Anda di halaman 1dari 4

TONSILITIS

Patogenesis dan Patofisiologi Tonsilitis Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte kriptenya, sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara foodvorn yaitu melalui mulut bersama makanan (Aritomoyo D, 1980 dalam Boedi Siswantoro, 2003). Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik yang melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh makrofag, sel sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang menurun (Aritomoyo D, 1980 dalam Boedi Siswantoro, 2003) 2.5. Definisi Tonisilitis Kronis Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang sifatnya menahun. Tonsilitis kronis dapat berasal dari tonsilitis akut yang dibiarkan saja atau karena pengobatan yang tidak sempurna, dapat juga karena penyebaran infeksi dari tempat lain, misalnya karena adanya sekret dari infeksi di sinus dan di hidung (sinusistis kronis dan rhinitis kronik), atau karies gigi. Pada sinusitis kronik dan rhinitis kronik terdapat sekret di hidung yang mengandung kuman penyakit. Sekret tersebut kontak dengan permukaan tonsil. Sedangkan penyebaran infeksinya adalah secara hematogen maupun secara limfogen ke tempat jaringan yang lain. Adapun yang dimaksud kronik adalah apabila terjadi perubahan histologik pada tonsil, yaitu didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh dinding jaringan fibrotik dan dikelilingi oleh zona sel sel radang (Rivai L. dalam Boedi Siswantoro, 2003). Mikroabses pada tonsilitis kronis maka tonsil dapat menjadi fokal infeksi bagi organ organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain lain (Mawson S, 1987 dalam Boedi Siswantoro, 2003). Fokal infeksi adalah sumber bakteri / kuman didalam tubuh dimana kuman / produk produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan panyakit (Pradono AP, 1978 dalam Boedi Siswantoro, 2003). Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi. Penyebaran kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak dekat biasanya terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara hematogen. Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau toksemia (Ahmad A, 1988 dalam Boedi Siswantoro, 2003). Bakterimia adalah terdapatnya kuman dalam darah. Kuman kuman yang masuk ke dalam aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat pada tubuh. Darah merupakan jaringan yang mempunyai kemampuan dalam batas batas tertentu untuk membunuh kuman - kuman karena adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering terjadi bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung selama 10 menit sampai beberapa jam setelah tindakan (Boedi Siswantoro, 2003). Paradise et all (2002) mendapatkan hasil dari 58 penderita yang dilakukan tonsilektomi pada anak anak terbanyak pada kelompok usia 7 - 15 tahun yaitu sebesar 30%. Sedangkan pada penelitian Sing T (2007) yang dilakukan di poli THT Rumah Sakit Sarawak, Malaysia, terdapat sebanyak 657 penderita tonsilitis kronis dan terbanyak pada usia 14 tahun yaitu sebesar 58%. Pada penelitian Sing T (2002) mendapatkan laki laki 342orang (52%) dan wanita 315orang (48%). Farokah (2005) mendapatkan hasil penelitian laki laki 145 orang (48,2%) dan perempuan 156 orang (51,8%).

2.6. Etiologi Tonsilitis Kronis Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan tonsilitis akut, yang paling sering adalah kuman gram positif (Kazzi AA, 2002 ; Arif Mansyoer dkk, 2001). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang paling banyak ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus hemolyticus. Beberapa jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob. Pada hasil penelitian Suyitno S, Sadeli S, menemukan 9 jenis bakteri penyebab tonsilofaringitis kronis yaitu Streptococcus alpha, Staphylococcus aurius, Streptococcus hemolyticus group A, Enterobacter, Streptococcus pneumonie, Pseudomonas aeroginosa, Klabsiela sp., Escherichea coli, Staphylococcus epidermidis (Suyitno S, Sadeli S, 1995 dalam Farokah 2005). Meskipun tonsilitis kronis dapat disebabkan berbagai bakteri namun streptococcus hemolyticus group A perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar karena dapat menyebabkan komplikasi yang serius diantaranya demam rematik, penyakit jantung rematik, penyakit sendi rematik dan glomerulonefritis.

Dari sumber lain.. Patofisiologi Menurut Iskandar N (1993), patofisiologi tonsillitis yaitu : Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.

FARINGITIS

A. DEFINISI
Faringitis ( pharyngitis) adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok atau faring yang disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok. (Wikipedia.com).

B. ETIOLOGI
Faringitis disebabkan oleh virus dan bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab: common cold/flu Adenovirus mononukleosis atau HIV. virus influenza (A dan B). parainfluenza (tipe 1-4). adenovirus. ECHO. juga disebabkan oleh berbagi jenis kuman Bakteri yang menyebabkan faringitis antara lain: Streptokokus grup A Korinebakterium Arkanobakterium Streptococcus hemolitikus. Streptococcus viridians. Streptococcus piyogenes Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia pneumoniae.

C.

PATOFISIOLOGI Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang

berwarna kuning, putih, atau abu-abu terdapat pada folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengkak sehingaa timbul radang pada tenggorok atau faringitis. FARINGITIS KRONIS
DEFINISI Radang kronis yang mengenai mukosa faring dan jaringan limfonodular di dinding faring. ETIOLOGI Rhinitis kronis, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok dan minuman alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronis adalah penderita biasanya bernafas melalui mulut karena hidung yang tersumbat. PATOFISIOLOGI Akibat iritasi dan inflamasi kronis menyebabkan dinding belakang faring mengalami penebalan mukosa dan hipertrofi kelenjar limfe dibawahnya dan dibelakang arcus faring posterior ( lateral band ) / granula.

Anda mungkin juga menyukai