Anda di halaman 1dari 12

2

2.1. Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA

Jarak pagar (Jatropha curcas Linn) telah lama dikenal masyarakat luas di Indonesia sejak dikenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan yang mempunyai potensi untuk menghasilkan minyak nabati. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh hampir di semua wilayah Indonesia, termasuk daerah marjinal. Jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1000 m dpl (Waluyo, 2007). Menurut Syah (2006), tanaman ini tahan kekeringan dan dapat tumbuh di tempat dengan curah hujan 200-1500 mm/tahun. Suhu optimum yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak adalah 20-26 oC. Tanaman jarak memiliki sistem perakaran yang mampu menahan air sehingga tahan terhadap kekeringan. Tanaman ini dapat tumbuh di atas tanah berpasir, tanah berbatu, tanah lempung, atau tanah liat. Secara taksonomi, tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaccae, genus Jatropha, spesies curcas L. Tanaman jarak pagar termasuk tanaman semak besar, berbentuk pohon kecil atau belukar dengan tinggi mencapai 5 m, dapat hidup sampai dengan 50 tahun, berbatang kayu berbentuk silindris, cabang tidak teratur dan bergetah, bentuk daun menjari yang tersusun berselang-seling. Menurut Faradisa et al., (2006) tanaman jarak pagar satu famili dengan karet dan ubi kayu dengan tinggi tanaman mencapai 1-7 m, termasuk jenis perdu yang memiliki percabangan yang tidak teratur. Tanaman jarak pagar mulai berbuah dan dapat dipanen sejak berumur 5 bulan sampai umur 50 tahun dengan produktivitas optimum dicapai ketika tanaman telah berumur 5 tahun. Menurut Hambali et al., (2006), tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang memiliki kandungan minyak cukup tinggi, yaitu sekitar 30-50 %. Jarak pagar memiliki buah yang terdiri dari daging buah, cangkang biji dan inti biji. Buah berupa buah kotak berbentuk bulat, diameter 2 4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika masak. Buah jarak terbagi tiga ruang yang masing-masing ruang diisi tiga biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan warna coklat kehitaman. Inti biji merupakan sumber bagian yang menghasilkan minyak

dengan proses awal ekstraksi. Kandungan minyak yang terdapat dalam biji, baik cangkang maupun buah berkisar 25-35% berat kering biji. Jarak pagar mampu menghasilkan 7,5-10 ton/ha/tahun tergantung dari mutu benih, agroklimat, tingkat kesuburan tanah dan pemeliharaan (Hambali et al., 2006). Sebagai perhitungan kasar produksi minyak jarak mentah, Crude Jatropha Oil (CJO), dari 1 ton biji kering maka dapat diperoleh minyak hasil ekstraksi sebesar 250-270 kg minyak jarak. Minyak jarak pagar berwujud cairan bening berwarna kuning dan tidak menjadi keruh sekalipun disimpan dalam jangka waktu lama (Hambali et al., 2006).

2.2. Minyak Jarak Pagar Ekstraksi minyak jarak dari biji jarak dapat dilakukan dengan metode pengepresan (pressing) dan ekstraksi pelarut (solvent extraction). Pada umumya metode pengepresan dilakukan dengan menggunakan pengepres hidrolik atau pengepres berulir. Walaupun relatif lebih sederhana, metode pengepresan menghasilkan ampas yang masih mengandung minyak sebesar 7-10 %, sedangkan metode ekstraksi pelarut mampu memisahkan minyak secara optimal, hingga kandungan minyak pada ampas kurang dari 0,1 % berat keringnya (Syah, 2006). Walaupun demikian, metode pengepresan merupakan metode yang umum digunakan dalam ekstraksi minyak jarak. Metode pengepresan merupakan metode terbaik untuk biji-bijian yang mengandung minyak sebesar 30-70 %. Alat pengepres yang umum digunakan ada dua tipe, yaitu tipe batch dan tipe kontinyu. Alat pengepres yang umum dijumpai pada umumnya bekerja dengan mekanisme press hidrolik untuk tipe batch, dan screw press (alat pengepres berulir) untuk tipe kontinyu. Teknik pengepresan biji jarak dengan menggunakan ulir (screw) merupakan teknologi yang lebih maju dan banyak digunakan di industri pengolahan minyak jarak saat ini. Dengan cara ini, biji jarak dipress menggunakan pengepresan berulir (screw) yang berjalan secara kontinyu. Teknik ekstraksi ini tidak memerlukan perlakuan pendahuluan bagi biji jarak yang akan diekstraksi. Biji jarak kering yang akan diekstraksi dapat langsung dimasukkan ke dalam screw press. Tipe alat pengepres berulir yang digunakan dapat berupa pengepres berulir tunggal (single screw press) atau pengepres berulir ganda (twin

screw press). Rendemen minyak jarak yang dihasilkan dengan teknik pengepres berulir tunggal (single screw press) sekitar 25 - 27 persen, sedangkan dengan teknik pengepres berulir ganda (twin screw press) dihasilkan rendemen minyak sekitar 27 - 30 persen (Hambali et al., 2006). Umumnya, minyak hasil pengepresan masih memiliki nilai asam lemak bebas (FFA) yang tinggi. Untuk menurunkan kadar asam lemak bebas tersebut, maka dilakukan proses degumming, kandungan fosfolipid dalam minyak dihilangkan serta dilakukan pencucian dengan air panas dan penambahan asam fosfat atau asam sitrat. Dari hasil penelitian yang dilakukan Qazuini dan Saloko (2008) diketahui bahwa pencucian dengan air panas yang selanjutnya dikocok selama 30 detik dapat menurunkan kadar asam lemak bebas dari 17,49% menjadi 0,71%. Dari seluruh bagian tanaman jarak pagar, biji jarak pagar memiliki kandungan minyak tertinggi. Senyawa kimia yang terkandung dalam biji jarak pagar antara lain: alkaloida, saponin, tripsin dan sejenis protein beracun (kursin). Menurut Gubitz et al., (1999) biji jarak mengandung 35-45 % minyak yang terdiri dari berbagai trigliserida asam oleat, linoleat, dan linolenat. Komposisi asam lemak minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak jarak


Asam lemak Asam miristat (14:0) Asam palmitat (16:0) Asam palmitoleat (16:1) Asam stearat (18:0) Asam oleat (18:1) Asam linoleat (18:2) Asam linolenat (18:3) Asam arakhidat (20:0) Asam behenat (22:0) Komposisi (% berat) 0 0,1 14,1 15,3 0 1,3 3,7 9,8 34,3 45,8 29,0 44,2 0 0,3 0 0,3 0 0,2

Sumber : Gubitz et al.,(1999).

Karakteristik suatu sabun sangat dipengaruhi oleh karakteristik minyak yang dipakai. Tiap-tiap minyak juga memiliki jenis asam lemak yang dominan. Asamasam lemak inilah yang nantinya akan menentukan karakteristik dari sabun yang dihasilkan. Asam laurat dan palmitat banyak ditemukan pada minyak kelapa dan minyak kelapa sawit, yang merupakan bahan baku yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun. Asam oleat dan stearat ditemukan secara dominan pada minyak atau lemak hewan dan memberikan efek melembutkan. Asam palmitat dan stearat memberikan sifat mengeraskan/memadatkan sabun dan menghasilkan busa yang stabil dan lembut. Hubungan antara asam lemak dan karakteristik sabun yang dihasilkan diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2. Hubungan antara asam lemak dan karakteristik sabun Jenis asam lemak Keras Bersih Busa lembut Asam laurat Asam Linoleat Asam miristat Asam Oleat Asam Palmintat Asam Ricinoleat Asam Stearat Lembab Busa stabil Karakteristik sabun

Sumber : Cavitch (2001) 2.3. Sabun Cavitch (2001) menjelaskan bahwa sabun adalah produk yang dihasilkan dari reaksi antara asam lemak dengan basa kuat. Sementara itu, sabun yang didalam SNI (1994) disebut sebagai sabun mandi didefinisikan sebagai sabun natrium yang pada umumnya ditambahkan zat pewangi atau antiseptik dan digunakan untuk membersihkan tubuh dan tidak membahayakan kesehatan. Yui (1996) mengatakan bahwa sabun adalah senyawa garam dari asam

monokarboksilat rantai panjang (C12-C18) dengan logam alkali yang umumnya berupa natrium. Fungsi utama sabun mandi adalah mengangkat kotoran, sel-sel

kulit mati, mikroorganisme dan bau badan. Sabun dapat mengangkat kotoran dari kulit karena sabun memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya dalam satu molekulnya, yaitu gugus polar dan gugus non polar. Gugus non polar adalah gugus yang bersifat hidrofobik yang mengikat kotoran berupa lemak pada kulit, sedangkan gugus polar adalah gugus yang bersifat hidrofilik sehingga jika dibilas dengan air maka kotoran yang terikat gugus nonpolar akan terbawa air bilasan. (Wiliam et al., 1998). Secara umum, panjang rantai atom karbon dalam trigliserida (minyak) yang kurang dari 12 adalah tidak diinginkan, karena reaksi penyabunan minyak tersebut akan menghasilkan sabun yang dapat menyebabkan iritasi kulit. Panjang rantai atom karbon yang lebih dari 20 dalam minyak akan membentuk sabun yang tidak mudah larut dalam air. Selain itu, semakin besar proporsi asam-asam lemak tidak jenuh dalam minyak akan menghasilkan sabun yang tidak stabil karena proses sifat asam lemak tidak jenuh yang mudah teroksidasi. Minyak atau lemak yang dapat digunakan sebagai bahan sabun adalah lemak sapi, grease, lemak babi, minyak kelapa sawit, minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak ikan, minyak zaitun, minyak kacang, minyak jagung dan lain sebagainya (Yui, 1996). Berdasarkan jenisnya, sabun dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sabun opaque, sabun transparan dan sabun translusen. Ketiga jenis sabun tersebut dapat dibedakan dengan mudah dari penampakannya. Sabun opaque adalah jenis sabun yang biasa digunakan sehari-hari yang berbentuk kompak dan tidak tembus cahaya; sabun transparan merupakan sabun yang paling banyak meneruskan cahaya jika pada batang sabun dilewatkan cahaya; sedangkan sabun translucent merupakan sabun yang sifatnya berada di antara sabun transparan dan sabun opaque. Sabun transparan mempunyai harga yang relatif lebih mahal dan umumnya digunakan oleh kalangan menengah atas (Jungermann, 1990). 2.4. Sabun Transparan Sabun transparan adalah sabun yang memiliki tingkat transparansi paling tinggi. Ia memancarkan cahaya yang menyebar dalam partikel-partikel kecil, sehingga obyek yang berada dibelakang sabun akan terlihat jelas. Obyek dapat terlihat jelas hingga berjarak sampai panjang enam cm (Paul, 2007).

10

Sabun transparan dapat dihasilkan dengan sejumlah cara yang berbeda. Salah satu metode yang tertua adalah dengan cara melarutkan sabun dalam alkohol dengan pemanasan untuk membentuk larutan jernih, yang kemudian diberi pewarna dan pewangi. Warna sabun tergantung pada pemilihan bahan awal dan bila tidak digunakan bahan yang bermutu baik, kemungkinan sabun yang dihasilkan akan berwarna sangat kuning (Butler, 2001).

2.5. Proses Pembuatan Sabun Sabun dapat dibuat melalui reaksi saponifikasi (penyabunan) dan reaksi netralisasi. Pada reaksi saponifikasi, sabun dihasilkan dari proses hidrolisis minyak/lemak oleh alkali dengan sedikit hasil samping berupa gliserin. Pada reaksi netralisasi, sabun dihasilkan oleh reaksi asam lemak secara langsung dengan alkali (Mitsui, 1997). Pada Gambar 1 berikut diperlihatkan persamaan reaksi saponifikasi minyak/lemak dan netralisasi asam lemak.

(C 17 H 35 COO) 3 C 3 H 5 ) + 3NaOH C 3 H 5 (OH) 3 ...(1) Minyak/lemak Basa Sabun

3C 17 H 35 COONa + Gliserin

RCOOH + NaOH Asam lemak Basa

RCOONa + H 2 O.(2) Sabun Air

Gambar 1. Reaksi saponifikasi dan netralisasi (Mitsui, 1997)

Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat, karena minyak dan larutan alkali merupakan larutan yang tidak saling larut (immiscible). Setelah terbentuk sabun, maka kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi penyabunan

bersifat sebagai reaksi autokatalitik, dan pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang. Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus

diperhatikan pada saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada proses penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk

11

menghasilkan sabun cair. Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan merata, maka pengadukan harus lebih baik. Sabun cair yang diperoleh kemudian diasamkan untuk melepaskan asam lemaknya (Levenspiel, 1999). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan, antara lain: 1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH Konsentrasi kesetimbangan basa yang digunakan dihitung berdasarkan

reaksinya,

dan penambahan basa harus sedikit

berlebih dari minyak agar tersabunnya sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan, sehingga fasenya tidak homogen, sedangkan jika basa yang digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama. 2. Suhu (T) Ditinjau dari segi termodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan hasil, hal ini dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff :

Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis H ( negatif), maka dengan kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini (Smith, 2001):

Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor tumbukan, E adalah energi aktivasi (cal/g.mol), T adalah suhu (K), dan R adalah tetapan gas ideal (cal/g.mol.K). Berdasarkan persamaan tersebut, maka dengan adanya kenaikan suhu berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya, maka akan menyebabkan

12

pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis (Levenspiel, 1999). 3. Pengadukan Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar dengan semakin sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan konstanta A (Levenspiel, 1999). 4. Waktu Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah mencapai kondisi

setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan jumlah minyak yang tersabunkan. Menurut Srivastava (1980) untuk keperluan pembuatan sabun transparan dibutuhkan bahan berupa minyak kelapa, lemak sapi murni, asam stearat dan minyak cair. Berdasarkan hasil penelitian sabun transparan yang dibuat minyak jarak memiliki mutu tinggi, namun memiliki kekurangan yaitu sabun terkesan lengket/lembab dan wangi sabun yang lekas hilang.

2.6. Bahan Tambahan Sabun Mitsui (1997) menyebutkan bahwa sabun transparan biasanya terdiri atas soda garam, yaitu garam kalium dan garam TEA. Untuk pembuatan sabun mandi, bahan baku yang umum digunakan adalah lemak sapi, minyak kelapa dan minyak zaitun. Pereaksi yang umum digunakan adalah alkali yang bersifat basa yaitu NaOH atau KOH. Selain digunakan bahan baku, juga digunakan bahan tambahan berupa propilen glikol, gliserin, gula, etil alkohol dan bahan lain yang dapat

13

meningkatkan mutu sabun transparan. Bahan baku sabun adalah bahan yang memiliki sifat utama sabun yaitu membersihkan dan menurunkan tegangan antarmuka minyak-air. Bahan tambahan berfungsi untuk memberi efek-efek tertentu yang umumnya diinginkan konsumen seperti efek melembutkan kulit, melembabkan kulit (humektan), antiseptik, harum/wangi dan sebagainya serta meningkatkan mutu sabun secara umum. Natrium hidroksida yang dihasilkan melalui elektrolisis larutan NaCl digunakan dalam pembersihan minyak tanah dan dalam pembuatan sabun, tekstil, plastik dan bahan kimia lainnya (Petrucci, 1985). Natrium hidoksida sering disebut sebagai kaustik atau soda api. NaOH dapat berbentuk batang, gumpalan dan bubuk dan dengan cepat menyerap kelembaban kulit (Poucher, 2001). Cavitch (2001) menjelaskan bahwa NaOH sangatlah reaktif baik pada kondisi padatan kering maupun larutan. Serpihan kecil saja dapat membuat kulit perih. Percikan larutan NaOH dapat membuat kulit perih dan mengalami kebutaan. NaOH haruslah disimpan pada tempat yang aman dan dibungkus rapat, jika dibiarkan pada keadaan terbuka, maka NaOH akan menyerap air dan mengeras menjadi seperti batu. NaOH dalam bentuk cair akan lebih mudah bercampur dengan minyak yang akan digunakan sebagai bahan dasar sabun dibandingkan dengan NaOH dalam bentuk padatan. Cavitch (2001) menjelaskan bahwa pembuatan larutan NaOH ialah dengan memasukkan NaOH padat ke dalam air destilasi dan bukan sebaliknya. NaOH padat yang dimasukkan ke dalam air akan memisah menjadi ion-ion natrium (Na+) dan ion-ion hidroksida (OH-) yang prosesnya disebut dengan ionisasi dan akan melepaskan panas. Hasilnya ialah ion-ion (Na+) dan (OH-) yang siap untuk bereaksi. Propilen glikol adalah senyawa yang dikenal juga dengan nama propana1,2-diol dan merupakan senyawa organik. Propilen glikol memiliki rumus C 3 H 8 O 2. Sifat fisik propilen glikol adalah tidak berbau manis. Propilen glikol dalam dunia kosmetik digunakan sebagai pelarut yang mengandung pelembut dan pelembab. Pada komposisi yang tepat, penggunaan propilen glikol tidak membahayakan (Anonim, 2011). Humektan seperti gliserin membantu mencegah kulit dari kekeringan berlebihan setelah penggunaan sabun. Pengeringan kulit secara berlebihan dapat

14

menyebabkan kulit menjadi kasar, kemerahan, pecah-pecah, iritasi dan gatal-gatal, khusus nya pada kulit yang sensitif (Rahul et al., 2001). Gliserin telah lama digunakan sebagai humektan dan sampai sekarang masih digunakan secara luas. Gliserin dapat dihasilkan dari proses pembuatan biodiesel. Natrium klorida (NaCl) merupakan garam yang digunakan dalam pembuatan sabun harus bebas dari unsur besi, kalsium, dan magnesium. Garam dapat digunakan dalam bentuk butiran halus atau larutan (Srivastava, 1980). Natrium klorida merupakan elektrolit yang digunakan sebagai peningkat kekentalan pada konsentrasi yang tepat (William et al., 1996).

2.7. Formulasi Sabun Pembuatan sabun transparan memerlukan bahan baku murni dengan warna yang minimum agar menjamin sabun tampak transparan pada produk akhirnya. Lemak sapi, minyak sawit yang telah dimurnikan, minyak kelapa dan minyak jarak umumnya digunakan sebagai bahan baku sabun. Poliglikol seperti gula, gliserin dan alkohol sering digunakan untuk membantu meningkatkan transparansi sabun (Yui, 1996). Proporsi bahan yang seimbang akan menghasilkan sabun transparan yang bermutu tinggi (Srivastava, 1980; Corredoira et al., 1996). Menurut Badenberg et al., (1999), sabun transparan dapat dibuat menggunakan formula 15-25% (bobot) minyak kelapa atau minyak inti sawit, 0,62% NaCl dan 7-20% alkohol. Proses pencampuran pada pembuatan sabun transparan membutuhkan proses mekanis dan perlakuan yang intensif, sehingga efek transparansi sabun lebih permanen. Menurut Willcox (1998) sabun mandi umumnya mengandung emolien (emolien, bahan pelembut). Emolien digunakan agar sabun tidak hanya memberi efek membersihkan saja, tetapi juga memiliki efek melembutkan kulit. Dengan demikian, emolien dapat mengurangi kemungkinan terjadinya iritasi kulit.

2.8. Uji Organoleptik Penilaian dengan indra disebut penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif, Stone dan Sidel (1993) menyatakan bahwa penilaian sensori itu untuk menganalisi dan

15

menginterpretasikan penilaian melalui indra, yaitu indra penglihatan, indra penciuman, indra pendengaran, indra perasa, dan indra pengecap Penilaian dengan indra banyak digunakan untuk meneliti mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberikan hasil penelitian yang teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indra bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif. Cara-cara pengujian organoleptik dapat digolongkan dalam beberapa kelompok antara lain: kelompok pengujian pembedaan (different test), kelompok pengujian pemilihan/penerimaan (preference test/acceptance test), kelompok pengujian skalar, dan kelompok pengujian diskripsi. Kelompok uji pembedaan dan uji pemilihan banyak digunakan dalam penelitian analisis proses dan

penilaian hasil akhir. Kelompok uji skalar dan uji deskripsi banyak digunakan dalam pengawasan mutu (Quality Control). Hal penting dalam uji pemilihan dan uji skala adalah diperlukannya sampel pembanding. Yang perlu diperhatikan bahwa yang terutama dijadikan faktor pembanding adalah satu atau lebih sifat sensorik dari bahan pembanding itu. Jadi sifat lain yang tidak dijadikan faktor pembanding harus diusahakan sama dengan contoh yang diujikan. Biasanya yang digunakan sebagai sampel pembanding adalah komoditi baku, komoditi yang sudah dipasarkan, atau bahan yang telah diketahui sifatnya.

2.9. Analisis Nilai Tambah Menurut Gaspersz (1999), aktifitas produksi bukan hanya merubah satuan input menjadi output, tetapi ada aktifitas penambahan nilai tambah yang dilakukan oleh para pelaku industri dan komponennya. Proses pembuatan sabun transparan dari minyak jarak pagar adalah salah satu proses peningkatan nilai tambah minyak jarak pagar menjadi sabun transparan, proses penambahan nilai tambah tersebut diharapkan ada kenaikan nilai dari minyak jarak menjadi produk sabun transparan. Analisis nilai tambah produk dapat dihitung dengan menggunakan metode Hayami (1987), dalam metode tersebut disebutkan bahwa untuk menambah nilai tambah suatu produk terdapat tiga komponen pendukung yaitu: faktor konversi

16

yang menunjukan output persatuan input, faktor tenaga kerja dan faktor nilai produk. Menurut Clara (2008), metode hayami ini cocok sekali untuk produkproduk pertanian. Tabel 3. Model perhitungan metode Hayami (1987)
1. Output, input, harga 1 Output (Kg) 2 Input Bahan Baku (Kg) 3 Input Tenaga kerja (jam/hari) 4 Faktor konversi 5 Koefisien Tenaga Kerja 6 Harga Produk (Rp/Kg) 7 Upah Rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) 2. Pendapatan dan Keuntungan 8 Harga Input bahan baku (Rp/Kg) 9 Sumbangan Input lain (Rp/Kg bahan baku) 10 Produk 11 a. Nilai tambah (Rp/Kg) b. Rasio nilai tambah (%) 12 a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/Kg) b. Bagian Tenaga Kerja (%) 13 a. Keuntungan (Rp/Kg) b. Tingkat Keuntungan (%) Kode A B C D= A/B E=C/B F G H I J= D x F K=J-H-I L%=(K/J).100% M=E x G N%=(M/K).100% O=K-M P%=(O/J).100%

Anda mungkin juga menyukai