Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
,
(
,
\
,
(
j
(
,
\
,
(
j
Untuk konfigurasi Schlumberger, harga K dapat
dihitung menggunakan persamaan:
K = n.(n + 1) a;
n = 1, 2, 3,4,5,
dengan:
: tahanan terukur (apparent resistivity)
V: potensial yang terukur antara elektroda P
1
dan
P
2
I : arus listrik yang mengalir ke tanah melalui
elektroda C
1
dan C
2
K : faktor geometri konfigurasi elektroda.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika
Bumi Jurusan Fi si ka ITB, dengan metodol ogi
penelitian sebagai berikut: 1) membuat model fisik
pengukuran menggunakan bak kaca berukuran (2 x
1,2 x 0,6 m) yang diisi lempung setinggi 50 cm sebagai
medium pengukuran; 2) mengukur tahanan jenis
l empung sebel um pengukuran tahanan j eni s
batubara; 3) mel akukan pengukuran dengan
seperangkat alat resistivity meter model SS35X1; 4)
batubara yang digunakan adalah jenis bituminous
berukuran 14 x 8 x 7,5 cm dan semi-antrasite
berukuran 12 x 10 x 5 cm yang diukur secara terpisah
dengan variasi pengukuran pada kedalaman 10 cm
posisi tegak, miring, dan sejajar bidang perlapisan;
5) pengukuran dilakukan dengan menggunakan
konfigurasi Schlumberger dengan spasi (a) elektroda
potensial tetap minimum 5 cm dan panjang bentangan
165 cm (Gambar 2) dan 6) hasil pengukuran diproses
dengan menggunakan software Res2dinv (Loke
1999b). Sampel batubara yang digunakan pada
penelitian ini berasal dari tambang Air Laya Sumatera
Selatan dan lempung sebagai medium pengukuran
diambil dari daerah Ciembulueit Kota Bandung.
Peringkat Batubara Porositas (%) Kadar air asli
(%)
Lignit (A2) 37,50 34,98
Sub-Bituminus B (A2) 32,72 25,59
Sub-Bituminus B (A1) 33,33 22,59
Sub-Bituminus A (C) 7,45 1,59
Bituminus (C) 5,48 1.36
Semi-Antrasite (C) 7,89 1,27
Tabel 1. Data hasil uji sifat fisik batubara Tambang Air
Laya Sumatera Selatan.
I
M
B N
A
P2 V P1
C2 C1
Gambar 1. Konfigurasi Schlumberger (Reynolds 1997).
a a
P2
a
C1
n = 1
n = 3
n = 6
P1 C1 P2 C2
a 3a 3a
n = 2
C1 P1 P2 C2
a 2a 2a
Gambar 2. Susunan elektroda untuk konfigurasi Schlumberger (Loke 1999b).
124 Jur nal N at ur Indonesia 6(2): 122-126 (2004) Az har & Handayani..
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk menentukan adanya anomali tahanan
jenis di bawah permukaan lempung, maka sebelum
ditanam batubara terlebih dahulu diukur tahanan jenis
medium lempung tersebut. Dari hasil inversi dengan
program Res2dinv diperoleh penampang tahanan
jenis lempung seperti pada Gambar 3.
Gambar 3 memperl i hatkan penampang
tahanan j eni s l empung hasi l i nversi dengan
pengukuran menggunakan konfigurasi Schlumberger
berharga antara 20,7403 m yang terdiri dari 4
lapisan dengan kesalahan iterasi 8,1%. Lapisan
pertama tahanan jenisnya 20,748,4 m, lapisan
kedua antara 74,0113 m, lapisan ketiga 173 m
dan lapisan keempat yang paling dasar 403 m
diakibatkan lapisan paling bawah lebih kering serta
adanya efek pantulan kaca.
Gambar 4 adalah penampang tahanan jenis
bituminous posisi sejajar bidang perlapisan, 10 cm
dari bawah permukaan dengan tahanan jenis berkisar
antara 138200 m dengan kesalahan iterasi 8,8%.
Sedangkan pada kedalaman yang sama dengan
posisi miring 60
0
di bawah permukaan diindikasikan
oleh anomali tahanan jenis antara 207345 m
dengan kesal ahan i terasi 19,8% (Gambar 5).
Selanjutnya dengan posisi tegak bidang perlapisan
pada kedalaman 10 cm, bituminous mempunyai
tahanan jenis antara 281465 m dengan kesalahan
iterasi 13,0% (Gambar 6).
Untuk batubara jenis semi antrasite yang
ditempatkan pada kedalaman 10 cm dari bawah
permukaan lempung pada posisi tegak bidang
perlapisan memiliki tahanan jenis antara 331-485 m
dengan kesalahan iterasi 8,4% (Gambar 7) dan pada
posisi sejajar tahanan jenisnya berkisar 463-754 m
dengan kesal ahan i terasi 11,5% (Gambar 8).
Sedangkan posisi miring 60
O
terhadap bidang
perlapisan mempunyai tahanan jenis antara 234355
m dengan kesalahan iterasi 13,7% (Gambar 9).
Dari hasil pengolahan data dengan software
Res2dinv untuk pengukuran berbagai posisi, baik
miring, sejajar, maupun tegak bidang perlapisan,
ternyata tahanan jenis batubara yang berbeda
peringkat mempunyai tahanan jenis listrik yang
berbeda (Tabel 2). Selanjutnya penetrasi kedalaman
pengukuran berdasarkan software Res2dinv (Loke
1999b) ditentukan dengan persamaan n x a (spasi
Gambar 3. Penampang tahanan jenis lempung, pengukuran dengan
konfigurasi Schlumberger.
Gambar 4. Penampang tahanan jenis bituminous posisi sejajar bi-
dang perlapisan, 10 cm dibawah permukaan lempung.
Gambar 5. Penampang tahanan jenis bituminous posisi miring 60
o
,
berada 10 cm dibawah permukaan lempung.
Gambar 6. Penampang tahanan jenis bituminous posisi tegak bi-
dang, perlapisan berada 10 cm dibawah permukaan
lempung.
Met ode geolist r ik Schlumber ger unt uk t ahanan bat ubar a 125
minimum). Pengukuran pada penelitian ini dengan n
= 6 dan spasi elektroda potensial 5 cm sehingga
kedalamannya 6 x (5 cm) = 15 cm. Jika kita
perhatikan penampang yang dicitrakan berada pada
kisaran 1,312,4 cm. Hal ini mungkin disebabkan
terjadinya pergeseran letak elektroda yang kurang dari
5 cm pada pengukuran.
Dari Tabel 2 terlihat perbedaan tahanan jenis
antara peringkat batubara yang berbeda, dimana
tahanan jenis semi-antrasite ternyata lebih besar
dibanding bituminous. Ini sesuai dengan kenyataan
bahwa semi antrasite lebih kering banding bituminous
seperti yang tertera pada Tabel 1.
Dari hasil inversi penampang tahanan jenis hasil
pengukuran seperti pada Gambar 5 sampai 10 terlihat
bahwa pada bagi an bawah penampangnya
memperlihatkan tahanan jenis besar, hal ini mungkin
disebabkan oleh lapisan bagian bawah lebih kering
dan pengaruh efek kaca bagian bawah pengukuran
terdapat noise dalam pengukuran.
Untuk mengetahui struktur yang lebih dalam,
maka spasi elektroda arus dan potensial harus
ditambah secara bertahap, semakin besar spasi
elektroda maka efek penembusan arus kebawah
semakin dalam. Dari hasil inversi Software Res2dinv
pada data pengukuran resi sti vi tas dengan
menggunakan konfigurasi Schlumberger lebih kontras
anomali tahanan jenisnya. Hal ini disebabkan oleh
faktor geometri arus dan potensial. Elektroda potensial
pada konfigurasi Schlumberger relatif jarang dirubah,
sehingga dapat menyebabkan perbedaan data relatif
kecil antara titik yang satu dengan titik yang lainnya.
Tabel 2. Hasil pengukuran tahanan jenis batubara di dalam
lempung dengan konfigurasi Schlumberger.
Jenis batubara / posisi Tahanan Jenis
Rho (Ohm-m)
Bituminus
-Sejajar bid.perlapisan 138 -200
-Tegak bid.perlapisan 281 - 461
-miring 60
o
207 - 345
Semi antrasite
-Sejajar bid.perlapisan 453 754
-Tegak bid.perlapisan 331 485
-miring 60
o
234 - 355
batubara ditanam pada kedalaman 10 cm di bawah permukaan
lempung (Azhar 2001)
Gambar 7. Penampang tahanan jenis semi-antrasite posisi tegak,
berada pada posisi 10 cm dibawah permukaan lem-
pung.
Gambar 8. Penampang tahanan jenis semi-antrasite posisi sejajar
bidang perlapisan, berada 10 cm dibawah permukaan
lempung.
Gambar 9. Penampang tahanan jenis semi-antrasite posisi miring
60
o
bidang perlapisan, berada 10 cm dibawah permu-
kaan.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa salah satu metoda gofisika
yang dapat di gunakan untuk memperki rakan
keberadaan dan ketebalan batubara di bawah
permukaan adalah metoda geolistrik tahanan jenis.
Metoda geolistrik dapat mendeteksi lapisan batubara
pada posi si mi ri ng, tegak dan sej aj ar bi dang
perlapisan di bawah permukaan. Dari pengolahan
data dengan Software Res2dinv di dapatkan tahanan
jenis resistivitas batubara bersifat anisotropi yaitu
126 Jur nal N at ur Indonesia 6(2): 122-126 (2004) Az har & Handayani..
tergantung pada arah pengukurannya. Selanjutnya
tahanan jenis semi-antrasite lebih besar dibandingkan
dengan tahanan jenis bituminous. Hal ini sesuai
dengan kenyataan bahwa semi-antrasite lebih kering
dibanding bituminous.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
sekretaris Jurusan Geofisika Terapan ITB Bapak
Gunawan Handayani MSCE PhD sekaligus sebagai
pembimbing yang telah memberikan izin pemakaian
fasilitas Laboratorium Fisika Bumi ITB serta arahan
dan bimbingannya sehingga penelitian ini dapat
berjalan dengan lancar. Selanjutnya penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada PT Tambang Bukit
Asam dan Bapak Ir Edy Ibrahim MT yang telah
mengi zi nkan penul i s memanfaatkan contoh
batubaranya dalam penelitian ini. Berikutnya ucapan
terima kasih buat Te On-On, Mas Dadang, dan Mas
Lutfi yang selalu bersedia membantu memperbaiki
dan menanggulangi kerusakan alat-alat dalam
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, N.A. 2000. Rescheduling pemanfaatan energi batubara
Indonesia. Thesis. Bandung: ITB.
Anggayana, K. 1999. Genesa Batubara. Bandung: Jurusan Teknik
Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral ITB.
Azhar. 2001. Pemodelan fisis metoda resistivity untuk eksplorasi
batubara. Thesis. Bandung: ITB.
Heriawan, M.N. 2000. Aplikasi metode georadar untuk menentukan
sifat dielektrik batubara tambang Air Laya dengan peringkat
yang bervariasi. Thesis. Bandung: ITB.
Kalmiawan, P., Sismanto, A. & Suparwoto. 2000. Survey of
resistivity method to investigate the Krakal Hot Spring in
Desa Krakal, Kec. Alian, Kab. Kabumen, Prop. Jawa
Tengah. Bandung: Prosiding PIT HAGI ke-25.
Loke, M.H. 1999a. Electrical Imaging Surveys for Environmental
and Engineering Studies: A practical quide to 2-D and 3-D
surveys. Malaysia: Penang.
Loke, M.H. 1999b. RES2DINV Rapid 2D Resistivity & IP Inversion
(Wenner, di pol e-di pol e, pol e-pol e, pol e-di pol e,
Schlumberger, rectangular arrays) on Land, Underwater
and Cross-borehole Surveys; Software Manual Ver.3.3 for
windows 3.1, 95 and NT. Malaysia: Penang.
van Nostrand, Robert, G. & Kenneth, L Cook. 1966. Interpretation
of Resistivity Data. Washington: Geological Survey.
Reynolds, J.M. 1998. An Introducti on to Appl i ed and
Environmental Geophysics. New York: John Willey and
Sons.
Speight, J.M. 1994. The Chemistry and Technology of Coal. New
York: Marcel Dekker.
Telford, W.M., Gedaart, L.P. & Sheriff, R.E. 1990. Applied
Geophysics. New York: Cambridge.