Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia yang mulai ditemukan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968 merupakan masalah yang klasik, yaitu kejadiannya hamper dapat dipastikan setiap tahun, khususnya di awal musim penghujan. kerugian dapat berbentuk materi yaitu berupa biaya pengobatan ataupun moril yaitu berupa korban jiwa (Wuryadi, 1994). Penyakit demam berdarah ditularkan oleh suatu vektor yaitu nyamuk Aedes aegypti dan juga nyamuk kebun (Aedes albopictus). selain sebagai vektor penyakit DBD, nyamuk ini berperan juga sebagai vektor penyakit lain seperti filariasis (penyakit kaki gajah) dan lainnya (Cheng, 1973 dan Christoper, 1960). Nyamuk ini bersifat antropofilik artinya lebih

menyenangi menhisap darah manusia dibandingakan dengan mengisap darah hewan (Gunandini, 2006). Dalam waktu satu minggu setelah digigit nyamuk Aedes aegypti, orang tersebut dapat menderita penyakit demam berdarah dengue. Sampai saat ini belum ada vaksin untuk pencegahan penyakit DBD, dan belum ada obat-obatan khusus untuk pengobatannya. Dengan demikian pengendalian DBD tergantung pada pengendalian nyamuk Aedes spp. (Soedarmono, 1988).

Dari data statistik jumlah kasus penderita DBD di Indonesia, pada tahun 2005 jumlah kasus penderita DBD adalah 80.837 orang, tahun 2006 jumlah kasus penderitanya 72.812 orang dan pada tahun 2007 jumlah kasus penderita DBD jumlahnya lebih tinggi dibanding 2005. Dari data statistik tersebut menunjukan jumlah kasus penderita DBD dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sehingga perlu dilakukan pencegahan penyakit DBD (Yahya, 2008). Untuk mengurangi insidensi penyakit DBD, pengendalian penyebaran dapat dilakukan dengan berbagai usaha, misalnya menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vektor dengan menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk, mengoleskan repellent pada kulit, membersihkan tanaman air, atau membasmi nyamuk dewasa dengan menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar. Selain itu dapat pula memutus daur hidup nyamuk dengan membasmi jentiknya (Rampengan, 1997). Masyarakat sering menggunakan zat kimia untuk mengurangi populasi jentik nyamuk, misalnya dengan menebarkan bubuk temephos ke dalam air. Zat kimia lain seperti pyrazophos, phosmet,

dichlorodiphenyltrichloroethane juga sering digunakan sebagai larvasida dan insektisida. Namun usaha pemutusan mata rantai

perkembangbiakkan nyamuk dengan menggunakan zat kimia sintetik secara berlebihan sering memiliki efek samping yang membahayakan manusia seperti gangguan pernafasan dan pencernaan (Valiant, Soeng, dan Tjahjani, 2010).

Saat ini perlu dikembangkan bahan alami yang mempunyai larvasida namun ramah lingkungan. larvasida alami yang menjadi subjek penelitian ilmiah di Indonesia masih sangat sedikit, padahal Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan ragam hayati terbesar di dunia dengan kurang lebih 30.000 jenis tumbuh-tumbuhan dan biota laut (Depkes RI, 2005, , http://www.depkes.go.id, diperoleh tanggal 12 Februari 2013). Kandungan zat-zat yang terdapat dalam tanaman yang digunakan sebagai insektisida dan larvasida alami relatif mempunyai efek samping yang jauh lebih lebih aman dan kecil bagi manusia

(Purbaningsih, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Utomo, dkk (2010) bahwa serbuk biji papaya dalam dosis 200mg/100 ml dapat membunuh 100% larva Aedes aegypti setelah pemaparan 24 jam. Valiant (2010) Infusa daun papaya memiliki potensi membunuh larva nyamuk Culex spp. pada konsentrasi 2%. Hal ini dikarenakan daun pepaya mengandung alkaloid (senyawa yang bisa bersifat racun dan menggagalkan proses metamorfosis). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai efektivitas air perasan daun pepaya

(Carica papaya L.) terhadap mortalitas larva Aedes aegypti.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Pada konsentrasi berapa air perasan daun papaya (Carica papaya L.) terdapat tingkat mortalitas larva Aedes aegypti minimal 50% LC50 (Lethal Concentration50) ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui gambaran tentang mortalitas air perasan daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap larva Aedes aegypti. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui perbedaan jumlah kematian larva Aedes aegypti pada pemaparan air perasan daun pepaya (Carica papaya L.) dengan berbagai tingkat konsentrasi. b. Menghitung LC50 (Lethal Concentration50) dari air perasan daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap larva Aedes aegypti.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Memberikan informasi ilmiah mengenai larvasida alamiah. 2. Aplikatif Memberikan sumbangan informasi secara alternatif kepada masyarakat pada umumnya dan Depkes pada khususnya bahwa perasan daun pepaya dapat dimanfaatkan sebagai larvasida yang ramah lingkungan untuk memberantas larva nyamuk Aedes aegypti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pepaya (Carica papaya L.) Pepaya ( Carica papaya) bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman papaya diduga berasal dari Amerika Tengah yang beriklim tropis. Tanaman ini oleh para pedagang Spanyol disebarluaskan ke berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, tanaman ini baru dikenal secara umum sekitar tahun 1930an, khususnya di kawasan pulau Jawa. Tanaman ini sangat mudah dijumpai, karena mudah tumbuh pada setiap musim (Fitria, 2005). Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh hingga setinggi 5-10 meter dengan daun-daunan yang

membentuk serupa spiral pada batang pohon bagian atas. Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan berlubang di bagian tengah (Tjitrosoepomo, 2002).

Gambar 2.1: Daun pepaya


Sumber: http://www.manfaatalam.com/wp-content/uploads/2012/05/daunpepaya.jpg, diperoleh tanggal 12 Februari 2013

Bunga pepaya memiliki mahkota bunga bewarna kuning pucat dengan tangkai atau duduk pada batang. Bunga jantan pada tumbuhan jantan tumbuh pada tangkai panjang. Bunga biasanya ditemukan pada daerah sekitar pucuk (Tjitrosoepomo, 2002).

Gambar 2.2: Bunga pepaya


Sumber:http://4.bp.blogspot.com/_KJVt0oQNZTk/SwQQ9xfuAUI/AAAAAAA AAM8/cbNbLq0O7YE/s1600/kembang-pepaya-25871.jpg, diperoleh tanggal 13 Februari 2013

Bentuk buah bulat hingga memanjang, dengan ujung biasanya meruncing. Warana buah ketika muda hijau gelap, dan setelah matang hijau muda hingga kuning (Tjitrosoepomo, 2002)..

Gambar 2.3: Buah pepaya


Sumber:http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/7f/Buah_pepa ya_%282%29.JPG, diperoleh tanggal 13 Februari 2013

1. Klasifikasi Menurut Tjitrosoepomo (2002) kedudukan tanaman pepaya dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotylidonae : Caricalis : Caricaceae : Carica : Carica papaya L.

2. Senyawa penyusun Daun Pepaya Berdasarkan penelitian para ahli, daun pepaya diketahui mengandung 35 mg/100 mg. Tocophenol. Sementara itu, daun pepaya muda juga diketahui banyak mengandung zat bernama alkaloid juga enzim papain. Enzim ini identik dengan getah berwarna putih kental. Fungsi dari enzim ini sendiri adalah untuk memecah protein sebab ia bersifat proteolitik. Sementara itu, pada daun pepaya yang sudah tua, senyawa yang dominan justru Fenolik. Seorang ahli bernama Suhartono, secara umum menyimpulkan bahwa, daun pepaya mengandung 3 varian enzim yakni papain sebanyak 10%, Khimoprotein sebanyak 45% dan juga Lisozim sebanyak 20% per 100%. Enzim khimoprotein sendiri berfungsi sebagai katalisator dalam reaksi hidrolisis antara protein dengan poplipetida. Sementara itu enzim lisozim berperan sebagai anti-bakteri

dan bekerja dengan cara memecah dinding sel pada bakteri (Santoso, 1993). Rasa pahit pada daun pepaya disebabkan oleh kandungan senyawa alkaloid karpainnya (C14H25NO2). Zat ini sangat ampuh digunakan sebagai penurun deman, mereduksi tekanan darah dan membunuh mikroba seperti amuba. Daun pepaya juga kabarnya ampuh untuk mengobati penyakit semacam disentri, sipilis, beri-beri, asma, bisul dan penghilang noda. Sementara itu, kandungan enzim papain pada daun pepaya khususnya yang masih muda bisa melembutkan daging dan ampuh digunakan sebagai pemulih jaringan kulit yang luka karena jerawat ataupun luka bakar (Santoso, 1993).

B. Vektor penyakit demam berdarah 1. Epidemiologi Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia. Walaupun spesies ini ditemukan di kota-kota pelabuhan yang penduduknya padat, nyamuk Aedes aegypti juga ditemukan di daerahdaerah pedesaan. Penyebaran nyamuk Aedes aegypti dari pelabuhan ke desa-desa disebabkan karena larva nyamuk Aedes aegypti terbawa melalui alat transportasi yang mengangkut benda-benda berisi air hujan yang mengandung larva nyamuk. Walaupun nyamuk Aedes aegypti umurnya pendek yaitu kira-kira 10 hari, tetapi dapat menularkan virus dengue yang masa inkubasinya antara 3-10 hari (Sutanto, 2008).

2.

Klasifikasi Menurut Gandahusada (2000: 217) klasifikasi nyamuk Aedes aegypti adalah sebagi berikut: Kingdom Phylum Sub phylum Kelas Ordo Sub-ordo Superfamili Famili Sub-famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Unimaria : Insecta : Diptera : Nematocera : Culicoides : Culicidae : Culicinae : Aedes : Aedes aegypti

3. a.

Morfologi Telur Telur bewarna hitam dan setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar seratus butir telur dengan ukuran sekitar 0,7 mm perbutir. Berbentuk oval yang menempel pada dinding tempat penampungan air. pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur terendam air (Soedarto, 1995).

10

Gambar 2.4: Telur Aedes sp.


Sumber:http://www.cdc.gov/ncidod/dvbid/arbor/images/mosqeggs.jpg, diperoleh tanggal 12 Februari 2013

b.

Larva Stadium larva biasanya berlangsung 6-8 hari. Larva aedes aegypti mempunyai ciri-ciri antara lain adanya corong (siphon) udara pada segmen terkhir, pada segmen abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas, pada corong udara terdapat pectan, sepasang rambut serta jumbai akan dijumpai pada corong, setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1-3, bentuk individu dari comb scale seperti duri, sisi toraks terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang rambut di kepala (Arshad, 2003).

11

Gambar 2.5: Larva Aedes spp.


Sumber:http://armymedical.tpub.com/MD0170/MD01700121im .jpg, diperoleh tanggal 11 Februari 2013

Ada 4 tingkatan (instar) larva Aedes aegypti, masing-masing tingkatan mempunyai ciri-ciri dan ketahanan yang berbeda, yaitu (Soedarto, 1995): 1) Larva instar I, berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm atau 1-2 hari setelah telur menetas, duri-duri (spinae) pada toraks belum jelas dan corong pernafasan pada siphon belum jelas 2) Larva instar II berukuran 2,5-3,5 mm atau 2-3 hari setelah telur menetas, duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam. 3) Larva instar III berukuran 4-5 mm atau 3-4 hari setelah telur menetas, duri-duri toraks mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat kehitaman. 4) Larva instar IV berukuran paling besar yaitu 5-6 mm atau 4-6 hari setelah telur menetas, dengan warna kepala gelap.

12

c.

Pupa Pupa berbentuk seperti koma, kepala dan dadanya bersatu dilengkapi sepasang terompet pernafasan. Stadium pupa ini adalah stadium tidak makan dan bila terganggu, pupa akan anaik turun di dalam wadah air. Pupa akan menjadi nyamuk dewasa dalam waktu kurang dua hari (Soedarto, 1995):

Gambar 2.6: Pupa Aedes spp.


Sumber: http://www.arbovirus.health.nsw.gov.au/mosquit/photos/aedes_aeg ypti_pupa.jpg, diperoleh tanggal 11 Januari 2013

d.

Nyamuk dewasa Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayap. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa mencapai 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai dua sampai tiga bulan. Paha kaki belakang bagian luar sebagian besar putih. Tarsale dengan hubungan putih lebar. Scutum dengan sepasang

13

garis lengkung di bagian luar dan dua garis pendek di bagian tengah, membentuk lira (Gandahusada, 1999).

Gambar 2.7: Nyamuk dewasa Aedes aegypti


Sumber:http://news.thomasnet.com/green_clean/wpcontent/uploads/2012/01/aedes-aegypti.jpg, diperoleh tanggal 13 Februari 2013

4.

Daur hidup Daur hidup nyamuk Aedes aegypti melalui metamorphosis sempurna yaitu dimulai dari telur larva pupa dewasa. Nyamuk betina meletakkan telur di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur. Setelah kira-kira dua hari, telur menetas menjadi larva lalu

mengadakan pengelupasan kulit sebanyak empat kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya dewasa. Pertumbuhan dari telur menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Gandahusada, 1999).

14

Gambar 2.8: Daur hidup Aedes aegypti


Sumber:http://www.cdc.gov/dengue/images/ento_ecol/m_lifecycle.jpg

15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode penelitian 1. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. Sampel larva Aedes aegypti yang digunakan adalah larva instar III. Pengujian menggunakan air perasan daun pepaya dengan 10 taraf konsentrasi yaitu dari konsentrasi 10%

samapi dengan konsentrasi 100%. Pengamatan larva yang mati dilakukan pada 24 jam pertama. 2. Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah post test only control group design yaitu suatu rancangan percobaan yang terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, pengumpulan sampel untuk kedua kelompok dilakukan secara acak.

B. Populasi dan Sampel penelitian 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah larva Aedes aegypti hasil penangkaran dari telur yang diperoleh dari Loka Litbang

Pemberantasan

Penyakit

Bersumber

Binatang

(P2B2) Ciamis.

Penangkaran dilakukan di laboratorium Parasitologi STIKes Jenderal Achmad Yani Cimahi.

16

2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah larva Aedes aegypti berumur 3-4 hari (instar III) yang diambil secara acak dari populasi larva Aedes aegypti yang ditangkarkan di laboratorium Parasitologi STIKes Jenderal Achmad Yani Cimahi. Banyaknya ulangan dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hanifah, 1990): (t-1)(r-1) 15, sehingga jumlah ulangan 3 kali. Jumlah sampel 3 x 11 gelas x 20 ekor larva, jadi jumlah seluruhnya 660 ekor larva.

C. Pengumpulan Data Data hasil penelitian diperoleh dengan tahapan sebagai berikut: 1. Mempersiapkan Larva uji Telur Aedes aegypti Penyakit yang diperoleh dari Loka (P2B2) Litbang Ciamis

Pemberantasan

Bersumber

Binatang

ditetaskan dalam nampan plastik kemudian telur ditetaskan menjadi larva di Laboratorium Parasitologi Jurusan Analis Kesehatan STIKes Jenderal Achmad Yani Cimahi. Larva yang menetas diamati sampai mencapai perkembangan instar III. 2. Mempersiapkan larutan uji Daun pepaya diperoleh dari perkebunan di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Daun pepaya dicuci sampai bersih kemudian dikeringkan. Setelah kering kemudian dihaluskan dan dibuat air perasan dengan pelarut air akuades dalam 10 taraf konsentrasi yaitu 10% sampai dengan 100% (tanpa

17

menambahkan akuades). Pembuatan larutan uji dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus: V1 X M1= V2 X M2

2. Pengujian Larutan Uji terhadap Larva Uji Pada masing-masing konsentrasi larutan uji dimasukan larva uji sebanyak 20 ekor, sebagai kontrol dimasukan larva uji ke dalam akuades. 3. Pengamatan Kematian Larva Pengamatan terhadap kematian larva uji dilakukan selama 24 jam. Larva yang mati dihitung dan dikeluarkan dari wadah. Jumlah larva yang mati dihitung untuk setiap konsentrasi.

D. Prosedur Penelitian 1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian, tercantum pada tabel berikut ini: Tabel 3.1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nama Alat Batang pengaduk Baki (tray) Gelas kimia Kain kassa Mortir dan stampler Neraca teknik Pipet tetes Penyaring Spesifikasi Gelas, P = 25 cm 35x24x5 cm 100 ml 0,01-600,00 gram Jumlah 1 buah 3 buah 6 buah Secukupnya 1 buah 1 unit 1 buah 1 buah

2.

Bahan

18

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian, tercantum pada tabel berikut ini:

Tabel. 3.2. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian No 1. 2. 3. Nama Bahan Air perasan daun pepaya (Carica papaya L.) Akuades Larva Aedes aegypti Spesifikasi Instar III Jumlah Secukupnya 250 ekor

3.

Cara Kerja a. Pembuatan Air Perasan Daun Pepaya (Sulistyoningsih dkk, 2009) 1) Daun pepaya dicuci dengan air mengalir dan dibilas dengan aquades sampai bersih kemudian keringkan. 2) Daun pepaya dihaluskan dengan mortir dan stampler. 3) Peras dengan perasan untuk mendapatkan sari daun pepaya dengan konsentrasi 100%. 4) Air perasan daun tomat tersebut kemudian diencerkan dengan Akuades untuk mendapatkan air perasan daun tomat dengan 10 taraf konsentasi 10% sampai dengan 100%.

b. Persiapan Larva (Sulistyoningsih dkk, 2009) 1) Larva yang sudah didapat kemudian dimasukan dalam gelas kimia yang sudah berisi air perasan daun pepaya dengan berbagai konsentrasi.

19

2) Masing-masing gelas kimia diisi dengan 25 ekor larva Aedes aegypti instar III. 3) Diamkan selama 24 jam.

4) Setelah 24 jam larva nyamuk diamati dan dicatat jumlah larva yang mati. Tanda-tanda larva yang mati adalah larva tenggelam di dasar gelas dan tidak bergerak aktif.

E. Pengolahan dan Analisi Data 1. Pengolahan data Pengolahan data dilakukan melalui tahap yaitu: a. Editing yaitu mengkoreksi data kematian larva Aedes aegypti b. Tabulating yaitu memudahkan pada waktu menganalisis, maka data kematian larva yang diperoleh ditabulasikan dalam bentuk tabel. 2. Analisis data Secara deskriptif, data disajikan dalam bentuk tabel, persentase dan grafik, sedangkan secara analitik, menggunakan uji ANOVA (Analysis of Varian) untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata kematian larva Aedes aegypti pada berbagai konsentrasi air perasan daun pepaya. Kemudian melakukan uji korelasi dan regresi untuk memberikan hasil bahwa semakin meningkatnya konsentrasi, kematian larva semakin meningkat pula. sedangkan untuk perhitungan LC50 di uji dengan menggunakan uji probit.

20

F. Lokasi dan Waktu penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Parasitologi jurusan Analis Kesehatan (D-3) STIKes Jenderal Achmad Yani Cimahi. 2. Waktu penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013.

Anda mungkin juga menyukai