Anda di halaman 1dari 8

PENGERTIAN REFORMA AGRARIA Reforma agraria merupakan agenda politik yang dilakukan olehnegara dengan maksud untuk menyejahterakan

rakyatnya. Hal inidilakukan dengan cara melakukan penataan kembali penguasaan,pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (Landreform ) yangberkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untukrakyat, serta menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaandengan sumberdaya alam yang timbul selama ini. Sumbu dari reforma agraria adalah keadilan sosial. Karena dalamreforma agraria negara melakukan pendistribusian asset khususnya yang berbasis sumberdaya agrarian kepada kaummiskin tidak bertanah agar mereka mampu melakukanpeningkatan taraf kehidupannya. Di sisi lain, reforma agraria jugamenghendaki adanya pemeliharaan ekologi tanah sehinggamemberikan jaminan bagi masa depan bangsa untuk tetap bisamengakses sumberdaya agraria ini di masa mendatang. Menurut pakar reforma agraria Gunawan Wiradi, dalamsejarahnya yang amat panjang, yaitu lebih dari 2500 tahun, gagasan tentang pembaruan agraria tentu saja mengilhami perkembangan, baik dalam konsptualisasinya maupun modal dan programnya. Namun, intinya tetap sama, yaitu penataan-ulangstruktur pemilikan dan penguasaan sumber agraria demikesejahteraan masyarakat, khususnya rakyat kecil, petani danburuh tani (Cf. Russel King, 1977). Inilah yang biasa disebut land reform . Untuk menghindari kerancuan istilah, maka dalamwacana tingkat dunia, sebagian ilmuwan lalu menggunakan istilahdalam bahasa Spanyol, Reforma Agraria . Makna agraria bukanlahhanya sebatas tanah, apalagi hanya sebatas tanah pertanian .Sedangkan ada dua tujuan utama, yaitu: (a) mengusahakan terjadinya transformasi sosial, dan (b) menangani konflik sosial,serta mengurangi peluang konflik di masa depan. Dalam konteks sejarah Indonesia, reforma agraria bisa dikatakandimulai sejak lama. Bahkan sejak Indonesia merdeka, penataanstruktur keagrariaan nasional yang feodalistik dan kolonialistik- yang dicirikan oleh adanya sistem pertuanan dan konsentrasi asset keagrariaan kepada sistem yang berkeadilan

sosial, secara resmidicanangkan oleh Presiden Sukarno pada tanggal 1 Januari 1961. Pencanangan reforma agraria yang saat itu disebut landreform dilakukan setelah Undang-undang Pokok Agraria disahkan dansetelah lahir Undang-undang 56 Prp 1960 tentang Penetapan Luas Lahan Pertanian. Sejak saat itu, paling tidak 1,1 juta hektar lahan berhasil didistribusikan pemerintah kepada rakyat. Sayangnya, programmulia harus berakhir dan mengalami titik balik seiring dengan kejatuhan rejim dan tampilnya rejim otoriter Orde Baru, dimana reforma agraria baik sebagai pemikiran apalagi gerakan sosial,bukan hanya dihambat, tapi lebih jauh lagi dibungkam. Seiring dengan tumbangnya rejim Orde Baru, reforma agrariamulai menggeliat lagi. Peluang besarnya adalah ketika tampilnyaSusilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden RI. Di antara calon presiden waktu itu, SBY adalah satu-satunya presiden yang mengusung reforma agraria sebagai salah satu agend apolitiknya. Reforma agraria menjadi sangat strategis karena paling tidak adatujuh hal persoalan struktural yang dihadapi bangsa ini: a. Tingginya tingkat pengangguran b. Tingginya tingkat kemiskinan, c. Tingginya konsentrasi aset agraria pada sebagaian kecil anggotamasyarakat, d. Tingginya sengketa dan konflik pertanahan diseluruh Indonesia, e. Rentannya ketahanan pangan danketahanan enerji rumahtangga dari sebagian besar masyarakat kita, f. Semakin menurunnya kualitas lingkungan hidup, g. Lemahnya akses sebagian terbesar masyarakat terhadap hak-hakdasar rakyat termasuk terhadap sumber-sumber ekonomi.

Di sisi lain, reforma agraria merupakan praktik pembangunan yang benarbenar pro rakyat. Beberapa negara yang sudah maju sebelumnya telah meletakan program reforma agraria ini sebagai landasan pokok bagi pembangunan masyarakatnya. Hal ini bisa dilihat pada kesuksesan Jepang dengan industrialisasi yang juga mengakar kepada masyarakat pedesaan. Begitu juga dengan negara Korea Selatan, Taiwan, bahkan China. Semua negara itu menjadikan reforma agraria sebagai pondasi dasar bagi pembangunan masyarakatnya.

Menurut Badan Petanahan Nasional RI (2007) makna reforma agraria adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan, dan pemilikan sumber -sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan keberlanjutan peningkatan kesejahteraan rakyat. Apabila makna ini didekomposisikan, terdapat lima komponen mendasar di dalamnya, yaitu: 1. Restrukturisasi penguasaan aset tanah ke arah penciptaan struktur sosial -ekonomi dan politik yang lebih berkeadilan (equity); 2. Sumber peningkatan kesejahteraan yang berbasis keagrariaan (welfare); 3. Penggunaan atau pemanfaatan tanah dan faktor - faktor produksi lainnya secara optimal (efficiency); 4. Keberlanjutan (sustainability); dan 5. Penyelesaian sengketa tanah (harmony).

Berdasarkan makna reforma agraria di atas maka dapatdirumuskan tujuan reforma agraria sebagai berikut: 1. Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah yang lebih adil; 2. Mengurangi kemiskinan; 3. Menciptakan lapangan kerja;

4. Memperbaiki akses rakyat kepada sumber -sumber ekonomi, terutama tanah 5. Mengurangi sengketa dan konflik pertanahan; 6. Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup; 7. Meningkatkan ketahanan pangan.

Sementara itu Soetarto dan Shohibuddin (2006) mengemukakan bahwa inti dari reforma agraria adalah upaya politik sistematis untuk melakukan perubahan struktur penguasaan tanah dan perbaikan jaminan kepastian penguasaan tanah bagi rakyat yang memanfaatkan tanah dan kekayaan alam yang menyertainya, dan yang diikuti pula oleh perbaikan sistem produks i melalui penyediaan fasilitas teknis dan kredit pertanian, perbaikan metode bertani, hingga infrastruktur sosial lainnya

Reforma Agraria dan Revitalisasi Pertanian Istilah reforma agraria di Indonesia pada dasarnya sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Sebelas tahun setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1956, Bung Hatta (Wakil Presiden RI pertama), telah mencanangkan perlunya negara menjamin agar para petani dipastikan memiliki akses terhadap penguasaan tanah. Tidak lama kemudian menyusul diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria 1960, sebagai landasan bagi pelaksanaan landreform (inti dari Reforma Agraria). Reforma Agraria adalah suatu perubahan struktur agraria yang besar, berdampak pada peningkatan akses petani miskin pada tanah serta kepastian tenurian bagi mereka yang mengerjakan tanah. Termasuk didalamnya akses pada input pertanian, pasar, jasa-jasa dan dukungan lain yang dibutuhkan (petani). Dengan demikian Reforma Agraria (selanjutnya disingkat RA) diharapkan membawa pada peningkatan keamanan pangan, pendapatan dan kesejahteraan keluarga dari kelompok - kelompok masyarakat desa yang termarjinalisasi,

termasuk perempuan dan masyarakat adapt, legalisasi dan perlindungan hak-hak tanah ikut memperkuat pertanian lokal dan keragaman budaya. Pengertian Agrarian-Reform atau Reforma Agraria selalu diartikan sebagai land-reform secara luas: "......upaya perombakan sosial yang dilakukan secara sadar, guna mentrasformasikan struktur agraria ke arah sistim agraria yang lebih sehat dan merata bagi pengembangn pertanian dan kesejahteraan masyarakat desa. Jadi pada dasarnya memang merupakan upaya pembaharuan sosial" (Boni Setiawan, 1997:10)

Menurut Wiradi, (2006) empat argumen oleh para penolak agraria dalam konteks reforma graria adalah: 1) Tanah yang tersedia terbatas, atau kurang lebih sama saja (tetap) luasnya, sedang jumlah penduduk semakin bertambah. 2) Dengan kemajuan teknologi, potensi sumberdaya alam non-tanah dapat dimanfaatan sebagai sumber bahan makanan. Tanah tak penting lagi 3) Untuk menjadi sejahtera, yang penting bukan pemilikan faktor produksi (kecuali tenaga kerja), melainkan kenaikan tingkat pendapatan. (Earning! Not owning!) 4) Reforma agrarian (RA) dianggap program berat karena tiga alasan yaitu a. Diperlukan kemauan dan kepastian politik yang kuat dari pemerintah. Padahal, pada umumnya pemerintah negara berkembang menyandarkan

diri kepada pemilik modal kuat atas dua alasan: bantuan dana dan dukungan politik (suara dalam pemilu) b. Perlu biaya besar c. Perlu organisasi yang rapi, dan kesanggupan mengendalikan gejolak (konflik) yang menyertai perombakan struktur yang mendasar.

Menurut Wiradi (2006) lima aspek rasionalisasi dari perlunya reforma agraria yaitu: a) Aspek hukum: akan tercipta kepastian hukum mengenai hak -hak rakyat terutama lapisan bawah, khususnya rakyat tani; b) Aspek sosial: keadilan! Struktur yang relatif merata, akan dirasakan lebih adil; c) Aspek politik: stabilitas! Meredam keresahan, yang pada gilirannya dapat menjadi perekat persatuan dan kesatuan; d) Aspek psikologis: tercipta suasana social euphoria dan family security (menurut istilah A.T. Mosher, 1976), sedemikian rupa sehingga para petani menjadi termotivasi untuk mengelola usahataninya dengan lebih baik; e) Aspek ekonomi: semua itu pada gilirannya dapat menjadi sarana awal bagi peningkatan produksi. Reforma agraria ini kembali mencuat kepermukaan, bahkan menjadi wacana yang banyak dikaji oleh kalangan pemerintah, LSM, swasta dan lembaga - lembaga pendidikan di Indonesia khususnya sejak reformasi tahun 1998. Trend tersebut relevan dengan kondisi Indonesia yang merupakan negara agraris mengharuskan agar politik dan kebijakan pengelolaan sumber-sumber agraria berkontribusi nyata dalam proses mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (amanat sila kelima Pancasila) atau proses mewujudkan

sebesar- besar kemakmuran rakyat (amanat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945). Sejalan dengan UUD 1945 tersebut, Undang - Undang Pokok Agraria Tahun 1960 menyatakan secara jelas bahwa dalam rangka mewujudkan semua ini, maka pembaruan agraria merupakan suatu keharusan. Hal ini juga ditegaskan kembali dalam Ketetapan MPR No. IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Pentingnya Reforma Agraria dalam konteks Indonesia mengatasi sejumlah persoalan: 1) Persoalan Politik: UUPA--- stigmatisasi ordebaru yang sistematis dalam persoalan keagrariaan cenderung menjadikan orang enggan untuk menyinggungnya; 2) Persoalan Ekonomi: dengan Reforma Agraria, persoalan - persoalan mendasar dari sistem ekonomi bangsa Indonesia akan mendapatkan titik terang; 3) Persoalan Psikologis: Di aras ini, Reforma Agraria akan memberikan kenyamanan, terutama dalam memberikan social insurance bagi masyarakat kelas bawah yang kehidupannya berbasis agraria; 4) Persoalan Kebudayaan: bagi masyarakat agraris, tanah tidak hanya terkait dengan tuntutan ekonomi, tetapi juga kebudayaan masyarakat sehari -hari. Reforma Agraria di aras kebudayaan akan berkaitan dengan pemeliharaan dan penjaminan atas sustainabilitas kebudayaan lokal maupun nasional, serta transformasi budaya yang sistematis dari masyarakat agraris kepada masyarakat Industri, meski dengan basis ekonomi di aras lokal berbeda -beda.

Sumber:

Hermansah, Tantan. Strategi Reforma Agraria dalam Pemberdayan Masyarakat Miskin di Pedesaan dalam http://www.academia.edu/2254238/STRATEGI_REFORMA_AGRARIA _DALAM_PEMBERDAYAAN_MASYARAKAT_MISKIN (diakses 29 Maret 2013, pukul 17.06 WIB) http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11365/BAB%20II. %20Tinjauan%20Pustaka_I09aal-3.pdf?sequence=5 (diakses 29 Maret 2013, pukul 17.18 WIB) Sihaloho, M., Purwandari, H., Ita, D.2010. Reforma Agraria Dan Revitalisasi Pertanian Di Indonesia: Studi Kasus Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Jawa Barat Volume 04 No.1.p.153-155 dalam http://jurnalsodality.ipb.ac.id/jurnalpdf/edisi10-7.pdf (diakses 29 Maret 2013, pukul 17.03 WIB)

Anda mungkin juga menyukai