1.1
Apakah yang disebut dengan bank? Bank adalah institusi yang memiliki lisensi perbankan, menerima deposit, membuat loan, menerima serta menerbitkan check. Apakah yang disebut risiko? Menurut kamus, risiko adalah kemungkinan dari bencana atau kerugian. Untuk tujuan sertifikasi, risiko adalah kemungkinan hasil buruk atau negatif, dan kemungkinan hasil tersebut bisa diprediksi.
1.1
Dua istilah yang berhubungan dengan risiko dan penting untuk sertifikasi ini :
Risk event adalah terjadinya suatu keadaan yang mengakibatkan adanya potensi kerugian (bad outcome). Risk loss adalah kerugian yang terjadi sebagai akibat dari risk event. Kerugian tersebut bisa berupa kerugian finansial atau kerugian non-finansial
RWA = RiskWeighted Assets (Basel I) Supervisor mengharuskan ratio regulatory capital 8% dari RWA x 8% = USD 50.4m Bank memiliki USD80 jt, lebih besar dari ketentuan regulator.
630
Basel II dan Sertifikasi keduanya berhubungan dengan regulasi bank, bukan industri jasa keuangan non-bank. Untuk European Union (EU), regulasi Basel II akan mengcover institusi jasa keuangan/ Bank yang cukup banyak (sekitar 8,800) dan sekitar 2,200 usaha investasi (investment firms).
Systemic risk adalah risiko bahwa kegagalan bank dapat menyebabkan kerusakan pada ekonomi lebih dari sekedar dampak langsungnya ke karyawan, pelanggan, dan pemegang saham.
KERUGIAN
Menjual obligasi pemerintah sebagai sumber dana Usaha untuk meningkatkan dana selanjutnya memerlukan tindakan penjualan atau sekuritisasi
630
1.1.2 Mengapa perlu regulasi bank guncangan ekonomi dan risiko sistemik
Meski bank telah berusaha melakukan diversifikasi pada portfolio perkreditan, sebagian besar masih terekspos cukup besar terhadap risiko ekonomi domestik. Ekonomi suatu negara bisa dipengaruhi oleh : suatu guncangan eksternal (external shock), seperti bencana alam atau kejadian yang dibuat manusia, dan/atau kesalahan pengelolaan ekonomi.
1.1.2 Mengapa perlu regulasi bank guncangan ekonomi dan risiko sistemik
Karena terekspos pada risiko ekonomi seperti itu, Bank dapat menderita kerugian akibat kredit bermasalah. Kenaikan NPL (non-performing loan) bisa disebabkan: Kualitas kredit perusahaan yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang memburuk. Kenaikan yang signifikan dari tingkat pengangguran kenaikan suku bunga.
1.1.2 Mengapa perlu regulasi bank guncangan ekonomi dan risiko sistemik
Sebagian besar bank mampu menghadapi kesulitan dalam melindungi dirinya dari guncangan ekonomi di suatu negara. Namun, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak ekonomi tersebut, termasuk : Menerapkan regulasi (termasuk Basel II) yang semakin menuntut bank menciptakan skenario guncangan ekonomi dan memastikan mereka memiliki modal yang cukup untuk memproteksi stakeholder dari dampak guncangan tersebut memperkirakan tingkat kredit bermasalah (NPL) dan memastikan bisnis mempunyai jumlah modal secara memadai.
Basel Committee on Banking Supervision pertama kali berusaha melakukan standarisasi metodologi perhitungan jumlah risk-based capital yang diperlukan bank ketika mempublikasikan Basel Capital Accord yang pertama pada 1988 Namun, Accord yang pertama hanya mengcover risiko kredit. Hubungan antara risiko dan modal masih lemah dibanding dengan standar saat ini. Sejumlah parameter yang disebut dengan multiplier (disebut riskweight) untuk government debt, bank debt, dan corporate dan personal debt dikalikan dengan target capital ratio 8%.
Basel II menghubungkan capital bank langsung dengan risiko yang dimilikinya. Untuk melindungi dari pengaruh guncangan ekonomi, Basel II mengharuskan bank untuk memperkirakan pengaruh kejadian tersebut dan menjamin bahwa bisnis terkapitalisasi secara memadai. Coverage dari market risk pada Basel II tidak berubah dari Amendment 1996 dan revisi berikutnya.
1.1.3
Basel I Accord
Fokus pada ukuran tunggal Memiliki pendekatan sederhana terhadap sensitivitas risiko
Basel II Accord
Fokus pada metodologi internal Memiliki tingkat sensitivitas risiko yang lebih tinggi
Menggunakan pendekatan satu Fleksibel terhadap kebutuhan ukuran untuk semua untuk berbagai bank risiko dan capital
Market risk adalah risiko kerugian pada posisi on- dan off-balance sheet yang timbul karena pergerakan harga pasar. Market risk adalah kelompok risiko yang berasal dari perubahan suku bunga, nilai tukar, harga pasar untuk saham dan komoditas.
Eksposur suatu bank dihitung atas dasar rate yang berlaku di pasar (misalnya suku bunga). Risiko pasar dapat berasal dari : Traded market risk dimana bank secara aktif berpartisipasi pada perdagangan instrumen di pasar, seperti bond, yang nilainya dipengaruhi oleh perubahan market rate interest rate risk in the banking book dimana bank terekspos pada risiko dari perubahan market rate karena struktur dari bisnisnya, misalnya pada aktivitas lending dan deposit taking.
1.2.2
Interest rate
Traded market risk adalah risiko kerugian nilai investasi yang berhubungan dengan jual beli instrumen finansial yang dilakukan secara terus menerus, dengan motif memperoleh profit. Traded market risk terjadi karena bank bermaksud memperoleh laba disamping risiko yang diambil.
1.2.3
Bank A ingin masuk dalam aktivitas perdagangan untuk mendapat potensi laba. Ia memutuskan membeli obligasi pemerintah dengan bunga tetap untuk periode 5 tahun. Nilai dari obligasi dipengaruhi oleh perubahan suku bunga.
105
6%
100
5%
95
4%
1.2.3
Traded market risk keputusan funding Bank A bisa memilih membiayai pembelian obligasi di atas dengan mencari dana yang diperlukan secara : 1. lima tahun pada fixed rate 2. periode lebih panjang dari lima tahun 3. periode lebih pendek dari lima tahun.
Market raising
Bank
4% 5 years 5% 5 years
Bonds
1.2.3
Traded market risk keputusan funding 2. Jika trader Bank A memperkirakan bahwa bunga akan naik di masa depan, ia dapat saja memutuskan untuk membiayai dengan fixed rate bond yang berdurasi lebih panjang. Misal, dana dengan jangka waktu 10 tahun. Jika perkiraan trader benar dan bunga naik, nilai dari 10-year fixed rate debt, akan turun lebih besar daripada nilai bond 5 tahun. Bank A akan mendapat profit dari keseluruhan transaksi. Ini disebut long funding. Perlu diingat bahwa jika bunga turun, bank akan menderita kerugian dari transaksi.
Market raising
Bank
6% 10 years 5% 5 years
Bonds
1.2.3
Traded market risk keputusan funding 3. Jika trader Bank A percaya bahwa bunga akan turun, ia bisa membiayai obligasi tadi dengan dana overnight. Ini disebut short funding. Bank akan memperbarui funding setiap hari, tapi bila trader benar, funding bisa diperoleh pada rate lebih rendah setiap hari ketika bunga turun.
Market raising
Bank
3% O/N 5% 5 years
Bonds
Keputusan funding yang keliru bisa mahal akiabtnya. Keputusan ini mengandung traded market risk.
1.2.3
Midland Bank Pada 1989 Midland Bank, suatu bank utama di UK, menderita kerugian lebih dari GBP 116 juta pada posisi interest rate dari anak perusahaan, sebuah bank investasi. Ketika bunga bergerak kearah berlawanan dengan posisi Midland, ia tidak menurunkan eksposur malah meningkatkannya dengan harapan dapat menutup kerugian.
Contoh di atas adalah ilustrasi market risk dalam konteks perdagangan untuk profit. Di sisi lain banyak bank menghadapi problem mengelola risiko sejenis yang terjadi sebagai konsekuensi bisnis alaminya sebagai lembaga intermediari. Ini disebut interest rate risk in the banking book, yang dihasilkan dari bisnis yang dilakukan bank dengan nasabahnya.
Mortgage customers
Bank A
Depositors
Secara praktis, bank tersebut memiliki eksposur short funding Dengan posisi seperti ini, bank berspekulasi apakah bunga akan naik atau turun, jadi walaupun bank tidak melakukan trading, bank secara tidak langsung sudah mengambil posisi trading.
Mortgage customers
Membayar 5 year fixed interest rate
Bank A
Depositors
Menerima central bank discount rate
Bank B
Bank C
Mortgage customers
Bank A
Depositors
Swap counterparty
American savings and loan associations, US Paying 5 year fixed at 4 % Receiving mortgage rate at 5 %
Market
Funds flow Posisi matched ?
S & L
Funds flow
Mortgages
Ketika bunga turun, banyak nasabah yang membayar mortgage lebih awal tanpa penalti.
American savings and loan associations, US Paying 5 year fixed at 4 % Receiving new mortgage rate at 3 %
Market
Funds flow
S & L
Funds flow
New mortgages
Ketika mortgage asal dibayar lebih awal, posisi matched hilang. S&L masih membayar suku bunga pasar awal yang tinggi dengan pendapatan dari mortgage baru pada bunga yang lebih rendah.
Credit risk adalah risiko kerugian berhubungan dengan kemungkinan suatu counterparty akan gagal memenuhi kewajibannya; dengan kata lain risiko bahwa peminjam tidak akan membayar hutangnya. Credit Risk contoh Bank A meminjamkan mortgage ke nasabah personal. Dalam melakukannya, ia menghadapi risiko bahwa beberapa atau seluruh nasabahnya akan gagal membayar kembali pokok kredit yang dipinjam dan/atau bunga dari mortgage.
Barclays Bank, UK Pada bulan Maret 1993, Barclays Bank mengumumkan kerugian GBP 244 juta untuk tahun 1992, setelah membuat provisi sebesar GBP 2.5 milyar untuk bad dan doubtful debts selama tahun tersebut. Ini termasuk provisi sebesar GBP 240 juta terhadap satu loan sebesar GBP 422 juta ke IMRY, suatu developer properti. Bagian besar dari kerugian ini terjadi karena hancurnya properti di UK pada awal 1990an.
Bank menerapkan sejumlah teknik dan kebijakan untuk mengelola risiko kredit guna meminimalkan kemungkinan atau akibat dari kerugian kredit (disebut credit risk mitigation). Ini termasuk : grading model untuk masing-masing loan portfolio management dari loan securitization collateral cash flow monitoring recovery management
Basel II secara khusus memasukan grading model sebagai bagian dari kerangka pengukuran credit risk.
Bank mengukur risiko kredit pada portfolio untuk memastikan lending tidak terkonsentrasi pada satu industri atau satu area geografis. Dengan demikian portfolio bank terdiversifikasi dengan baik, yang berarti risiko systematic default lebih rendah. Analisa ini disebut cohort analysis dan diterapkan baik pada loan untuk korporasi maupun personal.
1.3.5 Sekuritisasi
Satu teknik yang digunakan bank untuk memperkecil risiko adalah mem package dan menjual portfolio kredit sebagai sekuritas, yang disalurkan pada investor. Proses ini disebut sekuritisasi. Sekuritisasi memungkinkan bank mengurangi potensi eksposur yang menurut analisis adalah paling berisiko, atau segment dimana bank memiliki konsentrasi risiko yang tinggi. Sekuritisasi memungkinkan bank memperoleh dana dihasilkan dari penjualan aset dan menginvestasikan pada aset lainnya dengan risiko yang lebih rendah.
Definisi di atas adalah definisi Basel II. Operational risk bisa dibagi menjadi sub-kategori, yaitu risiko yang berhubungan dengan : proses internal manusia sistem kejadian eksternal Risiko legal dan regulatory (legal risk).
Selama 15 tahun terakhir, terdapat sejumlah kenaikan kejadian operational risk yang terkenal dan menyebabkan dampak serius bagi laba dan modal (capital) bank. Akibatnya supervisor mendorong bank meninjau kembali proses kerja selengkap mungkin dan memperhitungkan kejadian low frequency/high impact di luar area credit dan market risk. Regulasi Basel II mengharuskan bank mengkuantifikasi operational risk, mengukurnya dan mengalokasikan modal untuk operational risk sama dengan credit dan market risk.
1.5
Risiko lainnya
Meski definisi operational risk Basel II tidak memasukan business, strategic, dan reputational risk, Basel menyediakan sarana untuk memasukan other risk dalam perhitungan risk-based capital untuk bank.
Kerangka Basel II sangat spesifik menentukan apa saja yang masuk dalam other risks. Meski tidak dibahas dalam regulasi, mereka penting karena bank perlu memasukan berbagai risiko tersebut saat menghitung risk-based capital-nya. Tiga risiko yang termasuk other risks adalah : Risiko bisnis risiko strategik risiko reputasi.
Risiko Bisnis (Business risk) adalah risiko berhubungan dengan posisi kompetitif bank, dan prospek bank untuk berhasil dalam pasar yang terus berubah. Meski risiko bisnis tidak dimasukkan dalam definisi Basel tentang operational risk, namun tetap menjadi perhatian utama bagi manajemen senior dan dewan Direksi bank. Risiko bisnis termasuk misalnya, prospek jangka pendek dan panjang dari produk dan jasa yang telah ada.
Strategic risk adalah risiko berhubungan dengan keputusan bisnis jangka panjang oleh manajer senior bank. Bisa juga berhubungan dengan implementasi strategi tersebut. Strategic dan business risk mirip; namun berbeda dalam durasi dan pentingnya keputusan. Strategic risk berhubungan dengan keputusan seperti : bisnis apa yang akan diinvestasikan bisnis mana yang akan diakuisisi kemana dan seberapa banyak bisnis akan dikecilkan atau dijual
Reputational risk adalah risiko dari potensi kerugian bagi perusahaan karena opini publik yang negatif. Sebagai contoh, persepsi tentang kurangnya dana bisa menyebabkan run on bank. Reputasi bank rusak karena risk event. Nasabah menjadi khawatir, dan akhirnya ada krisis kepercayaan. Risiko reputasi semakin meningkat dengan perdagangan pasar keuangan selama 24 jam. Kehancuran reputasi bank internasional dapat terjadi setiap saat, pada setiap bagian dunia dan dilaporkan langsung ke seluruh dunia.
Reputational risk bisa menyebar ke seluruh sektor dari industri perbankan misal mortgage banking atau internet banking. Meski risk event terjadi hanya di satu bank dimana terdapat kontrol risiko yang kurang memadai, reputasi dari suatu produk atau sektor bisa berpengaruh ke seluruh industri perbankan. Apa yang dimulai dari insiden terisolasi, karena pelaporan, bisa berakhir dengan kerusakan reputasi seluruh industri.
Selain kerugian finansial secara langsung, risk event dapat menimbulkan dampak pada stakeholder bank pemegang saham, karyawan, pelanggan juga ekonomi. Secara umum pengaruh ke pemegang saham dan karyawan adalah langsung, namun konsekuensi untuk nasabah bisa secara tidak langsung, sehingga kurang dapat terlihat. Risiko tidak langsung ini seringkali merupakan konsekuensi dari suatu risk event memiliki dampak terhadap ekonomi. Selanjutnya akan dijelaskan dampak risiko bagi stakeholders dan ekonomi.
Penting untuk disadari konsekuensi risk event bagi nasabah, hal ini ikut meningkatkan kebutuhan akan regulasi bank secara spesifik, bukan menerapkan regulasi untuk industri jasa keuangan secara keseluruhan.
Procyclicality effect ini bisa dilihat pada saat melakukan pinjaman pada asset bubbles. Lending berlebihan selama market booming menyebabkan ekspektasi return dan valuasi aset yang tidak masuk akal, seperti terjadi pada residential, commercial real estate dan pasar saham, pada berbagai waktu di berbagai belahan dunia.
Regulasi
Banking Act 1998 memperbaiki Banking Act 1992
Tujuan
Mendefinisikan tiap jenis bank dan persyaratan serta pembatasan yang berlaku untuk tiap jenis bank.
Tujuan
Menetapkan Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia yang independen. Menetapkan obyektif dan tugas dari bank sentral. Mendefinisikan kebutuhan fungsi audit dan compliance dalam bank Menentukan lisensi dan persyaratan operasi dari bank komersial. Mendefinisikan prosedur dan praktek yang harus digunakan bank untuk mengidentifikasi nasabah dan memonitor aktivitasnya. Fit dan proper test yang dijalankan BI pada pemegang saham pengendali dan manajer senior bank.
Audit & Compliance 1999 Commercial Banks 2000 Know Your Customer Principles 2001 Fit and Proper Test 2003
Tujuan
Mendefinisikan capital requirement minimal dari bank komersial dengan memperhatikan posisi market risk-nya. Mendefinisikan infrastruktur risk management yang diperlukan bank Mensyaratkan bank komersial untuk mengembangkan dan menyerahkan rencana bisnis jangka pendek dan menengah. Menentukan limit dari risiko konsentrasi dalam portfolio lending bank. Mengharuskan bank untuk menyerahkan informasi pada semua debtor ke central credit bureau (pusat biro kredit).
Risk Management 2003 Commercial Bank Business Plan 2004 Legal Lending Limit 2005 Debtor Information System 2005
Asset Securitization Mendefinisikan prinsip-prinsip yang 2005 digunakan bank dalam menggunakan dan mengeksekusi sekuritisasi aset.
Selain itu BI telah menerbitkan Indonesian Banking Architecture (API) yang menentukan arah, ringkasan, dan struktur kerja untuk industri perbankan dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan.
Chapter 2 Evolusi dari risk management dan regulasi pada industri perbankan
2.1 Mengapa banks disebut special dan perlu dilakukan regulasi
2.1.1 Gearing
Gearing adalah rasio hutang perusahaan dibanding modal yang dimilikinya. Jadi bank memiliki sejumlah besar hutang dibanding dengan jumlah modal, dan dikatakan highly geared. Di AS, bank dianggap highly leveraged.
630
Bank adalah highly geared ; memiliki capital hanya USD 80 juta dibanding hutang USD 920 juta
2.1.1 Modal
Sumber daya utama untuk memastikan solvency bank adalah kecukupan modal (capital). Modal dari bank adalah sumber daya finansial yang tersedia untuk menyerap kerugian karena modal tidak membutuhkan pembayaran. Modal adalah jumlah investasi pemegang saham dalam bank yang tercatat pada neraca.
2.1.1 Insolvency
Insolvency adalah ketidakmampuan suatu perusahaan membayar klaim yang jatuh tempo. Bank yang berada pada posisi ini akan menderita krisis solvency.
2.1.1 Insolvency
Krisis solvency pada suatu bank bisa menyebabkan penurunan skala kecil pada aktivitas ekonomi (seringkali hanya lokal). Namun, jika krisis mempengaruhi seluruh sektor perbankan, seluruh ekonomi akan dipengaruhi. Tanpa mekanisme manajemen likuiditas, kondisi illiquidity bisa menyebabkan insolvency. Jika krisis likuiditas semakin menyebar, pengaruh pada ekonomi bisa serupa dengan pengaruh krisis solvency yang mempengaruhi seluruh industri perbankan. Kegagalan kepercayaan pada satu bank bisa menyebabkan kegagalan kepercayaan pada bank secara umum.
Standar setting untuk institusi keuangan berasal dari kebutuhan meningkatkan efisiensi dan daya tahan sistem keuangan. Financial stability adalah pemeliharaan kondisi dimana kapasitas institusi finansial dan pasar untuk memobilisasi dana secara efisien, menyediakan likuiditas, dan mengalokasikan investasi tidak terganggu.
Financial stability bisa terjadi meski ada kegagalan periodik dari individu institusi keuangan. Kegagalan periodik hanya menjadi perhatian bila menimbulkan gangguan umum pada sistem perbankan.
Stabilitas moneter (Monetary stability) adalah stabilitas nilai uang (yaitu inflasi yang rendah dan stabil). Stabilitas moneter tidak sama dengan stabilitas sistim keuangan (financial stability). Meski keduanya sering terjadi pada saat bersamaan, kadang-kadang keduanya tidak terjadi secara bersamaan, misalnya : periode inflasi rendah dari akhir abad 18 sampai awal 20 Stabilitas moneter dari akhir PD I sampai 1980-an inflasi terkontrol dari 1980 ke atas
2.1.1
Pada tahun 1995 internet only bank yang pertama di dunia didirikan di Atlanta, AS. Security First National Bank (SFNB) hanya memiliki satu kantor, tanpa cabang, sedikit pegawai dan overhead terbatas. Konsep dasarnya adalah untuk nasabah yang ingin berbisnis secara cepat, efisien, dan dalam lingkungan yang aman. Meski sekarang SFNB merupakan bagian dari Royal bank of Canada, SNFB membuktikan bahwa untuk mendirikan bank relatif mudah. SNFB juga membuktikan bahwa konsep internet bank merupakan proposisi yang dapat bertahan hidup. Internet banking saat ini merupakan bagian yang substansial dari perputaran sektor perbankan.
Liberalisasi sektor perbankan juga meliputi kontrol kompetisi lintas batas, karena terjadinya pertumbuhan perdagangan bebas (free trade) secara global. Tapi mungkin event yang lebih signifikan adalah hasil dari meningkatnya kekuatan politis dan ekonomi dari European Union. Liberalisasi kontrol antar batas meningkatkan hubungan finansial antara institusi, pasar dan negara.
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
Basel Committee memiliki tiga tujuan dalam mengembangkan Basel I Accord : Memperkuat daya tahan (soundness) dan stabilitas dari sistem perbankan internasional Menciptakan framework yang adil untuk mengukur kecukupan modal pada bank yang aktif secara internasional Mengupayakan framework yang bisa diaplikasikan secara konsisten dengan prinsip mengurangi ketidakadilan persaingan antar bank-bank yang aktif secara internasional
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2.2 Aktiva tertimbang menurut risiko (Risk-weighted assets) dan bobot (risk weights)
Untuk memahami bagaimana Basel I memenuhi obyektif utamanya, perlu diketahui konsep risk-weighted-asset (RWA) atau ATMR. Risk-weighted asset adalah kategori aset neraca dikalikan dengan risk-weight. RWA adalah aktiva tertimbang menurut risiko, yang digunakan untuk menghitung kebutuhan modal.
Basel Committee menetapkan sistem yang membantu bank untuk menghitung risk-weighted asset. Sistem ini menetapkan bobot risiko sebagai suatu faktor. Bobot risiko ini didasarkan pada persepsi relatif credit risk yang terkait dengan tiap kategori aset.
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2.2 Aktiva tertimbang menurut risiko (Risk-weighted assets) dan bobot (risk weights)
Untuk mendapatkan bobot risk factor neraca, setiap instrumen kontrak (misal kredit) dikelompokan dalam lima kategori secara umum menurut persepsi kualitas kredit dari counterparty pada kontrak. Bobot (weight) yang digunakan adalah 0%, 10%, 20%, 50%, 100%.
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2.2 Aktiva tertimbang menurut risiko (Risk-weighted assets) dan bobot (risk weights)
Table 2.1: Versi ringkas dari list dalam Basel I. Risk weight % Asset Class 0 Cash Domestic and OECD central government 0 to 50 20 50 100 Government lending OECD Domestic & OECD public sector & local govt. Interbank (OECD) & intl. development banks Non-OECD bank <1year Mortgage lending (1st charge on residential property) Corporate and unsecured personal debt Non-OECD bank > 1year Non-OECD government debt
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2.2 Aktiva tertimbang menurut risiko (Risk-weighted assets) dan bobot (risk weights) - contoh
Menghitung risk-weighted assets Bank A wajib mengikuti aturan Basel I, dan memberikan kredit sebesar USD 100 juta pada bank non OECD untuk jangka waktu enam bulan. Risk-weighed asset dari kredit adalah : Kredit yang diberikan Risk weight RWA USD 100m 20% USD 20m (100m * 20%)
Bank B memberikan kredit sebesar USD 100 juta pada perusahaan besar. Risk-weighted asset (RWA) dari kredit ini adalah : Kredit yg diberikan Risk weight RWA USD 100m 100% USD 100m (100m * 100%)
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
Kebutuhan modal
USD 1.6m
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
Konsep credit risk equivalence adalah bahwa transaksi off-balance sheet bisa dikonversi menjadi loan ekuivalen sehingga dapat dicatat pada on-balance-sheet, untuk tujuan menghitung risk-weighted assets. Cara ini memastikan definisi RWA mencakup kewajiban bank yang luas, tidak hanya kredit dan aset-aset sejenis.
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
CF %
100 50 20 100 100 50 50 0
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2.6
instrumen Derivatif
Transaksi off-balance sheet lainnya seperti derivatif diperlakukan berbeda. Derivatif adalah instrumen finansial dimana jumlah pokok dari transaksi biasanya tidak dipertukarkan. Aset dasar derivatif diperoleh dari satu atau lebih unsur berikut : financial instruments indeks (indices) komoditas instrumen derivatif lainnya
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2.6
Bank V
Receiving 2%agreed rate for 1v3 month FRA
Bank X
Bank V masuk FRA dengan Bank X yg ber hak mendepositokan USD 10 juta selama 3 bulan mulai satu bulan dari sekarang Dalam waktu 1 bulan, Bank V menempatkan deposit ke Bank Y dan menerima 3 month LIBID.
Bank Y
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2.6
instrumen Derivatif
Dalam beberapa instrumen derivatif seperti kontrak interest rate swap, bank tidak terekspos ke seluruh face value dari kontrak swap jika counterparty default, namun hanya potential cost dari mengganti arus kas yang ekuivalen dengan kontrak (credit equivalent) Setiap mark-to-market exposure dikurangi 50% dari conversion factor / direct lending weight seperti terlihat dalam tabel di atas. Misal suatu counterparty dengan 100% akan diberikan bobot 50% mark-tomarket exposure. Tergantung pergerakan sejumlah faktor yang relevan sejak dimulainya kontrak, hal ini mungkin menghasilkan atau tidak credit risk equivalent exposure. Selalu ada add on untuk menutupi potensi nilai kontrak berubah, sehingga bank akan terekspos risiko counterparty.
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2.6
instrumen Derivatif
Secara umum instrumen derivatif adalah : interest rate swaps dan options, forward rate agreements, interest rate futures exchange rate swaps dan options, forward foreign exchange contracts, currency futures (tidak termasuk kontrak dengan original maturity kurang dari 14 hari) Kontrak terkait precious dan non-precious metals mirip dengan di atas equity contracts mirip dengan di atas Dua metode untuk menghitung credit equivalent dari kontrak yang diperbolehkan adalah : Current Exposure Method Original Exposure Method
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
Bank A
6 month LIBOR
OECD Bank
Rate telah meningkat sehingga nilai mark-to-market dari swap adalah USD 1 juta. Sisa usia swap adalah 4 tahun. Credit Exposure (CE) = Mark-to-market + (notional amount x add-on) CE = USD 1m + (USD 10m x 0.5%) = USD 1,050,000 CE adalah ke OECD bank, dengan rate 20% dikurangi ke 10%. Capital consumption = USD 1,050,000 x 10% (risk weight) x 8% (target capital ratio) = USD 8,400
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2.9
1
4-year interest rate swap pada perusahaan kimia UK sebesar USD 10m dengan nilai USD 500,000 Off-balance sheet private sector maturity less than 5 years using Current Exposure Method CE = (USD 10m x 0.5%) + USD 500,000 = USD 550,000 RWA = USD 550,000 x 50% = USD 275,000
2.2 The original Basel Accord and capital adequacy for credit risk
2.2.9
3
Total RWA
USD 20,000,000 + USD 275,000 + USD 250,000,000 = USD 270,275,000 USD 270,275,000 x 8% = USD 21,622,000
2.3 The grid and look up table approach to capital adequacy and credit risk in Basel I
2.3 Pendekatan grid dan look up table untuk menghitung kecukupan modal dan credit risk
Dalam praktek setiap bank yang beroperasi dalam Basel I menggunakan tabel 2.3 dan 2.4 untuk menghitung level credit risk equivalent dari transaksi yang dilaksanakan. Bank juga menggunakan tabel 2.1 dan 2.2. untuk menghitung level risk-weighted asset yang digunakan untuk menentukan kebutuhan modal (capital requirement).
2.3 The grid and look up table approach to capital adequacy and credit risk in Basel I
2.3 The grid and look up table approach to capital adequacy and credit risk in Basel I
Return on regulatory capital adalah ukuran kinerja yang digunakan untuk memastikan bahwa suatu transaksi mendatangkan return yang cukup bagi bank untuk menghasilkan capital baru.
2.3 The grid and look up table approach to capital adequacy and credit risk in Basel I
2.3 The grid and look up table approach to capital adequacy and credit risk in Basel I
2.3 The grid and look up table approach to capital adequacy and credit risk in Basel I
Untuk kebutuhan regulatory capital, bank dapat memiliki capital dalam dua tier : Tier 1 saham biasa yang diterbitkan dan dibayar penuh dan non-cumulative perpetual preferred stock dan disclosed reserves. Tier 2 - undisclosed reserves, asset revaluation reserves, general provisions dan general loan loss reserves, hybrid capital instruments dan subordinated debt. Tier 2 capital tidak boleh lebih dari 50% total capital untuk credit risk.
Periode holding dari transaksi dikenal sebagai VaR Horizon. Untuk sebagian besar transaksi yang diperdagangkan di pasar, VaR Horizon yang dianggap paling sesuai adalah satu hari. Ukuran yang sering digunakan adalah Daily Value at Risk atau DVaR.
Risk report dari bank mungkin memiliki pernyataan sbb : Portfolio trading memiliki DVaR USD 5 juta pada level 95% Dalam bahasa sederhana DVaR diatas dapat dinyatakan sbb : Selama periode satu hari trading ada 5% kemungkinan (100% 95%) kerugian portfolio melebihi USD 5 juta
VaR model tidak memberi perkiraan seberapa besar kerugian sesungguhnya bisa terjadi. Dalam contoh kita model tidak memberikan berapa besar lebih dari USD 5 juta kerugian bisa terjadi.
2.7
Pada tahun 1999, Basel Committee mulai bekerja dengan bank-bank utama dari negara anggota untuk mengembangkan Capital Accord baru. Tujuan umumnya adalah memasukan seluruh risiko bank dalam suatu kerangka kecukupan modal yang komprehensif. Accord baru ini dikenal sebagai Basel II. Pengembangan Basel II Accord terjadi bersamaan dengan usaha European Union untuk menyelaraskan pasar keuangan-nya. Ini dikenal sebagai Financial Markets Program. Kebutuhan untuk menyelaraskan regulasi bank dan jasa keuangan di EU merupakan bagian integral dari Financial Markets Program.
2.7
Ada potensi bahwa EU akan mengadopsi Basel II Accord sebagai dasar bagi regulasi capital dari bank dan perusahaan jasa keuangan. Aplikasi yang luas dari Basel II dalam EU, tidak hanya bagi perbankan, diperlukan karena tidak adanya definisi mengenai bank yang seragam di antara negara-negara anggota. Basel II Accord, dengan sedikit penyesuaian, akan menjadi dasar arahan bagi aturan kecukupan modal di EU the Capital Requirement Directive (CRD).
3.1
Pada Pillar 1, bank harus menghitung modal minimum untuk mengcover credit risk, market risk, dan operational risk. Untuk traded market risk, proses yang diuraikan dalam Basel I Market Risk Amendment tahun 1996 tetap digunakan (tidak ada perubahan) Interest rate risk yang terdapat pada posisi banking book tidak termasuk dalam kebutuhan modal pada Pillar 1.
Basel Committee memfokuskan Pillar 1 pada credit risk dan operational risk tanpa mengubah aturan pada 1996 Market Risk Amendment. Pendekatan Pillar I untuk pertama kalinya mencakup operational risk dengan pendekatan kuantitatif. Selain itu kelompok risiko yang diharapkan dicakup dalam Pillar 2 dan 3, yang disebut dengan other risks.
IRB approaches
Standardised Approach
Foundation
Advanced
Collateral Securitization
3.1.4
Pillar 3
Market Discipline
Disclosure
3.2
Peningkatan penggunaan metode kuantitatif oleh bank untuk mengukur dan melaporkan market risk pada posisi portfolio bank merupakan perkembangan yang akhirnya mendorong BCBS mengeluarkan Basel I Market Risk Amendment 1996 Amandemen itu memperbolehkan bank menggunakan model internal untuk mengukur market risk. Perkembangan metode kuantitatif tadi menjadi landasan untuk menyusun Basel II Accord. Namun, terdapat dua masalah, yaitu penetapan credit models dan masalah operational risk dan other risks perlu diputuskan sebelum BCBS dapat melanjutkan mengembangkan Basel II.
3.3
Basel Committee menggunakan pendekatan konsultatif untuk memastikan bahwa regulasi baru akan memberikan dampak positif. Basel menerbitkan consultative papers pertama, dan diikuti dengan periode konsultasi dan revisi. Periode konsultasi termasuk pelaksanaan serangkaian Quantitative Impact Studies, dimana Basel meminta sejumlah bank menghitung dampak dari implementasi Basel Accord berdasarkan consultative paper yang terakhir.
3.3
Pendekatan konsultatif (consultative approach) yang diadopsi Basel Committee sejalan dengan maksud dari Committee untuk tidak mengubah keseluruhan modal yang sudah ada dalam sistim perbankan untuk mendukung aktivitas industri perbankan. Langkah yang diambil Committee adalah menggunakan pendekatan yaitu pertama mengukur dampak implementasi dari Basel proposal pada industri perbankan. Kemudian informasi tersebut digunakan untuk membuat perubahan pada proposal. Pendekatan konsultatif berdampak positif pada pengembangan Basel Accord. Cara ini juga membantu bank dan Committee untuk lebih memahami permasalahan yang bakal timbul dalam implementasi nantinya.
3.4.1
Cakupan Basel II
Basel II memasukkan Pillar 2 dan Pillar 3 sebagai bagian integral dari proses untuk menentukan kebutuhan modal suatu bank. Dalam Pillar 2, regulator melalui sistim pengawasan bank diharapkan meneliti secara luas potensi adanya risiko lain-lain yang terdapat pada aktivitas bank.
3.4.2
Cakupan Basel II
Selain cakupan yang lebih luas, Basel II juga menambah kedalaman cakupan risiko. Terutama dalam kebijakan perhitungan credit risk.
Basel II menetapkan lebih banyak kategori kredit terutama atas dasar kualitas debitur, syarat-syarat kredit, dan kualitas agunan. Basel II menyediakan dua pilihan bagi bank untuk menentukan bobot risiko dari asset kredit: Standardized Approach dan Internal Ratings Based Approach.
3.4.2
Cakupan Basel II
Standardized Approach merupakan Basel I yang sudah disesuaikan secara significant. Pada Internal Ratings-Based Approach, bank mengembangkan sendiri grading model untuk menetapkan kualitas kredit debitur. Kedua pendekatan tersebut pada dasarnya serupa dengan cara perusahaan pemeringkat menetapkan rating pada obligasi. Basel I Accord menerapkan pendekatan sederhana mengenai hubungan profil risiko dari suatu aset dan kebutuhan modal untuk mengcover risiko aset yang tercatat pada neraca. Basel I hanya menetapkan sedikit kategori risiko dari berbagai jenis aset. Hal ini berbeda dengan perusahaan pemeringkat, yang menggolongkan lebih banyak kategori risiko kredit pada obligasi dengan menggunakan sistim rating.
Description
Tergolong sebagai spekulatif dalam hal kapasitas membayar bunga dan pokok sesuai dengan term dari obligasi. Ba / BB adalah tingkat spekulasi terendah.
Baik Moodys maupun Standard & Poors juga menetapkan rincian lebih lanjut dari sistim rating mereka, sehingga menambah jumlah kelompok grade lebih lanjut. Moodys menggunakan tanda tambahan 1, 2 atau 3, dimana 1 berarti paling kuat: A 1 adalah rating A terkuat dan A3 terlemah. S&P menggunakan plus dan minus: A+ adalah A yang terkuat dan Aadalah A yang terlemah.
3.4.2
Cakupan Basel II
Untuk bank yang menggunakan Internal Ratings-Based Approach, jumlah grade yang akan digunakan diserahkan pada kebijakan bank, namun supervisor mengharapkan paling tidak bank menggunakan delapan kategori grade. Apabila Bank menggunakan Standardized Approach, tabel bobot risiko Basel II didasarkan atas tabel dari Basel I, dengan memasukkan credit rating apabila tersedia. Sama dengan metode pada Basel I, Pendekatan standardized mengelompokkan bobot risiko sesuai grading, namun pengelompokan tersebut berbeda sesuai kategori aset class dari aset.
3.5
Karena berbagai jenis bank menghitung sendiri kebutuhan regulatory capital, jumlah regulatory capital yang dihitung dapat berbeda dengan jumlah regulatory capital yang ditetapkan dalam Basel I.
3.5
Bank U memiliki operational risk yang signifikan. Pada ketentuan kebutuhan modal sesuai Basel I, kebutuhan modal akan naik jika penurunan kebutuhan modal untuk mengcover risiko kredit tidak cukup untuk meng-offset modal yang dibutuhkan untuk mengcover risiko operasional. Bank X memiliki operational risk rendah portfolio kredit sebagian besar berupa perusahaan dengan rating AA. Dalam Basel II Bank X akan membutuhkan regulatory capital credit risk yang turun secara signifikan.
3.5
Tujuan Basel II Accord adalah mengupayakan agar kebutuhan regulatory capital sejauh mungkin sesuai dengan profil risiko dari setiap bank. Basel Committee menetapkan kebijakan transisi untuk memastikan bahwa penerapan Basel II Accord yang baru tidak menyebabkan terjadinya pengurangan modal yang diperlukan secara terlalu cepat, baik dilihat dari keseluruhan sistem perbankan, maupun dari sisi masing-masing bank secara individu.
3.5
Dalam menerapkan kebijakan transisi yang pertama, Basel II menetapkan faktor pengali pada perhitungan kebutuhan modal, untuk memastikan kebutuhan modal minimum sebesar 8% tetap terpelihara. Faktor scaling ini diaplikasikan secara merata pada seluruh bank yang menggunakan Internal Ratings-Based Approach untuk menghitung credit risk, atau untuk bank yang menggunakan Advanced Measurement Approach untuk operational risk. Berdasarkan hasil dari QIS 3, faktor pengali ini pertama kali ditetapkan sebesar 106%. Committee percaya bahwa angka ini cukup untuk memastikan bahwa, pada tahap awal pengenalan Basel II, target ratio 8% akan terpelihara.
3.5
Pada kebijakan transisi kedua yang dapat diterapkan oleh supervisor, bank tidak diperbolehkan untuk segera merealisasikan pengurangan kebutuhan regulatory capital. Bank harus menurunkan kebutuhan modal regulatory secara bertahap sesuai petunjuk supervisor selama periode mulai akhir 2005 sampai tahun 2008 seperti terlihat pada tabel. Pengaturan ini menetapkan suatu Capital floor yang akan dikurangi dengan berjalannya waktu.
From yearend 2005 IRB Foundation approach Advanced IRB approaches Parallel calculation From year- end 2006 95% From yearend 2007 90% From yearend 2008 80%
90%
80%
3.6
Hubungan antara modal aktual yang dimiliki bank dengan kebutuhan modal minimum seringkali kompleks. Dalam praktek banyak bank yang saat ini memiliki rasio permodalan minimum sebesar 10% sampai 12%, jauh di atas kebutuhan modal minimum yang ditentukan regulator
4.1
Market risk = Risiko kerugian akibat posisi yang tercatat pada on- dan offbalance sheet karena pergerakan faktor pasar
4.1
Interest rate risk = Potensi kerugian akibat perubahan tingkat bunga, yang menyebabkan perubahan harga pasar dari posisi. Harga pasar atau market value dihitung dengan menggunakan kurva hasil (yield curves) sebagai discount rate.
Contoh - Morgan Grenfell Private Equity February 2001 - Morgan Grenfell Private Equity (MGPE) mengalami kerugian sebesar GBP 150 juta pada posisi saham EM.TV, perusahaan media Jerman. MGPE membayar saham EM.TV dengan saham formula one miliknya. Lantas harga saham EM.TV menurun sampai 90%.
4.1
Example - Telekomunikasi Indonesia August 1998, Telkom Indonesia mengalami kerugian sebesar USD 101m akibat kerugian valas sebesar USD 150m. Telkom mengambil kredit sebesar USD 306m, JPY 11milyar dan FRF 130 juta, lantas dikonversi menjadi rupiah Rupiah mengalami devaluasi hebat terhadap USD, JPY dan FRF sehingga beban hutang dalam mata uang rupiah menjadi berganda.
4.1
Commodity position risk = Potensi kerugian akibat fluktuasi harga komoditas. Risiko dapat terjadi pada posisi komoditas termasuk posisi derivatives komoditas.
Example - Sumitomo Corporation June 1996 - Sumitomo Corporation melaporkan kerugian sebesar USD 1.8 milyar dalam periode 10 tahun, akibat transaksi jual beli logam tembaga oleh trader secara tidak sah. Harga tembaga kemudian bergerak secara fluktuatif dan merugikan posisi perusahaan.
4.1
Event ekonomi dan politik plus bencana alam memberikan dampak jangka pendek pada harga pasar. Faktor fundamental ekonomi memberikan dampak harga pasar jangka panjang. Contoh: Nilai tukar dipengaruhi oleh perbedaan tingkat inflasi dan kinerja ekonomi secara riil
Strategi kedua: Mengelola posisi dengan melakukan covering deals atau hedging, dengan wewenang trading desk, yang dapat melakukan trade kalau pasar sedang menguntungkan. Untuk ini perlu ditetapkan market risk limit/ untuk membatasi risiko kerugian setiap saat. Posisi bank dapat untuk kepentingan nasabah, atau untuk kepentingan bank sendiri/ proprietary trading.
Market maker memperoleh laba dari spread bid-ask, dan mempunyai informasi dari trade yang dilakukan sehingga dapat segera menyesuaikan harga. Pada pasar yang bergerak cepat, posisi trader berpotensi rugi. Maka diperlukan menentukan limit dan memonitor pelaksanaannya.
Banks cenderung mengubah strategi sejalan dengan pertumbuhan, terdapat berbagai strategi pada berbagai produk dan posisi bank. Secara historis, aktivitas trading bank lebih untuk melayani kepentingan nasabah, khususnya nasabah yang melakukan transaksi internasional yang sangat membutuhkan jasa bank.
4.2.1
Perkembangan pasar FX juga dapat menjelaskan bagaimana trading berbagai jenis sekuritas berkembang pada aktivitas bank. Tahap I: bank memelihara posisi match (matched position) pada suatu instrumen. Artinya bank melayani nasabah dan langsung melakukan hedge atas posisi tsb. Laba bank = harga nasabah harga interbank.
4.2.1
Posisi match transaksi valas Bank A diminta oleh nasabah untuk membeli US dollar dan menjual Japanese yen karena ia harus membayar supplier Jepang senilai JPY 100 juta. Bank A menggunakan rate yang berlaku dipasar atau quote rate untuk membeli dollar di pasar, yaitu = Yen 100.00/USD, biaya yang diperlukan = USD 1 juta. Bank menjual Yen dengan Selling rate = 99.00 untuk nasabah, dan menerima USD 1,010,101. Artinya bank tidak menanggung risiko dan memperoleh laba USD 10,101.
4.2.1
Step kedua bank memelihara posisi untuk melayani kebutuhan nasabah dengan antisipasi adanya perubahan faktor pasar yang untuk jangka pendek menguntungkan bank. Jangka waktu yang diijinkan pada trader untuk memelihara posisi akan semakin panjang apabila bank semakin berpengalaman dalam melakukan aktivitas trading instrumen tertentu. Dengan demikian, aktivitas trading bank tidak tergantung dari aktivitas transaksi valas dari nasabah.
Customer
Funds flow
Bank A
Funds flow
Market
Bank B
Hedging memiliki banyak keuntungan tapi memerlukan pengelolaan yang cermat, karena derivative tidak identik dengan transaksi aslinya Biasanya akan selalu terdapat residual risk yang tidak terlindung yang harus dikelola dan dimonitor. Dalam beberapa kasus, khususnya transaksi posisi yang besar, interaksi antara hedge dan transaksi awal dapat menimbulkan risiko baru.
Customer
Funds flow
Bank A
Funds flow
Market
Unsur penting untuk mengawasi aktivitas trading adalah adanya unit independen yang menentukan prosedur persetujuan yang ketat yang melibatkan berbagai unit dalam bank kalau bank ingin meluncurkan produk baru. Prosedur persetujuan hendaknya memperhatikan masalah sebagai berikut:
Pelaporan risk management pricing dan valuasi Kebutuhan dana (funding) Implikasi credit risk Prosedur kepatuhan (compliance)
4.3.1 Introduksi
Terdapat berbagai macam instrumen Trading dan variasi. Untuk keperluan ujian sertifikasi, produk adalah instrumen utama yang diperdagangkan secara global. Pada umumnya kategori produk tersebut disebut dengan produk vanilla karena bersifat sederhana tanpa unsur yang kompleks. Akan tetapi untuk setiap produk standar, biasanya terdapat bentuk yang kompleks. Selain itu produk baru terus dikembangkan untuk memenuhi permintaan nasabah Untuk instrumen akan dibahas lebih lanjut, valuta utama yang digunakan adalah US dollar, Euro, Japanese yen dan British pound.
Forward foreign exchange adalah transaksi dengan settlement lebih dari dua hari. Pasar forward menyediakan jangka waktu settlement sampai 1 tahun, beberapa bank bersedia memberikan jangka waktu lebih dari setahun. Transaksi forward menimbulkan risiko nilai tukar dan risiko suku bunga. Hal ini karena nilai tukar forward dipengaruhi oleh beda tingkat suku bunga antara dua valuta dan nilai tukar spot.
foreign exchange rate swap adalah kombinasi dari transaksi spot dan forward. Kedua pihak melakukan transaksi spot pada spot rate dan pada saat yang sama melakukan transaksi forward pada forward rate, dengan jumlah pokok yang sama dalam mata uang lokal. Beda antara rate spot dan forward mencerminkan beda suku bunga dari dua valuta. Transaksi FX swaps menimbulkan risiko suku bunga. Contoh berikut menggambarkan mengapa transaksi FX forward menimbulkan risiko suku bunga
Harga pasar dari bond dipengaruhi oleh tingkat bunga dan kualitas rating dari issuer. Ratings agencies, misalnya Moodys Investors Service dan Standard & Poors menerbitkan laporan kualitas issuer yang memperhitungkan risiko kredit dari bonds (kualitas keuangan dari issuer).
Bonds dengan rating D adalah dalam kondisi default, terdapat tunggakan pembayaran bunga dan atau pokok.
Rating diatas disebut dengan credit rating dari bond. Bonds menimbulkan risiko suku bunga dan risiko spesifik
Commodity trading adalah transaksi jual beli komoditas yang diperdagangkan pada pasar sekunder (secondary markets). Termasuk didalamnya produk pertanian, minyak, logam mulia. Komoditas dibeli atau dijual dengan penyerahan secara fisik pada lokasi yang sudah ditetapkan pada tanggal yang disepakati. Tersedia pasar spot dan forward untuk berbagai macam komodiitas, dan setiap produk mempunyai fitur tambahan yang dikaitkan dengan karakteristik fisik dari komoditas tersebut
4.3.2
Contoh dari fitur spesifik dari produk dapat dilihat pada pasar minyak (oil market) dimana lokasi penyerahan adalah faktor penting untuk dipertimbangkan. Sebuah tanker dari minyak mentah (crude oil) di Amerika akan mempunyai nilai berbeda dengan satu tanker di Malaysia karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran, serta biaya pengangkutan antara kedua lokasi tersebut. Posisi komoditas menimbulkan risiko komoditas (commodity risk) dan posisi forward memiliki tambahan risiko, interest rate risk, sama seperti forward lainnya.
Derivatif tumbuh menjadi bagian utama dalam pengelolaan market risk selama 20 tahun terakhir, dimana bank terus menciptakan banyak produk inovatif untuk nasabah mereka Produk yang sudah diuraikan disebut dengan instrumen tunai (cash instruments), karena merupakan aset dasar (underlying instruments) untuk produk derivatif.
4.3.3
Interest rate swaps adalah kontrak derivative OTC yang memungkinkan bank dan nasabah mempunyai akses pada pendanaan jangka panjang tanpa perlu melakukan transaksi pendanaan jangka panjang. Bank menghadapi risiko kredit dan risiko likuiditas apabila menyediakan dana jangka panjang untuk nasabah. Sebaliknya, nasabah banyak yang memiliki proyek jangka panjang memerlukan dana jangka panjang dengan bunga tetap (fixed rate). Interest rate swaps memberikan solusi dengan cara kedua belah pihak saling menukar arus kas dari suku bunga tanpa perlu menukar pokoknya.
4.3.3
Transaksi Interest rate swaps dapat dengan jangka waktu sampai dengan 30 tahun, walaupun transaksi dengan jangka waktu lebih dari 10 tahun relatif kecil. Jangka waktu maksimum bervariasi sesuai dengan valuta yang digunakan, sesuai dengan pasar bond dengan valuta terkait yang tersedia dipasar. Ini karena bond digunakan untuk melakukan hedge atas transaksi swaps tersebut. Vanilla swaps pada umumnya meliputi pembayaran bunga fixed yang dipertukarkan dengan floating rate index misalnya one-month, three-month atau six-month LIBOR. Artinya kedua belah pihak sepakat mempertukarkan perbedaan dari kedua bunga tersebut pada tanggal pembayaran bunga. Karena LIBOR rate berubah sepanjang waktu, maka jumlah net yang harus dibayar oleh satu pihak akan bervariasi sepanjang swap belum jatuh tempo
4.3.3
Pasar antar bank (interbank market) pada umumnya melakukan transaksi vanilla swaps, tetapi dengan banyak variasi sesuai kebutuhan bank. Bank menggunakan berbagai kombinasi instrumen hedging untuk mengelola risiko yang ditimbulkan oleh transaksi swap. Interest rate swaps menimbulkan risiko suku bunga (interest rate risk).
Bank A
XYZ Company
Bank B
Receives 6 month LIBOR
4.3.3
Currency swap mempunyai fitur serupa dengan interest rate swap kecuali bahwa aliran bunga dinyatakan dalam valuta yang berbeda. Produk ini digunakan untuk melakukan swap, misalnya, bunga dalam US dollar ditukar dengan bunga dalam valuta euro. Perbedaan utama antara interest rate dan currency swaps adalah pada currency swap, pokok dipertukarkan pada spot rate. Currency swaps menimbulkan interest rate risk pada kedua valuta dan risiko nilai tukar (foreign exchange risk).
4.3.3
Stage 1 Beginning
Customer
Bank
Customer
Floating GBP LIBOR EURO
Bank
Stage 3 Maturity
Customer
Bank
4.3.3
Bank V
Receiving notional agreed fixed rate for 1v3 month FRA
Bank X
Bank V melakukan transaksi FRA dengan Bank X berupa hak untuk deposit USD Selama 3 months mulai 1 bulan yad. Dalam1 bulan Bank V menempatkan deposit pada Bank Y dan menerima Rate deposit 3 bulan.
Bank Y
4.3.3
4.3.3
Istilah yang digunakan pada transaksi options : call put premium strike price exercise expiry date American European call option memberikan pembeli hak untuk membeli underlying instrument Put option memberikan pembeli hak untuk menjual underlying instrument Biaya yang dibayar oleh buyer pada seller Harga dimana dilaksanakan eksekusi dari underlying transaction Pembeli options mengeksekusi option dan melaksanakan underlying contract Tanggal terakhir option pelaksanaan eksekusi Option yang dapat dilakukan eksekusi setiap saat selama options belum jatuh tempo Option yang hanya dapat dilakukan eksekusi pada saat jatuh tempo
4.3.3
Harga Option didasarkan pada kemungkinan option tersebut dilakukan eksekusi. Untuk meghitung harga option, maka perlu ditentukan faktor volatilitas harga option. Volatilitas dari harga option adalah harga pasar yang mencerminkan persepsi pasar berapa harga aset dasar akan bergerak selama option belum jatuh tempo. Volatilitas yang digunakan untuk menentukan harga options ditentukan oleh pasar dan merupakan faktor risiko
4.3.3
Options menimbulkan risiko yang melekat pada aset dasar (underlying instrument) yang harus diserahkan apabila pada option dilakukan eksekusi. Selain itu, options mempunyai risiko volatility dan risiko suku bunga (interest rate) karena aset dasar (underlying instrument) diserahkan pada masa yang akan datang. Sebagai contoh, option dari bond mempunyai risiko yang sama dengan underlying bond, dan juga risiko perubahan volatilitas dari harga bond
4.3.3
Sebuah perusahaan Jepang mungkin perlu membeli USD 10 juta dalam 3 bulan untuk membeli pabrik di USA. Ia tidak ingin membeli USD 10 juta saat ini, tapi ia ingin melindungi dari risiko perubahan kurs USD meningkat. Oleh karena itu ia memutuskan untuk membeli kontrak Option. Diagram dibawah ini menggambarkan biaya pabrik dalam valuta Japanese yen akan bervariasi apabila tidak dilakukan pembelian kontrak option. Perusahaan akan rugi sebesar JPY 100 juta bila spot rate naik sampai 110.00.
Change in cost in Yen w ithout option
150 100
Yen (m)
50 0
Note : Jika change in cost negatif, maka berarti rugi (cost naik)
90
92
94
96
Spot rate
4.3.3
Perusahaan membeli European style US dollar call option dengan jangka waktu 3 bulan, dengan strike price =100.00 terhadap JPY dengan premium dari option sebesar JPY 30 juta. Pada saat kontrak jatuh tempo, perusahaan setuju untuk membeli pabrik, dan harus membayar dalam valuta USD dan menjual Yen Spot rate menjadi 108.00, perusahaan melakukan exercises pada option dan membeli dollars dari penjual option dengan kurs strike price =100.00. Apabila spot rate ternyata ada dibawah 100.00 maka perusahaan akan membiarkan option kadaluarsa dan membeli dollar dengan kurs lebih rendah di pasar FX. Jadi apakah pada option dilakukan exercise atau tidak, biaya perusahaan tetap sebesar premi yang dibayar, yaitu JPY 30m.
4.3.3
Kemungkinan hasil akhir dapat dilihat pada diagram dibawah ini. Dapat dilihat bahwa apabila spot rate jatuh sampai 90.00 perusahaan akan menghemat sebesar JPY 70m.
Yen (m) 90
92
94
96
Spot rate
4.3.3
Apabila perusahaan tidak jadi membeli pabrik, maka perusahaan akan mempunyai posisi terbuka berupa kontrak opsi. Diagram dibawah ini terlihat variasi harga opsi untuk berbagai spot rate pada saat opsi jatuh tempo. Apabila kurs meningkat diatas 103.00 maka perusahaan akan dapat menutup biaya opsi dan mulai memperoleh laba. Apabila kurs pada saat jatuh tempo jatuh dibawah 100.00 maka perusahaan menderita kerugian sebesar premi yang dibayar.
Premium given up
Yen (m) 90
92
94
96
Spot rate
4.4.1 Pricing
Fungsi kontrol yang penting bagi bank untuk mengelola operasional trading adalah memastikan bahwa terhadap posisi terbuka trading setiap hari dilakukan penilaian kembali sesuai dengan harga pasar yang berlaku. Proses revaluasi posisi dengan menggunakan harga pasar disebut dengan istilah marking-to-market. Untuk memahami proses mark to market, kita harus memahami terlebih dahulu bagaimana caranya menentukan nilai pasar dari instrumen. Menentukan nilai dari instrumen keuangan bervariasi mulai dari penentuan harga sederhana sampai menggunakan model keuangan yang kompleks dengan sejumlah input pada model. Untuk keperluan ujian sertifikasi, perlu dipahami prinsip umum untuk menentukan harga dari instrumen trading utama tanpa perlu mendiskusikan detail matematis dari berbagai model.
Rates
Nilai dari produk terkait dengan bunga (interest raterelated products), juga produk dengan cash flow dimasa depan, akan sensitif terhadap perubahan satu atau lebih titik pada yield curve. Tingkat sensitivitas tergantung dari Jatuh tempo produk dan karakteristik finansial dari instrumen dimaksud. Dalam praktek, masing-masing valuta utama mempunyai sejumlah yield curve yang digunakan pada saat bersamaan. Perbedaan diantar yield curve terutama akibat perbedaan pada aset dasar (underlying instruments) yang digunakan untuk menciptakan titik diskrit pada curve..
4.4.2 Yield curves Jenis utama dari yield curves terkait suku bunga adalah:
basis tidak semua posisi terkait bunga aktif diperdagangkan pada pasar inter-bank dan kalau ada hanya terdapat untuk keperluan data historis atau untuk melayani kebutuhan nasabah. Sebagai contoh, rate yang ditentukan oleh bank sentral untuk digunakan sebagai diskonto T-bill. Basis curves dibentuk untuk dipakai menilai harga dari instrumen pada non-inter-bank based rate seperti ini. Kurva biasanya dinyatakan sebagai suatu spread diatas suatu kurva standar, sehingga setiap titik pada kurva terdapat beda bunga dengan titik yang sama pada kurva standar.
Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat pada aliran suku bunga sbb: At spot Interest due At maturity USD 1,000,000 USD 3,333.33 USD 1,003,333.33 JPY 105,000,000 = 105 JPY 87,500 JPY 105,087,500 = 104.74
(104.74 105)
4.4.4 Options
Secara sederhana, option pricing didasarkan pada peluang bahwa option akan mempunyai nilai tertentu pada saat jatuh tempo. Unsur utama dari nilai option adalah: Tingkat strike price relatif terhadap harga pasar berlaku. Kalau strike price = current market price, option mempunyai peluang 50% mempunyai nilai pada saat jatuh tempo. Jadi ada peluang yang sama bahwa harga pasar naik atau turun. Jangka waktu berlakunya option. Semakin panjang jangka waktu, premi option semakin mahal karena option mempunyai waktu lebih panjang untuk menjadi bernilai. Volatilitas dari harga pasar. Semakin harga volatile, semakin tinggi harga option
4.4.4 Options
Diagram dibawah menunjukkan rentang nilai tukar JPY/USD yang mungkin terjadi, dan kontrak option untuk membeli USD pada strike price = 105.00 terhadap Japanese yen. Nilai tukar spot adalah 100.00. Berbagai jangka waktu option sampai dengan 12 bulan dan tiga macam volatilitas untuk digunakan sebagai perbandingan.
Call option strike 105
115 110 Exchange rate 105 100 95 90 85 0 2 4 6 Months 8 10 12
4.4.4 Options
Pembeli option harus memilih Strike price dan jangka waktu option. Volatility adalah ukuran statistik yang diperoleh dari data historis perubahan harga. Tetapi data historis tidak selalu merupakan alat prediksi yang baik untuk masa depan, maka pasar sering menggunakan tingkat volatilitas yang diharapkan (expected volatility rates). Volatilities bervariasi sesuai dengan jangka waktu option dan dinyatakan dalam suatu kurva dengan menggunakan periode sebagaimana halnya pada yield curve.
4.4.4 Options
Volatilitas pasar dimasukan sebagai input pada option pricing formula bersama dengan current market prices untuk underlying instrument untuk menghitung nilai pasar dari option.
4.5
Treasury risk adalah risiko kerugian pada aktivitas Treasury dari bank, jadi tergantung dari fungsi risk management dari Treasury unit sendiri. Peran Treasury berbeda untuk berbagai bank. Namun biasanya termasuk fungsi manajemen risiko misalnya interest rate risk pada banking book dan risiko likuiditas
4.5
Walaupun dalam praktek fungsi dari treasury bank termasuk aktivitas trading, hal ini tidak termasuk dalam risiko treasury sesuai definisi, yang mencerminkan struktur treasury bank dengan berbagai jenis aktivitas. Bank semacam itu seringkali memisahkan aktivitas trading dengan aktivitas manajemen capital dan liquidity, yang cenderung dilaksanakan oleh unit Treasury. Model treasury seperti ini secara umum disebut dengan Corporate Treasury. Peran Treasury sebenarnya, walaupun tidak memasukan aktivitas trading, tergantung dari business model yang digunakan. Sebagai contoh, sebagai tambahan dari fungsi treasury diatas, Treasury dapat mengelola risiko lainnya seperti risiko dari cabang luar negeri, baik dari sisi rugi laba maupun dari perspektif manajemen capital.
4.5
Dengan demikian Treasury sebenarnya dapat mengelola berbagai risiko pada unit treasury risk management, tetapi program sertifikasi hanya akan mengcover: interest rate risk pada banking book liquidity risk capital management. Risiko tersebut diatas dan masalah terkait (seperti konsentrasi asset dan liability, kemampuan akses pada dana bank sentral, payment systems, kebutuhan agunan dsb.) dicover oleh fungsi asset and liability management (ALM).
Pada kebanyakan bank tujuan utama dari asset and liability management adalah mengelola risiko pada neraca bank dan memastikan bahwa interest rate risk yang melekat pada aktifitas bisnis bank tidak menurunkan stabilitas pendapatan bank.
Risiko pasar Banking book adalah risiko kerugian akibat bank memiliki posisi yang terpengaruh pergerakan suku bunga karena struktur bisnis bank, seperti aktifitas memberikan kredit dan menghimpun dana pihak ketiga Interest rate risk pada banking book adalah risiko kerugian akibat perubahan suku bunga Interest rate risk pada banking book terutama akibat jenis aktifitas bank dengan nasabah komersial dan retail.
Mortgage customers
Paying 5 year fixed interest rate
Bank H
Paying floating 1 month rate
Depositors
Bank H menjalankan bisnis dengan risiko suku bunga yang cukup besar Apabila risiko suku bunga ini tidak dikelola dan suku bunga naik pada berbagai jangka waktu, bank harus membayar biaya dana lebih besar terutama pada jangka waktu 30 hari, tapi bank tidak dapat meningkatkan pendapat dari kredit dengan menaikan bunga sampai 5 tahun mendatang
Interest rate risk pada banking book tidak secara detail dicover pada Basel II Accord. Pada bulan July 2004, sebulan setelah Basel Committee menerbitkan buku International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards: a Revised Framework, Basel menerbitkan "Principles for the Management and Supervision of Interest Rate Risk. Paper ini terutama fokus pada pengelolaan risiko suku bunga (interest rate risk) termasuk posisi pada banking book.
5.1
Investor dan perusahaan tidak asing dengan credit risk. Investor perorangan menghadapi risiko kalau melakukan investasi selain dalam bentuk tunai (misal deposito, bond, saham). Perusahaan menghadapi credit risk dari piutang dari pelanggan. Bank menghadapi credit risk karena sifat dasar bisnis bank memberikan kredit. Bank memiliki gearing tinggi dan kenaikan default rate bisa mengurangi capital secara cepat.
5.1
Peregrine Investment Holdings Pada bulan January 1998 Peregrine Investment Holdings, salah satu investment house independen terbesar di Asia, dilikuidasi dengan outstanding debt sebesar USD 400m. Kejadian ini sebagian karena krisis keuangan di Asia, namun sebab utama adalah karena Peregrine meminjamkan USD 200 juta 20% dari capital base pada Steady Safe, operator taxi dan bis di Indonesia yang menjadi insolvent.
5.1
Investor yang mencari return lebih tinggi memainkan peran penting dalam evolusi teknik pembahasan kredit. Perkembangan investor institusi seperti asuransi dan dana pensiun menumbuhkan industri manajemen investasi profesional. Pada gilirannya hal ini meningkatkan investasi dalam bentuk saham dan obligasi yang diterbitkan perusahaan korporasi swasta. Pertumbuhan sangat cepat di AS dimana investor institusi diperbolehkan melakukan investasi dalam securitized bond dengan aset dasar tagihan pada kredit perumahan (mortgage), kredit kendaraan bermotor, dan credit card. Akibatnya manajer investasi profesional harus meningkatkan bukan saja pemahaman mengenai credit risk, melainkan juga cara untuk mengukur risiko tersebut.
5.1.1 Risiko kredit Sovereign hutang domestik dan hutang valuta asing
Pembedaan sovereign debt bond dilakukan antara : hutang suatu negara dalam mata uang domestik, dimana default jarang terjadi karena pemerintah berwenang mencetak uang baru. hutang dalam valuta asing dimana pemerintah harus mengupayakan valuta asing. Perlu dicatat bahwa pada umumnya negara-negara besar dunia meminjam hanya dalam mata uang domestik, walaupun obligasi negara beredar secara internasional. Status USD sebagai mata uang reserve mendorong banyak negara dengan surplus valuta asing memegang sejumlah besar sovereign debt AS sebagai cadangan devisa.
Sebagaimana halnya dengan corporate debt, sovereign risk dinilai berdasar kemampuan suatu negara membayar hutangnya. Debt service ratio adalah kewajiban bunga dan pokok pinjaman valuta asing dibagi income dari export dan capital inflow. Ratio ini penting bagi model sovereign risk. Selain itu, terdapat sejumlah rasio lainnya yang digunakan untuk membantu menilai kemampuan membayar hutang suatu negara.
5.1.1
Kualitas data pemerintah yang buruk seringkali membuat proses penilaian sovereign risk sulit. Karena tidak semua pinjaman dilakukan pemerintah, pinjaman swasta dalam bentuk valuta asing bisa mempengaruhi total hutang yang menjadi kewajiban suatu negara. Data pada pinjaman swasta seringkali buruk.
5.1.1
Ada sejumlah faktor kualitatif yang harus dipertimbangkan saat menilai sovereign risk : efisiensi sistem perbankan dalam mengalokasikan modal pada usaha-usaha produktif efisiensi sistem perpajakan dalam meningkatkan pendapatan bagi pemerintah kemampuan bank sentral mempengaruhi kurs mata uang peran suku bunga domestik yang tinggi yang mendorong pinjaman dalam valuta asing, dan mendorong tekanan inflasi. transparansi ekonomi dan pemisahan yang jelas antara tugas pemerintah, bank sentral, supervisor, sistem hukum dan bisnis.
5.1.1 Risiko kredit Sovereign Risiko sovereign dan risiko negara (country risk)
Seringkali sovereign risk dianggap sama dengan country risk, namun lebih baik menempatkan sovereign risk sebagai bagian dari country risk Country risk mencakup hukum, politik, lingkungan ekonomi domestik dan bagaimana semuanya ini mempengaruhi sektor swasta dalam ekonomi. Analisis Country risk penting dilakukan untuk menilai inward investment yang melibatkan pemberian kredit lintas negara (cross-border lending) pada perusahaan, perorangan maupun proyek.
5.1.1 Risiko kredit Sovereign Risiko sovereign dan risiko negara (country risk)
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan ketika menilai country risk: sistem legal, terutama hukum yang mengatur kepemilikan properti dan kebangkrutan stabilitas sistem politik ; meski bukan berarti ditujukan bagi stabilitas suatu pemerintah tertentu aturan tentang mata uang asing, terutama jika berlaku ketentuan sistim kontrol mata uang asing.
Basel II memberikan insentif bagi bank untuk meningkatkan kualitas keputusan kredit melalui penggunaan teknik metode statistik untuk melakukan kalibrasi dan back testing terhadap model credit grading. Basel II juga mendorong bank untuk memperkaya informasi melalui penggunaan option-based model apabila data yang dibutuhkan tersedia.
Option model bisa menggantikan model yang lebih konvensional bila corporate credit yang relevan diperdagangkan secara luas melalui instrumen seperti bond, commercial paper dan common stock, dan apabila informasi terkini dari struktur hutang dan kinerja trading dari perusahaan tersedia. Namun, model-model tersebut akan menghasilkan credit grade yang volatile. Kebanyakan bank komersial menggunakan metode tersebut sebagai tambahan analisis disamping model atas dasar rasio keuangan.
Credit risk dan liquidity risk adalah risiko yang paling mendasar bagi bank. Pada Basel I, fokus hanya pada credit risk. Meskipun krisis likuiditas pada bank komersial relatif jarang terjadi saat ini, credit risk masih merupakan masalah, tidak hanya bagi bank namun juga bank sentral, supervisor, dan pemerintah. Boom kredit di Jepang pada 1990-an dan diikuti bubble harga properti komersial, menyebabkan terjadinya kredit bermasalah melampaui 10% dari aset dari sejumlah besar bank domestik Jepang.
Risiko pasar dihasilkan dari proses mark-to-market nilai pasar dari kontrak yang diperdagangkan seperti kontrak forex atau kontrak interest rate. Bank yang melakukan transaksi pasar bisa memperoleh laba atau merugi, tergantung nilai mark-to-market dari kontrak. Hal ini merupakan contoh klasik dari zero sum game, dimana hanya satu pihak dapat memperoleh laba dari satu kontrak.
Traded markets counterparty credit risk timbul apabila ketika counterparty tidak langsung membayar jumlah yang terhutang dalam satu transaksi. Dalam sejumlah bisnis dilakukan sistim cash on delivery untuk menghindari credit risk. Namun, pada sejumlah transaksi perbankan, jumlah yang jatuh tempo (misal kredit) hanya dibayar pada saat kontrak jatuh tempo. Pada berbagai produk pasar, jumlah terhutang pada counterparty dapat terus berubah selama umur kontrak. Bukan tidak mungkin aliran pembayaran berbalik karena pergerakan nilai pasar dari kontrak.
Bank A
3 month LIBOR On 1st fixing date LIBOR set at 4.27%. On 5th fixing date LIBOR set at 5.19%. 4.75% fixed rate
Bank B
Bank A
4.27% 4.75% fixed rate
Bank B
Bank A
5.19%
Bank B
Netting adalah proses offsetting keuntungan atau kerugian di antara sejumlah kontrak yang sejenis atau di antara berbagai jenis kontrak.
Dalam proses membahas fasilitas kredit pada nasabah korporat, bank perlu menentukan kemampuan perusahaan membayar kewajibannya. Pendekatan tradisional berpusat pada analisa laporan keuangan dari perusahaan debitur, proses ini biasa disebut dengan Analisa kredit. Teknik analisa kredit berasal dari teknik analisa saham yang dilakukan pada industri manajemen investasi.
Rasio bisa digunakan untuk mengembangkan grading model. Sebagai contoh, rasio dapat dibandingkan ke rata-rata industri, yang disebut univariate analysis, atau dibuat sistem scoring yang dibandingkan dengan industri yang disebut multivariate analysis.
Personal credit risk mencakup dua area utama kredit perorangan (personal finance): Kredit dengan agunan real estate (terutama mortgage lending) dan kredit tanpa agunan (unsecured lending, khususnya kredit konsumer) Personal budgets Kredit pada perorangan, baik berupa kredit dengan agunan rumah ataupun kredit tanpa agunan, perlu memperhatikan masalah personal budget. Budget berdasarkan pada jumlah pemasukan tunai dan pembelanjaan tunai dari dan ke rumah tangga. Sumber utama untuk memperoleh informasi historis yang diperlukan dapat diperoleh dari catatan rekening bank.
Analisa kemampuan membayar Seperti hal nya pada kredit mortgage, dalam menilai apakah debitur layak diberikan kredit konsumer, credit analysis melihat free disposable income debitur. Nilai dari aset dinilai kurang relevan, meskipun dipertimbangkan dalam kasus auto loan. Aset tersebut pada umumnya memiliki nilai tinggi dibandingkan jumlah outstanding kredit, sehingga dapat melunasi baki debet kredit apabila debitur default.
Perkembangan portfolio management theory mendorong pemahaman tidak hanya melihat risiko dari satu posisi kredit secara terpisah, namun yang lebih penting adalah perubahan risiko seluruh portofolio sebagai akibat bank menambah satu kredit pada portofolio tersebut. Efek dari korelasi diantara berbagai jenis kredit mendorong bank menghindari konsentrasi kredit pada berbagai area bisnis seperti geografis, sektor industri dan kualitas rating kredit, yang disebut dengan risiko konsentrasi kredit (credit concentration risk).
Risiko konsentrasi dapat dianalisis dengan melihat cohort dari portfolio. Cohort adalah pengelompokan aset berdasarkan kriteria tertentu. Sebagai contoh, portfolio bisa dikelompokkan atas dasar klasifikasi industri, area geografis, dan credit grade. Semuanya merepresentasikan berbagai cara pengelompokan portfolio dan dapat memberi informasi yang penting pada saat bank ingin melihat risiko konsentrasi dalam portfolio.
5.3
Pillar 1 dari Basel II mengharuskan bank menghitung kebutuhan modal untuk mengcover credit risk, market risk, dan operational risk. Perhitungan Kebutuhan modal regulatory untuk credit risk ada dalam Basel I. Dalam Basel II, bank dapat memilih tiga pendekatan berbeda untuk menghitung kebutuhan modal untuk credit risk: standardized approach, IRB foundation, dan IRB advanced. Selain menjelaskan prosedur dari masing-masing pendekatan, Basel II juga mendefinisikan kriteria minimum yang harus dipenuhi bank sebelum dapat menggunakan pendekatan yang lebih advance.
5.3
Pendekatan Internal-Ratings Based yang advance membutuhkan persetujuan supervisor nasional sebelum bisa digunakan. Persyaratan utama dari supervisor adalah bahwa bank menggunakan pendekatan IRB untuk memutuskan kredit secara internal, selain digunakan untuk mengukur kebutuhan modal credit risk. Fitur pendekatan IRB yang membedakan Basel II dari Basel I. Basel II juga membedakan ketiga pendekatan untuk menghitung kebutuhan modal credit risk yang diperbolehkan. Dalam pendekatan IRB bank tidak hanya menggunakan metodologi pengukuran credit risk, namun juga menerapkan proses manajemen risiko kredit.
5.3
Dalam pendekatan IRB, pengukuran dan manajemen harus dilakukan secara bersamaan. Bank harus menyesuaikan proses yang berlaku dengan kriteria minimum yang diperlukan oleh pendekatan IRB agar dapat dikatakan memenuhi kriteria Basel II. Dengan demikian, bank yang akan menggunakan pendekatan ini harus melakukan review yang menyeluruh mengenai proses yang berlaku saat ini, termasuk melakukan kaji ulang kekuatan dan kelemahannya dibandingkan persyaratan IRB.
Basel II mendefinisikan operational risk adalah risiko kerugian akibat adanya kekurangan atau gagalnya proses internal, akibat masalah SDM dan sistim, atau kejadian eksternal. Secara umum, operational risk dapat disebabkan banyak hal akibat terjadinya kegagalan proses dan prosedur. Jadi operational risk bukan risiko yang baru atau bersifat unik bagi bank, walaupun kegagalan seperti ini sudah tidak asing lagi bagi bank dan biasanya bank sudah mempunyai taktik tertentu untuk menanggulangi risiko seperti ini. Risiko operasional mempengaruhi semua jenis usaha karena melekat dalam melakukan suatu proses atau aktivitas operasional.
Dalam menghitung kebutuhan modal untuk operational risk, bank harus mendasarkan perhitungannya pada expected loss dan unexpected loss. Seperti halnya pada areal risk management lainnya, terdapat berbagai macam definisi dari expected dan unexpected loss. Bagian ini membahas definisi dalam konteks operational risk.
Unexpected loss adalah kerugian yang menyimpang dari perkiraan. Kerugian tersebut timbul dari kondisi ekstrim sesuai asumsi bank yang walaupun jarang terjadi, tapi bisa terjadi. UL bukan kerugian dari bisnis normal biasa, tapi merupakan kerugian dari event dengan peluang terjadinya rendah. Unexpected losses biasanya berasal dari event low frequency/high impact.
Bank dapat mencoba memperkirakan nilai unexpected losses dengan menggunakan statistics, sebagaimana hal nya dengan perhitungan expected losses. Expected losses biasanya menggunakan data milik bank dan pengalaman. Tetapi bank mungkin saja tidak pernah mengalami kerugian dari beberapa event dimasa lalu yang dapat mengakibatkan terjadinya unexpected losses, sebagai contoh event terorisme. Jadi untuk menentukan unexpected loss bank menggunakan: Data internal yang tersedia Data external dari bank lain data dari skenario operational risk
Sesuai kerangka Basel II, mitigasi operational risk tidak terbatas pada mencatat kerugian historis maupun prediksi kerugian operasional, tapi juga mengelola event penyebab kerugian tersebut. Mengurangi peluang terjadinya event dan mengurangi dampak kerugian apabila event tersebut terjadi dapat mengurangi kebutuhan modal untuk mengcover risiko operasional. Maka penting bagi bank untuk memahami mengenai event, dan tidak sekedar mencatat kerugian yang ditimbulkan.
Risiko proses internal adalah risiko terkait kegagalan proses dan prosedur bank. Dalam melakukan aktifitas harian, pegawai bank melaksanakan pekerjaan sesuai ketentuan yang berlaku. Kebijakan dan prosedur yang ada termasuk kegiatan checks, dan controls untuk memastikan bahwa nasabah sudah dilayani secara benar dan bank taat pada hukum dan regulasi yang berlaku.
System risk adalah risiko terkait dengan penggunaan sistim dan teknologi Saat ini pada umumnya bank sangat tergantung pada sistim dan teknologi untuk mendukung aktifitas harian. Saat ini bank tidak mungkin beroperasi tanpa didukung oleh sistim komputer. Tetapi penggunaan teknologi dapat menimbulkan operational risk.
Pada masa lalu apabila terjadi kegagalan pada sistim komputer bank, bank paling tidak dapat beroperasi untuk jangka waktu tertentu. Saat ini kegagalan komputer dapat mengakibatkan bank menjadi kolaps. Kekhawatiran terjadinya kegagalan teknologi terus menjadi fokus perhatian dari senior management bank. Kenyataannya cukup besar dana yang ditanamkan pada pengembangan teknologi komputer terbaru. Akan tetapi banyak juga kasus dimana proyek berskala besar dalam bidang teknologi diabaikan ketika tidak menghasilkan benefit yang diharapkan atau ketika biaya pengembangan menjadi sulit dikendalikan.
External risk adalah risiko terkait events yang berada diluar kemampuan kontrol secara langsung dari bank. Event terkait External risk pada umumnya berupa event yang low frequency/high impact dan menimbulkan unexpected losses. Juga termasuk event yang sering dibuat dramatis diliput oleh mass media. Sebagai contoh, peristiwa perampokan bank skala besar dan serangan terrorist.
Secara historis, bank secara aktif fokus pada risiko eksternal untuk melindungi dari dampak buruk yang bersumber dari eksternal, misalnya terhadap bahaya pencurian. Banyak dari event eksternal berpotensi memberikan dampak buruk bagi kelangsungan bisnis. Maka bank banyak melakukan usaha untuk memastikan bank dapat tetap beroperasi apabila event tersebut terjadi. Upaya ini disebut dengan program business continuity planning atau business resumption planning. Sebelum adanya Basel II, fokus utama dari manajer operational risk pada bank adalah pada business continuity planning.
National Westminster Bank Bulan April tahun 1993 the NatWest Tower, gedung jangkung kantor pusat dari National Westminster Bank menderita kerusakan berat ketika serangan bom dari terrorist meledak dipusat kota London. Perbaikan besar-besaran pada interior dan exterior dari gedung memakan biaya GBP 75 juta. Setelah diperbaiki, National Westminster Bank memutuskan menjual gedung tersebut pada perusahaan property.
6.5
Operational risk sudah menjadi salah satu aspek yang kontroversial pada Basel II. Maksudnya agar bank harus menyediakan modal untuk mengcover segala sesuatu yang dipersepsikan sebagai operational risks. Diperkirakan bahwa secara rata-rata sekitar 12% dari modal dialokasikan untuk mengcover risiko operasional.
6.5
Basel II menyadari bahwa banyak bank yang harus menyediakan modal regulatori akan mengalami kesulitan karena pengukuran operational risk bukan merupakan sesuatu yang eksak. Bagaimana bank menilai besar operational risk dan menghitung risk capital (untuk pertama kali) ini merupakan tantangan besar khususnya untuk bank dengan ukuran lebih kecil. Banyak event operational risk timbul sebagai akibat perbuatan seseorang, dan dapat diakibatkan dari sederetan kesalahan dan kesalahan yang sudah terjadi sejak lama. Kenyataannya banyak event berupa bencana yang mengakibatkan bank menjadi kolaps akibat event yang tidak dapat diprediksi atau akumulasi dari masalah yang bertumpuk dalam proses secara terpusat atau prosedur pelaporan.
6.5
Alan Peachey berpendapat bahwa runtuhnya Barings dimulai dengan gempa bumi di Kobe Japan pada bulan January 1995: Gempa tersebut menyebabkan pasar modal Jepang terjun bebas, yang selanjutnya menyebabkan posisi Lesson menerima margin call, yang mendorong posisi bank kearah kehancuran
6.5
Basel II memperbolehkan bank menggunakan satu dari tiga pendekatan untuk menghitung modal untuk mengcover operational risk. Bank dapat berpindah dari sistim yang paling sederhana, sebagaimana halnya dengan perhitungan credit risk pada Basel I, kemudian pindah ke pendekatan yang menggunakan metode statistik yang kompleks (OpVaR). Ketiga pendekatan ini adalah Basic Indicator Approach, Standardised Approach dan Advanced Measurement Approach.
7.1
Pillar 1 mengatur proses perhitungan untuk menentukan kecukupan modal untuk mengcover risiko pasar, risiko kredit dan risiko operasional. Pillar 2 menetapkan prinsip-prinsip yang harus digunakan Supervisor dalam melakukan proses evaluasi kecukupan modal bank. (diluar kebutuhan modal yang ditetapkan dalam Pillar 1).
7.1
Pillar 2 membahas tiga area yang berada diluar lingkup Pillar 1. Yaitu: Risiko konsentrasi kredit Risiko suku bunga pada banking book faktor ekstern yang mempengaruhi operasional bank (mis. Siklus bisnis). Selain itu, Pilar 2 juga menetapkan penilaian kepatuhan pada standar minimal dalam hal bank menggunakan metode perhitungan modal yang kompleks (advanced methods) dalam Pillar 1.
7.1
Pengawasan Supervisor tidak dimaksudkan untuk menggantikan sistim manajemen yang baik. Direksi dan senior manajemen bank mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bank mempunyai modal yang cukup untuk mendukung aktivitas kerja termasuk pada area yang tidak dicover dalam Pillar 1. Manajemen Bank bertanggung jawab untuk mengembangkan proses perhitungan kebutuhan modal yang memperhitungkan juga masalah risiko dan sistim kontrol pada seluruh aktivitas. Evaluasi kebutuhan modal merupakan proses yang berkelanjutan dan merupakan satu kesatuan dalam pengelolaan aktivitas bank.
7.1
Proses evaluasi tidak hanya pada kebutuhan modal sekarang namun juga memperkirakan kebutuhan modal yang akan datang. Manajemen memperkirakan kebutuhan modal masing-masing aktivitas pada unit kerja, yang kemudian dijumlahkan untuk menentukan kebutuhan modal bank secara keseluruhan. Manajemen akan memantau kebutuhan riil modal dibandingkan dengan target, sebagai bagian dari proses pengawasan operasional bank.
7.1
Supervisor akan mengevaluasi kualitas proses perhitungan kebutuhan modal intern. Hasil evaluasi tersebut dan faktor lainnya (akan dibahas kemudian) menjadi dasar bagi supervisor untuk menentukan target rasio modal bank. Setiap temuan mengenai kelemahan dalam proses akan tercermin pada target rasio modal yang ditetapkan untuk bank tersebut. Tingkat rasio modal yang tinggi akan mengurangi tingkat aktivitas yang dapat didukung oleh modal bank. pada akhirnya kebutuhan modal yang tinggi akan mengurangi laba bank sebagai akibat berkurangnya aktivitas, dan biaya modal lebih mahal yang diperlukan untuk aktivitas tersebut.
7.1
Oleh sebab itu, bank menjadi termotivasi baik secara komersial maupun prudential untuk mengembangkan dan mempertahankan kualitas proses kebutuhan modal. Ini merupakan faktor kunci pada proses supervisory review, yang memastikan bahwa proses regulasi merupakan bagian dari proses manajemen bank. Namun perlu dicatat bahwa peningkatan modal tidak menggantikan kewajiban bank untuk memperbaiki kelemahan dalam sistim pengendalian kontrol yang tidak memadai atau gagal.
7.1
Meskipun Supervisor dapat meminta bank meningkatkan rasio kecukupan modal kepada bank apabila ditemukan kelemahan dalam proses supervisi, Supervisor juga dapat menggunakan cara lain untuk memperbaiki kelemahan bank tersebut, yaitu: menetapkan target untuk memperbaiki struktur manajemen risiko mensyaratkan prosedur internal yang lebih ketat memperbaiki kualitas staff melalui pelatihan atau penerimaan baru
7.1
Dalam hal yang ekstrim, Supervisor dapat membatasi tingkat risiko atau aktivitas bisnis bank hingga permasalahan bank tersebut dapat diatasi. Misalnya Supervisor dapat memaksa bank untuk berhenti beraktivitas pada segmen pasar tertentu, hingga permasalahan pada segmen tersebut dapat diatasi. The Basel Committee memandang bahwa pengawasan Supervisor sebagai suatu dialog antara bank dengan pihak otoritas, sehingga permasalahan yang timbul dapat diketahui lebih awal dan tindakan dapat segera diambil sehingga modal bank dapat kembali pada tingkat yang mencukupi.
7.2.1 Prinsip 1
Banks harus mempunyai proses untuk menilai kecukupan modal sesuai dengan profil risiko bank, dan mempunyai strategi untuk mempertahankan tingkat kecukupan modalnya. Tanggung jawab manajemen bank adalah memastikan bahwa bank mempunyai modal cukup untuk mendukung kegiatan baik saat ini maupun yang akan datang. Target modal harus ditetapkan sesuai dengan profil risiko dan sistim kontrol bank. Target modal harus merupakan satu kesatuan dengan rencana strategi bank dan harus dilengkapi dengan stress testing yang memadai.
7.2.1 Prinsip 1
Basel II menguraikan lima fitur dari proses penilaian modal yang akurat dan berhati-hati: Adanya pengawasan Direksi dan senior manajemen Penilaian modal yang baik (sound) Penilaian risiko yang menyeluruh Pemantauan dan pelaporan Evaluasi pengendalian intern
7.2.2 Prinsip 2
Supervisor harus mengevaluasi proses perhitungan dan strategi kecukupan modal bank, dan menilai kemampuan bank untuk memonitor dan mematuhi ketentuan rasio kecukupan modal. Supervisor harus melakukan tindak lanjut apabila menilai proses tersebut di bank tidak berjalan dengan baik.
7.2.2 Prinsip 2
Proses pengawasan rutin Supervisor harus: menguji perhitungan eksposur risiko bank dan konversi risiko tersebut kedalam perhitungan kebutuhan modal. focus pada kualitas proses kerja dan kualitas pengawasan intern terhadap proses tersebut menguji kerangka penilaian modal untuk mengidentifikasikan setiap kekurangannya. tidak memberikan rekomendasi atas struktur kerangka kerja, karena hal ini merupakan masalah manajemen bank.
7.2.2 Prinsip 2
Proses evaluasi dimungkinkan melalui kombinasi metode pengumpulan data sebagai berikut : kunjungan lapangan off-site reviews pertemuan dengan manajemen bank mengevaluasi hasil kerja pemantauan periodik oleh external auditor
7.2.3 Prinsip 3
Supervisor mengharapkan bank untuk beroperasi diatas kebutuhan modal minimum yang ditetapkan dan mempunyai kewenangan untuk meminta bank mempertahankan modalnya diatas minimum. Persyaratan modal minimum yang ditetapkan pada Pillar 1 termasuk buffer dengan mempertimbangkan ketidak-pastian yang dapat mempengaruhi perbankan secara keseluruhan. Pillar 1 dirancang untuk menentukan kebutuhan modal minimum standar bank yang: mempunyai sistim pengendalian kuat mempunyai portofolio dengan risiko yang terdiversifikasi Risiko kegiatan usahanya yang sudah dicover pada pillar 1
7.2.4 Prinsip 4
Supervisor harus melakukan intervensi pada tahap awal, untuk mencegah turunnya modal bank dibawah minimum yang dipersyaratkan sesuai dengan risikonya. Dan harus meminta tindakan korektif secepatnya bila modal tidak dapat dipertahankan atau ditambah.
Jika modal bank jatuh dibawah tingkat modal minimum, Supervisor akan menggunakan kewenangannya untuk mengambil tindakan guna memperbaiki situasi. Supervisor dapat meningkatkan persyaratan modal minimum bank sebagai pemecahan jangka pendek sambil berupaya mengatasi permasalahan yang ada. Persyaratan peningkatan modal akan dihentikan bila supervisor yakin bahwa bank telah dapat mengatasi kesulitan operasional.
7.3
Keterbukaan/Transparansi (Disclosure)
Disclosure adalah penyediaan informasi yang cukup material kepada publik untuk dapat mengevaluasi usaha perusahaan. Secara tradisional, disclosure dianggap penting karena memberikan informasi yang diperlukan oleh investor eksisting maupun calon investor mengenai kinerja perusahaan saat ini dan prospek kinerja dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu, perusahaan yang sudah go public harus memenuhi persyaratan keterbukaan yang lebih ketat dibanding perusahaan yang sahamnya tidak/belum diperdagangkan di bursa.
7.3
Keterbukaan/Transparansi
Namun akhir-akhir ini, keterbukaan menjadi mekanisme yang semakin penting dalam menetapkan kebijakan publik seperti: kewajiban dalam memperbaiki standar tata kelola perusahaan (sebagai reaksi atas terjadinya skandal Enron dan WorldCom di US dan Parmalat Italy) meningkatkan transparansi kebijakan perusahaan yang mempengaruhi kebijakan public seperti misalnya kebijakan keuangan, tidak membedakan atas dasar etnik, masalah lingkungan dan kekayaan alam.
7.3
Laporan Keuangan
Secara umum, perusahaan baik yang sudah go public atau tidak, diharuskan untuk membuat laporan keuangan (seperti laporan Rugi Laba, perkiraan neraca dan laporan pajak). Laporan keuangan tersebut harus ditandatangani oleh auditor eksternal dan disusun sesuai dengan prinsip2 akuntansi yang berlaku.
7.3
Dalam hal perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa, perusahaan harus memenuhi persyaratan keterbukaan yang ditetapkan oleh bursa. Ketentuan bursa kadang mensyaratkan publikasi berbagai macam laporan secara terbuka dan luas (disebut dengan filings). Otoritas bursa terutama memperhatikan kepentingan pemegang saham, dan pada umumnya ketentuan tersebut meliputi laporan keuangan yang sangat detail. Otoritas bursa tidak hanya meminta calon emiten mematuhi ketentuan, tapi juga bertanggung jawab agar emiten melaksanakan ketentuan keterbukaan yang diwajibkan oleh lembaga lain yang mengatur hal tersebut.
7.3
Perundang-undangan
Salah satu contoh dari undang-undang yang relatif baru adalah the US SarbanesOxley Act 2002 yang secara hukum menetapkan akuntabilitas perusahaan. Salah satu persyaratan itu adalah bahwa CEO dan CFO dari perusahaan yang telah IPO, harus menyatakan secara terbuka (public disclosure) mengenai kebenaran laporan keuangan nya. Section 404 of the Act, juga mensyaratkan keterbukaan dokumentasi, verifikasi auditor extern terhadap kualitas pengendalian intern perusahaan dalam hal pelaporan keuangannya. Ketentuan tersebut diimplementasikan melalui SEC, lembaga pengatur bursa saham di USA.
7.3
Manajemen Perusahaan
Karena regulator mengatur dan mensyaratkan banyak hal mengenai keterbukaan perusahaan, kita sering lupa bahwa aktivitas mana yang dipilih oleh manajemen untuk dilaporkan memberikan masukan kepada stakeholders mengenai bagaimana perusahaan dikelola. Khususnya laporan manajemen menitikberatkan pada skala prioritas, kebijakan dan kinerja sebagaimana dilihat dari sudut pandang Direksi. Dalam hal ini, banyak bank-bank besar dunia menetapkan standar yang tinggi untuk memberikan gambaran bagaimana perusahaan dikelola. Stakeholder didefinisikan pemegang saham, pegawai, nasabah dan masyarakat secara keseluruhan.
7.3
Issue lain
Di beberapa negara, contohnya UK, ketentuan mengenai transparansi perusahaan relatif lebih ringan. Diluar hal-hal yang mencakup akun-akun keuangan, persyaratan hukum berfokus pada ketentuan pelaksanaan (codes of practice), (The Combined Code, dan principles of disclosure). Contoh: Principle D2 dari the UK Combined Code menyebutkan: BOD harus mempunyai internal kontrol yang memadai untuk mengamankan investasi pemegang saham dan aset perusahaan. UK companies harus memenuhi prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam the Combined Code, dan menjelaskan dampaknya pada operating and Financial Review (OFR), atau menjelaskan mengapa tidak terkena dampak. Meskipun the Combine Code kurang, bila dilihat dari unsur keseragaman dibandingkan dengan aturan disclosure yang lebih detail, the Combined Code lebih fleksibel dan mudah kalau diperlukan perubahan.
7.3
Issue lain
Terdapat beberapa badan regulasi lain, bukan saja di UK, yang dapat saja meminta bank melaksanakan prinsip keterbukaan seperti masalah pengaruh pada lingkungan, persamaan hak dan keterkaitan politik Keterbukaan adalah issue yang luas. Aspek keterbukaan yang dicakup pada Basel II hanya merupakan bagian dari kewajiban keterbukaan bank untuk melaksanakan ketentuan mengenai hukum secara umum dan ketentuan regulasi. Keterbukaan mengenai kinerja operasional perusahaan mencakup semua kebijakan dan prosedur perusahaan untuk memberikan informasi yang cukup pada investor dan analis, untuk dapat menyimpulkan kondisi dan prospek perusahaan dengan baik. Akhir-akhir ini, keterbukaan sudah menjadi kebijakan sosial sejalan dengan berubahnya paradigma perusahaan maupun pemerintah yaitu dari sudut pandang pemegang saham menjadi sudut pandang stakeholders.
8.2.7 Keterbukaan/Transparency
Sulit bagi stakeholders, peserta pasar dan publik pada umumnya untuk menilai efektivitas dari Direksi dan manajemen senior jika tidak ada keterbukaan mengenai struktur dan tujuan dari bank. Tata kelola perusahaan yang baik memerlukan sistim keterbukaan secara luas, oleh karena itu keterbukaan publik harus mencakup: struktur Direksi (jumlah, keanggotaan, kualifikasi dan komite) struktur manajemen senior (tanggung jawab, garis pelaporan, kualifikasi dan pengalaman) struktur organisasi dasar (struktur usaha, struktur legal perusahaan) informasi mengenai struktur insentif (kebijakan gaji, kompensasi eksekutif, bonus, opsi saham) transaksi-transaksi dengan pihak-pihak terkait.
Bank Indonesia (BI) bertindak sebagai bank sentral pada sistim perbankan Indonesia. BI merupakan lembaga yang independen dari kontrol pemerintah. Tujuan BI adalah menciptakan stabilitas nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan ini, BI bertanggung jawab untuk: Melakukan formulasi dan implementasi kebijakan moneter Menyelenggarakan dan mengamankan sistim pembayaran Mengatur dan melakukan pengawasan bank-bank.
BI melaksanakan kebijakan moneter dengan menetapkan target tingkat suku bunga resmi (official interest rate), yang dikenal dengan BI Rate. Rate tersebut, sama dengan rate pasar satu bulan dan ditetapkan sebagai bagian dari target inflasi yang ditetapkan.. BI Rate ditetapkan pada pertemuan Gubernur dan Deputy yang diselenggarakan setiap 3 bulan, meskipun pertemuan tersebut dapat dilakukan bulanan apabila dianggap perlu. Penetapan BI rate merupakan alat utama dalam melaksanakan kebijakan moneter.
Sistim pembayaran nasional meliputi sub sistim yaitu : Sistim kliring elektronik nasional Sistim Skedul kliring T+0 Sistim transaksi elektronik antar bank dan Sistim jasa informasi (Information Service System)/ (BI-LINE) Sistim Real Time Gross Settlement System (RTGS) Sistim transfer dana US Dollar (Fund Transfer System).
Pengelolaan risiko yang terintegrasi, menurut ketentuan Bank Indonesia, mengharuskan bank untuk : mengelola risikonya dalam suatu struktur manajemen yang terintegrasi membangun sistem informasi dan struktur manajemen yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Ketentuan ini berlaku bagi bank komersial yang didefinisikan sebagai berikut : bank yang didirikan dengan badan hukum PT banks yang didirikan dengan hukum Perusahaan daerah banks yang didirikan berbentuk badan hukum Koperasi cabang bank asing.
Direksi dan senior manajemen yang secara formal harus melaksanakan kebijakan manajemen risiko yang efektif, harus memperhitungkan : Tujuan dan kebijakan bank kompleksitas dari model bisnis bank kemampuan bank dalam mengelola risiko usaha.
Board of Directors
Compliance Director
Line Management
Risk Director
Bank Indonesia mengharuskan struktur manajemen setiap bank mencakup risiko sebagai berikut : risiko pasar (market risk) risiko kredit risiko operasional risiko likuiditas
Risiko pasar timbul karena pergerakan variabel pasar (adverse movement) pada portofolio bank yang dapat menyebabkan kerugian bank. Variabel pasar adalah suku bunga dan kurs mata uang, termasuk risiko perubahan dari harga opsi. Risiko kredit adalah risiko counterparty gagal membayar kewajiban. Risiko kredit mungkin timbul dari berbagai jenis kegiatan bank, misalnya kredit, treasury, pembiayaan perdagangan (trade financing). Transaksi ini dapat dicatat dalam banking book maupun trading book.
Risiko operasional adalah risiko yang timbul karena proses internal tidak memadai atau tidak berfungsi, akibat faktor kesalahan manusia, kegagalan sistim, atau faktor eksternal yang dapat mempengaruhi operasi bank. Risiko likuiditas adalah risiko yang disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Jika bank mempunyai kegiatan usaha yang beragam dan kompleks, Bank Indonesia mengharapkan bank juga mengelola risiko : Risiko hukum risiko reputasi risiko strategis risiko kepatuhan.
Risiko Hukum adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain berpotensi menimbulkan tuntutan hukum. Kelemahan dalam melakukan ikatan perjanjian seperti keabsyahan kontrak tidak sempurna. Atau pengikatan agunan yang tidak sempurna. Risiko Reputasi adalah risiko antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank.
Bila Bank mengalami kerugian karena keempat risiko terakhir, maka bank tersebut diminta untuk memantau risiko tsb dimasa yang akan datang.
Tanggung jawab utama Dewan Komisaris dan Direksi adalah menetapkan risiko apa saja yang perlu dikelola dikaitkan dengan kompleksitas kegiatan bank. Mereka juga harus menetapkan pembagian wewenang dan tanggung jawab untuk pengelolaan risiko tersebut diantara Direksi dan senior manajemen.
Kebijakan Manajemen Risiko harus memuat penilaian risiko yang berhubungan dengan setiap produk dan transaksi. Penilaian harus mencakup: metode yang memadai untuk mengukur risiko informasi yang diperlukan untuk menilai risiko (diambil dari sistim informasi) penetapan limit total risiko yang sejalan dengan toleransi risiko oleh bank proses penilaian peringkat risiko penyusunan rencana darurat dalam kondisi terburuk ( worst case scenario) memastikan semua risiko sudah dilakukan kontrol yang memadai (misalnya kaji ulang secara berkala)
Limit risiko harus ditetapkan : secara keseluruhan, misalnya toleransi risiko (risk appetite) masing-masing jenis risiko, (misalnya risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas dsb) berdasarkan fungsi, (misalnya Treasury, cabang, Unit Manajemen Risiko dan Direksi).
Direksi mempunyai tugas umum untuk memastikan bahwa: semua risiko (risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko likuiditas, dsb) dapat diidentifikasi semua risiko utama dapat diukur, dimonitor dan dikendalikan dengan baik. pengukuran risiko tersebut ditunjang oleh sistim informasi yang up to date, akurat dan lengkap.
Proses analisa risiko harus mengidentifikasi semua karakteristik risiko bank (biasanya dimulai dengan menguraikan semua jenis usaha yang dilakukan, dan apa saja risiko yang melekat pada setiap produk dan kegiatan usaha bank tersebut. Proses ini meliputi rincian berdasarkan faktor risiko, dan juga mempertimbangkan adanya risiko kinerja (performance risk) dan confidentiality risk.
Proses pemantauan risiko harus mengevaluasi seluruh eksposur risiko dan menciptakan proses pelaporan yang mencerminkan setiap perubahan profile risiko bank.
Direksi bank mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa secara umum bank telah melaksanakan pengawasan intern di setiap kegiatan/operasional bank. Sistim pengawasan intern harus dapat mengidentifikasikan setiap kegagalan pengawasan dan setiap penyimpangan dari kebijakan, prosedur dan proses yang telah ditetapkan secara tertulis.
9.5.2 Sistim Pengendalian Intern dan Pelaksanaan Manajemen Risiko - Peranan Internal Audit
Internal Audit merupakan fungsi independen pada bank. Peranan utama internal audit adalah melaksanakan penilaian yang terus menerus melalui laporan khususnya analisa metodologi, prosedur dan proses pada organisasi Manajemen Risiko bank.. Pelaporan Internal Audit langsung ditujukan pada Direktur Utama dan tidak kepada Direksi bidang manajemen risiko ( Chief Risk Officer).
9.5.2 Sistim Pengendalian Intern dan Pelaksanaan Manajemen Risiko Peranan Internal Audit
Laporan Internal Audit pada umumnya meliputi : Kesesuaian Sistim Pengendalian Intern dengan risiko yang dihadapi oleh bank Penilaian kepatuhan terhadap kebijakan, prosedur dan limit yang telah dibuat dan disetujui oleh Bank Indonesia fungsi pengendalian manajemen risiko yang independen/terpisah dari fungsi manajemen bisnis.
9.5.2
Sistim Pengendalian Intern dan Pelaksanaan Manajemen Risiko Peranan Internal Audit
Laporan Internal Audit pada umumnya mencakup : kebebasan dan objektivitas dari fungsi manajemen risiko tersedianya informasi yang memadai untuk mendukung proses pengambilan keputusan oleh manajemen. dokumentasi yang memadai untuk mendukung proses operasi (biasanya melalui peta produksi dari awal sampai akhir) tanggapan dari manajemen, baik dari sisi kualitas maupun waktu terhadap permintaan Audit Intern dan extern Tanggapan manajemen terhadap setiap kelemahan operasional yang dilaporkan.
Persyaratan utama dari struktur unit manajemen risiko : harus cukup memadai untuk dapat mengendalikan kompleksitas dan besarnya risiko yang akan diambil sesuai kebijakan bank. mempunyai unit operasional dan pelaporan yang terpisah dari unit bisnis (misalnya. Cabang dan manajemen, kelompok perkreditan, Treasury) melapor kepada Direktur manajemen risiko ( Chief Risk Officer).
Bank harus melaporkan produk dan aktivitas baru kepada Bank Indonesia. Laporan tersebut harus meliputi seluruh produk dan kegiatan baru dan disampaikan ke Bank Indonesia per triwulan dalam waktu 7 hari setelah triwulan berakhir.
Setiap kerugian yang dialami dan jumlahnya material harus dilaporkan kepada Bank Indonesia segera.
Untuk tujuan transparansi, banks harus menerbitkan laporan yang memadai mencakup kebijakan manajemen risiko dan strategi, serta ketaatan terhadap limit risiko, sebagai tambahan laporan mengenai kondisi keuangan. Semua laporan yang diterbitkan harus mendapat persetujuan Bank Indonesia.
Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi kepada bank yang tidak mematuhi ketentuan perbankan. Sanksi tersebut dapat berupa denda atau penalti hingga pencabutan ijin bank.