Anda di halaman 1dari 9

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Dusenas menunjukkan bahwa jumlah BALITA yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS sejaktahun 1989 meningkatkan dari 6,3 % menjadi 7,2 % tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995. Upaya Pemerintah antara lain melalui pemberian makanan tambahan dalam jaringan pengaman sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan tatalaksana gizi buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998, 8,1% pada tahun 1999, dan 6,3% tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali 7% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%. (Dirjen Bina Kesmas dan Direkotorat Bina Gizi Masyarakat, 2007). Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen Kesehatan-Unicef tahun 2005, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi buruk sebanyak 169 kabupaten/kota tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257 kabupaten/kota lainnya prevalensi tinggi. Dari data Depkes juga terungkap masalah gizi di Indonesia ternyata lebih serius dari yang kita bayangkan selama ini. Gizi buruk atau anemia gizi tidak hanya diderita anak balita, tetapi semua kelompok umur. Perempuan adalah yang paling rentan, disamping anak-anak. Sekitar 4 juta ibu hamil, setengahnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya kekurangan energi kronis (KEK). Dalam kondisi itu, rata-rata setiap tahun lahir 350.000 bayi lahir dengan kekurangan berat badan (Depsos RI, 2008) Oleh karena itu laporan referat ini dibuat untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang penyakit gizi buruk khususnya tentang kwashiokor yang masih banyak terjadi di Indonesia.

B. Tujuan 1. Mengetahui definisi, epidemiologi serta etiologi kwashiokor 2. Mengetahui patomekanisme kwashiokor 3. Mengetahui penatalaksanaan kwarshiokor

II. ISI

A. Definisi Kwashiokor merupakan bentuk malnutrisi energi protein yang

disebabkan oleh defisisensi protein yang berat, biasanya asupan kalori juga mengalami defisiensi (Dorland, 1998). Kwashiokor memang kondisi dimana terjadi defisiensi protein dalam asupan makanannya, tetapi dapat terjadi karena kehilangan antioksidan yang menyertai defisiensi energi dari makanan tersebut. Penyakit ini sering terlihat pada anak-anak balita dan biasanya disertai dengan iritabilitas (Gibney, 2008). B. Epidemiologi Kwashiokor paling sering terlihat pada anak-anak di Afrika dan Asia Tenggara yang menderita kemiskinan (Mitchell et al, 2008). Penyakit ini umumnya terjadi pada usia antara 1 dan 4 tahun, tetapi dapat terjadi pada masa kanak-kanak. Penyakit ini frekuensi untuk jenis kelamin seimbang, tidak ada yang terlalu dominan. Kwashiokor juga dapat terjadi dalam kehidupan dewasa, saat itu hampir selalu merupakan komplikasi dari infeksi parasit tertentu atau yang lain, misalnya strongyloidiasis.Kwashiokor lebih sering muncul daripada marasmus, namun hanya terbatas pada komunitas atau penduduk dengan jumlah asupan kalori yang cukup (Falco et al, 2000). C. Etiologi Penyebab utama dari kwashiokor yaitu kekurangan asupan protein. Selain itu ada banyak penyebab kwashiorkor lainnya, misalnya ketika susu digantikan oleh diet yang tidak memadai dan sering tidak seimbang. Bayi yang paling sering terkena pada saat kelaparan, ketika ibu mereka mengalami defisiensi protein. Penyakit ini bisa juga karena faktor sosial dimana kebiasaan suku atau masyarakat pedalaman yang masih belum paham untuk bisa memberikan asupan gizi yang baik, terutama protein (Kaneshiro, 2012). Kwashiokor dapat terjadi karena penyerapan protein terganggu, seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati kronik (Behrman, 2000). Faktor ekonomi juga

berperan sebagai penyebab penyakit ini, dimana paling sering terjadi pada anak dari golongan penduduk yang berpenghasilan rendah. Hal ini dikarenakan protein yang bermutu baik terutama terdapat pada bahan makanan yang berasal dari hewan seperti protein susu, keju, telur, daging dan ikan. Bahan makanan tersebut mahal harganya, sehingga tidak terbayar oleh mereka yang berpenghasilan rendah (Staf Pengajar IKA FK-UI, 2007). D. Patomekanisme Pada kwarshiokor yang klasik, gangguan metabolik dan perubahan sel menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya. Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoproteinbeta sehingga transport lemak dari hati ke deposit lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar (Staf Pengajar IKA FK-UI, 2007). E. Faktor Resiko Berikut ini merupakan faktor resiko dari kwashiokor (Kaneshiro, 2012 dan Staf Pengajar IKA FK-UI, 2007) : 1. Bayi dan anak kecil yang nafsu makannya jelek 2. Remaja dalam masa pertumbuhan yang pesat 3. Wanita hamil dan wanita menyusui 4. Orang tua 5. Penderita penyakit menahun pada saluran pencernaan, hati atau ginjal, terjadi penurunan BB sampai 10-15 % 6. Orang yang menjalani diet untuk jangka panjang

7. Vegetarian 8. Penderita ketergantungan obat atau alkohol yang tidak cukup makan 9. Penderita AIDS 10. Pemakaian obat yang mempengaruhi nafsu makan dan penyerapan gizi 11. Penderita anoreksia nervosa 12. Penderita demam lama, hipertiroid, dan kanker. F. Tanda dan Gejala Ada beberapa tanda dan gejala kwashiokor, yaitu (Staf Pengajar IKA FK-UI, 2007): 1. Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terganggu. 2. Perubahan mental, biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis 3. Sebagian besar penderita ditemuka edema baik ringan maupun yang berat. 4. Gejala gastrointestinal termasuk gejala yang penting. Anoreksia dapat mejadi parah, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Selain itu, diare juga pada sebagian besar penderita. Hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas, dan usus. 5. Perubahan rambut baik dari segi texture maupun warna. Pada penderita kwashiokor rambut kepalanya mudah dicabut. Tarikan ringan kadang tanpa reaksi penderita. Pada penderita kwashiokor lanjut, rambut penderita akan tampak kusam, kering, halus, jarang dan berubah warnanya menjadi putih. 6. Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Selain itu, ditemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwarshiokor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh sering mendapat tekanan disertai kelembapan oleh keringat, contohnya pantat, fosa poplitea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, dan sebagainya.

7. Hepatomegali atau pembesaran hati merupakan gejala yang juga sering ditemukan. Hati yang dapat diraba umumnya kenyal, permukaannya licin dan pinggir tajam dimana terjadi perlemakan hebat. 8. Kelainan kimia darah, yaitu kadar albumin serum rendah, disamping kadar globulin normal atau sedikit meninggi. Sehingga perbandingan antara albumin per globulin menjadi terbalik yaitu kurang dari 1. G. Pemeriksaan Penunjang Penderita kwashiokor biasanya dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium untuk penegakan diagnosis (Kaneshiro, 2012) : 1. Complete blood count Biasanya ditemukan anemia ringan, akan tetapi jika disertai penyakit lain, terutama ankilostomiasis, maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia yang terjadi pada penderita kwashiokor bermacam-macam, yang terbanyak normositik normokrom. 2. Biopsi hati Ditemukan perlemakan yang hebat sehingga hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar, tanda fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus. 3. Pemeriksaan urin Dalam hal ini urin diperiksa apakah mengandung keton atau tidak. Ketonuria sering ada pada stadium awal kekurangan makan tetapi seringkali menghilang pada stadium akhir (Behrman, 2000) 4. BUN 5. Creatinine clearance 6. Serum creatinine Ekskresi hidroksiprolin urin yang berhubungan dengan kreatinin dapat turun. 7. Serum potassium H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti diare berat, gagal ginjal, dan syok dan penggantian nutrien penting. Dehidrasi sedang atau berat, infeksi nampak atau dugaan, tanda-tanda mata dari defisiensi vitamin

A, anemia berat, hipoglikemia, diare berulang, lesi kulit dan membrana mukosa, anoreksia dan hipothermia semua harus diobati. Untuk dehidrasi ringan sampai sedang, cairan diberikan secara oral atau dengan pipa nasogastrik. Bayi ASI harus disusui sesering ia menghendaki. Untuk dehidrasi berat, cairan intravena diperlukan. Jika cairan intravena tidak dapat diberikan, infus intra osseus (sum-sum tulang) atau intraperitoneal 70 mL/kg larutan Ringer Laktat setengah-kuat dapat menyelamatkan jiwa. Antibiotik efektif harus diberikan secara parenteral selama 5-10 hari (Behrman, 2000). Bila dehidrasi dapat teratasi, makanan peroral mulai dengan susu encer sedikit kering, kekentalan dan volume sedikit demi sedikit ditambah dan frekuensi dikurangi selama 5 hari berikutnya. Pada hari 6-8, anak harus mendapat 150 mL/kg/24 jam dalam 6 kali makan. Susu sapi atau yogurt untuk anak anak intoleran-laktose harus dibuat dengan 50 g gula/L. Makanan khusus tersedia dari UNICEF. Pada masa penyembuhan, makanan energi tinggi terbuat dari susu, minyak dan gula diperlukan. Susu skim, hidrolisat casein, atau campuran asam amino sintetik dapat digunakan untuk menambah cairan dasar dan regimen nutrisi. (Behrman, 2000). Bila diet kalori tinggi dan protein tinggi diberikan terlalu awal dan cepat, hati dapat menjadi besar, abdomen menjadi sangat kembung, dan anak membaiknya lebih lambat. Lemak sayur diserap lebih baik daripada lemak susu sapi. Toleransi glukose yang terganggu dapat diperbaiki pada beberapa anak yang terkena dengan pemberian 250 g kromium klorida. Vitamin dan mineral, terutama vitamin A, kalium dan magnesium diperlukan sejak pengobatan. Besi dan asam folat biasanya memperbaiki anemia. Infeksi bakteri harus diobati bersamaan dengan terapi diet, sedangkan pengobatan infeksi parasit, jika tidak berat dapat ditunda sampai penyembuhan mulai berlangsung. Sesudah pengobatan dimulai, penderita dapat kehilangan berat badannya selama beberapa minggu karena menghilangnya edema yang tampak dan tidak tampak. Enzim serum dan usus kembali normal, dan penyerapan lemak dan protein usus membaik. Jika pertumbuhan dan perkembangan secara luas terganggu, retardasi mental dan fisik dapat

permanen. Makin muda bayi pada saat kekurangan, makin rusak pengaruh jangka lamanya (Behrman, 2000). Semua tatalaksana pada kwashiokor berpedoman pada 10 langkah tatalaksana utama antara lain (Budihardja, 2011) :: 1) Atasi/cegah hipoglikemia 2) Atasi/cegah hipotermia 3) Atasi/cegah dehidrasi 4) Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit 5) Obati/cegah infeksi 6) Mulai pemberian makanan 7) Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth) 8) Koreksi defisiensi nutrien mikro 9) Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental 10) Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh. I. Prognosis Apabila anak tersebut mendapat pengobatan dini umumnya mengarah pada hasil yang baik. Ketika mengobati kwarshiokor dilakukan secara bertahap untuk dapat meningkatkan kesehatan keseluruhan dari anak. Akan tetapi jika anak tidak diberikan atau pengobatannya terlambat bisa terjadi retardasi mental dan fisik yang permanen, atau bisa lebih fatal lagi (Kaneshiro, 2012).

III. KESIMPULAN

1. Kwarshiokor merupakan penyakit yang disebabkan oleh asupan protein yang kurang adekuat. 2. Defisiensi protein pada penderita kwashiokor menyebabkan gejala yang khas yaitu edema dan hepatomegali. Dimana edema berasal dari berkurangnya asam amino dalam serum yang merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hepar, sedangkan hepatomegali akibat dari gangguan pembentukan lipoprotein-beta sehingga transport lemak dari hati ke tempat deposit lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar. 3. Tatalaksana kwashiokor harus dilakukan berurutan dan bertahap, yaitu atasi/cegah hipotermia, atasi/cegah dehidrasi, koreksi gangguan

keseimbangan elektrolit, obati/cegah infeksi, mulai pemberian makanan, fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth), koreksi defisiensi nutrien mikro, lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental, siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.

Daftar Pustaka Behrman, Richard E, Kliegman R, Arvin A.M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 1. Jakarta: EGC. Budihardja. 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Departemen Sosial Republik Indonesia. 2008. Balita Gizi Buruk. Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2007. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dorland, W. A. Newman. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed 25. Jakarta : EGC. Falco, O. Braun et al. 2000. Dermatology. Italia : Springer-verlag Berlin Heidelberg Gibney, Michael J. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC. Kaneshiro, Neil K., David Zieve. 2012. Kwashiokor. University of Washington School of Medicine. U.S. National Library of Medicine. Mitchell, Richard N. et al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran Ed 7. Jakarta : EGC. Staf Pengajar IKA FK-UI. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai