Anda di halaman 1dari 18

FARMAKODINAMIK & FARMAKOKINETIK OAD (OBAT ANTIDIABETIK)

Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Farmakologi yang dibina oleh : Aulia Dwi Zhukmana, S.Kep.,Ns.

Disusun oleh : Rizanthi Nur Ohoirat 201010420311109

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012/2013

Farmakokinetik dan farmakodinamik dari OAD INSULIN


Mekanisme kerja Kerja insulin di sel, target organ utama insulin dalam mengatur kadar glukosa adalah hepar, otot dan adiposa. Peran utamanya antara lain ; uptake, utilisasi, dan penyimpanan nutrien di sel. Efek anabolik insulin meliputi stimulasi, utilisasi dan penyimpanan glukosa, asam amino, asam lemak intrasel; sedangkan proses katabolisme (pemecahan glikogen, lemak dan protein) dihambat. Semua efek ini dilakukan dengan stimulasi tranport substrat dan ion kedalam sel, menginduksi translokasi protein, mengaktifkan dan menonaktifkan enzim spesifik, merubah jumlah protein dengan mempengaruhi kecepatan transkipsi gen dan translasi mRNA spesifik. Kimiawi Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai (A dan B) yang dihubungkan oleh jembatan disulfida; terdapat perbedaan spesies pada asam amino kedua rantai tersebut. Dalam sel B, prekursor insulin dihasilkan oleh sintesis langsung DNA atau RNA. Proinsulin, suatu molekul protein rantai panjang tunggal, diproses dalam aparatus Golgi dan dibungkus menjadi granula, dimana ia dihidrolisis menjadi insulin dan segmen penghubung residu yang disebut Cpeptida dengan menghilangkan 4 asam amino. Insulin dan C-peptida yang disekresikan dalam jumlah ekuimolar sebagai respons terhadap semua rangsangan insulin; juga dilepaskan sejumlah kecil proinsulin yang tidak diproses atau terhidrolisi sebagian. Proinsulin mempunyai efek hipoglikemik yang ringan, sedangkan C-peptida fungsi fisiologinya belum diketahui. Granula di dalm sel B menyimpan insulin dalam bentuk kristal yang mengandung 2 atom seng dan 6 molekul insulin. Keseluruhan pankreas manusia sampai 8 mg insulin, yang mewakili sekitar 200 satuan (unit) biologi. Pada mulanya, satuan tersebut didefinisikan berdasarkan aktivitas hipolglikemik insulin pada kelinci. Dengan perbaikan teknik pemurnian, maka sekarang satuan didefinisikan seacara berat, dan adanya standar insulin yang digunakan untuk tujuan assay sebanyak 28 satuan /mg.

Distibusi dan metabolisme insulin. Insulin dalam darah beredar sebagai monomer, volume distribusinya hampir sama dengan volume cairan ekstrasel. Pada keadaan puasa sekresi insulin ke vena porta sekitar 40g [1 unit (U)] per jam, untuk mencapai kadar 2-4 ng/mL (50-100 U/mL) dalam sirkulasi perifer 0,5 ng/mL (12 U/mL) atau sekitar 0,1 nM. Setelah makan kadarnya dalam darah portal cepat meningkat tetapi peningkatannya di perofer sedikit lebih rendah. Tujuan terapi insulin untuk mencapai seperti keadaan di atas tetapi ini sukar dicapai dengan penyuntikan subkutan. Pada orang normal dan pasien DM tanpa komplikasi, masa paruh insulin di plasma sekitar 5-6 menit, pada DM yang mempunyai antibodi anti-insulin nilai tersebut memanjang. Proinsulin masa paruhnya lebih panjang ( 17 menit). Insulin dalam darah didistribusi ke seluruh tubuh melalui cairan ekstrasel. Degradasinya terjadi di hepar, ginjal, dan otak; dan sekitar 50% insulin di hepar akan dirusak dan tidak akan mencapai sirkulasi sistemik. Klirens peptida-C di hepar lebih rendah, karenanya masa paruhnya lebih panjang ( 30 menit). Hormon ini mengalami filtrasi glomeruli dan rearbsopsi serta degradasi ditubuli ginjal. Gangguan fungsi ginjal yang berat dapat mempengaruhi kecepatan eliminasi insulin. Ada 2 enzim yang berperan dalam degradasi insulin yaitu (1) enzim glutation insulin transhidrogenase yang menggunakan glutation tereduksi untuk memecah jembatan disulfida dan (2) enzim proteolitik yang memecah rantai asam amino. Akibat pemecahan jembatan disulfida maka rantai A bebas dapat ditemukan dalam plasma dan urin. Farmakokinetika Macam-macam jalur pemberian insulin, antara lain : 1. Subkutan. Absorbsi setelah pemberian insulin subkutan bervariasi dan bergantung pada lokasi penyuntikan dan variasi individu.Pemberian insulin subkutan terus menerus memberikan hasil yang memuaskan untuk pengendalian keadaan diabetes. 2. Intravena. Insulin yang diberikan secara intravena akan bekerja cepat, 2-5 menit sesudah pmberiaannya sesudah akan tampak efek penurunan glukosa darah. Pada keadaan ketoasidosis diabetik diperlukan insulin 1-2 mU/kg bb/menit agar kadar dalam plasmanya kira-kira 100mU/dl. Untuk mempertahankan keadaan ini dilakukan usaha-usaha seperti pemberian

insulin dosis keci intravena secara terus-menerus atau memberikanya emlalui infus dengan dosis 7,2 U/jam. 3. Intramuskular. Secara intramuskular pemberiaan insulin kerja singkat ternyata mempunyai penyerapan 2 x lebih cepat dibandingkan suntikan subkutan. Menurut Guerra menemukan bahwa pada orang normal pemberian secara intramuskular akan menghasilkan kerja lebih cepat dan kadar lebih tinggi dibanding pemberian secara subkutan. Peningkatan kecepatan penyerapan dapat dilakukan dengan melakukan pemanasan pada daerah suntikan, melakukan pemijatan pada daerah suntikan, melakukan kegiatan fisis dengan lengan /tungkai ang diberikan suntikan. Kedalaman menyuntik: Kedalaman suntikan akan mempengaruhi absorpsi insulin. Suntikan tepat dibawah kulit (kedalam rete cutis)akan lebih cepat daripada jaringan lemak subkutis. Konsentrasi Insulin Insulin dengan konsentrasi 40 atau 100 U/ml tidak akan mempengaruhi absorpsi, tetapi insulin 10U/ml akan lebih cepat diabsorpsi daripada yang 500U/ml. Sekresi insulin Insulin dilepaskan dari sel B pankreas pada tingkat basal yang rendah dan pada tingkat rangsangan yang lebih tinggi sebagai respons terhadap berbagai rangsangan, terutama glukosa. Stimulan yang lain juga dikenal seperti gula (misalnya, manosa), asam amino tertentu (misalnya, leusin, arginin), dan aktivitas vagal. Suatu mekanisme yang merangsang pelepasan insulin. Hiperglikemia mengakibatkan peningkatan kadar ATP intraseluler, yang berhubungan dengan saluran kalium yang bergantung ATP. Penurunan keluarnya arus kalium melalui saluran ini mengakibatkan depolarisasi sel B dan terbukanya pintu tegangan listrik saluran kalsium. Akibatnya terjadi peningkatan kalsium intraselular yang mencetuskan sekresi hormon ini. Mekanisme ini pastilah lebih kompleks daripada ringkasan singkat, karena beberapa messenger intraselular diketahui memodulasi proses (cAMP, inositol trifosfat, diasilgliserol) dan respons insulin terhadap glukosa meningkat dari monofasik menjadi bifasik. Seperti dicatat

dibawah, golongan obat hipoglikemik oral, sulfonilurea dikirakan menggunakan mekanisme ini. Jenis insulin berdasarkan lama kerjanya A. Insulin kerja singkat contohnya insulin regular (kristal zink insulin, CZI). Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI yaitu dalam bentuk asam dan netral. CZI merupakan suatu larutan yang mengandung zink yang diperlukan dalam proses pemurnia dan kristalisasi. Bentuk asam memounyai titik isoelektris (pH dimana daya larut minimal) 5,3 dan bentuk netral mempunyai pH 7,4. karena itu insulin jenis ini sangat mudah larut dalam caira tubuh dan dapat diabsorpsi dengan ceoat dari tempat suntikan. Insulin jenis ini sebaiknya diberikan 30 menit sebelum makan untuk mendapatkan efek kontrol glukosa postprandial yang optimal dan untuk mencegah hipoglikemia-yangtertunda sesudah makan. Mencapai puncak setelah 1-3 jam dan mempunyai efek sampai 8 jam. Insulin netral dipakai sebagai insulin yang diberikan secara intavena atau melalui infuse. Insulin regular U-500 mempunyai onset-yang-tertunda dan membutuhkan dosis yang lebih rendah dibandingkan dengan insulin U-100. penambahan protamin (NPH, NPL, suspensi protamin aspart) atau zinc berlebihan (insulin lente atau ultralente) akan menunda onset, peak, dan durasi aksi dari insulin. Variabilitas dari absorpsi, inkonsistensi suspensi insulin oleh pasien maupun tenaga kesehatan saat menyiapkan dosis bisa mengakibatkan respon glukosa yang labil. Waktu paruh injeksi IV insulin regular adalah 9 menit. Oleh karena itu durasi aksi injeksi IV tunggal adalah pendek, dan perubahan kecepatan insulin akan mencapai keadaan tunak dalam 45 menit. Farmakokinetika sediaan IV insulin soluble lainnya (lispro, aspart, glulisine, dan bahkan glargine) ternyata sama denga regular insulin, tetapi mereka tidak mempunyai keuntungan yang lebih dibandingkan insulin regular selain harganya yang lebih mahal. Insulin lispro dan Insulin aspart adalah analog insulin yang diproduksi berdasarkan modifikasi dari molekul insulin manusia. Kedua insulin ini lebih cepat diabsorpsi dengan durasi efek yang lebih singkat dari insulin reguler. Hal ini mempermudah pemberian obat yaitu sebelum makan (dibandingkan 30 menit sebelum makan), efikasi yang lebih baik dalam menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan dariada insulin reguler pada pasien DM tipe 1, dan meminimalisasi hipoglikemia-yang-tertunda sesudah makan.

B. Insulin kerja menengah Merupakan hasil penelitia jangka panajang modifikasi insulin verja sedang dan merupakan campuran antara PZI (Protamina Zink Insuline)dan CZI. Dapat diberikan sebagai dosis tunggal. NPH merupakan insulin dan protamine yang berada pada kadaan stokiometri sehingga cristal yang terbentuk tidak menyisakan bentuk aslinya. Insulin tipe-tipe ini mempunyai keuntungan PZI. ). Dengan mengubah pH, campuran insulin dengan zink dalam jumlah besar dapat diubah menjadi bentuk cristal amorf atau mikrokristal. Awal kerjanya berbanding terbalik dengan besar cristal. Monotard sama dengan lente tapi dibuat dari pncreas babi. Awal verja 1,5-2,5 jam dan mempunyai lama verja sampai kira-kira 24 jam. NPH dan insulin Lente berdurasi sedang, dan insulin Ultralente berdurasi panjang. Variabilitas dalam absorpsi, pemberian preparat yang tidak konsisten kepada pasien, dan perbedaan sifat farmakokinetik dapat menyebabkan respon glukosa yang labil, hipoglikemia nokturnal, dan hiperglikemia saat puasa. C. Insulin kerja panjang Dimosdifikasi dengan menambah protamin untuk mengubah efek kerjanya. Campuran insulin protamin diabsorpsi dengan lambat dari tempat suntikan sehingga efek kerjanya menjadi lebih panjang. Contoh PZI. Insulin glargine adalah insulin manusia yang berdurasi panjang dan tidak mempunyai efek maksimum yang dikembangkan untuk meniadakan kekurangan dari insulin durasi sedang dan durasi panjang lainnya. Hasil Insulin glargine adalah hipoglikemia nokturnal lebih sedikit terjadi daripada pemberian insulin NPH sesaat sebelum tidur malam pada pasien DM tipe 1. D. Insulin Ifasik Insulin yang sudah dicampur seperti mixtard 30/70 yang mengandung 30 % regular dan 70 % isopan. Awal kerjanya dan kekuatannya tergantung dari proporsi komponen insulin kerja cepatnya, sedang lama kerjanya sampai 24 jam. Farmakokinetika produk insulin inhalasi yang sedang dalam pengembangan ternyata mirip dengan preparat insulin durasi-cepat.

Dosis dan Cara Pemberian Meningkatkan dosis insulin juga akan memperpenjang kerjanya. Telah diteliti bahwa peningkatan 0,1 U/kg (untuk 0,1-0,3 U/kg) lama kerjanya akan diperpanjang kira-kira 1 jam lamanya. Dosis insulin untuk pasien dengan metabolisme glikosa yang berubah harus diukur secara individu. Pada DM tipe 1, rata-rata kebutuhan insulin harian adalah 0,5-0,6 unit/kg, dengan kurang-lebih 50% digunakan sebagai insulin basal dan sisanya 50% untuk menurunkan kadar gula darah sesudah makan. Selama honeymoon phase, dosis ini bisa menurun hingga 0,1-0,4 unit/kg. Selama penyakit akut atau adanya ketosis atau pada keadaan resistensi relatif insulin, dosis yang lebih tinggi (0,5-1 unit/kg) dibutuhkan. Pada pasien DM tipe 2, dibutuhkan dosis yang lebih tinggi (0,7-2,5 unit/kg) untuk pasien dengan resistensi insulin yang signifikan. Dosis sangat bervariasi tergantung reistensi insulin dan insulin oral yang diberikan bersama. Hipoglikemia merupakan efek samping yang paling umum dari penggunaan insulin. Cara penanganannya adalah sebagai berikut: 1. Glukosa (10-15 g) yang diberikan secara oral direkomendasikan untuk diberikan pada pasien yang tidak sadar. 2. Dekstrosa IV mungkin dibutuhkan oleh pasien yang hilang kesadaran. 3. Glukagon, 1 g IM, merupakan cara penanganan pilihan saat pemberian IV tidak berhasil pada pasien yang hilang kesadaran. Preparat Sedian insulin umumnya diperoleh dari bovine atau porcine (sapi atu babi) atau dengan cara rekombinan DNA akan diperoleh insulin yang analog dengan insulin manusia. Sekarang dikenal berbagai sediaan insulin dengan sifat yang berbeda. Insulin reguler dapat dikombinasi dengan beberapa jenis insulin lain. Bila dikombinasi dengan insulin lente maka efeknya akan lebih lambat. Bila insulin reguler dikombinasi dengan insulin ultralente dengan perbandingan 1:3 untuk mencegah perubahan masa kerja kombinasi seperti ini harus segera disuntikan atau diberikan secara terpisah. Insulin lente dapat dikombinasi tanpa mengubah aktivitas dari komponen. Kebutuhan insulin pada pasien DM umumnya berkisar antara 5-150 U/hari tergantung dari keadaan pasien. Selain faktor-faktor tersebut di atas, untuk penetapan dosis perlu diketahui

kadar glukosa darah puasa dan dua jam sesudah makan serta glukosa dalam urin empat porsi, yaitu antara jam 7-11, jam 12-16, dan jam 21-7. Dosis terbagi insulin digunakan pada DM : (1) yang tidak stabil dan sukar dikontrol; (2) bila hiperglikemia berat sebelum makan pagi tidak dapat dikoreksi dengan insulin dosis tunggal per hari dan (3) pasien yang membutuhkan insulin lebih dari 100 unit per hari. Pada pasien ini diet karbohidrat sebaiknya dibagi menjadi 6-7 kali pemberian. Makanan kecil diantara waktu makan, terdiri dari karbohidrat 15-25 kg dengan protein tambahan dan lemak, mungkin perlu doberikan pada puncak kerja insulin. Banyak pasien yang mendapat insulin memerlukan makanan kecil sebelum tidur untuk mencegah terjadinya hipoglikemia pada malam hari. Klasifikasi insulin Preparat dengan mula kerja cepat dan kerja singkat antara lain; solusio regular atau crystaline zinc insulin dalam bufer dengan pH netral. Jenis ini mula kerjanya paling cepat dan lama kerjanya juga paling singkat. Umumnya disuntikan (IV atau IM) 30-45 menit sebelum makan. Setelah pemberian IV glukosa darah akan cepat menurun mencapai nadir dalam waktu 20-30 menit. Bila tidak ada infus insulin, hormon ini akan segera menghilang, dan counterregulatory hormones (glukagon, epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan) akan mengembalikan kadar glukosa ke keadaan basal dalam waktu 2-3 jam. Tetapi pada pasien yang tidak mempunyai mekanisme respon counter-regulatory ini (DM dengan neuropati otonomik), glukosa plasma akan tetap rendah dalam beberapa jam setelah pemberian bolus 0,15 U/kg, karena tingkat kerja insulin pada tingkat sel menajdi lebih lama dari klirens plasmanya. Pemberian infus insulin IV bermanfaat pada ketoasidosis atau pada keadaan diman kebutuhan insulin dapat berubah dengan cepat. Pada keadaan stabil , umumnya dapat diberikan bersama preparat yang kerja panjang atau sedang, secara subkutan. Pemberian subkutaneos infusion pumps hanya dapat dilakukan untuk insulin yang masa kerjanya singkat. Interaksi Beberapa hormon bersifat antagonis terhadap efek hipoglikemik insulin, antara lain; hormon pertumbuhan, kortikotropin, glukokortikoid, tiroid, esrogen, progestrin dan glukagon. Adrenalin menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis. Peningkatan kadar hormon ini perlu diperhitungkan dalam terapi insulin. Salisilat meningkatkan sekresi insulin, mungkin meyebabkan hipoglikemia. Hipoglikemia cenderung terjadi pada pasien dengan penghambat adrenoseptor akibat penghambatan efek katekolamin pada glukoneogenesis dan

glikogenolisis, obat ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi efek hipoglikemik insulin terjadi dengan penghambat MAO, steroid anabolik dan fenfluramin Penyimpanan Insulin yang belum dibuka direkomendasikan untuk disimpan di lemari es (36-46 F) sebelum digunakan. Tanggal kadaluarsa dari pabrik yang tertera pada kemasan insulin berlaku untuk insulin yang belum dibuka dan disimpan dalam lemari es. Sekali insulin digunakan, tanggal kadaluarsa tersebut bervariasi tergantung insulin dan alat pemberiannya. Tabel 2 memberikan data tanggal kadaluarsa untuk insulin yang disimpan pada suhu kamar (59-86 F). Untuk alasan finansial, pasien dapat menggunakan insulin lebih lama dari tanggal kadaluarsanya, tetapi harus hati-hati terhadap kontrol gula darah dan gejala dari kerusakan insulin (menggumpal, mengendap, berubah warna, dll).

5 (lima) golongan OBAT ANTIDIABETIK ORAL


Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit terpenting yang melibatkan endokrin pankreas. Manifestasi utamanya meliputi gangguan metabolisme hiperglikemia. Klasifikasi terapi yang dianjurkan saat ini oleh American Diabetes Association mencakup dua tipe utama : Diabetes melitus bergantung insulin (IDDM) dan diabetes melitus tidak bergantung insulin (NIDDM). Diperkiran 10 juta penduduk di AS menderita diabetes, dan paling sedikit 800.000 adalah tipe bergantung insulin. (Farmakologi Dasar dan Klinik : Edisi VI) Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi, dan polifagri, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa puasa 126 mg/dL atau postprandial 200 mg/dL atau glukosa sewaktu 200 mg/dL). Bila DM tidak segera di atasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan protein, dan resiko timbulnya gangguan mikrovaskular atau makrovaskular meningkat. (Farmakologi dan Terapi Edisi 5). Menurut buku farmakologi dan terapi ; edisi V ada 5 (lima) golongan antidiabetik oral (ADO) yang dapat digunakan untuk pasien Diabetes Melitus (DM) dan telah dipasarkan di Indonesia, yakni golongan : sulfonilurea, meglitinid, biguanid, tiazolidinedion, dan penghambat -glikosidase. Kelima golongan ini dapat diberikan pada DM tipe 2 (dua) yang tidak dapat dikontrol hanya dengan diet dan latihan fisik saja. 1. GOLONGAN SULFONILUREA Dikenal 2 generasi sulfonilurea, generasi 1 terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asetohksimid, dan klorpropamid. Generasi II yang potensi hipoglikemik lebih besar, antara lain ; gliburid (glibenklamid), glipizid, gliklazid dan glimepirid. Mekanisme kerja : Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel Langehans pankreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk sel-, merangsang granula yang berisi insulin dan akan

terjadi sekresi insulin dengan jumlah ekuivalen dengan peptida-C. Kecuali itu sulfonilurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar. Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia. Farmakokinetik Berbagai sulfonilurea mempunyai sifat kinetik berbeda, tetapi absorpsi melalui saluran cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorpsi. Untuk mencapai kadar optimal di plasma, sulfonilurea dengan masa paruh pendek akan lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar 90%-99% terikat protein plasma terutama albumin; ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan paling besar untuk gliburid. Masa paruh dan metabolisme sulfonilurea generasi 1 sangat bervariasi. Masa paruh asetoheksamid pendek tetapi mtabolik aktifnya, 1-hidroksiheksamid masa paruhnya lebih panjang, sekitar 4-5 jam, sama dengan tolbutamid dan tolazamid. Sebaiknya sedian ini diberikan dengan dosis terbagi. Sekitar 10% dari metabolitnya diekskresi melalui empedu dan keluar bersama tinja. Klorpropamid dalam darah terikat albumin, masa paruhnya panjang, 24-48 jam, efeknya masih terlihat beberapa hari setelah obat dihentikan. Metabolismenya di hepar tidak lengkap, 20% diekskresi utuh di urin. Mula kerja tolbutamid cepat, masa paruhnya sekitar 4-7 jam. Dalam darah 91-96% tolbutamid terikat protein plasma dan di hepar diubah menjadi karboksitolbutamid. Ekskresinya melalui ginjal. Tolazamid, absorpsinya lebih lambat dari yang lain; efeknya pada glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan . masa paruh sekitar 7 jam, di hepar diubah menjadi p-karboksitolazamid, 4-hidroksimetiltolazamid dan senyawa lain, yang diantaranya memiliki hipoglikemik cukup kuat. Sulfonilurea generasi II, umumnya potensi hipoglikemiknya hampir 100x lebih besar dari generasi I. Meski masa-paruhnya pendek, hanya sekitar 3-5 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, sering cukup diberikan 1x sehari. Alasan mengapa masa-paruh yang pendek ini memberikan efek hipoglikemik panjang, belum diketahui. Glipizid, absorpsinya lengkap, masa-paruhnya 3-4 jam. Dalam darah 98% terikat protein plasma potensinya 100 x lebih kuat daritolbutamid, tetapi efek hipoglikemik

maksimalnya mirip dengan sulfonilurea lain. Metabolismenya di hepar, menjadi metabolit yang tidak aktif, sekitar 10% dieksresi melalui ginjal dalam keadaan utuh. Gliburid (glibenklamid), potensinya 200 x lebih kuat dari tolbutamid, masa-paruhnya sekitar 4 jam. Metabolismenya di hepar, pada pemberian dosis tunggal hanya 25% metaboliknya diekskresi melalui urin, sisanya melalui empedu. Pada penggunaan dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder, dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1 tahun. Karena semua sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat. Efek samping Insidens efek samping generasi I sekitar 4%, insidensnya lebih rendah lagi untuk generasi II. Hipoglikemia, bahkan sampai koma tentu dapat timbul. Reaksi ini lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal, terutama yang menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang. Efek samping lain, reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah, diare, gejala hematologik, SSP, mata dan sebagainya. Gangguan saluran cerna ini dapat berkurang dengan mengurangi dosis, menelan obat bersama makanan, atau membagi obat dalam beberapa dosis. Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak cukup makan atau dengan gangguan fungsi hepar dan/ atau ginjal. Kecenderungan hipoglikemia pada orang tua, disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang dan asupan makanan yang cenderung kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut akibat tidak ada refleks simpatis dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma. Penurunan kecepatan ekskresi klorpropamid dapat meningkatkan hipoglikemia. Interaksi obat Obat yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu penggunaan sulfonilurea ialah insulin, alkohol, fenformin, sulfonamid, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezid, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO, gunetidin, anabolic steroid, fenfuluramin dan klofibrat. Propranolol dan penghambat adrenoseptor lainnya menghambat reaksi takikardia, berkeringant dan tremor pada hipoglikemia oleh berbagai sebab termasuk oleh ADO,

sehingga keadaan hipoglikemi menjadi lebih hebat tanpa diketahui. Sulfonilurea terutama klorpropamid dapat menurunkan toleransi terhadap alkohol, hal ini ditunjukan dengan kemerahan terutam di muka dan leher (flush), reaksi mirip disulfiram. Dosis Dosis awal dan dosis maksimum dari sulfonilurea dipaparkan pada tabel 5. Untuk pasien berusia lanjut dengan fungsi hati dan ginjal yang masih baik, dianjurkan menggunakan dosis sedikit lebih rendah daripada umumnya. Agar tujuan terapi dapat tercapai, peningkatan dosis diberikan setiap 1-2 minggu (untuk klorpropamid sebaiknya dengan interval lebar). Cara penggunaan Klorpropamid dan glibenklamid yang masa kerjanya panjang dapat diberikan 1 kali sehari sebelum atau bersama sarapan. Glikazid dan glipizid dosis rendah diberikan 1 kali sehari sebelum atau bersama sarapan, dosis tinggi diberikan dalamdosis terbagi. Glikuidon dosis tinggi diberikan dalam 2-3 kali sehari.

2. GOLONGAN MEGLITINID Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda. Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel pankreas. Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karenanya harus diberikan beberapa kali sehari, sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya tidak aktif. Sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal harus diberikan secara hati-hati. Efek samping utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran cerna. Reaksi aergi juga pernah dilaporkan.

3. GOLONGAN BIGUANID Sebenarnya dikenal 3 jenis ADO dari golongan biguanid : fenformin, buformin, dan metformin, tetapi yang pertama telah ditarik dari peredaran karena sering menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin. Mekanisme kerja Biguanid sebenarnya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sek (AMP-activated protein kinase). Meski masih kontroversial, adanya penurunan produksi glukosa hepar, banyak data yang menunjukkan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis. Preparat ini tidak mempunyai efek yang berarti pada sekresi glukagon, kortisol, hormone pertumbuhan, dan somatostatin. Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada pasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas pula; pada orang nondiabetik yang gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa darah. Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam. Dosis awal 2 x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan (maintenance dose) 3 x 500 mg, dosis 2,5 gram. Obat diminum pada waktu makan. Pasien DM yang tidak memberikan respon dengan sulfonilurea dapat di atasi dengan metformin, atau dapat pula diberikan sebagai terapi kombinasi dengan insulin atau sulfonilurea. Efek samping Hampir 20% pasien dengan metformin mangalami mual; muntah diare serta kecap logam (metalic taste); tetapi dengan menurunkan dosis keluhan-keluhan tersebut segera hilang. Pada beberapa pasien yang mutlak bergantung pada insulin eksogen, kadangkadang biguanid menimbulkan ketosis yang tidak disertai dengan hiperglikemia (starvation ketosis). Hal ini harus dibedakan dengan ketosis karena desfisiensi insulin. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem kardiovaskular, pemberian biguanid dapat meningkatkan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.

4. GOLONGAN TIAZOLIDINEDION Mekanisme kerja tiazolidinedin dan efek metaboliknya. Telah diterangkan, insulin merangsang pembentukan dan translokasi GLUT ke membran sel di organ perifer. Ini terjadi karena insulin merangsang peroxisome proliferators-activeted receptor- (PPAR) di inti sel dan mengaktivasi insulin-responsive genes, gen yang berperan pada metanolisme karbohidrat dan lemak. PPAR terdapat ditarget insulin, yakni dijaringan adiposa, hepar, pankreas, keberadaannya di otot skelet amsih diragukan. Bagian lain dari kelompok reseptor ini, retinoic x receptor (RXR) merupakan heterodimer partner PPAR, PPAR, aktif bila membentuk kompleks PPARRXR yang akan terikat pada responsive DNA elements dan merangsang transkripsi gen, membentuk GLUT baru. Bila terjadi resistensi insulin, maka rangsangan insulin tidak akan menyebabkan aktivasi PPAR, tidak terjadi kompleks PPAR-RXR dan tidak terjadi pembentukan GLUT baru. Tiazolidinedin merupakan agonist potent dan selektif PPAR, mengaktifkan PPAR membentuk kompleks PPAR-RXR dan terbentuk GLUT baru. Di jaringan adiposa PPAR mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke otot, dan karenanya dapat mengurangi resistensi insulin. Pendapat lain, aktivasi hormon adiposit dan adipokin, yang nampaknya adalah adiponektin. Senyawa ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin melalui peningkatan AMP kinase yang merangsang transport glukosa ke sel dan meningkatkan oksidasi asam lemak. Jadi agar obat dapat bekerja harus tersedia insulin. Selain itu glitazon juga menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan asam lemak bebas di plasma dan remodeling jaringan adipose. Pioglitazon dan rosiglitazon dapat menurunkan HbA1c (1,0-1,5%) dan

berkecenderungan meningkatkan HDL, sedang efeknya pada trigliserid dan LDL bervariasi. Pada pemberian oral absorpsi tidak dipengaruhi makanan, berlangsung kurang lebih 2 jam. Metabolismenya di hepar, oleh sitokrom P-450 rosiglitazon dimetabolisme oleh isozim 2C8, sedangkan pioglitazon oleh 2C8 dan 3A4. Meski demikian, penggunaan rosiglitazon 4 mg 2 x sehari bersama nifedipin atau kontrasepsi oral (etinil estradiol + noretindron) yang juga dimetabolisme isozim 3A4 tidak menunjukkan efek klinik negatif yang berarti.

Ekskresinya melalui ginjal, keduanya dapat diberikan pada insufisiensi renal, tetapi di kontraindikasikan pada gangguan fungsi hepar. Meski laporan hepatotoksik baru ada pada troglitazon, FDA menganjurkan agar pada awal dan setiap 2 bulan sekali selama 12 bulan pertama penggunaan kedua preparat di atas dianjurkan tes pemeriksaan fungsi hepar. Penelitian population pharmacokinetic, menunjukkan bahwa usia tidak mempengaruhi kinetiknya. Glitazon digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak memberi respons dengan diet dan latihan fisik, sebagai monoterapi atau ditambahkan pada mereka yang tidak memberi respons pada obat hipoglikemik lain (sulfonilurea, metformin) atau insulin. Dosis awal rosiglitazon 4 mg, bila dalam 3-4 minggu kontrol glisemia belum adekuat, dosis ditingkatkan 8mg/hari, sedangkan pioglitazon dosis awal 15-30mg biila kontrol glisemia belum kuat, dosis dapat ditingkatkan sampai 45mg. Efek klinis maksimalnya tercapai stelah pengunaan selama 6-12 minggu. Efek samping antara lain, peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada penggunaannya bersama insulin. Kecuali penyakit hepar, tidak dianjurkan pada gagal jantung kelas 3 dan 4 menurut klasifikasi New York Heart Association. Hipoglikemia pada penggunaan monoterapi jarang terjadi.

5. GOLONGAN PENGHAMBAT ENZIM -GLIKOSIDASE Obat golongan penghambat enzim -glikosidase ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida (starch), dekstrin, dan disakarida di intestin. Dengan menghambat kerja enzim -glikosidase di brush border intestin, dapat menceggah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM. Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Di klinik sering digunakan bersama antidiabetik oral lain dan/insulin. Obat golongan ini diberikan pada waktu mulai makan; dan absorpsi buruk. Akarbose, merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba, dan miglitol suatu derivat desoksi nojirimisin, secara kompetitif juga menghambat glukoamilase dan sukrase,

tetapi efeknya pada -amilase pankreas lemah. Kedua preparat dapat menurunkan glukosa plasma postprandial pada DM tipe 1 dan 2, dan pada DM tipe 2 dengan hiperglisemia yang hebat dapat menurunkan HbA1c secara bermakna. Paa pasien DM dengan hiperglisemia ringan sampai sedang, hanya dapat mengatasi hiperglisemia sekitar 30%-50% dibandingkan antidiabetik oral lainnya (dinilai dengan pemeriksaan HbA1c). Efek smaping yang bersifat dose-dependent, antara lain; malabsorpsi, flatulen, diare, dan abdominal bloating. Untuk mengurangi efek samping ini sebaiknya dosis dititrasi, mulai dosis awal 25 mg pada saat mulai makan untuk selama 4-8 minggu, kemudian secara bertahap ditingkatkan setiap 4-8 minggu sampai dosis maksimal 75mg setiap tepat sebelum makan. Dosis yang lebih kecil dapat diberikan dengan makanan kecil (snack). Akarbose paling efektif bila diberikan bersama makanan yang berserat, mengandung polisakarida, dengan sediki kandungan glukosa dan sukrosa. Bila akarbose diberikan bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan menimbulkan hipoglikemia, pemberian sukrosa akan lebih baik daripada pemeberian sukrose, polisakarida atau maltosa.

Daftar pustaka

Gan gunawan, sulistiwa, dkk. 2007. Farmakologi Dan Terapi. Jakarta: balai penerbit FKUI. H. Azwar, Agoes. 1997. Basic And Clinical Pharmacology. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai