Anda di halaman 1dari 5

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept.

2012) ISSN: 2301-9271

G-30

Perhitungan Wave Making Resistance pada Kapal Katamaran dengan Menggunakan CFD
Ludi Nooryadi, Ketut Suastika Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: k_suastika@na.its.ac.id
Abstrak Kapal katamaran merupakan salah satu jenis kapal multihull. Saat ini, permintaan akan jenis kapal ini semakin meningkat karena beberapa keunggulan yang dimiliki katamaran jika dibandingkan dengan kapal monohull. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan kapal katamaran adalah nilai hambatannya. Tidak seperti pada kapalkapal monohull, pada katamaran akan terjadi interaksi gelombang di daerah antara kedua demihull-nya. Interaksi ini dapat mempengaruhi nilai hambatan gelombang kapal, tergantung dari interaksi apa yang terjadi. Dengan melakukan variasi kecepatan (Fn), yaitu untuk Fn = 0.2 - 0.4 dan variasi jarak antar lambung (S/L) dimana S merupakan jarak antar lambung dan L adalah panjang kapal, yaitu untuk S/L = 0.2, S/L = 0.3 dan S/L = 0.4 dapat dilihat pengaruh interaksi gelombang terhadap nilai hambatan gelombang katamaran. Dari hasil simulasi numerik diketahui bahwa untuk satu nilai Fn, hambatan gelombang akan terus menurun seiring bertambahnya nilai S/L, sedangkan untuk nilai S/L yang sama, nilai hambatan gelombang akan terus bertambah seiring kenaikan nilai Fn sampai dengan Fn = 0.5. Pada Fn di atas 0.5, nilai hambatan gelombang akan mengalami penurunan karena berkurangnya pengaruh gelombang terhadap demihulls dan terjadinya wave breaking dan spray.

perhatian lebih guna menunjang meningkatnya penggunaan jenis kapal tersebut. Salah satu fokus penelitian mengenai kapal ini yang perlu ditelaah lebih jauh adalah mengenai nilai wave making resistance yang dimiliki kapal katamaran karena nilai wave making resistance akan berpengaruh ke hambatan total kapal yang berkorelasi dengan daya (power) yang digunakan oleh kapal tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung nilai wave making resistance untuk setiap konfigurasi jarak antar demihulls dan variasi Fn dengan menggunakan CFD. Hasil simulasi CFD akan dibandingkan dengan data hasil eksperimen towing tank yang dilakukan Jamaluddin [2] II. TINJAUAN PUSTAKA A. Katamaran Katamaran adalah tipe kapal yang memiliki dua buah lambung (demihulls) yang dihubungkan oleh suatu konstruksi sehingga menjadi sebuah kesatuan sebagai satu kapal. Struktur bridging ini merupakan sebuah kelebihan kapal katamaran karena menambah tinggi lambung timbul (freeboard) sehingga kemungkinan terjadinya deck wetness dapat dikurangi. Katamaran mempunyai garis air lambung yang sangat ramping dengan tujuan untuk memperoleh hambatan yang rendah. Garis air yang ramping ini menyebabkan katamaran sensitif terhadap perubahan distribusi berat. B. Wave Making Resistance Hambatan pada kapal terdiri dari beberapa komponen dimana wave making resistance atau yang lebih sering disebut hambatan gelombang merupakan salah komponen utamanya. Hambatan gelombang dialami kapal akibat adanya energi yang hilang karena digunakan dalam pembentukan gelombang. Gelombang ini terbentuk akibat interaksi antara badan / lambung kapal yang memindahkan air seiring dengan pergerakan kapal. John Henry Michell pada tahun 1898 mengawali sejarah formulasi hambatan gelombang dimana pada tahun tersebut ia mempublikasikan tulisannya yang berjudul The wave resistance of a ship yang memuat rumus perhitungan hambatan gelombang yang telah ia kembangkan. Walaupun hasilnya belum ada yang begitu signifikan dan berpengaruh bila dibandingkan rumus hambatan gelombang Michell, sampai dengan saat ini telah ada begitu banyak penelitian mengenai hambatan gelombang dengan berbagai macam metode. Beberapa di antaranya adalah metode potential-based

Kata Kunci katamaran, hambatan gelombang, CFD I. PENDAHULUAN

APAL jenis katamaran merupakan jenis kapal yang relatif masih jarang digunakan di Indonesia. Padahal karakteristik kapal ini yang memiliki sarat yang kecil sangat cocok digunakan di perairan dangkal yang banyak terdapat di Indonesia, baik sebagai kapal angkut penumpang maupun kapal penelitian sebagaimana yang digunakan oleh lembaga pemerintah, Bakosurtanal, dalam pemetaan dasar laut Indonesia. Di samping itu, adanya Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dimana sektor perikanan menjadi salah satu perhatian, juga membutuhkan model kapal yang menunjang. Salah satu model kapal yang menjadi perhatian program ini adalah katamaran. Kelebihan katamaran antara lain menyajikan luasan geladak yang lebih besar dan memiliki stabilitas melintang yang lebih baik dibandingkan kapal berbadan tunggal dan telah diaplikasikan pada berbagai bentuk kapal [1]. Berbagai bentuk kapal kemudian dikembangkan untuk memenuhi kriteria desain kapal di atas. Dengan beberapa alasan di atas, maka tidak salah jika pengembangan kapal jenis katamaran perlu mendapat

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 panel, slender body, rankine source dan thin-ship theory. C. Sistem Gelombang Bila suatu benda digerakkan di dalam fluida ideal, maka kecepatan partikel di dalam fluida tersebut dari titik ke titik akan berubah. Menurut persamaan Bernoulli, ini berarti bahwa tekanan di dalam fluida tersebut berubah dari titik ke titik. Karena itu, benda yang bergerak horizontal di daerah berpermukaan bebas akan menimbulkan usikan terhadap permukaan tersebut. Variasi tekanan yang timbul, diwujudkan sebagai perubahan tinggi permukaan fluida. Perubahan tinggi permukaan ini bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan benda itu sendiri. Pada kapal, di bagian depan terdapat daerah yang bertekanan tinggi, sehingga di daerah itu timbul gelombang haluan. gelombang ini merupakan bagian dari sistem gelombang melintang dan gelombang divergen. di dekat lambung, garis puncak gelombang melintang mempunyai kedudukan yang tegak lurus arah gerakan kapal. Ketika mendekati sistem gelombang divergen, garis puncak tersebut berbelok balik dan akhirnya lenyap di dalam sistem divergen. Pada bahu lambung dan pada buritan, juga terbentuk sistem gelombang. Sistem gelombang buritan sering tidak tampak dengan jelas. Hal ini disebabkan karena adanya usikan dari sistem buritan itu sendiri [3]. III. PEMODELAN NUMERIK A. Maxsurf Pro Berdasarkan data yang telah diperoleh maka dapat digunakan untuk memodelkan katamaran dengan cara penggambaran kembali (redrawing), sehingga nantinya dapat dianalisa dengan menggunakan Tdyn. Proses redrawing dilakukan dengan software Maxsurf Pro yang didapatkan dari LHI-BPPT. Ukuran-ukuran kapal disamakan dengan ukuran model aslinya tetapi dengan pembagian permukaan/surface yang disesuaikan untuk penggunaan model di software Tdyn. Model yang telah dibuat diekspor dengan format IGES agar dapat diimpor ke software Tdyn untuk pengerjaan selanjutnya. B. Tdyn TDYN merupakan software free trial. Pada saat start up, akan muncul menu Start Data yang akan digunakan untuk memilih tipe-tipe penyelesaian persoalan yang sesuai pada Start Data. Adapun tipe-tipe penyelesaian persoalan yang dipilih adalah sebagai berikut: 1. 3D 2. Flow in Fluids 3. Transpiration (untuk free surface) Selanjutnya model kapal yang sebelumnya telah diekspor ke format IGES dapat diimpor ke dalam Tdyn. Menurut rujukan [4], ada beberapa tahapan utama dalam pengerjaan model (pre-processing) di Tdyn, yaitu:

G-31

1. Membuat Control Volume 2. Penentuan Initial Data 3. Penentuan Boundary Conditions 4. Penentuan material 5. Penentuan Boundaries 6. Penentuan Problem Data 7. Penentuan Modules Data 8. Pembuatan Mesh Pembuatan model dilakukan untuk semua varisasi sesuai dengan langkah-langkah yang telah disebutkan di atas. Dalam pengerjaan Tugas Akhir ini, data kapal yang digunakan adalah data dari sebuah kapal katamaran yang telah diuji sebelumnya di Laboratorium Hidrodinamika Indonesia (LHI) [2]. Adapun ukuran utama dari kapal tersebut adalah: Lwl : 1.373 m Lebar : 0.14 m Tinggi : 0.178 m Sarat : 0.078 m IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Grid Independence Grid Independence diperoleh pada ukuran elemen 0.1 untuk fluida dan 0,05 untuk kapal dengan jumlah total elemen sebanyak 65771 elemen. Pada ukuran elemen yang lebih kecil, hasil yang diperoleh hanya memiliki selisih kurang dari 1% sedangkan waktu yang diperlukan untuk me-running program dapat bertambah lebih dari dua kali lipat waktu semula. Pada ukuran elemen yang lebih besar, running program akan selesai dalam waktu yang lebih cepat, tetapi hasil yang diperoleh dapat memiliki selisih yang cukup besar, yaitu hingga mencapai 10%.
Selisih data (%)

15 10 5 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jumlah elemen (x105)

Gambar 1 Grid Independence untuk Fn = 0.4 dan S/L = 0.2

B. Wave Elevation Gelombang yang terbentuk merupakan hasil interaksi/resultan dari beberapa sistem gelombang. Pada kapal, sistem ini terdiri dari beberapa titik bertekanan yang masingmasing menghasilkan gelombang dengan pola-pola tertentu. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, secara garis besar ada empat komponen sistem gelombang pada kapal, yaitu: sistem gelombang haluan, sistem gelombang bahu haluan, sistem gelombang bahu buritan dan sistem gelombang buritan. Pada daerah haluan, gelombang yang dihasilkan memiliki ketinggian yang relatif besar karena derah tersebut merupakan titik bertekanan tinggi, sedangkan pada bagian bahu haluan dan bahu buritan, gelombang yang dihasilkan akan dimulai dari lembah gelombang karena daerah tersebut memang cenderung memiliki tekanan yang rendah, akibatnya

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 gelombang pada sepajang badan kapal akan memiliki ketinggian contour yang rendah. Baru pada daerah buritan yang merupakan daerah bertekanan tinggi, contour gelombang akan kembali meningkat dan membentuk bukit gelombang. C. Hambatan Gelombang (RW) dan Hambatan Total (RT) Dari hasil simulasi numerik yang dilakukan, nilai RW dan RT untuk masing-masing variasi ditampilkan dalam tabel berikut: Fn 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.65 RW (N) S/L = 0.2 0.119 1.013 2.174 5.602 6.662 4.866 S/L = 0.3 0.051 0.802 1.790 6.422 5.651 4.379 S/L = 0.4 0.048 0.561 1.574 5.049 5.820 4.564 Fn 0.2 0.3 S/L = 0.4 1.067 2.619 4.697 9.759 12.258 12.030 0.4 0.5 0.6 0.65 S/L = 0.2 7.538 9.137 8.521 11.080 9.803 7.751

G-32 V : kecepatan kapal (m/s) g : percepatan gravitasi (9.81 m/s2) L : panjang kapal (Lwl = 1.373 m) dengan menggunakan kedua persamaan di atas, untuk semua variasi-variasi S/L dan Fn, akan didapatkan nilai Cw dan CT sebagi berikut : Fn 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.65 CW ( x 10 ) S/L = 0.2 0.819 3.101 3.740 6.171 5.096 3.172 S/L = 0.3 0.351 2.454 3.081 7.074 4.323 2.854 CT ( x 10 ) S/L = 0.3 7.465 8.793 8.936 11.576 9.475 7.493 S/L = 0.4 7.349 8.013 8.086 10.751 9.378 7.842
-3 -3

S/L = 0.4 0.328 1.717 2.709 5.563 4.453 2.975

Tabel 3 Rekapitulasi nilai CW hasil simulasi CFD

Tabel 1 Rekapitulasi nilai RW hasil simulasi CFD

Fn 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.65

RT (N) S/L = 0.2 1.095 2.986 4.950 10.058 12.814 11.891 S/L = 0.3 1.084 2.873 5.191 10.508 12.386 11.496

Tabel 4 Rekapitulasi nilai CT hasil simulasi CFD

Tabel 2 Rekapitulasi nilai RT hasil simulasi CFD

D. Koeffisien Hambatan Gelombang (CW) dan Koeffisien Hambatan Total (CT) Menurut rujukan [3], CW merupakan koefisien hambatan gelombang dan CT merupakan koeffisien hambatan total . Kedua nilai ini bisa diperoleh dengan menggunakan rumus: = R 0.5 S V

E. Perbandingan dengan Pengujian Towing Tank Setelah didapatkan nilai CW dan CT untuk semua variasi dengan menggunakan simulasi CFD, maka selanjutnya dapat dilakukan komparasi antara data yang diperoleh melalui pengujian towing tank dan data-data hasil simulasi CFD. Dengan membandingkan kedua data tersebut, dapat dilihat sejauh mana tingkat kedekatan data hasil simulasi terhadap pengujian towing tank yang dianggap dapat mewakili kondisi yang dialami kapal pada saat pelayaran yang sesungguhnya. Untuk memudahkan pembandingan, kedua data tersebut akan disajikan dalam bentuk grafik untuk masing-masing nilai S/L. 10 5 0 0.2 0.3 0.4 Fn Hasil towing tank Hasil simulasi CFD 0.5 0.6 0.65

di mana: C : koeffisien hambatan gelombang (CW untuk hambatan gelombang dan CT untuk hambatan total) R : hambatan dalam satuan newton (RW untuk hambatan gelombang dan RT untuk hambatan total) : massa jenis air laut (1025 kg/m3) S : luas permukaan basah model (0,526 m2) V : kecepatan kapal (m/s) Variabel kecepatan didapatkan dari nilai Froud number (Fn) dengan menggunakan rumus : V = gL dimana: Fn : Froud number

Cw x 10-3

Gambar 2 Perbandingan nilai CW untuk S/L = 0.2

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 15 10 5 0 0.2 0.3 0.4 Fn Hasil towing tank Hasil simulasi CFD 0.5 0.6 0.65 15 CT x 10-3 10 5 0 0.2 0.3 0.4 Fn Hasil towing tank 0.5 0.6

G-33

CT x 10-3

0.65

Gambar 3 Perbandingan nilai CT untuk S/L = 0.2

Hasil simulasi CFD

Gambar 7 Perbandingan nilai CW untuk S/L = 0.4

8 6 4 2 0 0.2 0.3 0.4 Fn Hasil towing tank Hasil simulasi CFD 0.5 0.6 0.65

Gambar 4 Perbandingan nilai CW untuk S/L = 0.3

Pada gambar 1 - 6, terlihat bahwa untuk ketiga variasi S/L, nilai CW dan CT dari CFD pada Fn = 0.2-0.65 membentuk grafik dengan kecenderungan bentuk/trend yang sama dengan grafik yang didapatkan dari hasil pengujian towing tank. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara grafik, nilai CW dan CT yang diperoleh melalui simulasi CFD dapat dikatakan valid walaupun nilai CW dan CT yang diperoleh tidak sama persis dengan hasil pengujian towing tank. Nilai CW akan terus bertambah seiring bertambahnya Fn untuk semua variasi S/L sampai dengan Fn 0.5. Setelah Fn 0.5 nilai CW mulai menurun seiring dengan pertambahan Fn. Hal ini disebabkan mulai terjadinya wave breaking dan spray pada Fn di atas 0.5 [5]. V. KESIMPULAN

Cw x 10-3 CT x 10-3

15 10 5 0 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.65 Dari hasil simulasi numerik yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1 Untuk satu konfigurasi S/L, hambatan gelombang bertambah jika kecepatan (Fn) bertambah sampai dengan Fn 0.5. Pada Fn di atas 0.5 nilai hambatan gelombang akan mulai berkurang karena berkurangnya pengaruh gelombang terhadap demihulls dan terjadinya wave breaking dan spray. 2 Untuk nilai S/L yang disimulasikan, pada nilai kecepatan (Fn) yang sama, nilai hambatan gelombang akan berkurang jika S/L bertambah. 3 Hasil yang diperoleh dari simulasi CFD mendekati hasil dari pengujian towing tank. Hal ini ditunjukkan dengan kemiripan trend/kecenderungan grafik untuk nilai CW dan CT yang dihasilkan melalui pengujian di towing tank dan hasil simulasi CFD. Perbedaan nilai rata-rata antara hasil CFD dan eksperimen sebesar 7.763 % untuk CW dan 6.008 % untuk CT. UCAPAN TERIMA KASIH Hasil simulasi CFD Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. A. Jamaluddin dar LHI-BPPT yang telah memberikan data hasil pengujian towing tank dan diskusi terkait dengan pemodelan numerik.

Hasil towing tank

Hasil simulasi CFD

Gambar 5 Perbandingan nilai CT untuk S/L = 0.3

8 6 4 2 0 0.2 0.3 0.4 Fn Hasil towing tank 0.5 0.6 0.65

Cw x 10-3

Gambar 6 Perbandingan nilai CW untuk S/L = 0.4

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 DAFTAR PUSTAKA
[1] [2] Utama, I K. A P. Kapal Riset yang Ekonomis dengan Lambung Katamaran. Surabaya: Intitut Teknologi Sepuluh Nopember (2009). Jamaluddin, A. Kajian Eksperimen dan Numerik Interferensi Hambatan Gelombang dan Viskos pada Lambung Kapal Katamaran. Surabaya (2012). Harvald, S. V.. Tahanan dan Propulsi Kapal. Surabaya: Airlangga University Press (1992). Compass. Tdyn Tutorial. Marzo: Compass (2007). Anggara, S. CFD Evaluation of Catamaran Resistance with configuration of Bulbous bow Goose Neck. Surabaya (2012).

G-34

[3] [4] [5]

Anda mungkin juga menyukai