagnosa keperawatan: NANDA Gangguan proses keluarga Penurunan koping keluarga Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Gangguan pemeliharaan rumah Isolasi sosial Perubahan pola eliminasi Risiko trauma (injuri) dll

contoh: risiko cedera pada keluarga Bpk X, khususnya Ny. Y berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga menyediakan lingkungan yang aman. d. Analisa data Data Masalah/diagnosa keperawatan

e. Prioritas masalah
Kriteria 1. Sifat masalah Potensial: 1 Risiko: 2 Aktual: 3 2. Kemungkinan masalah dapat diubah Mudah: 2 Sebagian: 1 Tidak dapat: 0 3. Potensial masalah untuk dicegah Tinggi: 3 Cukup: 2 Rendah: 1 4. Menonjolnya masalah Segera ditangani: 2 Tidak perlu segera ditangani: 1 Masalah tidak dirasakan: 0 Bobot Perhitungan Pembenaran

Cara perhitungan Skor x Bobot =

angka tertinggi

3. Perencanaan a. Tujuan jangka panjang: mengacu pada penyelesaian masalah b. Tujuan jangka pendek: mengacu pada penyelesaian etiologi c. Kriteria evaluasi: kriteria (kognitif, psikomotor, afektif), standar. 4. Implementasi Tuliskan yang telah dilakukan dengan jelas meliputi: alat bantu yang digunakan, pelaksanaan tindakan, lama tindakan, modifikasi yang diperlukan 5. Evaluasi Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional. Evaluasi terhadap proses dan hasil.

2.5 Asuhan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan menggunakan konsep asuhan keperawatan komunitas 2.5.1 Pengkajian komunitas menurut Community as Partner Pengkajian komunitas adalah suatu proses yang berupaya untuk mengenai tujuan mengidentifikasi faktor faktor baik bersifat positif maupun negatif yang mempengaruhi warga masyarakat agar dapat mengembangkan strategi promosi kesehatan (Anderson, Elizabet T, 2006). Pengkajian meliputi : Pengkajian individu (pengkajian yang dilakukan terhadap keluarga berkaitan dengan keluarga, peran dan pertahanan). Pengkajian keluarga (pengkajian yang dilakukan berdasarkan pada struktur dan karakteristik keluarga, status sosial ekonomi dan budaya, lingkungan, riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik). Pengkajian masyarakat (pengkajian yang dilakukan berdasarkan riwayat atau sejarah terjadinya dan perkembangan, demografik dan etnik (penduduk, umur, jenis kelamin, ras / suku, tipe keluarga dan status perkawinan), statistik vital (angka kelahiran, angka kematian dan penyebabnya). Nilai, keyakinan dan keagamaan Pengkajian lingkungan fisik, terdiri dari inspeksi dengan melihat denah daerah / suatu wilayah, auskultasi dengan mendengarkan keluhan dari masyarakat, TTV (Tanda Tanda Vital) dengan melakukan observasi iklim dan kepadatan jumlah penduduk serta tingkat pendidikan.

Metode pengumpulan data Wawancara, pengamatan (fisik, psikologis, perilaku dan sikap),

pemeriksaan fisik (Inspeksi, Perkusi, Auskultasi dan Palpasi (Mubarak, 2005)), rembug desa atau survey mawas diri bersama masyarakat, dan pengukuran langsung data kesehatan. Setelah data diperoleh, kegiatan selanjutnya adalah pengolahan data dengan cara sebagai berikut : 1. Klasifikasi data atau kategori data, 2. Penghitungan prosentase cakupan. 3. Tabulasi data. 4. Interpretasi data.

2.5.2 Diagnosa keperawatan komunitas Diagnosa Komunitas adalah hipotesis atau pernyataan dari hasil analisis dan sintesis data serta informasi yang didapat selama pengumpulan data tentang komunitas (Ervin, 2002). Format untuk menyatakan diagnosa komunitas diadaptasi dari kerja Muecke (1984). Dengan pendekatan ini, diagnosa komunitas memiliki 4 elemen: 1. Kesimpulan dari analisis dan sintesis data dinyatakan sebagai sebuah hipotesis tentang situasi atau status yang berlawanan, kekuatan, tren, kelemahan, masalah potensial atau resiko. 2. Deskripsi dari populasi, komunitas, jumlah keseluruhan, atau kelompok dimana kesimpulan digunakan; mempunyai hubungan dengan penyataan hipotesis dengan kata diantara. 3. Sosial, lingkungan, budaya, ekonomi, komunitas, atau keseluruhan yang berhubungan dengan kesimpulan; dihubungkan dengan deskripsi komunitas oleh ungkapan berhubungan dengan. 4. Indikator dimana situasi atau status yang berlawanan, kekuatan, tren, kelemahan, resiko atau masalah potensial yang ada; berhubungan dengan karakteristik yang diungkapkan dengan yang ditandai dengan.

Diagnosa keperawatan komunitas mengandung komponen utama: Problem: kesenjangan dari keadaan normal Etiology: penyebab masalah kesehatan/keperawatan yang meliputi perilaku individu, keluarga, masyarakat, lingkungan. Sign/symptom: informasi yang perlu untuk merumuskan diagnosa, serangkaian petunjuk timbulnya masalah. Contoh: Resiko terjadinya penyakit akibat lingkungan yang tidak sehat (diare, ISPA, DBD) di desa X RW Y berhubungan dengan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, terpaparnya lingkungan oleh bermacam polusi.

2.5.3 Skoring untuk menentukan prioritas masalah Untuk menentukan prioritas masalah diperlukan skoring. Berikut akan dicontohkan skoring menurut Stanhope untuk memprioritaskan masalah dengan masalah malnutrisi pada balita. Kriteria Bobot Masalah Nilai Rasional Peringkat (bobot nilai)
Kesadaran masyarakat masalah

5
ttg

Malnutisi pada balita

10

Motivasi masy. utk menyelesaikan masalah

10

Kemampuan perawat utk mempengaruhi penyelesaian masalah Ketersediaan keahlian yang relevan dg penyelesaian masalah Tingkat keparahan hasil jika masalah yg tersisa blm terselesaikan Kecepatan yg dapat dicapai dlm penyelesaian masalah

Penyedia layanan kesehatan, guru, dan orang tua yang menyatakan masalah Sebagian besar orang percaya bahwa masalah ini tidak dipecahkan karena yang terkena dampak ini adalah orang miskin Perawat terampil dalam meningkatkan kesadaran dan memobilisasi dukungan Program WIC (women, infants and children) dan ahli gizi tersedia Efek malnutisi marginal tidak terdokumentasi dg baik

50

30

40

10

70

40

Waktu untuk memobilisasi masy. perkotaan yg tidak memiliki aksi sosial yg panjang

Total : 239 Skor maksimal: 600

2.5.4 Intervensi asuhan keperawatan komunitas 1. Perumusan Berfokus kepada masyarakat, jelas dan singkat, dapat diukur dan diobservasi, realistik, ada target waktu, melibatkan peran serta masyarakat. 2. Rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan Dibuat berdasarkan goal : sasaran sesuai hasil akhir yang diharapkan. Perilaku yang diharapkan berubah. 3. Kriteria hasil untuk mencapai tujuan. SMART S :Spesifik, M : Measurable (dapat diukur), A: Attainable (dapat dicapai), R: Relevant/Realistic (sesuai), T: Time-Bound (waktu tertentu), S: Sustainable (berkelanjutan).

2.5.5 Implementasi Implementasi berfokus pada upaya promotif, preventif, kuratif rehabilitatif. 1. Prevensi primer, tingkatan kesehatan dan kesejahteraan komunitas, dan

menurunkan kerentanan komunitas/ masyarakat perkotaan terhadap stressor. Contohnya, promosi kesehatan yang fokusnya perlindungan spesifik penyakit seperti imunisasi, pendkes gizi-olahraga dan lain-lain. 2. Prevensi sekunder, setelah kondisi sakit/penyakit muncul (walaupun tanpa gejala). Misalnya skrining, diagnosis dini (SADARI, tes tuberculin). 3. Prevensi tertier, fokus pada restorasi dan rehabilitasi, yaitu

mengembalikan kesehatan komunitas yang optimal. Misalnya, rehabilitasi dan konseling korban kekerasan, program terapi kesehatan (Anderson, 2007).

2.5.6 Evaluasi Evaluasi adalah penilaian terhadap pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah diberikan untuk melihat sejauh mana keberhasilan yang telah diperoleh. Apabila tidak berhasil maka dilakukan pengkajian ulang dan bila berhasil perlu disusun rencana tindak lanjut ( Depkes, 2000).

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Profil Kota Jakarta Jakarta adalah ibukota negara Indonesia, merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Jakarta sering disebut juga kota metropolitan terbesar di Indonesia dan urutan keenam di dunia. Semenjak dinyatakan sebagai ibu kota negara, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat kebutuhan tenaga kerja yang hampir semua terpusat di Jakarta. Hingga saat ini Jakarta masih bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti banjir, kemacetan, serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai. meski kota Jakarta tergolong modern, masalah kesehatan ternyata masih menjadi masalah serius yang harus dibenahi.

3.2 Keperawatan kesehatan komunitas di Jakarta Keperawatan komunitas merupakan pelayanan yang memberikan perhatian terhadap pengaruh lingkungan meliputi bio-psiko-sosial dan spiritual dalam. Dengan kompleksnya masalah bio-psiko-sosial dan spiritual yang terjadi di Jakarta, rasanya tepat apabila perawat komunitas menggumakan model Community as Partner. Model Community as Partner, Anderson & Mc Farlane (1996) yang berfokus untuk

mengumpulkan dan memfungsikan kemampuan komunitas untuk mencapai kesehatan yang optimal. Fokus pada model ini adalah community assesment wheel dan proses keperawatan. Community assesment wheel terdiri dari core assesment dan 8 subsistem. 1. Core assessment (kota Jakarta) Sejarah: Kota jakarta merupakan kota metropolitan terbesar di Indonesia. sebagai pusat pemerintahan, bisnis dan perdagangan. memiliki masyarakat kelas menengah terbanyak di asia. Beragam etnis, budaya dan agama terdapat di Jakarta. Demografi: Dilihat dari struktur umur, penduduk Jakarta sudah mengarah ke penduduk tua, artinya proporsi penduduk muda yaitu yang berumur 0-14 tahun sudah mulai menurun. Bila pada tahun 1990, proporsi penduduk muda masih sebesar 31,9 persen, maka pada tahun 2006 proporsi ini menurun menjadi 23,8 persen. Sepanjang tahun 2002-2006, proporsi penduduk umur

muda tersebut relatif stabil, yaitu sekitar 23,8 persen. Sebaliknya proporsi penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) naik dari 1,5 persen pada tahun 1990, menjadi 2,2 persen pada tahun 2000. Tahun 2006, proporsi penduduk usia lanjut mengalami kenaikan menjadi 3,23 persen. Kenaikan penduduk lansia mencerminkan adanya kenaikan rata-rata usia harapan hidup, yaitu dari 72,79 tahun pada tahun 2002 menjadi 74,14 tahun pada tahun 2006

(http://www.jakarta.go.id, 2008). Etnik: berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta, yaitu; suku jawa, tionghoa, betawi, minangkabau, bugis, makasar dan ambon. Nilai dan kepercayaan: agama yang di anut oleh penduduk Jakarta beragam yaitu; islam, Kristen, hindu, budha, konghucu.

2. 8 sub sistem Community assesment wheel Lingkungan fisik Terdapat berbagai masalah yang terjadi di lingkungan fisik Jakarta yaiitu; banjir, pencemaran air dan udara, polusi suara, hujan asam dan penurunan muka air tanah. Pendidikan Jakarta menyediakan sarana pendidikan dari taman kanak-

kanak sampai perguruan tinggi. Kualitas dari pendidikan pun juga sangat bervariasi dari gedung mewah ber-AC sampai yang sederhana Keamanan dan transportasi Tingkat keamanan rendah, pencurian, perampokan, perkelahian, narkoba, terorisme dan pemerkosaan. jumlah alat transportasi umum masih kurang memadai. kemacetan terjadi dimana-mana. Politik dan pemerintahan Jakarta memiliki hak otonomi yang mencakup seluruh urusan pemerintahan, salah satu kebijakan yang baru-baru ini dikeluarkan oleh pemerintah Jakarta terkait masalah kesehatan adalah KJS (kartu Jakarta sehat). KJS merupakan suatu program jaminan pemeliharaan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah Jakarta kepada masyarakat dalambentuk bantuan pengobatan. Pelayanan kesehatan dan sosial

terdapat banyak pelayanan kesehatan mulai dari yang preventif, curative bahkan rehabilitatif. terdapat banyak panti, tempat rehabilitasi, dan lembaga social masyarakat (LSM). Komunikasi Sarana komunikasi yang memadai, internet, telepon, media televisi, media cetak. Ekonomi Jakarta menjadi pusat perekonomian di indonesia Rekreasi. Terdapat banyak tempat rekreasi, taman kota dan tempat hiburan public.

3.3 Implementasi PHC di Jakarta Dalam mendukung strategi PHC yang pertama, 5 nilai yang harus diterapkan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, yaitu pro-rakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih. Strategi PHC yang kedua, yaitu 1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; 2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan; 3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; dan 4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan Kota menurut definisi universal adalah sebuah area urban yang berbeda dari desa berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan atau status hukum. Disparitas antara desa dan kota terjadi pada kota itu sendiri dan masyarakatnya. Tingginya perkembangan teknologi dan urbanisasi menyebabkan kota menjadi lebih padat. Jumlah kendaraan yang banyak, pertumbuhan industri yang pesat, berkurangnya lahan pemukiman membawa dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat perkotaan. Beberapa dampak buruk yang terjadi diantaranya polusi udara, kebisingan, perkampungan kumuh, kecelakaan lalu lintas dan penyebaran penyakit yang cepat.

Individu, keluarga dan masyarakat yang tinggal di perkotaan secara langsung terkena dampak buruk dari perubahan yang telah terjadi di perkotaan. Kondisi masyarakat dan gaya hidup perkotaan menuntut pelayanan kesehatan untuk dapat memberikan

informasi yang cepat dan akurat. Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan melalui asuhan keperawatan, yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan serta pelaksana konseling keperawatan yang diberikan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. PHC dan perkesmas bisa menjadi kekuatan untuk menjadikan masyarakat perkotaan tetap berada pada standar kesehatan yang optimal

4.2 Saran Perawatan kesehatan masyarakat merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan peran serta masyarakat secara aktif. ditujukan kepada indiividu, keluarga, kelompok dan masyarakat sebagai kesatuan yang utuh, melalui proses keperawatan untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya. Oleh karenanya partisipasi perawat dan mahasiswa keperawatan dalam bentuk aplikasi di masyarakat lebih ditingkatkan lagi. Sehingga di waktu yang akan datang masyarakat dapat mengupayakan kemandirian dalam pemeliharaan kesehatan.

Daftar Pustaka

Achmadi, U.F. 2008. Horison Baru Kesehatan Masyarakat di Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta. Adisasmita, S. A. (2010). Perencanaan infrastruktur Transportasi wilayah. Edisi pertama. UNHAS. Makassar Allender, J.A. (2010). Community health nursing: promoting and protecting the publics health. 7th ed. China: Wolters Kluwer Health/ Lippincot Williams & Wilkins. Anderson, E. T. (2006). Buku ajar keperawatan komunitas; teori dan praktik (Alih bahasa, Agus Sutarna). Jakarta: EGC. Bird Jr, F. & Germain, G. L. (1990). Practical losscontrol leadership. USA: Institute Publishing. ICSU. (2011). Health and wellbeing in the changingurban environment: A systems analysis approach. Paris: International Counsilfor Science. Djoko Sudantoko, H.D.,& Mariyono,J. (2010). Tinjauan teoritis pembangunan pedesaan yang berkelanjutan: pengentasan kemiskinan dan perbaikan kualitas lingkungan. 20 Febuari 2010. ep.unnes.ac.id/wp-content/uploads/.../05-Artikel-BJoko-Joko.pdf. Friedman, M. Bowden, V. R. Jones, E. G. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga: riset, teori & praktik. Alih bahasa, Achir yani S. Hamid et al. Ed.5. Jakarta: EGC. Hitchcock, J. E., Schubert, P.E. & Thomas, S.A. (2004). Community health nursing: Caring in action. Albany: Delmar Publisher. Kusyadi,A.E., Wairocana, I.G.N., Sumerthayasa,P.G.A. (2009). Penegakan hukum lingkungan terhadap kasus pencemaran lingkungan oleh limbah sablon di kabupaten badung. 20 Febuari 2013. Kemenkes RI. (2010). Jaminan kesehatan masyaraat salah satu cara mensejahterakan masyarakat; article. Jakarta: Kemenkes RI. Nies, M.A., McEwen, M. (2007). Community / public health nursing. 4th edition. Missiouri: Elsevier. Robinsin, R., Thagesen, B. (2004). Road engineering for development. London (UK): spon Press. Stanhope, M. Knollmueller, R.N. (2010). Praktik keperawatan kesehatan komunitas. Ed. 2. Jakarta: EGC. Vlahov, David., Boufford, J.I., Pearson, Clarence., Norris, Laurie. (2010). Urban Health; Global perspective. United States: John Wiley & Sons.

KONSEP DAN TEORI KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN TERKAIT FENOMENA JAKARTA

Disusun oleh : Kelompok V Ahmad Syafei Iwan S Kartika Mawar Sari Neli suharti Rohmiyati

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2013

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 1.2 Tujuan Penulisan . 1 1.3 Sistematika penulisan .. 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep keperawatan kesehatan komunitas terkait masyarakat perkotaan. 3 2.1.1 Konsep model keperawatan komunitas.. 4 2.1.2 Peran perawat komunitas 4 2.1.3 Sasaran perawatan kesehatan komunitas..5 2.2 Kesenjangan keadaan kesehatan, keamanan yang dialami oleh masyarakat perkotaan. 5 2.2.1 Perbedaan fasilitas kesehatan . 5 2.2.2 Kesenjangan transportasi 6 2.2.3 Kesenjangan lingkungan terkait pencemaran . 6 2.2.4 Kesenjangan keamanan terkait kecelakaan kerja 7 2.2.5 Kesenjangan psikososial 7 2.2.6 Kesenjangan sosial . 7 2.3 Model pelayanan keperawatan komunitas (Perkesmas) pada masyarakat perkotaan . .. 8 2.3.1 Konsep pelayanan kesehatan primer (Primary Health Care). . 8 2.3.2 Implementasi PHC di Indonesia 8 2.3.3 Konsep keperawatan kesehatan masyarakat .. 8 2.3.4 Prinsip-prinsip dasar PERKESMAS .. 9 2.4 Asuhan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan menggunakan konsep asuhan keperawatan keluarga .. 10 2.4.1 Proses keperawatan keluarga .. 10 a. Pengkajian 10 b. Diagnosa keperawatan . 14

c. Intervensi dan implementasi 15 d. Evaluasi 15 2.5 Asuhan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan menggunakan konsep asuhan keperawatan komunitas 2.5.1 Pengkajian komunitas menurut Community as

Partner. 16 2.5.2 Diagnosa Keperawatan 2.5.3 Skoring untuk komunitas . 17 menentukan prioritas masalah

.. 18 2.5.4 Intervensi asuhan keperawatan komunitas19 2.5.5 Implementasi 19 2.5.6 Evaluasi 19 BAB 3 PEMBAHASAN.. 20 BAB 4 PENUTUP ... 23 DAFTAR PUSTAKA 21

Anda mungkin juga menyukai