Anda di halaman 1dari 18

BAB I KONSEP MEDIS A.

DEFENISI Nefrolithiasis adalah pembentukan deposit mineral yang kebanyakan adalah kalsium oksalat dan kalsium phospat pada bagian tubulus ginjal, kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa, sehingga disebut batu staghorn. Kelainan dan obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis uteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih (Smeltzer & Bare, 2001).

B. ETIOLOGI Batu pada ginjal terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urine. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urine dan status cairan pasien

(batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi). Secara epidemiologic terdapat beberapa faktor yang sering menjadi predisposisi timbulnya batu : 1. Faktor Endogen a. Faktor genetik familial pada hiper sistinuria Suatu kelainan herediter yang resesif autosomal dari pengangkutan asam amino di membran batas sikat tubuli proksimal. b. Faktor hiperkalsiuria primer dan hiper oksaluria primer. c. Jenis kelamin Lebih banyak ditemukan pada laki-laki d. Umur Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun 2. Faktor eksogen a. Infeksi Infeksi oleh bakteri yang memecahkan ureum dan membentuk amonium akan mengubah pH uriun menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-garam fosfat sehinggga akan mempercepat pembentukan batu yang telah ada. b. Obstruksi dan statis urin Mempermudah terjadinya infeksi c. Asupan Air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi d. Diet Diet tinggi purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya batu e. Pekerjaan Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life

C. PATOFISIOLOGI Secara teoritis, batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih, terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine ( stasis

urine ), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises ( stenosis uretero pelvis ), divertikulum, obstruksi intravesika kronis seperti pada hiperplasi prostat benigna, striktura dan bulibuli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal, kemudian berada di kaliks ginjal, pielum, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehinggga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal ( penyempitan infundibulum dan stenosis uteropelvik ) akan mempermudah timbulnya batu ginjal. Batu yang berasal dari ginjal dan berjalan menuruni ureter, paling mungkin tersangkut pada satu dari tiga lokasi, yaitu pada sambungan uteropelvik, pada titik ureter menyilang pembuluh darah iliaka, atau pada sambungan ureterovesika. Batu yang tidak terlalu besar, didorong oleh peristaltik sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil ( < 5 mm ) pada umumnya dapat keluar spontan, sedangkan batu yang lebih besar seringkali tetap berada di sistem pelvikalises dan ureter, dan mampu menimbulkan obstruksi dan kelainan struktur saluran kemih bagian atas. Sebagian besar batu saluran kemih adalah idiopatik dan dapat bersifat simptomatik ataupun asimptomatik . Teori terbentuknya batu antara lain : 1. Teori inti matriks a. Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan adanya substansi organik sebagai inti b. Terdiri dari muko polisakarida dan muko protein A mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu. 2. Teori Supersaturasi yang

Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti : sistin , Xantin, asam urat dan Kalsium. 3. Teori Presipitasi kristalisasi a. Terjadi pH urin yang mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin. b. Urin yang bersipat asam akan mengendap sistin, Xantin dan asam urat c. Urin yang bersifat alkali akan mengendap garam fospat Adapun Jenis batu pada saluran kemih: 1. Batu Kalsium Batu jenis ini dijumpai lebih dari 80% batu saluran kemih, baik yang berikatan dengan oksalat maupun fosfat dan disebabkan oleh : a. Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium dalam urine lebih besar dari 250300mg/24 jam. Terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain : 1) Hiperkalsiuri absorptif, terjadi karena peningkatan absorpsi kalsium melalui usus. 2) Hiperkalsiuri renal, terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorpsi kalsium melalui tubulus ginjal. 3) Hiperkalsiuri resorptif, terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid. b. Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urine melebihi 45 gram per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan usus pasca operatif usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat, seperti : teh, kopi instan, minuman soft drink, arbei, jeruk dan sayuran hijau terutama bayam. c. Hiperorikosuria, yaitu kadar asam urat dalam urine melebihi 850 mg/24 jam. d. Hipositraturia. Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang bersifat lebih mudah larut, sehingga menghalangi kalsium berikatan dengan oksalat atau fosfat.

Hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubulus ginjal,

sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazid dalam waktu lama. e. Hipomagnesuria. Sama seperi sitrat, magnesium bertindak sebagai inhibitor timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium bereaksi dengan oksalat membentuk magnesium oksalat, sehingga mencegah ikatan kalsium oksalat 2. Batu Struvite ( Batu campuran ) Batu ini disebut juga batu infeksi karena pembentukannya disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah pH urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam

magnesium, amonium, fosfat dan karbonat untuk membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP). Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus 3. Batu Asam Urat Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat. Batu asam urat ini banyak didapati pada pasien dengan penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak menggunakan obat urikosurik, seperti sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Asam urat relatif tidak larut dalam urine, sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah : 1. Urine yang terlalu asam (pH urine < 6), 2. Volume urine yang jumlahnya sedikit (< 2 liter/hari) atau dehidrasi, 3. Hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi.

Batu asam urat bentuknya halus dan bulat, sehingga seringkali keluar spontan. Bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga harus dibedakan dengan bekuan darah. 4. Batu Sistin Kelainan herediter yang resesif autosomal dari pengangkutan asam amino dimembran batas sikat tubulus proksimal meliputi sistim, arginin, ornitin, sitrulin dan lisin.

D. MANIFESTASI KLINIS Keluhan yang disampaikan oleh pasien, tergantung pada posisi batu, ukuran batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang, baik berupa nyeri kolik maupun bukan kolik. Nyeri kolik disebabkan oleh adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik menyebabkan tekanan intraluminal meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Sedangkan nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal akibat stasis urine. Hematuria sering dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih karena batu. Kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik. Jika didapatkan demam, harus dicurigai suatu urosepsis. Pada pemeriksaan fisis, mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, dan adanya retensi urine. Pada pemeriksaan sedimen urine, menunjukkan adanya leukosituria, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.

E. KOMPLIKASI Batu yang terlelak pada piala ginjal atau ureter dapat memberikan komplikasi obstruksi baik sebagian atau total. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi pada obstruksi antara lain : 1. Statis urin meningkatkan pertumbuhan bakteri sehingga mendorong pertumbuhan organisme maupun pembentukan kristal khususnya magnesium amonium fosfat atau struvita 2. Meningkatkan tekanan intra luminal menyebabkan pertumbuhan mukosa saluran kemih berkurangnya, sehingga menurunkan daya tahan tubuh. 3. Kerusakan jaringan dapat menimbulkan penurunan daya tahan tubuh. Selain itu, Obstruksi ureter dapat menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis. Batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis, batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder, dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi dapat mengakibatkan gagal ginjal permanen

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.Pemeriksaan radiologi Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari jenis apa yang ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam urat murni. Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu terkadang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi intravena (PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan defek pengisian (filling defect) di

tempat batu berada. Yang menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perlu dilakukan pielografi retrograd. Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil
(3)

Pemeriksaan USG dapat untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai unutk menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah

tertinggalnya batu. Pemeriksaan dengan CT-Scan umumnya di lakukan untuk mengetahui batu yang ada di ginjal. Dapat bersifat informatif tentang morfologi dan kelainan ginjal, beserta morfologi batu 2. Pemeriksaan Laboratorium a. Urin 1) pH urin - Batu kalsium, asam urat dan batu sistin terbentuk pada urin dengan pH yang rendah (pH<7). - Batu struvit terbentuk pada urin dengan pH yang tinggi (pH> 7) 2) Sedimen - Sel darah meningkat (90%), pada infeksi sel darah putih akan meningkat. - Ditemukan adanya kristal, misalnya kristal oksalat - Biakan urin untuk melihat jenis mikroorganisme penyebab infeksi pada saluran kemih b. Darah - Hemoglobin, adanya gangguan fungsi ginjal yang kronis dapat terjadi anemia - Leukosit, infeksi saluran kemih oleh karena batu menyebabkan leukositosis - Ureum kreatinin, parameter ini digunakan untuk melihat fungsi ginjal

- Kalsium, dan asam urat. G. PENATALAKSANAAN 1. Terapik medik dan simtomatik Terapik medik bertujuan untuk mengeluarkan batu ginjal atau melarutkan batu, sedangkan terapi simtomatik mengusahakan agar nyeri khususnya kolik ginjal yang terjadi menghilang dengan pemberian simpatolitik selain itu dapat diberikan minum berlebihan disertai diuretikum bendofluezida 5 10 mg/hr. 2. Terapi mekanik (Litotripsi) Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut. 3. Terapi pembedahan Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat gelombang kejut, atau bila cara non-bedah tidak berhasil. Terapi pembedaha berupa URS

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. Aktivitas / istirahat Gejala : Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktifitas / imobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cidera medula spinalis) 2. Sirkulasi Tanda: Peningkatan TD / nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal ) kulit hangat dan kemerahan. 3. Eleminasi Gejala: -Riwayat adanya ISK : kronik, obstruksi sebelumnya (kalkulus) - Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh - Rasa terbakar, dorongan berkemih - Diare Tanda: - Oliguria, hematuria, piuria - Perubahan pola berkemih 4. Makanan / Cairan Gejala: - Mual/muntah, nyeri tekan abdomen - Diet tinggi purin, kalsium aksalat dan phospat - Ketidakcukupan pemasukan cairan : tidak minum air dengan cukup Tanda: - Distensi abdominal, penurunan / tak adanya bising usus. - muntah 5. Nyeri / Kenyamanan Gejala: - Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi batu, contoh pada panggul diregio sudut kostovetebral : dapat menyebar kepunggung, abdomen, dan turun kelipat

paha/genetalia. Nyeri dangkal menunjukan kalkus ada di pelvis atau kulkulus ginjal. Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain. Tanda: - Melindungi ; Perilaku Distraksi - Nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi. 6. Keamanan Gejala: - Penggunaan alkohol - Demam/ Menggigil 7. Pernyuluhan/ Pembelajaran Gejala: - Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis. - Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, pospat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin. 8. Pemeriksaan Diagnostik a. Urinalisa b. Urine (24 jam) c. Kultur Urine d. Survai Biokimia e. BUN/ Kreatinin Serum dan Urine f. Kadar Klorida dan Bikarbonat Serum g. Hitung DarahLengkap h. Hb/Ht i. IVP j. Sistouretroskopi k. CT-Scan l. Ultrasound Ginjal

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut: 1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan meningkatnya kontraksi ureter, trauma jaringan, terbentuknya edema. 2. Gangguan Pola eliminasi buang air kecil berhubungan dengan iritasi ginjal/ureter, obstruksi mekanik, implamasi, stimulasi kandung kencing oleh batu. 3. Resiko mengalami defisit cairan berhubungan dengan mual dan muntah. 4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

C. RENCANA/INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman ; nyeri ( Akut ) berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan uretral, trauma jaringan, pembentukan adema, iskemia seluler ditandai dengan: Keluhan nyeri kolik perilaku melindungi/distraksi gelisah merintih fokus pada diri sendiri nyeri wajah, tegang otot,

a) Tujuan : Melaporikan nyeri hilang dan terkontrol. b) Kriteria hasil : Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol,

menunjukkan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat c) Rencana tindakan dan rasional 1) Catat lokasi, intensitas dan penyebaran nyeri Rasional : Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus 2) Berikan tindakan nyaman, contoh : pijatan punggung, lingkungan istirahat.

Rasional: Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan meningkatkan koping. 3) Bantu atau dorong penggunaan nafas dalam, bimbingan imajinasi dan aktifitas terapeutik Rasional: Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot. 4) Kolaborasi - Berikan obat sesuai indikasi( narkotik (Demerol)) Rasional: Untuk menurunkan kolik uretral dan meningkatkan relaksasi otot - Berikan kompres hangat pada punggung Rasional: Menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan refleks spame - Pertahankan patensi kateter bila digunakan Rasional: Mencegah statis/ reteensi urine, menurunkan resiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi 2. Perubahan Eleminasi Urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau uretral.ditandai dengan: Perubahan frekuensi berkemih Urgensi Disuria Hematuria Pemasangan kateter tetap

a) Tujuan : Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya. b) Kriteria hasil : Tidak mengalami tanda obstruksi c) Rencana tindakan dan rasional 1) Awasi pemasukan, pengeluaran dan karakteristik urine Rasional: Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi. 2) Tentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasinya.

Rasional: Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera. 3) Dorong peningkatan pemasukan cairan Rasional: Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah dan debris dan dapat membantu lewatnya batu. 4) Selidiki kandung kemih penuh: palpasi untuk distensi suprapublik potensial resiko infeksi, gagal ginjal. 5) Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran Rasional: Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada ssp. 6) Kolaborasi - Berikan obat sesuai indikasi - Pertahankan patensi kateter tak menetap bila menggunakan Rasional: Membantu aliran urine/ mencegah retensi dan komplikasi - Irigasi dengan asam atau larutan alkalin sesuai indikasi Rasional : Mengubah PH urine dapat memvantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya. 3. Risiko terjadi kekurangan volume cairan mual/ muntah ( iritasi saraf abdominal dan pelvik umum dari ginjal atau kolik uretral ) diuresis paska obstruksi. a) Tujuan : Mempertahankan cairan adekuat b) Kriteria hasil : Tanda vital stabil, berat badan dalam rentang normal, nadi parifer normal, membran mukosa lembab, turgor baik. c) Rencana tindakan dan rasional 1) Awasi pemasukan dan pengeluaran Rasional: Membandingkan pengeluaran aktual dan yang diantipasi, membantu dalam evaluasi adanya derajat kerusakan ginjal 2) Catat insiden muntah dan diare, karakteristik dan frekuensinya

Rasional; Berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung. 3) Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 lt/hr dalam toleransi jantung. Rasional:Mempertahankan keseimbangan cairan untuk

homeostasis juga untuk membilas batu keluar. 4) Awasi tanda vital : nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa. Rasional: Indikator hiderasi / volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi. 5) Timbang berat badan tiap hari Rasional: Peningkatan berat badan yang cepat mungkin berbeda retensi. 6) Kolaborasi Berikan obat antiemetik sesuai indikasi Rasional : Menurunkan mual/ muntah Awasi hb/ht, elektrolit Rasional: Mengkaji hiderasi dan keefektifan/ kebutuhan intervensi Berikan cairan IV Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi dan

meningkatkan fungsi ginjal Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembut sesuai toleransi Rasional: Makanan mudah dicerna, menurunkan aktivitas Gi/ iritasi

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan : Salah interprestasi informasi, tak mengenal sumber informasi. ditandai dengan:

Pertanyaan meminta informasi Pernyataan salah konsepsi dan menyatakan masalah Tidak akurat mengikuti intruksi/ terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.

a) Tujuan : Menyatakan pemahaman proses penyakit b) Kriteria hasil : Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi dalam program pengobatan. c) Rencana tindakan dan rasional 1) Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa datang Rasional: Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi. 2) Tekankan pentingnya peningkatan pemasukan cairan Rasional: Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesempatan statis ginjal dan pembentukan batu. 3) Kaji ulang program diet sesuai individualnya Rasional: Diet tergantung pada tipe batu, meningkatakan kerja sama dalam program dan dapat mencegah kekambuhan 4) Diet rendah purin ( daging berlemak, kangkung, tumbuhan polong, gandum, alkohol) Rasional : Menurunkan pemasukan oral terhadap prekursor asam urat 5) Diet rendah kalsium ( membatasi susu, keju, sayur berdaun hijau, yogurt) Rasional: menurunkan resiko pembentukan batu kalsium 6) Identifikasi tanda/ gejala yang memerlukan evaluasi medik ( nyeri berulang, hematuria, disuria ) Rasional: Peningkatan kemungkinan berulangnya batu, intervensi segera dapat mencegah komplikasi serius. 7) Tunjukan perawatan yang tepat terhadap insisi/ kateter bila ada Rasional; Meningkatkan kemandirian. kemampuan perawatan diri dan

DAFTAR PUSTAKA Doenges E Mailyn, (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. EGC: Jakarta. Masjoer, A., dkk., (2000). Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. Price & Wilson, (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta : EGC. Smeltzer & Bare, (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Vol.2. Ed.8. Jakarta: EGC. Siregar, H., dkk, (1995). Fisiologi ginjal, ed. 3. Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin : Makassar.

Anda mungkin juga menyukai