Anda di halaman 1dari 38

SKENARIO D Mrs .Neny , 62 years old female complains of two episodes of urinary incontinence.

On both occasions she was unable to reach a bathroom in time to prevent loss of urine. The first episode occurred when she was in her car and the second while she was in a shopping mall. She is reluctant to go out because of this urge incontinence. She has no menstrual periode since she was 50.Within in the last month , her husband died and ever since she stayed with a housemaid. Physical examination found the body weight is 75 kg, height is 156 cm, the blood pressure is 150/80 mmHg, apical-radial pulse deficit, body temperature is 36,50C, there is no exertional dyspnea, fatigue, and headace. Laboratory finding is within normal limit. Lumbal densitometry is -3,0 and femoral densitometry is -2,7. Geriatric Depression Scale (GDS) 6. MMSE Score is 26. Mrs. Neny so far was in treatment of catopril 12,5 mg,two times daily KLARIFIKASI ISTILAH : 1. Urinary incontinence :Ketidakmampuan mengendalikan pembuangan urin 2. Urge incontinence : Pengeluaran orifisium vesika urinary. 3. Apical-radial pulse deficit : denyut nadi yang tidak sama antara apex kordis dengan ateri radialis (atrial fibrilasi), biasanya jumlah denyut jantung lebih besar daripada jumlah denyut nadi. 4. Exertional dyspnea : sesak napas yang muncul karena melakukan aktivitas 5. Headache : sakit kepala 6. Fatigue : lemah ; kehilangan tenaga 7. Densitometry : penentuan berbagai variasi ketebalan melalui perbandingan dengan bahan lain atau standar tertentu. 8. GDS (Geriatric Depression Scale) :skala untuk menilai depresi pada geriatri 9. MMSE (Mini Mental State Examination) : tes yang digunakan untuk meilai kerusakan kognitif pada orang tua. 10. Catopril : Obat anti hipertensi golongan ACE inhibitor urin secara involunter akibat peregangan untuk

IDENTIFIKASI MASALAH : 1. Ny. Neni 62 tahun mengeluh incontinensia urin dua kali, pertama di mobil, kedua di mall 2. Ia enggan keluar rumah karena masalah urge incontinence. 3. Menopause usia 50 tahun 4. Suaminya meninggal 1 bulan yang lalu, sejak itu dia tinggal dengan PRT. 5. Pemeriksaan Fisik : BB : 75kg, TB : 156cm, TD : 150/80mmHg, , apical-radial pulse deficit, T: 36,50C, tidak ada exertional dyspnea, fatigue, and headace. 6. Pemeriksaan tambahan: Lab: normal, Lumbal densitometry is -3,0 and femoral densitometry is -2,7. GDS :6, MMSE : 26. 7. Riwayat pengobatan : dalam waktu yang lama menggunakan captopril 12,5 mg 2 kali sehari. ANALISIS MASALAH : 1. Bagaimana fisiologi berkemih ? Sintesis. 2. Apa etiologi inkontinensia urin? Akut : DRIP atau DIAPPers Persisten : tergantung tipe, lebih lengkap di sintesis 3. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan? Usia tua merupakan faktor predisposisi terjadinya inkontinensia urin. Inkontinensia urin lebih banyak diderita oleh wanita daripada pria.

4. Apa etiologi dan mekanisme urge incontinence ? sintesis 5. Apa makna incontinensia urin membuat enggan keluar rumah ? Inkontinensia urin menyebabkan masalah psikososial 6. Apa hubungan menopause dan keluhan yang dialami ?

Pada wanita menopause terjadi penurunan drastis hormone estrogen. Penurunan hormone estrogen ini menyebabkan penurunan kerja osteoblast dan menaikan kerja osteoclast yang membuat tulang menjadi rapuh. Penurunan estrogen juga berdampak pada menurunnya tahanan pada uretra dan muara kandung kemih yang bisa bedampak terjadinya inkontinensia urin. 7. Apa hubungan suami meninggal 1 bulan yang lalu dan tinggal bersama pembantu dengan keluhan sekarang? Dari hasil GDS didapat bahawa ibu ini suspect depresi ringan, sehingga membuatnya jarang keluar rumah dan jarang beraktivitas hal ini ditambah dengan adanya pembantu. Seperti yang kita ketahui, keluarnya cairan tubuh manusia melaui 2 jalan utama n melalui keringat, karena kurangnya aktifitas maka pengeluaran cairan hanya melalui urin karena diamsusikan bahwa dengan berkurangnya aktifitas maka berkurang pula keringat yang dikeluarkan. 8. Apa interpretasi pemeriksaan fisik dan hubungan dengan kasus? Pemeriksaan BB & TB Kasus BB : 75 Kg TB : 156 cm Nilainormal Hitung BMI = BB / TB2 = 75 (1,56)2 = 30,81 kg/m2 TD Pulse 150/80 mmHg Apicalradial pulse Suhutubuh Exertionaldyspnea Fatigue Headache Penjelasan : 1. Obesitas Kategori deficit 36,5 C 36,5-37,5 C 120/80 mmHg Hipertensisistolikterisolasi (HST) Terjadiperbedaaniramaantaranadi yang diperiksa di apical (jantung) dan radial menandakanaritmiaFibrilasiAtrial Normotermi Tidakadaggnparu Normal Normal Interpretasi Obese II

< 18,5 Underweight 18,5 22,9 Normal 23- 24,9 Overweight 25-29,9 Obese I > 30 Obese II Tabel :klasifikasi BMI menurut WHO a. Denganmeningkatnyausia terjadi massalemak total serta berkurangnya massa tubuh kering dan massa tulang. Di sisi lain, denganbertambahnyausia aktivitastubuh<< geraktubuh<< lemak semakin banyak tersimpan. b. Pada wanita antara usia 55-60 tingkat metabolisme basal dan pengeluaran untuk aktivitas fisik menurun saat memasuki usia dewasa. Akan tetapi asupan kalori tidak diimbangi sehingga berat badan meningkat.

2. Hipertensi sistolik terisolasi Pengukuran TD pada usia lanjut sebaiknya dilakukan juga pada posisi berdiri karena sangat sulit untuk memperoleh TD yang akurat. Hal ini dikarenakan pada usia lanjut terjadi : Kekakuanpembuluhdarahakibataterosklerosis Barorefleksberkurang Hipotensiortostatik Pseudo hipertensi akibat manset pengukur harus lebih menekan brachialis yang kaku. Tabel:.Klasifikasi Hipertensi JNC Vll, 2003 Klasifikasi Normal Prehipertensi Hipertensitingkat 1 Hipertensitingkat 2 Hipertensi sistolik terisolasi Sistolik (mmHg) <120 120-139 140-159 160 140 Diastolik (mmHg) <80 80-89 90-99 100 <90

elastisitaspembuluhdarahperiferakibat proses menua meningkatkanresistensipembuluhdarahperifer hipertensisistolik .( buku ajar geriatric UI, ed ke-4) Proses menua, Kehilanganelasti sitasarteri Kekakuan aorta

Vol aorta Seiring waktu TDD

TDS

Semakin besar perbedaan TDS dan TDD makin besar risikokomplikasi

3. Atrial fibrilasi Penyebab : a. Pembesaran atrium akibatlesipadakatubjantung yang mencegah atrium mengosongkanisinyasecaraadekutakedalamventrikel, ataukarenakegagalanventrikel

yang diakibatkanolehpembendungandarah yang banyakdidalam atrium. b. Dinding atrium yang berdilatasi merupakan kondisi ideal untuk menyebabkan jalur konduksi yang panjang demikian juga dengan konduksi yang lambat, yang keduanya merupakan factor predisposisifibrilasi atrium. (Fisiologi kedokteran Guiton & Hall)

9. Apa interpretasi pemeriksaan tambahan ? Pemeriksaan Laboratorium Lumbal densitometry : - 3, 0 Femoral densitometry : -2, 7 GDS : 6 MMSE : 26 Nilai normal -1 0-4 24-30 Interpretasi Normal Osteoporosis Depresi ringan Tidak ada kognitif 5 gangguan

Ringkasan : Klasifikasi menurut WHO : Klasifikasi Normal Osteopenia Osteoporosis Osteoporosis berat T-score -1 Antara -1 dan -2,5 -2,5 -2,5 dan fraktur fragilitas

Geriatric Depression Scale (GDS) Score 0-4 : normal Score 5-8 : mild depression Score 9-11 : moderate depression Score 12-15 : severe depression

Jawaban tidak 5 (khususnya nomor 1, 5, 7, 11, 13) menunjukkan bahwa seseorang mengalami depresi. .

Cara pemeriksaan Diagnosis osteoporosis ditentukandenganmengukurdensitasmassatulang (BMD). Bagian- bagiantulang yang diukur : a Tulangbelakang (L1- L4) b Panggul : femoral neck, total femoral neck, dantrokanter. Lenganbawah (33%radius), bila : 1. Tulangbelakang dan/ataupanggultidakbisadiukur 2. Hiperparatiroideisme 3. Sangatobese Indikasi pemeriksaan densitometri tulang : a. Wanita dengan defisiensi estrogen, untuk menilai penurunan densitas massa tulang dan keputusan pemberian terapi pengganti hormonal.

b.

Penderita dengan abnormalitas tulang belakang atau secara radiologik didapatkan osteopenia, untuk mendiagnosis osteoporosis spinal dan menentukan langkah diagnosis dan terapi selanjutnya.

c.

Penderita yang memperoleh glukokortikoid jangka panjang, untuk mendiagnosis penurunan densitas massa tulang dan penentuan langkah terapi selanjutnya.

d.

Pada penderita dengan hiperparatiroidisme primer asimtomatik, untuk menilai penurunan densitas massa tulang dan menentukan tindakan pembedahan pada paratiroid.

e.

Evaluasi penderita-penderita : Tidak responsif terhadap terapi yang diberikan Penurunan densitas massa tulang yang cepat. Amenore Hiperparatiroidisme sekunder Anoreksi nervosa Alkoholisme Terapi antikonvulsan Fraktur multipel traumatik.

f.

Evaluasi penderita-penderita dengan risiko tinggi osteoporosis : -

Pemeriksaan densitometri tulang biasanya digunakan untuk mengukur densitas massa tulang pada daerah lumbal, femur proksimal, lengan bawah distal dan seluruh tubuh. Secara rutin, untuk diagnosis osteoporosis, cukup diperiksa densitometri lumbal dan femur proksimal. Bila terdapat keterbatasan biaya, dapat dipertimbangkan pemeriksaan hanya pada 1 daerah, yaitu daerah lumbal untuk wanita yang berumur kurang dari 60 tahun, atau daerah femur proksimal pada wanita yang berumur lebih dari 60 tahun atau pada laki-laki. 10. Apa interpretasi penggunaan captopril dan apa hubungannya dengan keluhan Ny. Neni? Captopril merupakan golongan ACE inhibitor. Merupakan obat anti hipertensi yang bisa ikut berkontribusi dalam inkontinensia urin. Dalam kasus, penggunaan captopril menunjukkan bahwa ia mengalami hipertensi, dan kemungkinan juga dapat menyebabkan IU. 8

pemberian captopril (dosis dan pemilihan) sudah sesuai untuk mengatasi hipertensi yang dialami Ny. Neni,, namun captopril (ACE-inhibitor) ini dapat menginduksi batuk yang kronis sehingga dapat memperparah terjadinya inkontinensia urin) CAPTOPRIL merupakan factor risko inkontinesia tipe stress 11. Apa DD kasus ini ? a. Tipe urgensi Ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul. Manifestasi berupa urgensi, frekuensi, dan nokturia. b. Tipe stress Akibat tekanan intraabdominal yang meningkat seperti batuk, bersin, atau mengejang Terutama terjadi pada perempuan usia lanjut yang mengalami hipermobilitas uretra dan lemahnya otot dasar panggul akibat seringnya melahirkan, operasi, dan penurunan oksigen. Predisposisi : obesitas, batuk kronik, trauma perineal, melahirkan pervaginam, terapi radiasi keganasan, menopause. c. Tipe fungsional Terjadi akibat penurunan berat fungsi fisik dan kognitif. Pasien tidak dapat mencapai toilet pada yang tepat. Biasa terjadi pada demensia berat, gangguan mobilitas, gangguan neurologik, dan psikologik. d. Tipe Overflow Manifestasinya klinisnya berupa berkemih sedikit, pengosongan kandung kemih tidak sempurna, dan nokturia. Dapat disebabkan obat-obatan. e. Tipe campuran Merupakan kombinasi dari 2 tipe atau lebih. Biasanya kombinasi antara tipe stress dan urgensi 9

12. Apa pemeriksaan penunjang lain yang dibutuhkan? Inkontinensia Urin : Pemeriksaan urodinamik, untuk mengkaji obstruksi atau gangguan fungsi intrinsik sfingter uretra. Stress testing (uji batuk,bersin) Postvoid residual measurement (Mengukur sisa urin setelah berkemih) USG saluran kemih Cystography Urinalisis Uji urodinamik sederhana Laboratorium : Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum Catatan berkemih (voiding record). 2. Fibrilasi Atrial : EKG mengetahui irama (verifikasi FA), hipertrofi ventrikel kiri, Foto rontgen toraks Ekokardiograf melihat kelainan katup, ukuran atrium dan ventrikel, iskemia

fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow, dan trombus di atrium kiri. 3. Osteoporosis : Penilaian langsung densitas tulang untuk mengetahui ada/tidaknya osteoporosis dapat dilakukan secara: 1. Radiologik 2. Radioisotop 3. QCT (Quantitative Computerised Tomography) 4. MRI (Magnetic Resonance Imaging) 5. Densitometer (X-ray absorpmetry) 6. Serum kalsium, serum vitamin D dan serum prolaktin 13. Apa WD dan bagaimana cara mendiagnosis kasus ini ? Diagnosis kerja

10

Ny.Neni 62 tahun menopause mengalami inkontinensia urin tipe campuran (urgensi dan stres) disertai dengan isolated sistolik hipertension, obesitas, osteoporosis, atrial fibrilasi dan suggestive of depression. 14. Apa etiologi dan faktor resiko kasus ini ? Sintesis 15. Apa epidemiologi kasus ini ? Sintesis 16. Bagaimana patofisiologis kasus ini ? Sintesis 17. Apa manifestasi kinis kasus ini ? Sintesis 18. Apa tatalaksana kasus ini ? Sintesis 19. Bagaimana prognosis kasus ini ? Secaraumum, prognosis masing-masing diagnosis adalahsebagaiberikut, Inkontinensia Urin Prognosisbaik. HST Pasien hipertensi yang gemuk mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan pada yang kurus. FibrilasiAtrial Prognosis masih baik karena belum terdapat gejala pemberat berupa lemah, sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif. Osteoporosis pengubahan pola makan kayakalsium, aktivitas, dansuplementasikalsium dan lain-lainmendukungprognosisbaik, Sehinggaprognosis kasus ini adalah : Quo advitam : dubia ad bonam Quo ad functionam :dubia ad bonam 20. Apa komplikasi kasus ini ? Inkontinensia Urin Dampak medis

11

Pada pasien yang kurang aktifitas hanya berbaring di tempat tidur dapat menyebabkan ulkus dikubitus dan dapat meningkatkan resiko infeksi lokal termasuk osteomyelitis dan sepsis. Sosial : hilangnya percaya diri, depresi, terganggunya akivitas social dan seksual, serta menyebabkan ketergantungan Ekonomi : mengganggu produktivitas, dan biaya yang dikeluarkan akibat inkontinensia urin Hipertensi sistolik Stroke, demensia vaskular Fibrilasi Atrial Aritmia jantung , tromboemboli terutama stroke. Osteoporosis terjatuh, Fraktur 21. KDU ? 4 HIPOTESIS : Ny. Neni 62 tahun mengalami inkontinensia urin tipe , obesitas, atrial fibrilasi, hipertensi sistolik, menopause, dan osteoporosis. KERANGKA KONSEP

12

SINTESIS Fisiologi Berkemih Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan rangkaian koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 fase yaitu fase penyimpanan dan fase pengosongan. Diperlukan keutuhan struktur dan fungsi komponen saluran kemih bawah, kognitif, fisik, motivasi dan lingkungan. Proses berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa kendali. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada di bawah kontrol volunter dan disuplai oleh saraf pudendal, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra internal berada di bawah kontrol sistem saraf otonom, yang mungkin dimodulasi oleh korteks otak. Kandung kemih terdiri dari 4 lapisan, yaitu lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan submukosa, dan lapisan mucosa. Ketika otot detrusor relaksasi, pengisian kandung kemih terjadi, dan bila otot kandung kemih berkontraksi pengosongan kandung kemih atau proses berkemih berlangsung. Kontraksi Kandung kemih disebabkan oleh aktivitas parasimpatis yang dipicu oleh asetilkolin pada receptor muskarinik. Sfingter uretra interna menyebabakn uretra tertutup, sebagai akibat verja aktivitas saraf simpatis yang dipicu oleh noradrenalin. Otot detrusor adalah otot kontraktil yang terdiri atas beberapa lapisan kandung kemih. Mekanisme detrusor meliputi otot detrusor, saraf pelvis, medula spinalis, dan pusat saraf yang mengontrol berkemih. Ketika kandung kemih seseorang mulai terisi oleh urin, rangsang saraf diteruskan melalui saraf pelvisdan medula spinalis ke pusat saraf kortikal dan subkortikal. Pusat subkortikal (pada ganglio basal dan serebelum) menyebabkan kandung kemih berelaksasi sehingga dapat mengisi tanpa menyebabkan seseorang mengalami desakan untuk berkemih. Ketika pengisisan kandung kemih berlanjut, rasa pengembungan kandung kemih disadari, dan pusat kortikal (pada lobus frontal|), bekerja menghambat pengeluaran urin. Gangguan pada pusat kortikal dan subkortikal karena obat atau penyakit dapat mengurangi kemampuan menunda pengeluaran urin. Ketika terjadi desakan berkemih, rangsang saraf dari korteks disalurkan melalui medula spinalis dan syaraf pelvis ke otot detrusor. Aksi kolinergik dari saraf pelvis 13

kemudian menyebabkan otot detrusor berkontraksi sehingga terjadi pengosongan kandung kemih. Interfensi aktivitas kolinergik saraf pelvis menyebabkan pengurangan kontraktilitas otot. Mekanisme dasar proses berkemih diatur oleh refleks-refleks yang berpusat di medula spinalis segmen sakral yang dikenal sebagai pusat berkemih. Pada fase pengisian (penyimpanan) kandung kemih, terjadi peningkatan aktivitas saraf ototnom simpatis yang mengakibatkan penutupan kandung kemih, relaksasi dinding kandung kemih, serta penghambatan aktivitas saraf parasimpatis dan mempertahankan inervasi somatik pada otot dasar panggul. Pada fase pengosongan, aktivitas simpatik dan somatik menurun, sedangkan parasimpatik meningkat sehingga terjadi kontraksi otot detrusor dan pembukaan leer kandung kemih. Proses refleks ini dipengaruhi oleh sistem saraf yang lebih tinggi yaitu batang otak, korteks serebri, dan serebelum. Sensasi pertama ingin berkemih biasanya timbul pada saat volume kandung kemih mencapai antara 150-350 ml. Kapasitas kandung kemih normal bervariasi sekitar 300-600 ml. Umumnya kandung kemih dapat menampung urin sampai lebih kurang 500 ml tanpa terjadi kebocoran. Perubahan-perubahan fisiologik terkait proses menua pada saluran kemih bawah Kandung kemih Perubahan morfologis Uretra Trabekulasi Fibrosis Saraf otonom Pembentukan divertikula Kapasitas Kemampuan menahan kencing Kontraksi involunter

Perubahan fisiologis

Volume residu pasca berkemih Perubahan morfologis Komponene seluler Deposit kolagen

Perubahan fisiologis

14

Prostat Vagina Dasar panggul

Tekanan penutupan Tekanan akhiran keluar

Hiperplasi Componen selular Mucosa atrofi Deposit kolagen Rasio jeringan ikat-otot Otot melemah

INKONTINENSIA URIN Definisi Inkontinenensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau sosial. Epidemiologi Di masyarakat barat, sebagian besar studi epidemiologis mengindikasikan prevalensi sebesar 25-55%. Kisaran yang luas ini diatribusikan ke varietas luas yang sama dengan metodologi investigasinya, karakteristik populasinya, dan definisi inkontinensia sendiri. Terlebih lagi data yang ada sekarang jauh lebih terbatasi oleh fakta bahwa sebagian besar wanita tidak memperhatikan kondisi tersebut (Hunskaar, 2000). Diperkirakan hanya 1 dari 4 wanita yang mencari bantuan medis mengenai inkontinensia yang mereka alami karena : malu, akses yang terbatas ke pelayanan kesehatan, atau skrining yang kurang oleh penyedia layanan kesehatan (Hagstad, 1985). Kondisi yang paling sering ditemukan adalah SUI, yaitu sekitar 29-75% kasus. Overaktivitas detrusor mencapai 33% kasus inkontinensia, sedangkan sisanya berupa bentuk campuran (MUI) (Hunskaar, 2000). Inkontinensia urin signifikan menurunkan kualitas hidup penderitanya, yang mengarah pada terganggunya hubungan sosial, distres psikologis karena malu dan frustasi, rawat inap karena gangguan kulit dan infeksi traktus urinarius, serta perawatan di rumah (nursing home admission). Wanita tua penderita inkontinensia 2,5 kali lebih mungkin menjalani nursing home daripada yang kontinensia (Langa, 2002). Etiologi 15

Faktor risiko

Delirium Infeksi Atrophic vaginitis atau urethritis Farmasi Sedatif hipnotik Loop diuretics Agen anti kolinergik Agonis dan antagonis -adrenergik Calcium chanel blockers Kelainan psikologi: depresi Kelainan endokrin Mobilitas yang terbatas Impaksi feses

1. Jenis kelamin 2. Usia Prevalensi inkontinensia meningkat bertahap selama masa dewasa muda. Puncak yang lebar tampak pada usia pertengahan dan kemudian menetap setelah usia 65 tahun (Hannestad, 2000). 3. Ras Dulunya wanita kaukasia diyakini lebih beresiko mengalami inkontinensisa urin daripada ras lain. Namun sebaliknya, wanita Afrika-Amerika dipercaya berprevalensi lebih tinggi pada urge incontinence. Namun laporan tersebut tidak berdasar populasi, dan dengan demikian perbedaan ras sejatinya bukan merupakan perkiraan yang terbaik. Sebagian besar studi epidemiologis mengenai inkontinensia urin dilaksanakan dalam populasi Kaukasian. Data yang ada menyangkut perbedaan ras sangat didasarkan pada ukuran sampel yang kecil (Bump, 1993). Dari catatan terkini, belum jelas apakah perbedaan ini biologis, berkaitan dengan penilaian pelayanan kesehatan, atau dipengaruhi oleh ekspektasi kultural dan ambang toleransi simptom. Dengan demikian, masih diperlukan studi lebih mendalam mengenai studi non-Kaukasian.

16

4. Obesitas Beberapa studi epidemiologis menunjukkan bahwa peningkatan body mass index (BMI) merupakan faktor resiko independen dan signiffikan untuk semua jenis inkontinensia urin (Table 23-1). Bukti menunjukkan bahwa prevalensi urge incontinence dan stress incontinence meningkat berbanding lurus dengan meningkatnya BMI (Hannestad, 2003). Secara teoritis peningkatan tekanan intraabdominal yang bersamaan dengan pemingkatan BMI menghasilkan tekanan intravesikal yang secara proporsional lebih tinggi. Tekanan yang lebih tinggi ini menimbulkan urethral closing pressure dan menjurus pada inkontinensia (Bai, 2002). Deitel and co-workers (1988) melaporkan adanya penurunan yang signifikan pada prevalensi stress urinary incontinence, dari 61 menjadi 11%, pada wanita obese seiring dengan penurunan berat bdan setelah pembedahan bariatrik. Sesuai dengan itu, jika proporsi populasi yang overweight dan obese lebih besar, diharapkan kita dapat melihat peningkatan prevalensi inkontinensia urin di Amerika Serikat (Flegal, 2002).

Table 23-1 Faktor Resiko Inkontinensia Urin Usia Kehamilan Kelahiran Menopause Histerektomi Obesitas Simptom urinari Gangguan fungsional Gangguan kognitif Tekanan abdominal tinggi yang kronis Batuk kronis Konstipasi Resiko okupasional Merokok

5. Menopause Studi-studi yang ada belum konsisten menunjukkan adanya peningkatan disfungsi urin setelah seorang wanita memasuki tahun-tahun postmenopausal (Bump, 1998). Sukar untuk memisahkan efek hipoestrogenisme dari efek penuaan. 17

Reseptor estrogen afinitas tinggi telah diidentifikasi di uretra, muskulus pubokoksigeal, dan trigonum bladder, namun jarang ditemukan di bladder (Iosif, 1981). Dipercaya bahwa perubahan kolagen yang berkaitan dengan hipoestrogen dan reduksi vaskularisasi serta volume muskulus skeletal secara kolektif berperan pada gangguan fungsi uretra melalui penurunan resting urethral pressure (Carlile, 1988). Lebih jauh lagi, defisiensi estrogen yang menimbulkan atrofi urogenital diperkirakan berperan dalam simptom sensoris urinari yang menyertai menopause (Raz, 1993). Estrogen memang berperan penting dalam fungsi urinari normal, namun masih kurang jelas apakah estrogen berguna dalam terapi atau pencegahan inkontinensia (Estrogen Replacement) (Fantl, 1994, 1996). 6. Kelahiran dan kehamilan Banyak studi menemukan bahwa wanita para memiliki prevalensi inkontinensia urin lebih besar dibandingkan dengan yang nullipara. Pengaruh dari melahirkan anak terhadap kejadian inkontinensia dapat timbul dari luka langsung pada otot-otot pelvis dan perlekatan jaringan ikat. Sebagai tambahan, kerusakan syaraf dari trauma atau ketegangan yang ada dapat berdampak pada disfungsi otot pelvis (Snooks, 1986). Secara spesifik, level yang lebih tinggi dari latensi motorik nervus pudendal yang lama setelah melahirkan nampak pada wanita dengan inkontinensia dibanding dengan wanita yang asimtomatis. 7. Kebiasaan merokok dan penyakit paru kronis Ada 2 studi epidemiologis yang menunjukkan peningkatan resiko inkontinensia urin yang signifikan pada wanita usia lebih dari 60 tahun dengan penyakit pulmoner obstruktif kronis (Brown, 1996; Diokno, 1990). Sama pula pada kebiasaan merokok yang diidentifikasi sebagai faktor resiko independen inkontinensia urin pada beberapa studi. Salah satu dari studi tersebut, menyebutkan bahwa baik yang perokok maupun mantan perokok tercatat memiliki resiko 2-3 kali lipat dibanding dengan yang bukan perokok (Bump, 1992). Secara teoritis, kenaikan persisten tekanan intraabdominal yang timbul karena batuk kronis perokok dan sintesis kolagen, dapat diturunkan dengan efek antiestrogenik merokok. 8. Histerektomi Studi belum menunjukkan hasil yang konsisten bahwa histerektomi merupakan faktor resiko berkembangnya inkontnensia urin. Studi yang menunjukkan hubungan 18

tersebut adalah studi retrospektif, kurangnya grup kontrol yang sesuai, dan sering sematamata berdasarkan data subyektif (Bump, 1998). Sebaliknya, Studi yang meliputi tes pre dan post operatif urodinamik mengungkapkan perubahan fungsi bladder yang secara klinis tidak signifikan. Lebih jauh lagi, bukti tidak mendukung bahwa menghindari histerektomi yang telah diindikasikan secara klinis ataupun menghindari pelaksanaan histerektomi supracervical menjadi ukuran untuk mencegah inkontinensia urin (Vervest, 1998; Wake, 1980). Jenis inkontinensia 1. Inkontinensia Urin Akut Reversibel Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut. Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia urin nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesic narcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretic. Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapat dilihat akronim di bawah ini : D --> Delirium R --> Restriksi mobilitas, retensi urin I --> Infeksi, inflamasi, Impaksi P --> Poliuria, pharmasi 2. Inkontinensia Urin Persisten 19

Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis.

Urge inkontinensia Merupakan penyebab IU tersering pada orang tua, terjadi pada 40-70 % pasien yang datang dengan keluhan inkontinensia. Masalah tersering dalam fase pengisian/penyimpanan urin timbul takkala kandung kemih gagal utk tetap relaks sampai waktu yang tepat untuk berkemih . Pasien dengan detrusor yang overaktif akan merasakan kontraksi detrusor yang lebih cepat dan lebih kuat sebelum VU terisi penuh Penyebab: Non neurogenik Neurogenik Ssp yg menghambat kontraksi kandung kemih terganggu Kelainan neurologik akibat lesi suprapontin (stroke,parkinson) Trauma medulla spinalis Obat obatan Kelainan metabolik spt hipoksemia dan ensefalopati Inflamasi atau iritasi pada kandung kemih Proses menua : Kelemahan otot dasar panggul Idiopatik

Stress inkontinensia Terjadi akibat gangguan fungsi sfingter uretra sehingga urin keluar dari kandung kemih manakala tekanan intra abdomen meningkat spt batuk atau bersin . Dikaitkan dengan kelemahan ligamen pubouretra dan dinding anterior vagina.

Penyebab: Prolaps Hipermobilitas uretra Perubahan posisi uretra dan kandung kemih Defisiensi intrinsik sfingter (kongenital)

20

Denervasi akibat obat penghambat adrenagik alfa ,trauma bedah, radiasi .

- Predisposisi : obesitas , batuk kronik , trauma perineal, melahirkan pervaginam ,terapi radiasi keganasan Overflow bladder Terjadi akibat retensi urin pada kandung kemih yg mengalami distensi (peregangan). Urin mengisi kandung kemih sampai tercapai kapasitas maksimal kandung kemih, selanjutnya urin yg tidak dapat tertampung lagi keluar melalui uretra. Penyebab: Fungsional Terjadi pada orang usia lanjut yg tidak mampu atau tidak mau mencapai toilet pada waktunya Faktor penyebab dapat mengeksaserbasi tipe lain Memiliki kelainan saluran kemih bagian bawah seperti hiperaktivitas detrusor Menurunnya kontraksi kandung kemih sekunder akibat obat obatan yg merelaksasi otot detrusor kandung kemih Denervasi pada detrusor akibat kelainan neurologis yang mempengaruhi inervasi kandung kemih Obtruksi aliran urin akibat Pembesaran prostat,impaksi feses. Striktur uretra,kontraksi uretra akibat agonis adrenegik alfa. Obtruksi anatomik pada perempuan prolapspelvis dan distorsi uretra Neuropati diabetes melitus

Penegakan diagnosis 1. anamnesia tambahan Adanya inkontinensia, berat ringannya, lamanya, tingkat ketergantungan, Pengaruh terhadap hubungan sebelumnya Terapi sebelumnya, konservatif, medik, dan operasi yang berkaitan dengan Lingkungan sosial, kultur, dan fisik Status mental dan adanya prolaps

sistem saluran kemih dan saluran cerna (rektum)

21

Fungsi kognitif Kecacatan keterbatasan bergerak, gangguan pengluhatan, gangguan Penyakit-penyakit yang menyertai geriatri Riwayat pengobatan Riwayat merokok, minum alkohol, konsumsi kopi

pendengaran

2. pemeriksaan tambahan Catatan miksi Minta pasien untuk miksi: Pemeriksaan abdomen Pemeriksaan Pelvis Volume miksi ? Volume miksi residu, > 100mL adanya

indikasi overflow inkontinensia Organomegali: menyebabkan tekanan intraabdomen, indikasi stress incontinence Apakah tedapat tanda-tanda: Infeksi Inflamasi Atrofi Divertikula uretra Vaginal discharge? kontraksi vaginal kontraksi m. levator ani urin mudah keluar Tonus sfingter anal menurun Impaksi feses Lesi rectum

Bimanual

Rectal toucher

Pemeriksaan laboratorium : serum kalsium, vitamin D, kadar gula darah urinalisis Pemeriksaan fungsi ginjal sistometrografi Stress testing Post-voidal measurement Urodynamic 22

Patofisiologis

USG traktus urinarius Radiograpgy (cystography) Chest X-ray ECG

Manifestasi Klinis mengompol, mengalami dampak psikis yaitu enggan untuk keluar rumah dan menarik diri karena minder. Tatalaksana o Modalitas suportif nonspesifik : - edukasi

23

- memakai subtitusi toilet - manipulasi lingkungan - pakaian tertentu dan pads - modifikasi intake cairan dan obat o Intervensi behavioral bergantung pasien : latihan otot pelvis, bladder training, bladder retraining bergantung caregiver : penjadwalan miksi, latihan kebiasaan, prompted voiding, obatobatan (relaksan kandung kemih, agonis alfa, antagonis alfa, estrogen, periuretral infeksi, operasi, peralatan mekanik, kateter) Tabel 2. Terapi primer untuk berbagai tipe inkontinensia urine Tipe inkontinensia Stres Terapi primer kandung kemih Urgensi kemih Overflow Fungsional Estrogen Bladder training Operasi Bladder training Kateterisasi intermitten Kateterisasi menetap Intervensi behavioral Manipulasi lingkungan untuk Relaksan kandung latihan Kegel Agonis adrenergik alfa Estrogen Injeksi periuretral Operasi bagian leher

menghilangkan sumbatan

Pads Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV Halaman 1397

24

o Pada skenario,diketahui mengalami inkontinensia urine tipe urgensi. Sehingga penatalaksanaan primer yang dapat dilakukan berdasarkan tabel di atas adalah pemberian relaksan kandung kemih, estrogen, dan bladder training. o Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif di antara terapi nonfarmakologis lainnya. Tujuan terapi adalah memperpanjang interval berkemih yang normal dengan teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih adalah 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Namun, untuk melakukan bladder training diperlukan motivasi yang kuat dari pasien. o Latihan otot dasar panggul juga merupakan terapi yang efektif untuk inkontinensia tipe urgensi. Latihan dilakukan 3-5 kali sehari dengan 15 kontraksi dan menahan hingga 10 detik. o Obat-obatan yang dapat diberikan untuk tatalaksana inkontinensia tipe urgensi antara lain antikolinergik seperti oksibutinin dan tolterodin. Pemberian dosis 4 mg 1 kali sehari dapat meminimalkan efek samping seperti xerostomia, xeroftalmia, konstipasi, gangguan penglihatan, sedatif, retensi urine, insomnia, takikardia, ortostatis, kebingungan, dan delirium. Mekanisme kerjanya adalah dengan merelaksasikan otot kandung kemih sehingga diharapkan dapat menunda berkemih. o Pembedahan Merupakan jalan terakhir bila obat-obatan juga tidak menghentikan inkontinensia urin. Konsultasi dengan bagian ilmu kebidanan dan bagian bedah urologi Pada kasus : 1. miksi Diantar ketika hendak ke toilet Membuat catatan berkemih Terapi farmakologis menggunakan muscle relaxant (Flavoxate), chalcium channel blocker (diltiazem, nifedipine), kombinasi muscle relaxant dan antikolinergik (oxybutynin, tolterodine, dicyclomine), antidepresan trisiklik (doxepine, imipramine) 2. Untuk inkontinensia stress Untuk inkontinensia urgensi Terapi perilaku bladder training untuk memperpanjang interval

25

Pengurangan berat badan Latihan otot dasar panggul (Kegel) Cap device menutupi meatus uretra/kateter kondom/penile clamps Farmakologis (phenylpropanolamine, pseudoephedrine, estrogen) Terapi bedah jika terdapat hipermobilitas uretra

Edukasi Karena ibu neny mengalami obesitas dimana obersitas merupakan faktor predisposisi terjadinya inkontinensia urin, maka kita perlu menyarankan diet sehat hitung kalori dan olahraga untuk mengatasi obesitas. Ibu neny juga mengalami osteoporosis, untuk itu kita juga menyarankan makanan tinggi kalsium (sayur hijau) disertai olahraga untuk kesehatan tulang

OSTEOPOROSIS DEFINISI Penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang mudah rapuh dan mudah patah FAKTOR RISIKO Factor risiko osteoporosis Umur Tiap peningkatan 1 dekade, risiko meningkat 1,4 -1,8 Genetik Etnis Seks Riwayat keluarga Lingkungan Defisiensi kalsium Aktivitas fisik kurang Obat-obatan Merokok, alcohol 26

Risiko terjatuh yang meningkat Hormonal dan penyakit kronik Defisiensi estrogen, androgen Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme Penyakit kronik Sifat fisik tulang Densitas (massa) Ukuran dan geometri Mikroarsitektur Komposiss Faktor Risiko Fraktur Panggul Terjatuh Penurunan respons protektif Kelainan neuromuscular Gangguan penglihatan Gangguan keseimbangan Malabsorpsi Densitas massa tulang rendah Hiperparatiroidisme

Gangguan penyediaan energy Peningkatan fragilitas tulang

PATOGENESIS

PENDEKATAN KLINIS

27

1) Anamnesis Keluhan utama Factor lain: fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan yang teratur yang bersifat weight-bearing. Obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang Alkohol dan merokok

2) Pemeriksaan Fisik Pengukuran tinggi dan berat badan, gaya berjalan pasien, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal dan jaringan parut pada leher 3) Pemeriksaan Biokimia Tulang Kalsium total dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor serum, kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum, piridolin urin dan bila perlu hormone paratiroid dan vitamin D 4) Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologic untuk menilai massa tulang sangat tidak sensitive. Gambaran radiologic yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekular yang lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra. a. Vertebra Gambaran osteoporosis pada foto polos akan menjadi lebih radiolusen tetapi baru terdeteksi setelah penurunan massa tulang sekitar 30%. b. Femur proksimal Bagian ujung proksimal tulang femur terdiri dari trabekula tulang yang tersusun dalam 2 lengkung yang saling menyilang. Trabekula di proksimal femur dapat dilihat dengan baik bila dibuat rontgenogram pada daerah hip (leher femur) dengan menggunakan exposure yang adekuat agar dapat melihat detil makroskopis arsitektur susunan trabekulanya. c. Metakarpal Resorpsi pada korteks tulang dapat tampak di 3 tempat spesifik yaitu permukaan endosteal, intrakortikal dan periosteal. d. Skintigrafi tulang 28

Skintigrafi tulang dengan menggunakan technetium-99m yang dilabel pada metilen difosfonat atau hidroksimetilen difosfonat, sangat baik untuk menilai metastasis pada tulang, tumor primer pada tulang, ostiomielitis dan nekrosis aseptic. Diagnosis ditegakkan dengan mencari uptake yang meningkat, baik secara umum maupun secara local. 5) Pemeriksaan densitas massa tulang Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan risiko fraktur. Berbagai metode yang dapat digunakan untuk menilai densitas tulang adalah single-photon absorptiometry (SPA) dan single-energy X-ray absorptiometry (SPX) lengan bawah dan tumit; dual-photon absorptiometri (DPA) dan dual-energy X-ray absorptiometry (DPX) lumbal dan proximal femur; dan quantitative computed tomography. Pemeriksaan densitometry untuk mengetahui densitas tulang pada osteoporotic dipakai standar WHO Normal > -1 Osteopenia <-1 Osteoporosis < -2,5 (tanpa fraktur) Osteoporosis berat < -2,5 (dengan fraktur) 6) Sonodensitometri 7) Neutron activation analysis (NAA) 8) Magnetic Resonance Imaging (MRI) 9) Biopsi tulang dan histomorfometri TATA LAKSANA 1. Nonfarmakologis Latihan untuk pasien osteoporosis; aerobik Berhenti merokok, cegah konsumsi alkohol Sering berjemur sinar matahari Cegah gerakan atau latihan ekstrim (melompat, membawa beban berat) 2. Farmakologis Kalsium bifosfonat 1000-1500 mg/d Vitamin D3 500-800 IU/d

29

Estrogen (terapi sulih hormon) Agen anti resorbtif (raloxphene, golongan biposfonat, calcitonin)

ISOLATED SYSTOLIC HYPERTENSION a. Definisi Hipertensi tekanan sistolik 140 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg. Isolated systolic hipertension hipertensi primer dimana tekanan sistolik ( 140 mmHg), sedangkan tekanan diastolic cenderung menetap atau sedikit ( 90 mmHg) b. Epidemiologi Terjadi pada 80% geriatri dengan usia 50 tahun Prevalensi: <1 / 1000 orang pada usia 25-35 tahun sampai 40 / 1000 pada usia 80-90 tahun. Faktor resiko terjadinya cerebrovascular accidents (strokes) c. Etiologi Menurunnya elastisitas dan daya kembang arteri karena usia, akumulasi kalsium dan kolagen pada arteri yang menyebabkan atherosclerosis. Hal hal ini menyebabkan tekanan sistolik. d. Manifestasi dari perubahan yang terjadi: Usia perubahan fungsi dan struktur pada CV komplikasi pada CV disease mempengaruhi penyakit CV itu sendiri dan pengobatan CO ex: anemia, hipertiroid, insufisiensi aorta, fistula atriovenosa, Pagets disease of bone elastisitas dan komplians arteri besar karena penuaan dan aterosklerosis akibat akumulasi kalsium dan kolagen pada arteri dan degradasi elastin arteri Kekakuan arteri conduit tekanan arteri yang kembali dari perifer tekanan sistolik kekakuan arteri dan kerusakan endotel serta vasodilatasi Perubahan mekanisme refleks baroreseptor kegagalan refleks postural

30

Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik beta dan vasokonstriksi adrenergik alfa kecenderungan vasokontriksi peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah Peningkatan asupan dan penurunan sekresi retensi Na Perubahanperubahandi atas bertanggung jawab terhadap peningkatan tekanan sistolik yang disproporsional, penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikel kiri, dan disfungsi diastolik penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Tatalaksana Tujuan: Target terapi hipertensi sistolik terisolasi pada orang tua adalah untuk Short acting beta blocker Ca channel antagonist (diltiazem) Cegah stroke antikoagulan coumadin Mengembalikan ritme sinus antikoagulasi Implantasi pacemaker Implantable cardiomaker defibrillator Lifestyle berhenti merokok, penurunan BB yang berlebihan,

mempertahankan tekana darah dibawah 140/80-85 mmHg

berhenti/mengurangi asupan alcohol, mengurangi asupan garam, perkaya diet buahbuahan, sayuran, dan diet rendah lemak. ATRIAL FIBRILASI Definisi Merupakan suatu atrial tachycardia yang umum. Pada atrial fibrillation beberapa signal listrik yang cepat dan kacau "menyala" dari daerah-daerah yang berbeda di atria, dari pada hanya dari satu daerah pemacu jantung di SA node. Signal-signal ini pada gilirannya menyebabkan kontraksi ventricle yang cepat dan tidak beraturan . Klasifikasi Klasifikasi FA berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari

31

Primer : bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung dan kelainan sistemik yang dapat menimbulkan aritmia. Sekunder : bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung tetapi ada kelainan sistemik yang menimbulkan aritmia.

Klasifikasi FA berdasarkan waktu timbul & kemungkinan keberhasilan konversi ke irama sinus Paroksismal, bila FA berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan Persisten, bila FA menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan Permanen, bila FA berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi sendirinya tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun. intervensi pengobatan atau tindakan. pengobatan FA tetap tidak berubah. FA dapat pula di bagi menjadi FA akut (bila < 48 jam) dan FA kronik (bila > 48 jam). Etiologi Stress hemodinamik tekanan intra-atrial, Ex: penyakit katup mitral atau trikuspid, disfungsi ventrikel kiri, hipertensi sistemik atau pulmonal, tumor atau trombus intracardiac Iskemi atrial ex: CAD Inflamasi ex: myokarditis dan perikarditis karena Collagen vascular disease, infeksi virus dan bakteri, bedah cardiac, esofagus, torax. Obat-obatan stimulan, alkohol, kokain Penyakit paru embolisme paru dan pneumonia Penyakit endokrin hipertiroid dan pheochromocytom Neurologis perdarahan subarachnoid dan stroke Familial Faktor risiko Meningkatnya usia Laki-laki insidensi lebih tinggi pada ras kulit putih PJK 32

Tekanan darah tinggi CHF Penyakit katup jantung Hipertiroidisme Penyakit paru (asthma,emphysema,COPD) Pericarditis Emboli paru Alkoholism Penyakit jantung kongenital Merokok Manifestasi Klinis Asimptomatis Gejala: pslpitasi, sensasi denyut jantung yang cepat dan iregular Pingsan Kelemahan, sesak napas, nyeri dada, edema Gejala-gejala penyakit penyebab Tatalaksana 1. Mengembalikan irama ke sinus dan mempertahankannya Farmakologis: obat antiaritmia o efek pada action potentials individual cell o lebih dari satu efek pada action potentials o Amiodarone efek class I, II, III, IV o Sotalol aktifitas - blockade( class II ) o efek memperpanjang action potentials ( class III ) DC cardioversi Dilakukan pada AF yang tidak stabil Prosedur invasif o Dirusak dengan energi radiofrekuensi pulmonary vein isolation

33

o Corridor operation isolasi serat jaringan yang menghubungkan SA node dan AV node Maze III operation diperlukan CPB dan cardioplegic circulatory arrest 2.Mengontrol frekuensi respon ventrikel Short acting beta blocker Ca channel antagonist (diltiazem)

3.Mencegah terjadinya tromboemboli sistemik antikoagulan (acetyl salicilyc acid) 4.Lifestyle menurunkan berat badan jika ada kegemukan, mengurangi minum alcohol, meningkatkan aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan asupan kalium yang adekuat, mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat, menghentikan merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol OBESITAS Definisi Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Etiologi & Faktor Risiko Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor:

Faktor genetik

Anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.

Faktor lingkungan

34

Faktor lingkungan ini meliputi perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya)

Faktor psikis

Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.

Faktor kesehatan Hipotiroidisme Sindroma Cushing Sindroma Prader-Willi Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.

Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya:


o o o o

Obat-obatan.

Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan penambahan berat badan.

Faktor perkembangan

Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.

Aktivitas fisik

Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas. Manifestasi Klinis Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada menekan paru-paru gangguan pernafasan dan sesak nafas (meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan) Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur sleep apnea sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk.

35

Obesitas masalah ortopedik: termasuk nyeri punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki)

Obesitas permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien mengeluarkan keringat yang lebih banyak kulit lembab faktor redisposisi kelainan kulit

Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki.

Tatalaksana

Terapi diet. Terapi diet bertujuan untuk membuat defisit 500-1000 kcal/hari. Aktivitas fisik. Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30 menit

dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu. Terapi perilaku. Yang harus diawasi adalah kebiasaan makan, aktivitas fisik, manajemen stres, stimulus control, pemecahan masalah, contigency management, cognitive restructuring, dan dukungan sosial. Farmakoterapi. Sibutramine dan orlistat dapat digunakan untuk membantu Terapi bedah. Terapi ini hanya diberikan untuk pasien obesitas dengan BMI >40 atau menurunkan berat badan. >35 dengan kondisi komorbid.

36

MENOPAUSE Definisi Menopause adalah berhentinya siklus menstruasi secara teratur akibat turunnya Berhentinya menstruasi (sekret fisiologik darah dan jaringan mukosa serta produksi estrogen oleh ovarium. bersiklus yang melalui vagina dari uterus tidak hamil, dibawah pengendalian hormon). Merupakan suatu bagian dari proses menua yang irreversible dan melibatkan sistem reproduksi wanita. Dimulai setelah 12 bulan sejak menstruasi terakhir dan ditandai dengan Merupakan satu peristiwa dalam klimakterium, yaitu fase fisiologis yang terjadi berlanjutnya gejala vasomotor dan gejala urogenital seperti keringnya vagina dan jika fungsi ovarium telah mengalami regresi. Etiologi Penurunan fungsi ovarium. Ooforektomi bilateral pada setiap usia setelah menarche juga dapat menimbulkan

gejala-gejala seperti menopause. Epidemiologi Semua wanita akan mengalami menopause. Biasa terjadi pada usia 45-52 tahun. Amenorrhea Hot flushes(panas pada kulit wajah dan leher) Berdebar-debar Sakit kepala, vertigo Tangan dan kaki terasa dingin Mudah tersinggung Cemas, gelisah, depresi Insomnia Keringat waktu malam Pelupa, sulit berkonsentrasi

Manifestasi klinis

37

Cepat lelah Penambahan berat badan Dispareuni

Tatalaksana Pada kasus : Tidak diperlukan penatalaksanaan khusus jika tidak terdapat gejala saat premenopause yang sangat mengganggu seperti hot flushes, berkeringat banyak, jantung berdebar-debar, rasa nyeri dan tidak nyaman pada payudara, rasa panas, PUD, dan gangguan psikis. Jika saat terjadinya premenopause terdapat gejala-gejala tersebut, dapat dipertimbangkan untuk melakukan terapi sulih hormon. Karena menopause berhubungan dengan peningkatan berat badan akibat kompensasi tubuh dengan peningkatan sel lemak karena penurunan estrogen, diperlukan management yang baik untuk mencegah peningkatan berat badan yang berlebihan misalnya dengan diet yang seimbang dan melakukan aktivitas/gerak secara rutin. Karena rendahnya kadar estrogen pada wanita post menopause dapat memicu terjadinya osteoporosis, sebaiknya diberikan terapi estrogen sebagai prevensi. Tabel 8. Preparat estrogen untuk prevensi osteoporosis

38

Anda mungkin juga menyukai