Anda di halaman 1dari 33

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN Nama Pasien Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Status Perkawinan Agama Suku Tanggal Masuk RS Tanggal Pemeriksaan No. RM : Ny. M : 50 tahun : Perempuan : Kutu Wetan, Jetis : Ibu Rumah Tangga : Menikah : Islam : Jawa : 8 Agustus 2012 : 8 Agustus 2012 : 1773xx

II. ANAMNESIS Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis dilakukan pada tanggal 8 Agustus 2012 A. Keluhan Utama Perut membesar. B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSUD Harjono pada tanggal 8 Agustus 2012 dengan keluhan perut membesar. Perut membesar dirasakan 2 minggu yang lalu. Perut membesar disertai dengan rasa kenceng-kenceng pada perutnya. Pasien tidak merasakan sesak. Selain itu pasien juga mengeluhkan kedua kakinya bengkak sehingga aktivitas berkurang. Awalnya, 3 minggu yang lalu pasien merasakan bengkak pada kelopak mata terutama saat bangun tidur. Pasien berobat ke Puskesmas dan pasien melakukan cek darah serta pemeriksaan urin. Akhirnya, pasien dirujuk untuk berobat ke poli dalam RSUD Dr. Harjono Ponorgo. Pasien mengaku selama empat kali berobat jalan, keluhan tidak berkurang dan 1

merasakan bengkak di kaki semakin bertambah. Pasien juga mengeluhkan BAK nya berbuih, Kemudian pasien berobat lagi ke poli dalam, dan akhirnya menjalani rawat inap di RSUD Ponorogo. Pasien tidak mengalami konstipasi maupun diare. BAB normal sehari 1 kali kadang 2 hari sekali dengan konsistensi lembek, tanpa mengejan, warna kuning.pasien. BAK tidak terasa sakit atau panas dan jumlahnya normal, pasien mengaku BAK berbuih seperti kocokan telur, jumlahnya normal tidak sakit ataupun panas. Pasien mengaku mengkonsumsi obat DM yaitu glibenklamid. Konsumsi obat glibenklamid sudah 5 tahun. Pasien mengaku selalu mengkonsumsi obat sesuai resep dokter tapi terkadang tidak teratur.

C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi disangkal Diabetes Mellitus ada sejak 5 tahun yang lalu. Riwayat Penyakit Ginjal disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat Kelainan pada hepar disangkal Alergi obat dan makanan disangkal Riwayat Asma disangkal Riwayat peyakit serupa ada 12 tahun yang lalu Riwayat Opname ada, 7 tahun yang lalu dengan apendisitis Riwayat trauma disangkal

D. Riwayat Keluarga Riwayat penyakit serupa dalam keluarga disangkal Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat Diabetes melitus ada Riwayat Penyakit Jantung disangkal Riwayat kelainan pada ginjal disangkal

Riwayat kelainan pada hepar disangkal Riwayat Asma disangkal

E. Riwayat Kebiasaan Riwayat minum jamu : ada, temulawak

Riwayat minum alkhohol : disangkal Riwayat konsumsi obat warung : disangkal Riwayat merokok : disangkal

F. Riwayat Sosial Pasien anak kedua dari enam bersaudara. Pasien lahir dan dibesarkan di Ponorogo. Pasien bekerja sebagai ibu Rumah tangga memiliki 2 orang anak. Sehari-hari pasien makan 3 kali dalam 1 hari dengan lauk nasi, tempe dan tahu. Pasien berobat dengan jamkesmas.

G. Riwayat Sistem Keadaan umum : Pasien tampak sedikit lemas. Kulit : Tidak tampak ruam atau perubahan lainnya. Kepala, mata, telinga, hidung, tenggorok : Tidak terdapat riwayat cedera kepala. Mata: tanpa keluhan. Telinga: pendengaran baik. Tidak terdapat keluhan tinnitus, vertigo, dan infeksi. Hidung dan sinus: tidak ada keluhan epistaksis dan gangguan sinus. Tenggorok (mulut dan faring): pasien tidak mengalami perdarahan gusi baik kondisi biasa maupun saat menyikat gigi. Tidak terdapat keluhan nyeri menelan atau tenggorokan kering. Leher : Tidak teraba benjolan, gondok, dan tidak terdapat rasa nyeri. Tidak terdapat pembesaran kelenja r getah bening. Respiratorius : Tidak terdapat batuk, wheezing, sesak napas. Kardiovaskuler : Tidak diketahui riwayat penyakit jantung atau tekanan darah tinggi. Tidak terdapat gejala dispnea, ortopnea, nyeri dada, atau palpitasi. 3

Gastrointestinal : Selera makan biasa, tiadak ada mual, muntah atau gangguan pencernaan. Buang air besar 1-2 kali sehari, dengan feses lembek. Tidak ada lendir darah. Tidak terdapat rasa nyeri, ikterus, penyakit kandung empedu atau hepar. Urinarius : BAK berbuih seperti kocokan telur, tidak sering kencing, tidak terdapat gejala disuria, hematuria, atau rasa pegal pada pinggang. Genitalia : Tidak ada infeksi pada vagina. Vaskular perifer : Tidak terdapat pelebaran pembuluh darah vena pada ekstremitas. Musculoskeletal : Terdapat bengkak pada kedua kaki, tidak nyeri. Neurologi : Tidak pernah pingsan, serangan epilepsy, gangguan motorik, atau sensorik. Daya ingat baik. Hematologi : Tidak terdapat perdarahan gusi, perdarahan hidung, atau perdarahan dibawah kulit spontan. Tidak ada gejala anemia. Endokrin : Permasalahan tiroid tidak diketahui dan tidak ada intoleransi terhadap suhu. Perspirasi terjadi secara normal. Terdapat riwayat diabetes sejak 5 tahun yang lalu. Psikiatri : tidak ada riwayat depresi atau riwayat pengobatan kelainan psikiatrik.

III.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : Ny. M seorang perempuan bertubuh sedang dengan usia 50 tahun. Cukup tanggap dalam menjawab pertanyaan. Penampakan rambut rapi, pakaiannya cukup bersih dan rapi. Warna kulitnya baik dan berbaring terlentang tampak nyaman. Kesadaran Vital signs Tekanan darah : 130/80 mmHg pengukuran pada lengan kanan dalam keadaan berbaring terlentang (supinasi). Nadi Respirasi rate : : 96 x/menit irama reguler, denyut kuat, isi cukup 24x/menit, tipe thoracoabdominal : compos mentis, GCS: E4V5M6

Suhu

36,4C berbaring pada akasila kanan.

Status gizi Tinggi badan : 160 cm. Berat badan (dengan pakaian) : 56 kg (harga normal = 18,5-22,5 kg/m2)

= 21,87 Kg/m2 Kesan : massa indeks tubuh normal

1. Kulit

: Ikterik (-), petechiae (-), acne (-), turgor cukup,

hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-), sianosis (-) 2. Kepala, Mata, Telinga, Hidung, dan Tenggorok : Kepala:

Rambut dengan tekstur normal, tidak rontok, tidak mudah dicabut. Kulit kepala tanpa lesi, normosefalik, atraumatik. Mata: Lapang pandang penuh dengan tes konfrontasi. Konjungtiva berwarna merah muda; sclera berwarna putih. Pupil isokor berukuran 4mm/4 mm; pupil berbentuk bulat, teratur, reflek cahaya (+/+). Gerakan ekstraokuler normal. Tepi kornea berbatas jelas tanpa tanda perdarahan dan eksudat, oedem palpebra (+/+). Telinga: kanalis auditorius kanan dan kiri bersih; serumen(-/-), secret(-/-), darah(-/). Ketajaman pendengaran cukup baik terhadap suara berbisik. Hidung : Mukosa berwarna merah muda, septum berada di garis tengah. Tidak ada nyeri tekan pada daerah sinus. Mulut: mukosa oral berwarna merah muda. Lidah dengan dasar warna merah; Lidah kotor(-). Gigi geligi tampak baik. Tonsil tidak tampak (T0/T0). Faring terlihat tanpa eksudat. 3. Leher : leher teraba supel, simetris, retraksi suprasternal (-),

trakea berada di tengah. Istmus tiroid hampir tidak teraba; lobus tiroid tidak teraba. JVP R0, pembesaran kelenjar limfe (-). 5

4. Thorax

Inspeksi: simetris, ketinggalan gerak (-), atropi musculus pectoralis (-), spider nevi (-), rontok bulu ketiak (-) a. Paru-paru Inspeksi : gerakan pernafasan simetris kanan kiri, retraksi intercostae (-), Palpasi :

Ketinggalan gerak Depan Belakang -

Fremitus Depan N N N N N N Belakang N N N N N N

Perkusi : Depan S S S S : sonor S S S Belakang S S S S S S

Auskultasi : Suara dasar vesikuler Depan + + + + Belakang + + + +

+ -

Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

b. Jantung Inspeksi : dinding dada pada daerah precordium

tidak cembung/cekung, IC cordis tak tampak. Palpasi : ictus kordis teraba kuat angkat pada SIC

V linea midclavicula sinistra. Perkusi : batas jantung. Batas kiri jantung : Atas : SIC II di sisi lateral linea parasternalis sinistra. Bawah : SIC V linea midclavicula sinistra Batas kanan jantung Atas : SIC II linea parasternalis dextra Bawah : SIC IV linea parasternalis dextra

Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, tidak terdengar bunyi S3 dan S4, bising(-) : : Dinding abdomen lebih tinggi daripada

5. Abdomen Inspeksi

thorak., distended (+), umbilikus tampak dan tidak ada inflamasi, kaput medusa (-) Auskultasi : peristaltik (+) normal. Perkusi Palpasi : Timpani pada seluruh lapang perut, ascites(+),

pekak beralih (+) : supel, nyeri tekan (-), lien tidak teraba, hepar

tidak teraba,ginjal tidak teraba, vesika urinaria tidak tegang, nyeri ketok costovertebrae (-) 6. Ekstrimitas : clubbing finger tidak ditemukan, palmar eritema (),terdapat edema pada ekstremitas inferior (+/+), pitting oedem inferior (+/+), akral hangat.

7. Musluloskeletal : Tidak tampak deformitas sendi. Kisaran gerak pada tangan, pergelangan tangan, sendi siku, tulang belakang, sendi paha, sendi lutut, dan pergelangan kaki tampak baik. 8. Neurologi : Status mental: kooperatif. Pemikiran koheren.

Berorientasi terhadap orang, tempat, dan waktu. Nervus kranialis IIXII utuh. Motorik: massa dan tonus otot tampak baik. Kekuatan 5/5 diseluruh tubuh. Seleberal: Gerakan silih berganti yang cepat dan gerakan point-to-point tampak utuh. Gaya berjalan tampak dinamis dan stabil. Sensoris: tes tusukan jarum, sentuhan ringan, posisi, dan stereognosis tampak utuh.

Pemeriksaan darah lengkap (tanggal 8 Agustus 2012) Pemeriksaan Hb Hasil 13,5 Satuan gr/dl Nilai Normal 11,0-16,0

Eritrosit Hematokrit Indeks Eritrosit MCV MCH MCHC Leukosit Trombosit Limph Mid Gran Ureum Creat

5,01 41,1

106 uL %

3,50 5,50 37-50

82,1 26,9 32,8 12,1 303 1,9 1,0 9,2 49,87 0,97

Pf Pg % 103 uL 103 uL 103/ul 103/ul 103/ul mg/dl mg/dl mg/dl UI UI mg/dl mg/dl gr/dl g/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl

82,5-92,0 27-31 32-36 5,0-10,0 100-300 0,8-4 0,1-0,9 2-7 10-50 0,7-1,4 60-115 0-38 0-40 0-0,35 0,2-1,2 3,5-5,5 2-3,9 140-200 36-165 45-150 0-190

Gula Darah Sewaktu 349 SGOT SGPT TBIL DBIL Alb Glob Chol TG HDL LDL 38,5 21,2 0,39 0,03 1,3 3,0 466 422 52 326

Pemeriksaan urin lengkap Pemeriksaan 08/08/12 10/08/12 13/08/12 Nilai normal

Berat jenis

1,015

1,015

1,020

1,0051,030

Ph Blood Bilirubin

7,0 -

6,0 +++ +++ 7-8 4-5 5-7

6,0 + 7-8 3-5 5-6

4,5-8,0 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 0-1/LP 0-2 /LP 0-2 Negatif

Urobilinogen Keton Protein Nitrit Glukosa Eritrosit Leukosit Epitel Silinder +++ +++ 8-10 5-7 6-8 granuler (+) Parasit Jamur Bakteri Kristal -

granuler (+) (+)

+ (+) amorf

CA Ox 2-3

Negatif Negatif Negatif Negatif

IV. RESUME/ DAFTAR MASALAH (yang ditemukan positif) A. Anamnesis 1. Perut membesar 2. Bengkak pada kedua kaki 3. Bengkak pada kelopak mata 4. BAK berbuih 5. Riwayat penyakit serupa 12 tahun yang lalu B. Diagnosia Fisik 1. Abdomen: Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, distended (+)

10

Perkusi: ascites dengan shifting dullness 2. Ekstremitas: oedem ekstremitas inferior (+/+), pitting oedem (+/+) C. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah lengkap GDA 349 mg/dl Leukosit 12. 103 uL GDS 349 mg/dl Albumin 1,3 gr/dl Kolesterol total 466 mg/dl Trigliserida 422 mg/dl LDL 326 mg/dl 2. Pemeriksaan urin lengkap Protein +++ Glukosa +++ Eritrosit 8-10 /LP Leukosit 5-7 /LP Epitel 6-8 Silinder : granuler . V. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING 1. Nefropati Diabetik 2. Diabetes Melitus tipe 2

11

VI. POMR Daftar Masalah


Perut membesar Bengkak pada kedua kaki Mata sipit karena bengkak BAK berbuih Riwayat sakit serupa 12 th yll Ddg perut>ddg dada, distended, ascites dg pekak beralih (+) ALB: 1,3 g/dl HDL: 52 mg/dl LDL: 326 mg/dl Chol: 466 mg/dl TG: 442 mg/dl Protein +++ :

Problem
Edema ekstremitas inferior Edema palpebra asites proteinuria hipoalbuminemia hiperlipidemia

Assessment
Nefropati diabetik

P. Diagnosis
USG abdomen biopsi ginjal

P. Terapi
Tirah baring Diet rendah protein 0,8gr/kgBB/ hr Diet rendah kolesterol <600mg/hr Diet rendah garam Infus PZ 12 tpm Inj Furosemid 3x2 amp Inj Ceftriaxone 2x1 gr Inf albumin 1 fl/hr Simvastatin 1x10 mg pasang DC

P. Monitoring
klinis vital sign UL (protein) kolesterol

12

GDA mg/dl

349 Hiperglikemia

DM tipe GDA 2 HbA1C Mikroalbu minuria tes

RCI 2x 2 IU IV Maintenanc e 3x6 IU GDA sampai 200

GDA per hari/pagi

Riwayat DM 5 th

I. FOLLOW UP Tanggal
9/08/12

Monitoring Bangsal
S: perut membesar, kaki bengkak O:TD :120/80 mmHg Nadi:80x/menit RR:16x/menit Suhu: 36,5 C

Terapi Inf PZ 7 tpm Inj Furosemid 3x1 amp AI 3x 6 IU Captopril 3x 12,5 mg Inj Cefotaxime 3x1 Methylprednisolon 16 mg Inf PZ 12 tpm Inj furosemid 3x2 amp Inj Ceftriaxone 2x1 gr AI 3x16 IU Inf albumin 1 fl/hr Methylprednisolon 3x16 mg Simvastatin 1x10 mg Captopril 3x12,5 mg Terapi lanjut 3x

edema palpebra (+/+), ascites (+) shifting dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+), pitting oedem (+/+) BB: 66 kg GDA : 349 10/08/12 S : perut membesar, kaki bengkak O : TD : 140/80 S : 36,9 C
0

N : 80 x/ menit RR : 24 x/menit

edema palpebra (+/+), ascites (+) shifting dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+), pitting oedem (+/+) BB 65 kg GDA 333

11/08/12

S : perut membesar, kaki bengkak O : TD : 130/90 N : 82 x/menit RR : 20 x/menit S : 36o C edema palpebra (+/+), ascites (+) shifting

13

dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+), pitting oedem (+/+) GDA 250 mg/dl Alb 1,9 g/dl 12/08/12 S : perut membesar, kaki bengkak O : TD : 140/90 N : 80 x/menit
o

Terapi lanjut AI 3x18 IU

RR : 18 x/menit S : 36,5 C edema palpebra (+/+), ascites (+) shifting dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+), pitting oedem (+/+) GDA 338 mg/dl 13/08/12 S : perut kembung, kaki bengkak O : TD : 150/80 N : 80 x/ menit S : 36,90C RR : 24 x/menit edema palpebra (-/-), ascites (+) shifting dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+), pitting oedem (+/+) GDA 307 mg/dl

Terapi lanjut AI 3x22 IU Methotrexat 2x/minggu 2,5 mg

14/08/12

S : kaki bengkak O : TD : 140/80 S : 36,1 C


0

Terapi lanjut
N : 76x/ menit RR : 20x/menit

AI 3x22 IU

edema palpebra (-/-), ascites (+) shifting dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+), pitting oedem (+/+) GDA 250 mg/dl 15/08/12 S : kaki bengkak O : TD : 130/90 S : 36,2 C
0

Terapi lanjut
N : 64 x/menit RR : 20 x/menit

AI 3x22 IU

edema palpebra (-/-), ascites (+) shifting dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+), pitting oedem (+/+) GDA 276 mg/dl, Alb 1,5 g/dl

14

TINJAUAN PUSTAKA

I.

NEFROPATI DIABETIK Nefropati diabetik (ND) merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal dan merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes mellitus (Sukandar, 2006; Sunaryanto, 2010). Penyakit ini terjadi 0-5 tahun sejak diagnosis DM ditegakkan (Lubis, 2006). Nefropati diabetik merupakan manifetasi mikroangiopati pada ginjal yang ditandai dengan adanya proteinuri yang mula-mula intermiten kemudian persisten, penurunan LFG, peningkatan tekanan darah yang perjalanannya progresif menuju stadium akhir berupa gagal ginjal terminal. (Arsono, 2009) Patogenesis penyakit ini bermula dari kelebihan gula darah yang memasuki glomerulus melalui fasilitas glucose transporter (GLUT), terutama GLUT1, yang menyebabkan aktivasi beberapa mekanisme seperti polyol pathway, hexomanine pathway, Protein Kinase C (PKC) pathway dan penumpukan zat yang disebut sebagai advanced glication end-product (AGEs). Kadar TGF- juga ditemukan meningkat. Keadaan-keadaan tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan progresifitas dari penyakit nefropati diabetik (Lubis, 2006). Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada glomerulus. Oleh karena terjadi kerusakan glomerulus maka sejumlah protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal. Protein utama yang diekskresikan adalah albumin (Sunaryanto, 2010). Penelitian dengan menggunakan micro-puncture menunjukkan bahwa tekanan intra glomerulus meningkat pada pasien DM. bahkan sebelum tekanan darah sistemik meningkat. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai hormone vasoaktif, seperti angiotensin-II (A-II) dan endotelin. (Lubis, 2006). Diagnosis nefropati diabetik dimulai dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah protein atau albumin di dalam urine sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode

15

pemeriksaan urine yang yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24 jam ataupun 20 g/menit, disebut juga sebagai mikroalbuminuria. Nefropati diabetik dapat dibedakan menjadi dua kategori utama berdasarkan jumlah albumin yang hilang pada ginjal, yaitu (Sunaryanto, 2010): 1. Mikroalbuminuria Terjadi kehilangan albumin dalam urine sebesar 30-300 mg/hari. Mikroalbuminuria juga dikenal sebagai tahapan nefropati insipien. 2. Proteinuri Terjadi bila terjadi kehilangan albumin dalam urine lebih dari 300 mg/hari. Keadaan ini dikenal sebagai makroalbuminuria atau nefropati overt. Sedangkan secara lebih rinci, derajat nefropati akibat penyakit DM dibagi menjadi 5 derajat, antara lain: 1. Derajat 1 (Hiperfiltrasi) Pasien mengalami peningkatan LFG sampai 40% dan terjadi pembesaran ginjal. Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2. 2. Derajat II (The Silent Stage) Terjadi perubahan struktur ginjal tapi LFG masih tinggi. Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2. 3. Derajat III (Mikroalbuminuria) Tahap awal nefropati yang nyata, terjadi penebalan membrane basalis, LFG masih tinggi, tekanan darah meningkat. Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2. 4. Derajat IV (Makroalbuminuria) Pasien mengalami proteinuria nyata dengan LFG turun dari normal dan tekanan darah meningkat. Dibagi dalam dua stadium berdasar besar kliren kreatinin: o Ringan : Kliren kreatinin sebesar 160 ml/menit/1,732 m2. o Berat : Kliren kreatinin sebesar 130 ml/menit/1,732 m2.

16

5.

Derajat V (Uremia) Terjadi gagal ginjal, syndrome uremik dan membutuhkan terapi hemodialisis. Besar kliren kreatinin <15 ml/menit/1,732 m2 (Lubis, 2006).

Evaluasi Pada saat diagnosa diabetes melitus ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah menjalani pengobatan rutin. (Hendromartono,2007). Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Association (ADA) adalah pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi, perhitungan laju filtrasi glomerulus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault yaitu : LFG (ml/menit/1,73m2) = (140-umur) x Berat badan *) 72 x kreatinin serum *) pada perempuan dikalikan 0,85 Tabel 3. Pemantauan Fungsi Ginjal pada Pasien Diabetes Tes Penentuan mikroalbuminuria Evaluasi awal Sesudah pengendalian gula darah awal (dalam 3 bulan diagnosis ditegakkan) Follow-up DM tipe 1 : tiap tahun setelah 5 tahun DM tipe 2 : tiap tahun setelah diagnosis ditegakkan Tiap 1-2 tahun sampai laju filtrasi glomerulus <100/ml/menit/1.73m2, kemudian tiap tahun atau

Klirens kreatinin

Saat awal diagnosis ditegakkan

17

lebih sering Kreatinin serum Saat awal diagnosis ditegakkan Tiap tahun atau lebih sering tergantung dari laju penurunan fungsi ginjal (Hendromartono,2007). Terapi Tatalaksana nefropati diabetik tergantung pada tahapan-tahapan apakah masih normoalbuminuria, mikroalbuminuria atau makroalbuminuria. Tetapi pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah melalui : 1. Pengendalian gula darah dengan olahraga, diet, obat anti diabetes. 2. Pengendalian tekanan darah dengan diet rendah garam, obat antihipertensi. 3. Perbaikan fungsi ginjal dengan diet rendah protein, pemberian Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB). 4. Pengendalian faktor-faktor ko-morbiditas lain seperti pengendalian kadar lemak, mengurangi obesitas (Hendromartono,2007).

18

II. DIABETES MELITUS TIPE 2 A.DEFINISI Diabetes Melitus (DM) merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Sudoyo Aru, 2006). Diabetes Melitus (DM) bukan penyakit yang disebabkan oleh satu faktor, tetapi merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh banyak faktor (multifaktor). DM dikarakterisasi oleh hiperglikemia kronik karena penurunan kerja insulin pada jaringan target (disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, resistensi insulin atau keduanya). Penurunan kerja insulin ini berhubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada jaringan termasuk hati (Sudoyo Aru, 2006). B. ETIOLOGI Diabetes Melitus (DM) tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.

Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Gustaviani, 2006). Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan klinis Diabetes Melitus (DM). Sel pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga terjadi hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi kelelahan sel pankreas, baru terjadi diabetes melitus klinis, yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang meningkat, memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus (Gustaviani, 2006).

19

C. FAKTOR RESIKO Faktor risiko diabetes tipe 2 terbagi atas: 1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat keluarga dengan diabetes, usia > 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM Gestasional dan riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg. 2. Faktor risiko yang dapat diperbaiki seperti berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2, kurang aktivitas fisik, hipertensi(>140/90 mmHg), dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl dan diet tinggi gula rendah serat. Faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes seperti penderita sindrom ovarium poli-kistik, atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin, sindrom metabolik, riwayat toleransi glukosa terganggu/glukosa darah puasa terganggu dan riwayat penyakit kardiovascular (stroke, penyempitan pembuluh darah koroner jantung, pembuluh darah arteri kaki) (Powers, 2005).

D. PATOFISIOLOGI Insulin adalah hormon kunci yang mengatur pengambilan glukosa dari darah ke dalam sebagian besar sel tubuh (terutama sel otot dan sel lemak). Karena itu kurangnya jumlah insulin atau kurang sensitifnya reseptor insulin memegang peranan penting pada seluruh tipe diabetes melitus. Sebagian besar karbohidrat dalam makanan yang kita makan dikonversi hanya dalam beberapa jam saja menjadi glukosa monosakarida, yang akan digunakan oleh tubuh sebagai bahan bakar. Insulin dilepaskan ke dalam darah oleh sel , yang ditemukan di pulau-pulau Langerhans pankreas, sebagai respon terhadap meningkatnya kadar glukosa darah setelah makan. Insulin digunakan oleh sekitar duapertiga sel tubuh untuk mengabsorbsi glukosa dari darah untuk dipergunakan sebagai bahan bakar, dikonversi ke molekul-molekul yang membutuhkan, atau untuk disimpan. Insulin juga merupakan hormon yang mengatur konversi glukosa menjadi glikogen untuk disimpan dalam hati

20

ataupun otot. Kadar glukosa darah yang rendah akan berdampak pada berkurangnya insulin yang dilepaskan sel pankreas dan konversi glikogen menjadi glukosa kembali. Proses ini diatur oleh hormon glukagon yang berperan sebagai lawan insulin. Kadar insulin yang tinggi meningkatkan proses anabolik seperti pertumbuhan sel dan duplikasi, sintesis protein, dan penyimpanan lemak. Insulin (atau kekurangannya) adalah tanda utama untuk konversi berbagai macam proses metabolisme dari katabolisme ke anabolisme, dan juga sebaliknya. Jika jumlah insulin yang tersedia tidak cukup, atau jika respon sel lemah terhadap insulin (resistensi insulin), atau jika insulin itu sendiri tidak poten, glukosa tidak akan diabsorbsi dengan baik oleh sel-sel tubuh yang membutuhkan dan juga tidak akan disimpan dengan baik di hati dan otot. Efek yang terjadi selanjutnya adalah tingginya kadar glukosa darah, sintesis protein yang buruk, dan kelainan metabolisme lainnya, seperti asidosis.

Skema 1 Patofisiologi hiperglikemia DM 21

E. MANIFESTASI KLINIK Gejala klasik Diabetes Melitus (DM) adalah rasa haus yang berlebihan (polidipsi), sering kencing terutama pada malam hari (poliuri), banyak makan (polifagi) serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg (Suyono, 2007).

F. PEMERIKSAAN Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk

mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM sebagai berikut: a. Usia >45 tahun b. Berat badan lebih >110% BB ideal atau IMT >23 kg/m2 c. Hipertensi (>140/90 mmHg) d. Riwayat DM dalam garis keturunan e. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >4000 gram f. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 150 mg/dl Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan

22

bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

G. DIAGNOSIS Diagnosis DM dapat ditegakan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakan atas dasar adanya glukosuria. Untuk penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukos darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dapat tetap dipergunakan dengan memperhatikan angkaangka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai dengan pembakuan WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler. Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM Kadar glukosa (mg/dl ) Bukan DM Belum pasti DM Sewaktu Plasma Vena Darah Kapiler Puasa Plasma Vena Darah Kapiler < 110 < 90 < 110 < 90 110 199 90 199 110 125 90 109 200 200 126 110 DM

Sumber: PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2006 Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik seperti tersebut dibawah ini:

23

b. Keluhan khas DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. c. Keluhan tidak khas DM: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. Diagnosis DM dapat ditegakan dengan 3 cara: 1. Gejala klasik DM + GDS 200mg/dl Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir 2. Gejala klasik DM + GDP 126mg/Dl Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8 jam. 3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO200mg/dl TTGO dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Keluhan klinik diabetes

Keluhan klasik DM (+)

Keluhan klasik DM (-)

GDP GPS

126 200

126 200

GDP GDS

126 200

100-125 140-199

<100 <140

Ulangi GDS atau GDP NORMAL GDP GDS >126 200 <126 <200 TTGO GD 2 JAM

200 DM

140-199

<140

TGT

GDPT

24

H. PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup Diabetes Melitus (DM) (Sudoyo Aru, 2006). Tujuan penatalaksanaan 1. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan

rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah. 2. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir

pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan maortalitas dini DM. Pilar Penatalaksanaan Diabetes Melitus (PERKENI, 2006) 1. Edukasi Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang : - Perjalanan penyakit DM - Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM - Penyulit DM dan risikonya - Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan - Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain - Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia) - Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia - Pentingnya latihan jasmani yang teratur - Masalah khusus yang dihadapi ( missal : hiperglikemia pada kehamilan) - Pentingnya perawatan diri - Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan 2. Terapi gizi medis (TGM) - Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan

kebutuhannya

guna mencapai target terapi.

25

- Prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada diabetisi perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. 3. Latihan jasmani Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30 menit yang sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval

Progressive Endurace training ). - Continous Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien melakukan jogging tanpa istirahat. - Rytmical Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan berelaksasi secara teratur. - Interval Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh : jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb. - Progressive Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan sampai hingga mencapai 30-60 menit. Sasaran Heart Rate = 75-85 % dari Maksimum Heart Rate Maksimum Heart Rate - Endurance Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan = 220-umur

kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging, berenang dan bersepeda. 4. Terapi Farmakologis

26

Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan TGM dan latihan jasmani (Sudoyo Aru, 2006). 1. Obat Hipoglikemik Oral ( OHO ) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan (Sudoyo Aru, 2006) : a. Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue): sulfonilurea dan glinid b. Penambah sensitifitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion c. Penghambat glukoneogenesis : metformin d. Pengambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase .

Cara pemberian OHO terdiri dari (PERKENI, 2006) : OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan Glimepiride Repaglinid, Nateglinid Metformin Acarbose Tiazolidindion : sebelum / sesaat sebelum makan : sebelum / sesaat sebelum makan : sebelum / pada saat / sesudah makan karbohidrat : bersama suapan pertama makan : tidak bergantung pada jadwal makan

Tabel 2 . Obat Hipoglikemik Oral di Indonesia Golongan Generik Mg/tab Dosis harian Lam a kerja Klorpropamid 100-250 100500 24-36 1 Frek/hari Waktu

27

Glibenklamid

2,5 5

2,5 15

12-24

12

Sulfonilurea

Glipizid Glikuidon

5 10 30

5 230 120

10-16 6-8

12 23

Sebelum makan

Glimepirid Glinid Repaglinid Nateglinid Tiazolidindio n Pioglitazon Rosiglitazon

1,2,3,4 0,5,1,2 120 4

0,5 - 6 1,5 - 6 360 4-8

24 24

1 3 3 1 Tdk bergantung

15,30

15 - 45

24

jadwal makan

Penghambat glukosidase

Acarbose

50-100

100300

Bersama suapan pertama

Biguanid

Metformin

500-850

2503000

6-8

1-3

Bersama/se sudah makan

Sumber : Sudoyo Aru, 2006 2. Insulin (Sudoyo Aru, 2006) Insulin diperlukan pada keadaan : - Penurunan berat badan yang cepat - Hiperglikemia berat yang disertai ketosis - Ketoasidosis diabetik - Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik

28

- Hiperglikemia dengan asidosis laktat - Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal - Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke ) - Diabetes melitus gestasional yang tidak trkendali dengan TGM - Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat - Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO Efek samping terapi insulin : - Efek samping utama adalah terjadinya hipoglikemia. - Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

ALLOGARITME PENGELOLAAN DM TIPE 2

29

VII. KOMPLIKASI Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun (Sudoyo Aru, 2006). I. Penyulit akut Penyulit akut DM sampai saat ini masih merupakan kegawatan yang harus ditangani dengan tepat dan benar karena hanya dengan cara itulah angka kematiannya dapat ditekan serendah mungkin. Ketoasidosis diabetik Hiperosmolar nonketotik Hipoglikemia II. Penyulit menahun 1. Makroangiopati, yang melibatkan : Pembuluh darah jantung Pembuluh darah tepi Pembuluh darah otak

30

2. Mikroangiopati: Retinopati diabetik Nefropati diabetik 3. Neuropati

31

DAFTAR PUSTAKA Carta A. Gunawan.Sindrom Nefrotik: Patogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin DuniaKedokteran No. 150, 2006 53. Website: kalbe farma. [cited 2012, Agustus9].Available:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18_150_Sindro maNefrotikPatogenesis.pdf/18_150_SindromaNefrotikPatogenesis.html Eric P Cohen.Nephrotic Syndrome. Website: emedicine nephrology.Mar 17, 2010. [cited Agustus 9, 2012]. Available:http://emedicine.medscape.com/article/244631overview. Gunawan A Carta. 2006. Sindrom Nefrotik Patogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta Hendromartono. 2007. Nefropati Diabetik: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1898-1901. Hiatt WR,. 2001. Medical Treatment of Peripheral Arterial Disease and Claudication. N Engl J Med. 344;1608-1621. Mansjoer Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran ed III,Jilid I. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta: hal. PABDI. 2005. Panduan Pelayanan Medik. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakutas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2002. Konsensus Pengelelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB Perkeni, Jakarta: hal 1-19. Powers C Alvin. 2005. Harrisons Principle of Internal Medicine 16th. Medical Publishing Division Mc Graw-Hill. North America. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.Hal:472 Soegondo S. 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed 4 jl 2. Perhimpunan Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Hal 1974-80. Soegondo S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th . Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Hal 1860

32

Stephen JM, William G. Nephrotic Syndrome. Pathophysiology of Disease. 5th ed. USA:Lange-Mc Graw Hill. 2003. Page: 476-47 Subekti I. 2004. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Hal 217-23. Sudoyo A, dkk. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II,Edisi V.Interna Publishing: Jakarta . Hal: 547-549 Sudoyo Aru.W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.Hal: 1857-1869 Supartondo, Waspadji S. 2003. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: hal 375. Suyono S. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Hal 7-14 Yunir Em, Soebardi Suharko. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 1864-7.

33

Anda mungkin juga menyukai