Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sebagai salah satu komponen yang penting dalam keperawatan adalah keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil setelah individu yang menjadi klien dalam keperawatan (sebagai penerima asuhan keperawatan). Keluarga berperan dalam menentuka cara pemberian asuhan yang dibutuhkan oleh si sakit apabila ada anggota keluarga yang sakit. Keberhasilan perawatan di Rumah Sakit atau tempat pelayanan kesehatan dapat menjadi sia-sia bila tidak di dukung atau di tindak lanjuti oleh keluarga yang merawat klien di rumah, sehingga dapat di katakan bahwa kesehatan anggota keluarga dan kulaitas kehidupan keluarga sangat berhubungan. Keluarga menempati posisi di antara individu dan masyarakat sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan pada keluarga perawat memperoleh 2 sisi penting yaitu memenuhi kebutuhan perawatan pada individu yang menjadi anggota keluarga dan memenuhi perawatan keluarga yang menjadi bagian dari masyarakat. Untuk itu dalam memberikan asuhan keperawatan perawat perlua juga memperhatikan hal-hal penting antar lain nilai-nilai dan budaya yang di anut oleh keluarga sehingga keluarga dapat menerima dan bekerja sama dangan petugas kesehatan dalam hal ini adalah perawat dalam mencapai tujuan asuhan yang telah ditetapkan. Asuhan keperawatan keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang di laksanakan oleh perawat yang di berikan di rumah atau tempat tinggal klien.bagi klien beserta keluarga sehingga klien dan keluarga tetap memiliki otonomi untuk memutuskan hal-hal yang berkaitan dangan masalah kesehatan yang di hadpinya. Perawat yang melakukan asuhan bertanggung jawab terhadap peningkatan kemampuan keluarga dalam mencegah timbulnya penyakit, meningkatan dan memelihara kesehatan, serta mengatasi masalah kesehatan. Tetapi di indonesia

belum memiliki suatu lembga atau organisasi yang bertuga untuk mengatur pelayanan keperawatan keluarga secara administratif. Pelayanan keperawatan keluarga saat ini masih di berikan secara sukarela dan belum ada pengaturan terhadap jasa perawatan yang telah di berikan. Pengalaman belajar klinik di komunitas memberikan bekal bagi mahasiswa untuk memperoleh pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan bagi keluarga yang mengalami masalah kesehatan khususnya dengan menerapkan proses keperawatan sebagai pendekatan pemecahan masalah. Dalam hal ini mahasiswa di harapkan mampu memodifikasi suatu rencana yang telah di susun di sesuaikan dengan keadaan keluarga yang sesungguhnya agar rencana tersebut benar-benar dapat di laksanakan di keluarga.

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik di harapkan mampu menerapkan asuhan keperawatan pada keluarga yang mengalami masalah kesehtan sesuai dengan tugas dan perkembangan keluarga. 2. Tujuan khusus Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik komunitas di harapkan mampu: a. Mengidentifikasi data yang sesuai dengan masalah kesehatan yang di hadapi oleh keluarga. b. Merumuskan diagnosa keperawatan keluarga sesuai dengan masalah kesehatan yang di hadapi oleh keluarga. c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan diagnosa keperawatan keluarga yang muncul. d. Melaksanakan rencana keperawtan yang telah di susun.

e. Memodifikasi rencana yang telah di susun agar dapat di laksanakan oleh keluarga sesuai dengan kemampuan keluarga. f. Mengevaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. g. Mendokumentasikan asuhan yang telah di berikan secara benar.

C. Metodologi Asuhan keperawatan keluarga ini menggunakan metode diskriptif dalam bentuk studi kasus pada klien dan keluarga yang mempunyai masalah kesehatan/ keperawatan di RT 3 RW II Kel. Gunung Anyar Kec. Gunung Anyar. Adapun langkah penulisan asuhan keperawatan yaitu: 1. Studi pustaka dengan mempelajari literatur ilmiah yang berhubungan dengan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah kesehatan hipertensi. 2. Studi kasus dengan melakukan asuhan keperawatan pada keluarga binaan yang salah satu anggota keluarganya menderita tekanan darah tinggi, yang diawali dengan pengumpulan data fokus, biopsikososial spiritual melalui wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi data dan semua data yang menunjang untuk penegakan suatu diagnosa keperawatan. Setelah data terkumpul, data dianalisis untuk merumuskan diagnosa keperawatan keluarga. Kemudian penulis

memberikan intervensi secara langsung pada klien selama 5 kali kunjungan dan memberikan penyuluhan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Teoritis Marasmus 1. Pengertian Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor. Marasmus adalah suatu bentuk malgizi protein energi karena kelaparan, semua unsur diet kurang. Hal ini dikarenakan masukan kalori yang tidak adekuat, diet Faddy, penyakit usus menahun, kelainan

metabolik/infeksi menahun separti tuberkulosis. (Pincus catzel dan Ian roberts, 1991 : 106). Marasmus adalah bila kekurangan kalori dalam diet yang berlangsung lama yang akan menimbulkan gejala undernutrition yang sangat ekstrim. (FKUI, 1985 : 361). Marasmus adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena rendahnya konsumsi energi kalori dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga mengakibatkan tidak adekuatnya intake kalori yang dibutuhkan oleh tubuh. ( Nelson, 1999 : 298 ). Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. ( http://dokterfoto. com, diperoleh tanggal 4 Juni 2008). 2. Etiologi
Menurut Behrman (1999: 122) etiologi marasmus antara lain:

a. Pemasukan kalori yang tidak mencukupi, sebagai akibat kekurangan dalam susunan makanan. b. Kebiasaan-kebiasaan makanan yang tidak layak, seperti terdapat pada hubungan orang tua-anak yang terganggu atau sebagai akibat kelainan metabolisme atau malformasi bawaan.

Gangguan setiap sistem tubuh yang parah dapat mengakibatkan terjadinya malnutrisi. Disebabkan oleh pengaruh negatif faktor-faktor sosioekonomi dan budaya yang berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik malabsorpsi protein, hilangnya protein air kemih ( sindrom neprofit ), infeksi menahun, luka bakar dan penyakit hati.

3. PATOFISIOLOGI Pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan manghilangkan lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan prosesn fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan tubuh memerlukan energi, namun tidak didapat sendiri dan cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu, pada marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin. (Ngastiyah, 2005 : 259). 4. PATHWAYS

5. Tanda dan gejala Menurut FKUI (1985 : 361), Ngastiyah (2005 : 259) dan Markum (1991 : 166) tanda dan gejala dari marasmus adalah : 1. Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah. 2. Diare. 3. Mata besar dan dalam. 4. Akral dingin dan tampak sianosis. 5. Wajah seperti orang tua. 6. Pertumbuhan dan perkembangan terganggu. 7. Terjadi pantat begi karena terjadi atrofi otot. 8. Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit jelek.. 9. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas. 10. Nadi lambat dan metabolisme basal menurun. 11. Vena superfisialis tampak lebih jelas. 12. Ubun-ubun besar cekung. 13. Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol. 14. Anoreksia. 15. Sering bangun malam. 6. Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi menurut (Markum : 1999 : 168) defisiensi Vitamin A, infestasi cacing, dermatis tuberkulosis, bronkopneumonia, noma, anemia, gagal tumbuh serta keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor. a. Defisiensi Vitamin A Umumnya terjadi karena masukan yang kurang atau absorbsi yang terganggu. Malabsorbsi ini dijumpai pada anak yang menderita malnurtrisi, sering terjangkit infeksi enteritis, salmonelosis, infeksi saluran nafas) atau pada penyakit hati. Karena Vitamin A larut dalam lemak, masukan lemak yang kurang dapat menimbulkan gangguan absorbsi. b. Infestasi Cacing Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadi infeksi khususnya gastroenteritis. Pada anak dengan gizi buruk/kurang gizi

investasi parasit seperti cacing yang jumlahnya meningkat pada anak dengan gizi kurang. c. Tuberkulosis Ketika terinfeksi pertama kali oleh bakteri tuberkolosis, anak akan membentuk tuberkolosis primer. Gambaran yang utama adalah

pembesaran kelenjar limfe pada pangkal paru (kelenjar hilus), yang terletak dekat bronkus utama dan pembuluh darah. Jika pembesaran menghebat, penekanan pada bronkus mungkin dapat menyebabkanya tersumbat, sehingga tidak ada udara yang dapat memasuki bagian paru, yang selanjutnya yang terinfeksi. Pada sebagian besar kasus, biasanya menyembuh dan meninggalkan sedikit kekebalan terhadap penyakit ini. Pada anak dengan keadaan umum dan gizi yang jelek, kelenjar dapat memecahkan ke dalam bronkus, menyebarkan infeksi dan mengakibatkan penyakit paru yang luas. d. Bronkopneumonia Pada anak yang menderita kekurangan kalori-protein dengan kelemahan otot yang menyeluruh atau menderita poliomeilisis dan kelemahan otot pernapasan. Anak mungkin tidak dapat batuk dengan baik untuk menghilangkan sumbatan pus. Kenyataan ini lebih sering

menimbulkan pneumonia, yang mungkin mengenai banyak bagian kecil tersebar di paru (bronkopneumonia). e. Noma Penyakit mulut ini merupakan salah satu komplikasi kekurangan kalori-protein berat yang perlu segera ditangani, kerena sifatnya sangat destruktif dan akut. Kerusakan dapat terjadi pada jaringan lunak maupun jaringan tulang sekitar rongga mulut. Gejala yang khas adalah bau busuk yang sangat keras. Luka bermula dengan bintik hitam berbau diselaput mulut. Pada tahap berikutnya bintik ini akan mendestruksi jaringan lunak sekitarnya dan lebih mendalam. Sehingga dari luar akan terlihat lubang kecil dan berbau busuk.

7. Pemeriksaan Diagnostik 1.Menurut FKUI (1985:364) pada pemeriksaan laboratorium memperlihatkan : a. Karena adanya kelainan kimia darah, maka : 1) kadar albumin serum rendah 2) kadar globumin normal atau sedikit tinggi 3) peningkatan fraksi globumin alfa 1 dan globumin gama 4) kadar globumin beta rendah 5) kadar globumin alfa 2 menetap 6) kadar kolesterol serum menurun 7) uji turbiditas timol meninggi b. Pada biopsi hati ditemukan perlemahan yang kadang-kadang demikian hebatnya sehingga hampir semua sela hati mengandung vakual lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus. c. Pada hasil outopsi penderita kwashiorkor yang berat menunjukan hampir semua organ mengalami perubahan seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang dan sebagainya. 2. Menurut Markum (1996:167) pada pemeriksaan a. Laboratorium menunjukan 1) Penurunan badan albumin, kolesterol dan glukosa dalam serum 2) Kadar globumin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin dan globumin dapat terbalik kurang dari 1. 3) Kadar asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada asam amino non esensial. 4) Umumnya kadar imunoglubin serum normal atau meningkat. 5) Kadar Ig A serum normal, kadar Ig A sekretori rendah. 6) Uji toleransi glukosa menunjukan gambaran tipe diabetik. 7) Pemeriksaan air kemih menunjukan peningkatan sekresi hidroksiprolin dan adanya aminoasi dunia. b. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua selhati mengandung vakual lemak yang besar. c. Pemeriksaan outopsi menunjukan kelainan pada hampir semua organ tubuh, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi virus usus, detrofi sistem limfold dan atrofi kelenjar timus. d. Pada pemeriksaan otopometri berat badan dibawah 90%, lingkar lengan di bawah 14 cm.

8. Penatalaksanaan Medis Menurut Mansjoer (2000 : 514 517) penatalaksanan marasmus adalah : 1. Atasi / cegah hipoglikemia Periksa gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila <>oC, suhu rektal 35,5oC). Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah kondisi tersebut.

2. Atasi/cegah hipotermia Bila suhu rektal <>oC a. Segera beri makanan cair/fomula khusus. b. Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala. 3. Atasi/cegah dehidrasi Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati dengan tetesan pelan-pelan untuk mengurangi beban sirkulasi dan jantung. 4. Koreksi gangguan keseimbang elektrolit Pada marasmus berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar natrium plasma rendah. a) Tambahkan Kalium dan Magnesium dapat disiapkan dalam bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan pada 1 liter formula. 5. Obati / cegah infeksi dengan pemberian antibiotik 6. Koreksi defisiensi nitrien mikro, yaitu dengan : Berikan setiap hari : 1). Tambahkan multivitamin. 2). Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama). 3). Seng (Zn) 2 mg/KgBB/hari. 4). Bila berat badan mulai naik berikan Fe (zat besi) 3 mg/KgBB/hari. 5). Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14. Umur > 1 tahun : 200 ribu SI (satuan Internasional). Umur 6-12 bulan : 100 ribu SI (satuan Internasional). Umur 0-5 bulan : 50 ribu SI (satuan Internasional).

6). Mulai pemberian makan Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi metabolisme basal. 9. Pencegahan Tindakan pencegahan terhadap marasmus menurut (Lubis, U.N.http: //www.cermin dunia kedokteran. diperoleh tanggal 4 Juni 2008) dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi, antara lain : 1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi. 2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke atas. 3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan. .4. Pemberian imunisasi. 5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap. 6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang. 7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.

B. Tinjauan Teoritis Keluarga 1. Keperawatan Kesehatan Keluarga Keluarga adalah dua atau lebih yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan (Bailon & Maglaya, 1989). Alasan keluarga sebagai unit pelayanan keperawatan menurut Friedman, keluarga adalah sebagai unit utama dari masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat. Keluarga sebagai kelompok dapat menimbulkan,

mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan keluarga dalam kelompoknya sendiri, masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, penyakit pada salah satu anggota keluarga juga akan mempengaruhi seluruh keluarga tersebut. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai usaha kesehehatan masyarakat, perawat dapat menjangkaua seluruh masyarakat melalui keluarga. Dalam memelihara klien sebagai individu keluarga tetap berperan dalam pengambilan keputusan dalam melakukan pemeliharaan anggota keluarga. Keluarga merupakan lingkungan yang serasi untuk mengembangkan potensi tiap individu yang menjadi anggota dalam keluarga. Sedangkan tujuan perawatan kesehatan keluarga adalah memungkinkan keluarga untuk mengelola masalah kesehatan dan mempertahankan fungsi dan melindungi keluarga serta memperkuat pelayanan kepada masyarakat tentang perawatan kesehatan. 2. Tipe-tipe Keluarga a. Keluarga inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya dalam satu rumah. b. Keluarga besar (Extanded Family) yaitu keluarga inti di tamdah dengan sanak saudara, misalnya kakek, nenek, bibi, keponakan, saudara sepupu dll. c. Keluarga berantai (Serial Family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti. d. Keluarga duda/ janda (Single Family) yaitu keluarga yang terjadi perceraian atau kematian. e. Keluarga berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang perkawinanya berpoligami dan hidup bersama. f. Keluarga kabitas (Cohabitation) yaitu dua orang yang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

3. Struktur Keluarga Struktur keluarga ada bermacam-macam di antaranya : 1. Patrilineal Keluarga sedarah terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah. 2. Matrilineal Keluarga sedarah terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu di susun melalui jalur garis ibu. 3. Matrilokal Adalah sepasang suami isteri yang tinggal bersama keluarga sedarah isteri. 4. Patrilokal Adalah sepasang suami isteri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami . 5. Keluarga Kawinan Hubungan suami isteri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suatu atau isteri. 4. Fungsi Keluarga (Friedman) a. Fungsi afektif - Perlindungan psikologis. - Rasa aman. - Interaksi. - Mendewasakan. - Mengenal identitas diri individu. b. Fungsi sosialisasi peran - Fungsi dan peran di masyarakat. - Sasaran untuk kontak sosial di dalam dan di luar rumah.

c. Fungsi reproduksi Menjamin kelangsungan generasi dan kelangsungan hidup bermasyarakat.

d. Fungsi memenuhi kebutuhan fisik dan perawatan - Sandang, pangan dan papan. - Perawatan kesehatan. e. Fungsi ekonomi Pengadaan sumber dana, pengalokasian dana dan pengaturan keseimbangan. f. Fungsi pengontrol/ pengatur Memberikan pendidikan dan norma-norma. 5. Tugas dan perkembangan (Duvall) a. Keluarga baru (Beginning Family) Pasangan yang belum mempunyai anak yang mempunyai tugas perkembangan antara lain: membina hubungan dan kepuasan bersama, menetapkan tujuan bersama, membina hubungan dengan keluarga lain, merencanakan jumlah anak dan mempersiapkan diri menjadi orang tua. b. Keluarga dengan anak I < 30 bln ( Child bearing). Tugas perkembangannya adalah membagi peran dan tanggung jawab melakukan penataan ruangan bagi anak, bertanggung jawab merawat anak, melakukan kebiasaan spiritual, menyediakan biaya bagi anak dan memfasilitasi role learning bagi anggota keluarga. c. Keluarga dengan anak pra sekolah Tugas perkembangannya adalah menyesuaikan pada kebutuhan pada anak pra sekolah (sesuai dengan tumbuh kembang, proses belajar dan kontak sosial) dan merencanakan kelahiran berikutnya. d. Keluarga dengan anak usia sekolah (6-13 th) Tugas keluarga adalah mendorong mencapai pengembangan daya intelektual, menyediakan peralatan untuk aktivitas anak.

e. Keluarga dengan anak remaja (13-20 th) Tugas perkembangan keluarga memelihara komunikasi tetap terbuka dan pengembangan terhadap anak remaja. f. Keluarga dengan anak dewasa (anak I meninggalkan rumah) Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber yang ada dalam keluarga, berperan sebagai suami istri, kakek nenek. g. Keluarga usia pertengahan (Midle age family) Tugas keluarga adalah mempersiapkan masa tua atau pensiun dan mempersiapkan aktivitas guna mengisi waktu luang yang lebih banyak. h. Keluarga lanjut usia. Tugas perkembangan keluarga menyesuaikan terhadap masa pensiun dengan merubah cara hidup serta menerima kematian pasangan, kawan dan mempersiapkan kematian. 6. Tahap-Tahap Perkembangan
1. Tahap pembentukan keluarga ; tahap ini dimulai dari pernikahan yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga. 2. Tahap menjelang kelahiran anak; fungsi keluarga yang utama untuk mendapatkan keturunan sebagai generasi penerus, melahirkan anak merupakan kebanggan bagi keluarga yang merupakan saat-saat yang dinantikan. 3. Tahap menghadapi bayi ; dalam hal ini keluarga mengasuh, mendidik dan memberi kasih sayang kepada anak, karena pada tahap ini bayi kehidupannya sangat tergantung kepada kedua orang tuanya dan kondisinya masih lemah 4. Tahap menghadapi anak pra sekolah ; pada tahap ini anak mulai mengenal kehidupan sosialnya, tugas keluarga adalah mulai menanamkan norma-norma kehidupan, agama , sosial budaya dan sebagainya. 5. Tahap menghadapi anak sekolah ; dalam tahap ini tugas keluarga mendidik anak, mengajari anak mempersiapkan masa depanya. 6. Tahap menghadapi anak remaja ; tahap ini adalah tahap yang paling rawan sebab anak akan mencari identitas diri dalam bentuk kepribadiannya adalah

7. Tahap melepaskan anak ke masyarakat.; setelah melalui tahap remaja dan anak telah dapat menyelesaikan pendidikannnya, maka tahap selanjutnya melepas anak ke masyarakat 8. Tahap berdua kembali ; sebagian anak besar dan menempuh kehidupan keluarga sendiri-sendiri, tinggallah suami isteri berdua saja. 9. Tahap masa tua ; tahap ini masuk ke dan tahap lanjut usia dan kedua orang tua bersiap diri untuk meningggalkan dunia pelayanan.

B. Tanggung Jawab Perawat 1. Memberikan pelayanan secara langsung (individu, keluarga dan kelompok). 2. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilakukan. 3. Melakukan koordinasi antar pelayanan dan management kasus. 4. Menentukan frekwensi dan lama perawatan. 5. Sebagai penasehat dan pelindung bagi klien. C. Asuhan Keperawatan Keluarga 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal bagi perawat untuk mengumpulkan data guna menyusun suatu masalah keperawatan yang dihadapi oleh keluarga. adapun hal-hal yang dikaji adalah: data umum, riwayat dan tahap perkembangan keluarga, pengkajian lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga sesuai dengan 5 tugas menurut Friedman, stress dan koping keluarga, pemeriksaan fisik pada semua anggota keluarga serta harapan keluarga terhadap petugas kesehatan. 2. Perumusan diagnosa keperawatan keluarga Diagnosa keperawatan keluarga dapat dibagi menjadi 3 tipe diagnosa: a. Actual: dari data pengkajian didapatkan masalah atau gangguan kesehatan yang sudah terjadi. b. Resiko: data-data yang didapat menunjukkan adanya resiko terjadinya masalah kesehatan, namun masalah kesehatan belum terjadi.

c. Potensial (keadaan sejahtera/ wellness): adalah suatu diagnosa yang diangkat setelah data yang dikumpulkan menunjang ke arah peningkatan kesehatan keluarga. 3. Perencanaan perawatan keluarga Rencana keperawatan disusun berdasarkan masalah yang dihadapi oleh keluarga serta potensi yang dimiliki oleh keluarga yang terdiri dari tujuan umum dan khusus, kriteria dan standart serta intervensi yang menunjang pencapaian tujuan khusus yang telah disusun. 4. Tahap tindakan keperawatan keluarga Tindakan keperawatan keluarga berorientasi pada 5 tugas kesehatan keluarga menurut Friedman yaitu: mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan sesuai dengan masalah, melakukan perawatan pada anggota keluarga, memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. 5. Prioritas Masalah Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan priorotas masalah adalah sebagai berikut : a. Tidak mungkin masalah-maslah kesehatan dan keperawatan pada keluarga dapat di atasi sekaligus. b. Perlu pertimbangan masalah-masalah yang dapat mengancam kehidupan keluarga seperti masalah penyakit. c. Perlu pertimbangan respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan keperawatan yang akan di berikan. d. Keterlibatan keluarga dalam pemecahan masalah yang mereka hadapi. . e. Sumber daya keluarga yang dapat menunjang pemecahan masalah kesehatan atau keperawatan keluarga. f. Pengetahuan dan kebudayaan keluarga.

Dalam menyusun prioritas masalah perlu didasarkan kepada beberapa kriteria sebagai berikut :

1) Sifat masalah (a) Ancaman kesehatan

(b) Keadaan sakit atau kurang sehat (c) Situasi krisis

2) Kemungkinan masalah dapat dirubah Adalah kemungkinan keberhasilan untuk mengurangi masalah atau mencegah masalah bila dilakukan intervensi keperawatan dan kesehatan. 3) Potensi masalah untuk dicegah Adalah sifat dan beratnya masalah yang akan timbul dan dapat di kurangi atau dicegah melalui tindakan perawatan dan kesehatan. 3) Masalah yang menonjol Adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah dalam hal beratnya dan mendesaknya masalah untuk di atasi melalui intervensi perawatan dan kesehatan. Skala prioritas masalah dalam menyusun masalah kesehatan keluarga : Table 1. Skoring prioritas masalah

Kriteria

Nilai

Bobot

Sifat masalah : Skala : Ancamam kesehatan. Tidak/kurang sehat Krisis Kemungkinan masalah dapat di ubah Skala : Dengan mudah Hanya sebagian Tidak dapat Potensi masalah untuk di rubah : Skala : Tinggi Cukup Rendah Menonjolnya masalah : 3 2 1 2 1 0 2 3 1

Skala : Masalah tangani

berat

harus

di

Masalah yang tidak perlu segera di tangani. Masalah tidak di rasakan Sumber : Nasrul effendi, 1998 : 53.

Skoring : 1) Tentukan skor untuk setiap kriteria. 2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot Skor --------------Angka tinggi X bobot

3) Jumlahkan skor untuk semua criteria 4) Skor tertinggi adalah 5 dan sama untuk seluruh bobot. Faktor-faktor yang mempengaruhi prioritas masalah adalah sebagai berikut : 1) Sifat masalah Dalam menentukan sifat masalah bobot yang paling besar diberikan kepada keadaan sakit atau yang mengancam kehidupan keluarga, yaitu keadaan sakit atau pertumbuhan anak yang tidak sesuai dengan usia, kemudian baru diberikan kepada hal-hal yang mengancam kesehatan keluarga dan selanjutnya kepada situasi krisis dalam

keluarga di mana terjadi situasi yang menuntut penyesuaian dalam keluarga . 2) Kemungkinan masalah dapat diubah Faktor-faktor yang mempengaruhi masalah dapat diubah adalah : a) Pengetahuan, teknologi dan tindakan-tindakan untuk mengatasi masalah . b) Sumber daya keluarga di antaranya keuangan, tenaga, sarana dan prasarana.

c) Sumber

daya

perawatan,

di

antaranya

dalah

pengetahuan, keterampilan dan waktu. d) Sumber daya masyarakat dalam bentuk fasilitas, organisasi seperti posyandu, DUKM, polindes dan sebagainya. 3) Potensi masalah untuk dicegah: Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah adalah : a) Kepelikan atau kesulitan masalah, hal ini berkaitan dengan beratnya penyakit atau masalah yang

menunjukkan kepada prognosa atau beratnya masalah. b) Lamanya masalah, berhubungan dengan jangka waktu terjadi masalah. lamanya masalah berhubungan erat dengan beratnya masalah yang menimpa keluarga dan potensi masalah untuk dicegah. c) Tindakan yang sudah dan sedang dijalankan, adalah tindakan untuk mencegah dan memperbaiki masalah dalam rangka meningkatkan status kesehatan keluarga. d) Adanya kelompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang sangat peka menambah potensi utuk mencegah masalah.

6. Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan 2 tahap yaitu formatif dan sumatif. Adapun evaluasi mengacu pada standart yang telah disusun untuk mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA Behrman, R. E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak:Nelson, Edisi 15, vol 1.Jakarta:EGC Johnson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby Lubis, N. U. 2002. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita.http://www.cermin dunia kedokteran.com. diperoleh tanggal 4 Juni 2008 Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2.Jakarta: Media Aescullapius. Markum, A, H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. Jakarta : FKUI. McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC).Mosby NANDA .2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi & Klasifikasi, Alih Bahasa: Budi Santoso. Prima Medika Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi . Jakarta : EGC No Name. 2008. Marasmus. http://www.dokterfoto.com. diperoleh tanggal 4 Juni 2008 Staf pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.

1. Activity intolerance related to impaired oxygen transport system secondary to malnutrition. (Carpenito, 2001:3) 2. Excess fluid volume related to lower protein intake (malnutrition). (Carpenio, 2001:143). 3. Deficient fluid volume related to diarrhea. (Carpenito, 2001:140)

Anda mungkin juga menyukai