Anda di halaman 1dari 7

Abstrak

Umi Hazzar Nasution 1007101010066 umihazzarnst@gmail.com Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang banyak menyerang manusia dikalangan usia tertentu. Penyakit ini merupakan penyakit yang menyebabkan kematian pada urutan ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Penyakit stroke merupakan suatu penyakit yang ada didasari oleh penyakit lain seperti hipertensi dan diabetes mellitus. Stroke adalah penyebab depresi pada orang yang menderitanya. Orang yang menderita stroke cenderung memiliki resiko depresi yang lebih besar. Setengah dari penderita stroke mengalami kecacatan yang mengakibatkan keputus-asaan, merasa diri tidak berguna, tidak bergairah disertai menurunnya keinginan berbicara, makan dan bekerj yang menyebabkan suatu keadaan depresi. Tingkat depresi yang disebabkan stroke ada yang ringan sampe berat tergantung dengan keparahan lesi yang dialami. Pada pasien stroke terjadi perubahan biokimia seperti kenaikan serum hemosistein,penurunan asam folat,peningkatan tekanan darah dan terlebih lagi skor MMSE yang menurun.

Pendahuluan Stroke merupakan penyakit saraf dan menjadi salah satu problem kesehatan yang amat penting dan terus mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya sertadapat mengakibatkan kelumpuhan atau kecacatan bagi penderitanya. Selain itupengobatan dan terapi untuk penderita stroke pun harus dilakukan secara bertahap dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Di dunia kedokteran, stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke atau Cerebral Vasculer Accident (CVA) adalah penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena kurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. (Lenny, 2007). Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat setelah jantung dan kanker, diderita oleh 500.000 orang pertahunnya. Sedangkan di Indonesia, stroke, termasuk penyebab kematian utama, dengan 3 per 1000 penduduk menderita penyakit stroke dan jantung. Penelitian WHO (Bintariadi, 2007) seperlima sampai dengan setengah dari penderita stroke mengalami kecacatan menahun yang mengakibatkan munculnya keputusasaan, merasa diri tidak berguna, tidak ada gairah hidup, disertai menurunnya keinginan berbicara, makan dan bekerja, sedangkan 25% penderita dapat bekerja seperti semula. Menurut Penelitian dari Center for Advance of Health (Hadi, 2004) penderita stroke harus lebih waspada terhadap kemungkinan depresi yang semakin besar. Orang dengan stroke depresi meningkat sebesar 73% Tetapi ditegaskan pula bahwa tidak berarti bahwa setiap penderita stroke akan mengalami depresi, begitu pula sebaliknya.

Memang ada hubungan yang kuat diantara keduanya, tapi belum tentu merupakan hubungan sebab akibat. Seperti yang telah ditegaskan sebelumnya bahwa penderita stroke umumnya dapat berlanjut menjadi depresi. Artinya, para penderita sadar kondisinya sudah lain untuk melakukan ini dan itu secara rutin, seperti makan harus disuapi, jalan jadi lambat, dan mandi harus dibantu. Karena faktor mental, mereka jadi depresi: sering menangis dan suka melamun. Tiap kerabat yang datang untuk membesuk disambutnya dengan menangis. Orang-orang yang cenderung menjadi depresif itu biasanya sangat bergantung pada kasih sayang dan penghargaan orang lain. Sehingga apabila mereka itu merasa ditinggalkan oleh orang-orang yang dicintai, maka muncullah kemarahan-kemarahan primitif yang hebat, dan bisa berubah wujud menjadi fantasi-fantasi kematian serta fantasi bunuh diri (Kartono, 2002) Stroke adalah penyebab kematian terserintersering ketiga pada orang dewasa di Amerika Serikat. Angka kematian tiap tahun akibat stroke baru atau rekuren adalah lebih dari 200.000. Insiden stroke secara nasional adalah 750.000 pertahunnya. Walaupun depresi diketahui umum setelah pasca stroke, faktor resiko yang tetap sangat susah diidentifikasi dari literatur dan studi longitudinal menyarankan dapat berkorelasi akan berubah pada satuwaktu. Hasil dari penelitian bahwa riwayat stroke multipel, hipertensi, merokok dan penyakit pembuluh darah perifer dan diskret/ kerusakan pada subkortikal atau basal ganglia yang berubah di CT-Scan memliki keterkaitan pada pada depresi tingkat mayor pasca stroke dalam waktu yang lama. Lebih jauh lagi, pasien depresi stroke mayor memiliki gangguan kognitif yang lebih berat, peninggian serum hemosistein dan penurunan serum folet dibandingkan dengan stoke yang ringan dan abilitas fungsional yang baik.

Tingkat gejala depresi yang ditemukan pada populasi orang Brazil (HADS-depression: 19.2%; 15-item GDS: 29.7%)adalah sama dengan yang dilaporkan pada negara berkembang. Studi epidemologi menggunakan pengukuran yang berbeda untuk menentukan depresi pasca stroke. , jadi kesahihan dati model prediksi mungkin sangat sulit pada pengaturan budaya yang berbeda. Sebagian besar skala dulunya digunakan untuk menilai penderita depresi pasca stroke. Ditambah lagi, pengaruh lesi stroke pada depresi pasca stroke ini semkain parah karena faktor psikososial, dan mood-predictor yang berubah suatu waktu. Analisis multivariat menunjukkan disabilitas, fungsi sosial, fungsi kognitif yang menurun, pendidikan dan diabetes adalah faktor signifikan yang berasosiasi dengan depresi pasca stroke (diukur dengan HDS dan GDS) pada orang Brazil yang mengalami stroke. Depresi berhubungan dengan menurunnya aktivitas sosial dan ketergantungan ADL pada fase kronik.

. Hasil kumulatif insiden pertahun pada depresi mayor dan minor adalah 37.8% pada pasien stroke dan 25% pada pasien infark miokard. Perbedaan ini menghilang setelah mengontrol pada faktor seks, umur, dan level dari rintangan. Depresi terjadi saat tahun pertama pasca stroke dan pasca infark miokard saat faktor spesifik tersebut diikutsertakan. Insiden yang tinggi depresi pasca stroke itu sepertinya tidak menggambarkan sebuah mekanisme patologi yang spesifik. Penelitian lebih jauh diperlukan untuk menginvestigasi apakah faktor vaskular mengambil peran dalam kejadian depresi ini. Di Amerika Serikat perempuan membentuk lebih dari separuh kasus stroke yang meninggal, lebih dari dua kali lipat jumlah wanita yang meninggal akibat kanker payudara. The National Stroke Association mengajukan penjelasan bahwa faktor resiko stroke meningkat seiring bertambahnya usia dan wanita lebih lama hidup daripada laki-laki. Faktor resiko tambahan juga menimbulkan korban : perempuan berusia di atas 30 tahun yang merokok dan mengonsumsi kontrasepsi oral dengan kandungan estrogen yang lebih tinggi memilki resiko stroke 22 kali lebih besar daripada rata-rata. Karena kecacatan yang terjadi

setelah stroke dapat sangat merugikan, dan karena perempuan lebih besar kemungkinannya daripada pria maka The National Stroke Associationmemutuskan untuk memprioritaskan pendidikan tentang faktor risiko dan perawatan darurat, khususnya untuk perempuan. Faktor risiko yang sama yang sudah dikenal sebagai resiko untuk penyakit jantung aterosklerotik juga merupakan faktor resiko untuk stroke. Faktor resiko yang memodifikasi adalah fibrilasi atrium, diabetes mellitus, hipertensi, apnea tidur.

Menurut Prof. S.M. Lumbantobing, ahli saraf pada fakultas kedokteran UI (2001) menyatakan bahwa secara umum stroke dapat terbagi atas dua bagian yaitustroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke dapat diklasifikasikan dengan beberapa jenis dari kedua bagian besar stroke tersebut yaitu : a. Stroke Iskemik Menurut Prof. S.M. Lumbantobing, ahli saraf pada fakultas kedokteran UI (2001), stroke iskemik secara patofisiologis adalah kematian jaringan otak karena pasokan darah yang tidak mencukupi. Stroke iskemik disebabkan penggumpalan darah. penyebab utamanya adalah aterosklerosis pembuluh darah dileher dan kepala. Stroke iskemik terdiri dari : 1) Stroke Iskemik Trombotik: Stroke jenis ini terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah ke otak. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit ateroklerosis. 2) Stroke Iskemik Embolik: terjadi tidak dipembuluh darah otak, melainkan ditempat lain, seperti jantung. Penggumpalan darah Universitas Sumatera Utara terjadi dijantung, sehingga darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak. 3) TIA (Transient Ischemic Attack): serangan iskemik sementara. Gejalanya mirip stroke, tapi hanya terjadi dalam beberapa menit. Tidak sampai berjam- jam. Gejalanya antara lain : wajah pucat, tangan atau kaki kanan atau kiri- lumpuh. Vertigo (sakit kepala)juga menjadi salah satu gejala, juga disfagia (sulit menelan), lemahnya kedua kaki, mual, dan ataksia (jalan sempoyongan). Lalu pasien juga tak bisa berbicara atau memahami omongan orang, kesulitan melihat dengan satu atau kedua mata, serta hilangnya keseimbangan dan koordinasi. b. Stroke Hemoragik Ini jenis stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah diotak atau pembuluh darah otak bocor. Ini bisa terjadi karena tekanan darah ke otak tiba-tiba meninggi, sehingga menekan pembuluh darah. Stroke hemoragik terdiri dari : 1) Stroke Hemoragik Intraserebral: Pada kasus ini, sebagian besar orang yang mengalaminya bisa menderita lumpuh dan susah diobati. Pada stroke jenis ini pendarahan terjadi didalam otak. Biasanya mengenai basal ganglia, otak kecil, batang otak, dan otak besar. Jika yang terkena didaerah talamus, sering penderitanya sulit dapat ditolong meskipun dilakukan tindakan operatif untuk mengevakuasi perdarahannya. Universitas Sumatera Utara

2) Stroke Hemoragik Subaraknoid: Memiliki kesamaan dengan stroke hemoragik intraserebral. Yang membedakannya, stroke ini dipembuluh darah diluar otak, tapi masih didaerah kepala, seperti di selaput otak bagian bawah otak. Maski tidak didalam otak, perdarahan itu bisa menekan otak. Hal ini terjadi akibat adanya aneurisma yang pecah atau AVM (arteriovenous malformation)

3. Faktor Resiko Stroke Faktor resiko stroke adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang rentan terhadap serangan stroke. Faktor resiko stroke umumnya dibagi 2 golongan besar (Junaidi, 2004) : a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol : 1) Umur 2) Ras/ bangsa 3) Jenis Kelamin 4) Riwayat Keluarga (Orang tua, saudara) b. Faktor resiko yang dapat dikontrol 1) Hipertensi 2) Kencing Manis 3) Alkohol 4) Merokok 5) Stress Ada beberapa bentuk stres yang dapat menyebabkan seseorang terkena serangan stroke yaitu: a) Stres psikis seperti mental atau emosional b) Stres psikis yang dapat berupa aktivitas fisik yang berlebihan. 6. Obesitas/kegemukan 7. Transient Ischemic Attack (TIA Pascastroke didefenisikan sebagai keadaan individu setelah mengalami terjadinya serangan stroke (brain attack). Jika seseorang terkena serangan stroke maka yang terserang adalah bagian otak yang merukana pusat kendali bagi seluruh tubuh. Keadaan yang dialami oleh individu pascastroke akan berdampak pada fisik dan psikologis penderita. Pascastroke juga merupakan kondisi dimana individu kehilangan kendali atas bagian-bagian tertentu dalam tubuh serta pikarannya, hampir semua individu pascastroke tidak lagi dapat melakukan gerakan yang sempurna pada bagian tubuh tertentu dan individu mengalami kemunduran fungsi fisik dan perubahan pada perilakunya. Sering sekali pada pascastroke diberikan program rehabilitasi berlanjut ataupun rawat jalan. Pascastroke mengalami berbagai masalah

seperti masalah fisik, mental, seksual, emosional, lingkungan, dan pekerjaan. Sutrisno (2007) menyatakan bahwa kondisi penderita kelumpuhan pascastroke mengalami keterbatasan fisik, dan adnya efek psikologis terhadap Universitas Sumatera Utara kondisi cacat yang dialami penderita. Penderita kelumpuhan pascastroke biasanya menjadi pribadi yang pemurung, putus asa, sedih, mudah tersinggung dan kecewa. Dari defenisi diatas dapat kita simpulkan bahwa penderita kelumpuhan pascastroke adalah kondisi dimana individu setelah terserang stroke yang mengakibatkan kelumpuhan pada individu yang berdampak pada fisik dan psikologis individu tersebut. Peneliti memasukkan teori defenisi penderita kelumpuhan pascastroke, sebagai tambahan informasi kepada peneliti, agar peneliti mengetahui defenisi penderita kelumpuhan pascastroke dan akibat yang ditimbulkan oleh kelumpuhan pascastroke. 1. Pengertian Depresi Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan yaitu suatu perasaan tidak ada harapan lagi. Individu yang mengalami depresi pada umumnya menunjukkan gejala psikis, gejala fisik dan sosial yang khas, seperti murung, sedih berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan tersinggung, hilang semangat, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi, dan menurunnya daya tahan. Dalam Chaplin (2002) depresi didefinisikan pada dua keadaan, yaitu pada orang normal dan pada kasus patologis. Pada orang normal, depresi merupakan keadaan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak puas, menurunnya kegiatan, dan pesimis dalam menghadapi masa yang akan datang. Pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmampuan ekstrem untuk bereaksi terhadap perangsang, disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpastian, tidak mampu dan putus asa. Perbedaan depresi normal dengan depresi klinis terletak pada tingkatannya, namun keduanya memiliki jenis simtom yang sama. Tetapi depresi unipolar atau mayor depresi mempunyai simtom yang lebih banyak, lebih berat (severely), lebih sering, dan terjadi dalam waktu yang lebih lama. Namun batas antara gangguan depresif normal (normal depressive disturbance) dengan gangguan depresif klinis (clinically significant depressive disorder) masih kabur (Rosenhan & Seligman, 1989). Radloff (1977) telah mengembangkan sebuah skala CES-D untuk mendeteksi simtom-simtom depresi pada populasi umum. Komponen utama simtomatologi depresif yang digunakan dalam skala CES-D diidentifikasi dari literatur klinis dan studi faktor analisis. Melalui skala CES-D individu dikatakan mengalami simtom-simtom depresi melalui keempat faktor, yaitu: 1. Depressed effect/negative affect merupakan perasaan-perasaan, emosi, atau suasana hati yang dirasakan negatif seperti perasaan sedih, tertekan, kesepian, dan menangis, 2. Somatic symptoms merupakan gejala psikologis yang dirasakan berkaitan dengan keadaan tubuh seperti merasa terganggu, berkurang atau bertambahnya nafsu makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur, dan sulit memulai sesuatu, 3. Positive affect merupakan perasaan, emosi, suasana hati yang dirasakan positif bagi individu dan memiliki harapan yang merupakan kebalikan dari perasaan negatif, dan 4. Interpersonal relation merupakan perasan negatif yang dirasakan individu berkaitan dengan perilaku orang lain seperti tidak bersahabat dan merasa tidak disukai. Berdasarkan berbagai definisi dari faktor-faktor yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan pengertian depresi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami simtomsimtom perasaan sedih, tertekan, kesepian, berkurang nafsu makan, membutuhkan usaha

lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur, kesulitan untuk memulai mengerjakan sesuatu, merasa tidak bersahabat, dan merasa tidak disukai orang lain. 2. Gejala Depresi Dalam DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder fourth edition Text Revision) (American Psychiatric Association, 2000) dituliskan kriteria depresi mayor yang ditetapkan apabila sedikitnya lima dari gejala di bawah ini telah ditemukan dalam jangka waktu dua minggu yang sama dan merupakan satu perubahan pola fungsi dari sebelumnya, paling tidak satu gejalanya ialah salah satu dari mood tertekan atau hilangnya minat atau kesenangan (tidak termasuk gejala-gejala yang jelas yang disebabkan kondisi medis umum atau mood delusi atau halusinasi yang tidak kongruen). a. Mood tertekan hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, sebagaimana ditunjukkan oleh laporan subjektif atau pengamatan dari orang lain. b. Ditandai dengan berkurangnya minat dan kesenangan dalam semua, atau hampir semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (ditunjukkan oleh pertimbangan subjektif atau pengamatan dari orang lain). c. Berkurangnya berat badan secara signifikan tanpa diet atau bertambahnya berat badan (seperti perubahan lebih dari 5% berat badan dalam sebulan), atau berkurangnya atau bertambahnya nafsu makan hampir setiap hari (pada kanak-kanak, pertimbangkan juga kegagalan untuk mendapatkan tambahan berat badan). d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari e. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang kegelisahan atau rasa terhambat) f. Lelah atau kehilangan tenaga hampir setiap hari g. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai (yang mencapai taraf delusional) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri sendiri atau rasa bersalah karena sakitnya). h. Menurunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, atau ragu-ragu hampir setiap hari (baik atas pertimbangan subjektif atau pengamatan dari orang lain) i. Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya takut akan kematian), atau usaha bunuh diri atau adanya suatu rencana spesifik untuk bunuh diri.

Kesimpulan Penyakit stroke adalah salah satu penyakit yang mengakibatkan penderitanya mengalami tingkat depresi tertentu sesuai dengan tingkat kecacatan lesi cerebralnya. Pada beberapa penelitian menjelaskan bahwa stroke disebabkan oleh berbagai penyakit yang mendasarinya di antaranya adalah : hipertensi atau penyakit pembuluh darah perifer, diabetes dan lain sebagainya. Stroke juga berakibat pada perubahan-perubahan biokomia tubuh di antaranya adalah kenaikan serum hemosistein dan penurunan asam folat selain itu peningkatan tekanan darah serta yang skor MMSE pada pasien pasca stroke menurun yang kemungkinan ada hubungannya dengan depresi.

Saran Penulis menyarankan agar para penderita stroke harus diintervensi sedemikian rupa agar tingkat depresi yang ditimbulkan bisa menurun. Intervensi yang dilakukan mungkin dengan merawat pasien stroke dengan baik dan selalu memberi semangat kepada mereka agar mereka terhindar dari rasa terkucilkan ataupun rasa tidak berguna. Maka dari itu perlu diberikan penyuluhan kepada orang-orang yang merawat pasien stroke dan terlebih lagi para pasien stroke dapat dikontrol skor MMSE mereka secara rutin.

Anda mungkin juga menyukai