Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

Laringitis akut merupakan penyakit yang umum pada anak-anak, mempunyai onset yang cepat dan biasanya sembuh sendiri. Bila laringitis berlangsung lebih dari 3 minggu maka disebut laringitis kronik. Laringitis didefinisikan sebagai proses inflamasi yang melibatkan laring dan dapat disebabkan oleh berbagai proses baik infeksi maupun non-infeksi. Laringitis sering juga disebut juga dengan croup. Dalam proses peradangannya laringitis sering melibatkan saluran pernafasan dibawahnya yaitu trakea dan bronkus. Bila peradangan melibatkan laring dan trakea maka diagnosis spesifiknya disebut laringotrakeitis, dan bila peradangan sampai ke bronkus maka diagnosis spesifiknya disebut laringotrakeobronkitis.1,2,3,4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.1,2,3 2.2 Anatomi Laring Untuk mengerti patogenesis penyakit laringitis maka kita sebelumnya harus mengetahui anatomi dari laring. Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas.1 Berikut ini akan ditampilkan laring secara anatomi.

Gambar 1. Laring

Gambar 3. Struktur anatomi laring Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan intrisik. Otot ekstinsik bekerja pada laring secara keseluruhan yang terdiri dari otot ekstrinsik suprahioid (m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid) yang berfungsi menarik laring ke atas. Otot ekstinsik infrahioid (m.sternihioid, m.omohioid, m.tirohioid). Otot intrisik laring menyebabkan gerakan antara berbagai struktur laring sendiri, seperti otot vokalis dan tiroaritenoid yang membentuk tonjolan pada korda vokalis dan berperan dalam membentuk teganagan korda vokalis, otot krikotiroid berfungsi menarik kartilago

tiroidkedepan, meregang dan menegangkan korda vokalis.5 Laring disarafi oleh cabang-cabang nervus vagus yakni nervus laringeus superior dan nervus laringeus inferior (n.laringeus rekurens). Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik. Perdarahan pada laring terdiri dari dua cabang yakni arteri laringeus superior dan ateri laringeus inferior yang kemudian akan bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior.1,2 2.3 Fisiologi Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk mencegah agar makanan dan benda asing masuk kedalam trakea dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis yang secara bersamaan. Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dan sekret yang berasal dari paru juga dapat dikeluarkan lewat reflek batuk. Fungsi respirasi laring dengan mengatur

mengatur besar kecilnya rima glotis. Dengan terjadinya perubahan tekanan udara maka didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Oleh karena itu laring juga mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi darah. Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai tiga mekanisme yaitu gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus, serta mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring. Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk fonasi dengan membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada.1

2.4 Etiologi
1. Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti influenza atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae. 2. Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca 3. Pemakaian suara yang berlebihan 4. Trauma 5. Bahan kimia 6. Merokok dan minum-minum alcohol 7. Alergi

2.5 Patofisiologi Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Parainfluenza virus, yang merupakan penyebab terbanyak dari laringitis, masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium saluran nafas lokal yang bersilia, ditandai dengan edema dari lamina propria, submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infitrasi selular dengan histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit polimorfonuklear (PMN). Terjadi pembengkakan dan kemerahan dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan

ditemukan pada dinding lateral dari trakea dibawah pita suara. Karena trakea subglotis dikelilingi oleh kartilago krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen saluran nafas dalam, menjadikannya sempit, bahkan sampai hanya sebuah celah. Daerah glotis dan subglotis pada bayi normalnya sempit, dan pengecilan sedikit saja dari diameternya akan berakibat peningkatan hambatan saluran nafas yang besar dan penurunan aliran udara. Seiring dengan membesarnya diameter saluran nafas sesuai dengan pertumbuhan maka akibat dari penyempitan saluran nafas akan berkurang. Sumbatan aliran udara pada saluran nafas atas akan berakibat terjadinya stridor dan kesulitan bernafas yang akan menuju pada hipoksia ketika sumbatan yang terjadi berat. Hipoksia dengan sumbatan yang ringan menandakan keterlibatan saluran nafas bawah dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi akibat sumbatan dari saluran nafas bawah atau infeksi parenkim paru atau bahkan adanya cairan.1,4,5 2.6 Gejala Klinis dan Diagnosis
1. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendahdari suara yang biasa / normal dimana terjadi

gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni). 2. Sesak nafas dan stridor 3. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara. 4. Gejala radang umum seperti demam, malaise 5. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental 6. Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius. 7. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk,

peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh .

8.

Pada

pemeriksaan

fisik

akan

tampak dibagian

mukasa atas dan

laring bawah

yang pita

hiperemis, membengkak suara dan

terutama

juga didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus

paranasal atau paru 9. Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan

epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam jiwa anak

2.7 Penatalaksanaan
Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun ada indikasi masuk rumah sakit apabila : Usia penderita dibawah 3 tahun Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted Diagnosis penderita masih belum jelas Perawatan dirumah kurang memadai

Terapi : 1. 2. 3. 4. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit Istirahat Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila ada muncul sumbatan dihidung atau penggunaan larutan garam fisiologis (saline 0,9 %) yang dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal spray 5. Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien ada demam, bila ada gejala pain killer dapat diberikan obat anti nyeri / analgetik, hidung tersumbat dapat diberikan dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin diberikan

dalam bentuk oral ataupun spray. Pemberian antibiotika yang adekuat yakni : ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis atau kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis atau

sefalosporin

generasi

(cefotaksim

atau

ceftriakson)

lalu

dapat

diberikan kortikosteroid intravena berupa deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari. 6. Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila penatalaksanaan ini tidak berhasil maka dapat dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila sudah terjadi obstruksi jalan nafas. 7. Pencegahan : Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara, minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan, batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering. jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara, meningkatkan pembengkakan dan berdehem juga dan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir.

2.8 Prognosis Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan udem laring dan udem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik.

BAB III KESIMPULAN

Laringitis akut merupakan proses peradangan atau inflamasi yang terjadi pada laring dan dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab. Penyebab tersering dari laringitis akut ini adalah virus parainfluenza. Gejala yang terjadi pada laringitis akut ini adalah batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi dan sesak nafas, dapat juga disertai dengan demam. Gejala biasanya lebih berat pada malam hari. Bisa didahului oleh pilek, hidung tersumbat, batuk dan sakit menelan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara serak, coryza, faring yang meradang dan frekuensi pernafasan dan denyut jantung yang meningkat, disertai pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal, infrasternal dan intercostal serta stridor terus menerus, megap-megap (air hunger), hipoksia, saturarsi oksigen yang rendah, dan sianosis. Dari pemeriksaan penunjang bisa didapatkan pada laringoskopi ditemukan kemerahan pada laring yang difus bersama dengan pelebaran pembuluh darah dari pita suara, kadang bercak-bercak dari sekresi, pergerakan pita suara dapat ditemukan asimetris dan tidak periodik. Dari pemeriksaan rontagen leher dapat ditemukan gambaran staplle sign pada foto AP dan penyempitan subglotis pada foto lateral. Dapat dilakukan pemeriksaan gram dan kultur dengan tes sensitivitas. Dari darah didapatkan lekositosis ringan dan limfositosis. Pada pasien dengan keadaan gawat tidak boleh diberikan makan dan harus diberikan cairan intravena untuk mempertahankan rehidrasi. Nebulisasi epinefrin rasemic dapat memperbaiki distres pernafasan, tetapi bila tidak terdapat epinefrin rasemic maka dapat digunakan epinefrin saja. Anak yang menderita laringitis harus menerima minimal 0.15 sampai 0.6 mg/kg deksametason dosis tunggal secara peroral, intramuscular, maupun intravena. Dan bukti sekarang

menunjukkan perlunya nebulisasi bunesonide, dengan dosis 2 mg terutama pada keadaan darurat. Selain pengobatan kadang pasien memerlukan juga intubasi endotrakeal. Pasien harus diberi oksigen lembab selama diintubasi. Anak dengan laringitis memerlukan perawatan di rumah sakit. Pemberian antibiotik tidak disarankan kecuali hasil kultur menunjukkan adanya streptococcus.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.emedicine.com/ent/topic353.htm 2. Herry Garna, Heda Melinda D. Nataprawira. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 2005. h 388-392. 3. Kasper, Dennis L. Harrisons Principles of Internal Medicine, Edisi 16. USA: McGraw Hill. 2005. h 192. 4. Landau, Louis I. Pediatric Respiratory Diseases. USA: Mosby. 1999. h 539541. 5. Grad, Roni. Acute infections producing upper airway obstruction. Dalam: Kendigs disorder of the respiratory tract in children. Edisi 6. USA: W.B. Saunders. 1998. h 447-460 6. Rosevelt, Genie E. Acute Inflammatory Upper Airway Obstruction. Dalam: Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 17. USA: W.B. Saunders. 2004. h 14051408. 7. http://www.visualsunlimited.com 8. http://www.akh-wien.ac.at/hno/kkentz_de.htm 9. http://www.entorg.net/laryngitis_2.htm

Anda mungkin juga menyukai