Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK BLOK EARLY CLINICAL AND COMMUNITY EPOSURE I ( ECCE I )

Oleh : Kelompok RIA RESTI NOPIYANTI AMANDA RIZKIA HARDIANI DINI RACHMA PH YENI SRI S AMINUDIN ANWAR DWI EVA YULITA K1A006029 K1A006032 K1A006034 K1A006035 K1A006036 K1A006037

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PURWOKERTO 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Judul Praktikum Pemeriksaan darah rutin, urin rutin dan tinja B. Tanggal Praktikum Senin, 29 Nopember 2008 C. Tujuan Praktikum 1. Dapat menjelaskan berbagai macam pemeriksaan darah rutin berikut cara kerjanya 2. Dapat menjelaskan berbagai macam pemeriksaan urin rutin berikut cara kerjanya. 3. Dapat menjelaskan berbagai macam pemeriksaan tinja berikut cara kerjanya. D. Dasar Teori Pemeriksaan urin rutin Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang utama yang yang didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seseorang ali kimia Belanda, Gerardus Mulder (1802-1880), karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting dalam setiap organisme. Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluhnya di dalam kulit dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Semua enzim berbagai hormon, pengangkut zat - zat gizi dan darah matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Disamping itu asam amino yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul molekul yang esensial untuk kehidupan.

Fungsi fungsi protein : a. Pertumbuhan dan Pemeliharaan a. Pembentukan Ikatan Ikatan Esential Tubuh b. Mengatur Keseimbangan Air c. Memelihara Netralitas Tubuh d. Pembentukan Antibodi e. Mengangkut Zat Zat Gizi f. Sumber Energi . Glukosa diperlukan sebagai sumber energi terutama bagi system syaraf dan eritrosit. Glukosa juga dibutuhkan didalam jaringan adipose sebagai sumber dan mungkin juga berperan dalam mempertahankan kadar gliserida-gliserok,

senyawa antara pada siklus asam sitrat di dalam banyak jaringan tubuh. Glukosa sebagian besar diperoleh dari makanan, kemudian dibentuk dari berbagai senyawa glukogenik yang mengalami glukoneogenesis lalu juga dapat dibentuk dari glikogen hati melalui glikogenolisis. Setelah makan tinggi KH, Kadar glukosa darah akan meningkat dari kadar puasa sekitar 80-100 mg/dl ke kadar sekitar 120-140 mg/dl, dalam periode 30 menit sampai 1 jam. Konsentrasi glukosa dalam darah kemudian mulai menurun kembali ke rentang puasa dalam waktu sekitar 2 jam setelah puasa. Proses memepertahankan kadar glukosa yang stabil di dalam darah merupakan salah satu mekanisme homeostasis yang diatur paling halus dan juga menjadi salah satu mekanisme di heoar, jaringan ekstrahepatik serta beberapa hormon. Diantara hormon yang mengatur kadar glukosa darah adalah insulin dan glukagon. E. Alat dan Bahan I. Pemeriksaan makroskopis terdiri dari pemeriksaan : warna kekeruhan bau buih

II.

berat jenis Metode Rebus

Bahan : Urin Jernih Alat : Tabung Reaksi Lampu spiritus Cara Kerja 1. Masukkan urin ke dalam tabung reaksi 2/3 penuh 2. Miringkan dan panaskan bagian permukaan urin di atas api spirtus sampai mendidih seama 30 detik 3. Amati hasilnya dan badingkan dengan bagaian bawah yang tidak dipanasi sebagai kontrol negatif 4. Apabila terjadi kekeruhan teteskan 3-5 tetes asam asetat 6%. Jika kekeruhan hilang urin mengandung protein, bila kekeruhan menetap kemungkinan protein positif. 5. Panasi lagi samapai mendidih, berilah penilaian pada kekeruha yang menetap tadi. III. Metode Sulfosalisilat Bahan Alat Reagen : Urin Jernih : Tabung reaksi : Sulfosalisilat 20%

Cara Kerja : 1. Sediakan 2 tabung reaksi masing masing dengan 2 ml urin jernih. 2. Tambahkan pada tabung pertama 8 tetes larutan asam sulfosalisilat 20% kocok. 3. Bandingkanlah isi tabung pertama dengan yang kedua; kalau tetap sama jernihnya hasil test berarti negatif.

4. Jika tabung pertama lebih keruh daripada tabung kedua, panasiah tabung pertama diatas apai sampai mendidih dan kemudian dinginkan. a. Jika kekeruhan tetap ada pada waktu proses pemanasan dan tetap ada setelah didinginkan kembali, berarti test positif. b. Jika kekeruhan itu hilang pada saat pemanasan, tetapi muncul setelah dingin, mungkin sebabnya protein Bence Jones
PEMERIKSAAN GULA DARAH SEWAKTU 1. Finger pricks Tujuan : memperoleh darah dalam jumlah sedikit untuk pemeriksaan yang hasilnya segera diketahui (pemeriksaan gula darah sewaktu) Bahan dan alat : a. larutan antiseptik b. kapas steril c. jarum/stilet steril Lokasi : salah satu bagian volar jari tangan Prosedur : a. operator mencuci tangannya sebelum melakukan tindakan b. ujung distal jari tangan yang akan diambil darahnya di pijat-pijat dengan arah dari proksimal ke distal sehingga tampak ujung distal jari kemerahan penuh dengan darah c. bersihkan ujung distal jari yang akan ditusuk dengan kapas dibasahi larutan antiseptik. d. Tusukkan lokasi yang sudah diberikan tersebut dengan ujung jarum steril secara cepat.darah yang keluar segera ditampung atau diteteskan pada alat pembaca gula darah digital. e. Lokasi penusukan jarum segera ditekan dengan kasa steril dibasahi larutan antiseptik selama kira-kira 1 menit. f. Pastikan darah tidak keluar lagi dari lokasi penusukan jarum.

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan I. Pemeriksan Makroskopis

Setelah dilakukan pemeriksaan pemeriksaan urin secara makroskopis Warna Bau Buih : Kuning kecoklatan : Khas urin : Cepat hilang Kekeruhan : ( - ) jernih

Berat Jenis : ( - ) II. Pemeriksaan Metode Rebus Setelah dilakukan pemeriksaan pemeriksaan protein dengan metode rebus maka hasilnya adalah Negatif : ( jernih ) III. Pemeriksaan Metode Sulfosalisilat Setelah dilakukan pemeriksaan urin dengan metode sulfosalisilat, hasilnya tidak terdapat perbedaan kekeruhan diantara kedua tabung ( jernih ). B. PEMBAHASAN

PEMERIKSAAN URIN RUTIN I. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS Pemeriksaan makroskopis terdiri dari pemeriksaan : A. Warna Normal : Kuning muda sampai tua tergantung diuresis dan zat pelarut dalam urin. Warna urin normal disebabkan zat warna urobilin dan uroeritin. Kelainan warna : Tak patologis Patologis : Berasal dari makanan atau obat ( pewarna ) : Seperti teh : bilirubin Hijau Merah Putih susu Coklat B. Kekeruhan : biliverdin, Ps. Aeruginosa. : darah, B. Prodigiosus : chylus : hematin, bilirubin.

Putih keruh : pus

Kekeruhan dapat timbul Sejak dikemihkan : a. Urin mengandung kristal dalam jumlah besar. b. Urin mengandung bakteri dalam jumlah banyak biasanya disertai unsur unsur lain dalam sedimen. c. Unsur dalam sedimen bertambah: eritrosit : urin keruh seperti cucian daging leukosit : warna putih keruh dengan percobaan sel sel epitel. : ditemukan berbagai macam sel

d. Chylus dan lemak Keruh menyerupai susu encer e. Benda benda koloid Kekeruhan yang timbul sesudah dibiarkan a. Nabecula b. Kristal urat c. Amorf fosfat dan karbonat pada urin basa d. Bakteri bakteri mungkin bukan dari dalam tubuh tetapi merupakan perkembangan baktri dari penampungan yang kotor. C. BAU Bau urin normal : oleh asam asam organik yang mudah menguap Bau abnormal : 1. Oleh makanan yang mengandung zat zat atsiri, seperti jengkol, petai, durian, asperse. 2. Oleh obat obatan seperti terpentin, menthol, dsb 3. Bau amoniak oleh perombakan bakteri dari ureum, biasanya terjadi pada urin yang dibiarkan tanpa bahan pengawet. 4. Bau ketonuria menyerupai bau buah buahan atau bunga setengah layu.

5. Bau busuk bila sejak dikemihkan mungkin berasal dari perombakan zat zat protein misal pada keganasan saluran kemih. D. BUIH Pemeriksaan buih dapat membantu kecurigaan adanya abnormalitis urin Cara kerja : Masukkan 5 cc dalam tabung reaksi kemudian kocok beberapa saat sampai keluar buih. Amati warna dan waktu hilangnya buih tersebut. Penilaian : Normal Abnormalitas : putih jernih dan cepat hilang. : putih, jernih lama baru hilang/ tak mau hilang kemunginan urin Dibuktikan dengan pemeriksaan protein urin. Warna

mengandung protein.

kekuningan kemungkinan urin mengandung bilirubin.

E. Berat Jenis Metode pemeriksaan berat jenis ( BJ ) 1. Urinometer : tekhnik ini membutuhkan volume urin yang besar. 2. Refraktometer : bila sampel volumenya kecil. 2. PEMERIKSAAN PROTEIN Setelah dilakukan pengamatan dengan metode rebus, ditemukan pada pemeriksaan sulfosalisilat 20%, hasil yang didapatkan tidak terdapat kekeruhan, Hal ini berarti hasilnya normal. Hal itupun hasilnya tidak terdapat perbedaan diantara kedua tabung, hasinya tidak terdapat kekeruhan pada tabung pertama. Sedangkan bila terjadi kekeruhan setelah pemeriksaan protein dalam pemeriksaan urin rutin ini, itu berarti terdapat protein dalam urin yang disebut dengan Proteinuria. Proteinuria adalah adanya protein serum yang berlebihan dalam urine, disebut pula albuminuria. Proteinuria dapat terjadi karena adanya

penyakit ginjal atau pada kelainan ginjal yang tidak berbahaya. Hal ini mengakibatkan permeabilitas kapiler glomerulus meningkat. Protein akan menembus dinding kapiler glomerulus masuk ke saluran urinary sehingga protein dapat ditemukan di dalam urine dengan jumlah lebih besar dari kedaan normal. Dua mekanisme dasar dapat menyebabkan proteinuria : 1. 2. Peningkatan permeabiitas glomerulus tanpa disertai perubahan reabsorpsi tubulus Gangguan reabsorpsi tubulus Pengeluaran protein dalam urin biasanya menandakan penyakit ginjal ( nefritis ). Namun, pengeluaran protein daam urin yang mirip dengan yang terjadi pada nefritis dapat timbul setelah olahraga, tetapi keadaan ini tidak berbahaya, bersifat sementara dan reversible. Penelitian menunjukkan bahwa selama olahraga ringan sampai sedang, proteinuria terjadi karena perubahan permeabilitas glomerulus dan disfungsi tubulus. Disfungsi ginjal reversible ini diyakini sebagai akibat perubahan sirkuasi dan hormon yang berangsung selama olahraga. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aliran darah ginjal berkurang selama berolahraga karena pembuluh pembuluh ginjal berkontriksi dan darah dialirkan ke otot otot yang berolahraga. Penurunan aliran darah glomerulus meningkatkan difusi protein ke dalam lumen tubulus karena sewaktu darah yang mengair ambat menghabiskan lebih banyak waktu di glomeruus, proporsi protein yang memiliki cukup waktu untuk lolos menembus membran glomerulus meningkat. Pemeriksaan Tinja Pemeriksaan tinja bukan merupakan pemeriksaan rutin. Biasanya pemeriksaan tinja dilakukan atau diminta berdasarkan adanya gangguan pada saluran cerna. Tinja sebaiknya diperiksa dalam keadaan segar. Bahan pemriksaan tinja tersebut harus dianggap bahan yang mungkin menimbulkan infeksi, sehingga pemeriksa harus berhatihati dalam bekerja.

Komposisi tinja normal tergantung jumlah dan jenis makanan. Walaupun saluran cerna berfungsi dengan optimal, namn tetap tidak dapat memproses dan mengabsorbsi seluruh intake makanan. Sampling 1. Cara mendapatkan sampel Sampel sebaikya dari defekasi spontan. Pada pemeriksaan yang sangat diperhatikan, tinja boleh diambil dengan rectal toucher. Pilih bagian yang memberi kemungkinan adanya kelainan, misalnya bagian yang bercampur lendir atau darah. 2. Macam sampel a. Sampel sewaktu b. Sampel 24 jam, digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif zat tertentu dalam tinja. Pengumpulan sampel 24 jam dilakukan dengan cara sebagai berikut, penderita diberi makanan yang dicampur dengan 3 gram charcoal sampai bersih atau bebas dari charcoal baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis. Normal waktu penampungan sampel kira-kira 24 jam sampai 48 jam.

3.

Kuantitas tinja Normal : 300 sampai 400 gram tinja dapat meningkat sampai 800 gram pada diet tertentu. Volume meningkat pada keadaan : a. Diet karbonat b. Insufisiensi pankreas c. Coeliac disease d. Enteritis e. Sprue

4.

Pengiriman sampel Untuk pengiriman sampel digunakan penampung yang terbuat dari kaca atau plastik yang tidak dapat ditembus. Bila tinja keras, dapat dikirim dengan karton yang dilapisi dengan parafin. Penampung bermulut lebar.

Pemeriksaan tinja terdiri dari :

1. Pemeriksaan makroskopis 2. Pemeriksaan mikroskopis 3. Pemeriksaan kimiawi 1. Pemeriksaan makroskopis 1.1 Bentuk dan konsistensi 1.2 Warna dan bau 1.3 Darah dan lendir 2. Pemeriksaan mikroskopis 2.1 Sel-sel darah dan epitel 2.2 Sisa makanan 2.3 Parasit dan kista 3. Pemeriksaan kimiawi 3.1 Darah samar 3.2 Bilirubin 3.3 Urobilin (sterkobilin). 1. Pemeriksaan makroskopis Cara kerja : amati sampel yang diperiksa dan laporkan yang tampak. Bila kurang jelas, tinja dapat diratakan pada kaca obyek dan amati dengan teliti komponen apa saja yang tampak misalnya sisa makanan, parasit dan benda asing. 1.1 Bentuk dan konsistensi Normal : silinder, padat atau lembek sampai keras abnormal : Bentuk dan konsistensi Cair Pensil Kecil-kecil dan keras Viscous hitam Viscous merah segar 1.2 warna dan bau Normal : coklat muda sampai coklat tua oleh karena oksidasi urobilin Abnormal : Warna Purulen, darah, lendir Putih Klinis Colitis ulcerosa Steatorea klinis Enteritis Stenosis rectum Spasme colon Perdarahan saluran cerna Perdarahan saluran cerna bawah

Hijau Merah segar, jumlah banyak Keabuan Seperti dempul Hitam 1.3 Darah dan lendir a. Darah :

Klorofil Keganasan atau hemoroid Lemak tak tercerna Obstruksi empedu melena

Bila tinja terdapat darah, ini selalu abnormal. Normal : darah (-) Darah (+) : menunjukkan adanya rangsangan atau iritasi pada usus Darah segar : berasal dari bagian distal Darah hitam atau coklat : asal dari usus bagian proksimal b. Lendir Adanya lendir di dalam tinja berarti adanya rangsangan atau radang pada dinding usus. Lokasi Pada bagian luar tinja Tercampur tinja Lendir saja Lendir dan nanah 2. Pemeriksaan mikroskopis Hal-hal yang harus dilakukan pemeriksaan : a. Pilih sampel yang dicurigai adanya kelainan dari beberapa bagian daerah seluruh tinja. b. Bila sampel kering ambil bagian tengah atau lunakan dulu dengan garam fisiologis. c. Bila sampel lunak atau tidak berbentuk langsung dibuat preparat. d. Bila sampel cair, pusingkan dengan kecepatan 1500 rpm selama 5-10 menit dan buat preparat dari sediaan yang terbentuk. Tujuan pemeriksaan: 1. Mencari adanya protozoa dan telur cacing 2. Mencari adanya sel-sel darah, sel ragi dan sel epitel. 3. Mengetahui sisa makanan yang tak tercerna Klinis Iritasi colon Usus proksimal Intususepsi Disentri, ileocolitis

Alat dan reagen. Alat : Kaca obyek dengan kaca penutup Mikroskop Pengaduk Reagen eosin 1-2 % atau 1-2 tetes Cara kerja : 1. Letakkan sedikit sampel yang dicurigai adanya kelainan pada kaca obyek, campur dengan reagen. 2. Tutup kaca penutup dan baca dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 x dan 400 x. Hasil yang mungkin ditemukan : a. Sel-sel epitel Bila sel berasal dari saluran cerna bagian proksimal dinding sel sebagian atau seluruhnya sudah rusak. sel asal bagian distal saluran cerna dinding masih utuh. Arti klinis : Normal : ditemukan 1-2 sel epitel /LPK Abnormal : ditemukan dalam jumlah banyak/ bergerombol kemungkinan ada radang saluran cerna atau rangsangan yang bertambah. b. Makrofag Sel besar dengan sitoplasma yang luas dinding sel tidak teratur dan mengandung vakuola yang berisi sisa-sisa benda asing yang difagositosis misal bakteri. sel ini mirip amuba hanya tidak bergerak. c. Leukosit Ada yang berinti tunggal dan ada yang bersegmen. selain diperiksa dengan eosin 1 %. Leukosit akan lebih jelas terlihat bila mnggunakan reagen asam asetat 10 %. Arti klinis : Normal : 1-2 sel leukosit / LPB Abnormal : bila ditemukan dalam jumlah banyak kemungkinan ada peradangan saluran cerna misal colitis ulcerosa atau disentri basiller. d. Eritrosit

Sel mempunyai ukuran kira-kira 7 mikron dan tidak berinti. bila sel ini ditemukan di dalam tinja selalu menunjukkan keadaan yang patologik dan berasal dari colon sampai anus misal adanya fisura ini. e. Sisa-sisa makanan Kemungkinan ditemukan sisa-sisa makanan yang tak tercerna dengan sempurna misalnya : sisa sayuran : bentuk seperti sarang lebah, spiral atau serabut panjang yang berinti. serabut otot : bentuk seperti pita dengan garis melintang karbohidrat : bentuk heksagnal seperti kaca, dapat bergerombol atau satu-satu.

PEMBAHASAN Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, untuk pemeriksaan feses secara makroskopis didapatkan hasil warna hijau, konsistensi lembek, bau khas tinja dan didapatkan lendir. Secara normal warna tinja yaitu kuning coklat dan warna tersebut dapat menjadi lebih tua karena banyaknya terbentuk urobilin. Hasil dalam praktikum yaitu warna feses yang hijau kecoklatan dapat diinterpretasikan karena konsumsi sayuran yang mengandung klorofil. Sedangkan kecoklatan dapat disebabkan karena adanya perdarahan atau karena banyaknya urobilin yang terbentuk. Untuk menentukan adanya perdarahan atau tidak, perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis. Sedangkan konsistensi lembek dapat dikarenakan adanya penyerapan makanan yang terlalu cepat. Sedangkan bau tinja yang khas merupakan bau yang normal. Adanya lendir di dalam feses secara normal ada walaupun sedikit. Jika didapatkan lendir yang berlebihan dapat disebabkan karena adanya rangsangan atau radang pada usus. Hasil pemeriksaan mikroskopis feses didapatkan asam lemak, sel epitel, eritrosit, dan sisa makanan. Asam lemak secara normal didapatkan pada pemeriksaan mikroskopis feses. Asam lemak ini merupakan sisa bahan makanan yang telah dicerna oleh sistem pencernaan tubuh. Dalam keadaan normal, dapat ditemukan beberapa sel epitel yang berasal dari bagian distal usus. Hal ini dikarenakan adanya tekananan yang kuat terhadap dinding usus saat defekasi. Sel epitel yang berasal dari bagian proksimal bagian usus biasanya telah rusak dan tidak terlihat. Sel epitel yang ditemukan dalam jumlah yang banyak dikarenakan adanya perangsangan atau peradangan usus bagian distal. Sisa makanan hampir selalu dapat ditemukan pada keadaan normal, tetapi dalam keadaan tertentu jumlahnya meningkat dan hal ini dihubungkan dengan keadaan yang abnormal. Sisa makanan sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian lagi berasal dari hewan seperti serat otot, serat elastis dan lain-lain. Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan lugol untuk menunjukkan adanya amilum yang tidak sempurna dicerna. Sedangkan eritrosit yang ditemukan dalam pemeriksaan feses, hampir selalu menunjukkan adanya keadaan yang abnormal. Adanya perangsangan atau peradanagan usus dapat mengakibatkan perdarahan. Misal dalam kasus disentri amoeba, protozoa

tersebut dapat mengiritasi lapisan mukosa usus di mana terdapat pembuluh darah. Sehingga adanya iritasi tersebut dapat menyebabkan munculnya perdarahan yang ditunjukkan dengan adanya eritrosit dalam jumlah yang banyak. PEMERIKSAAN REDUKSI Metode Benedict Prinsip pemanasan urin dalam suasana alkalis, glukosa akan mereduksi cupri sulfat dan terbentuk endapan cupri hidroksida yang berwarna merah. Alat : Reagen : Benedict berisi : cupri sulfat, trisodium sitrat, sodium karbonat. Cara kerja : 1. masukanlah 5 ml reagen benedict ke dalam tabung reaksi 2. teteskan sebanyak 5 -8 tetes (jangan lebih) urin ke dalam tabung tersebut. 3. panaskan diatas api selama 5 menit 4. angka: tlah tabung, kocoklah isinya dan bacalah hasil reduksi. Penilaian : Negatif ( - ) Positif 1 ( + ) glukosa) Positif 2 ( ++ ) Positif 3( +++ ) Positif 4 ( ++++ ) : kuning keruh ( 1 1, 5 % glukosa) : jingga atau warna lumpur keruh ( 2 3, 5 % glukosa) : merah keruh ( lebih dari 3,5 % glukosa ) : tetap jernih atau sedikit kehijau hijauan dan agak keruh. : hijau kekuning kuningan dan keruh (sesuai dengan 0,5 1 % tabung reaksi lampu spirtus penjepit tabung pipet tetes

Positif palsu : obat misalnya vitamin C polisakarida lain yang dap[at mereduksi reagen benedict seperti : fruktosa, galaktosa, pentose pemanasan terlalu lama

negative palsu : urin asam atau kreatinin yang tinggi dalam urin Pemanasan inadekuat

Kebaikan metode benedict : macam reagen lebih sensitive disbanding fehling semi kuantitatif bahan pemeriksaan sedikit

Glukosa diperlukan untuk menghasilkan adenosina trifosfat (ATP). ATP adalah sebatian primer bagi tenaga simpanan di dalam sel. Oleh itu setiap sel mesti menghasilkan bekalan ATP-nya sendiri. Apabila ATP dihidrolisiskan kepada ADP, tenaga dibebaskan. Sebahagian tenaga ini digunakan untuk kontraksi otot, konduksi saraf, menetapkan suhu tubuh, pengangkutan aktif dan proses-proses sintesis. Glukosa + ATP Glukosa-6-fosfat ADP
Heksokinase

Glukosa-6-fosfat merupakan bahan perantaraan umum bagi berbagai jalur dalam metabolisme glukosa. Ada dua jalur yang utama bagi pemecahan glukosa-6-fosfat: (a) Jalur glikolisis atau jalur Embden-Meyerhof (b) Jalur pentosa fosfat atau Jalur Shunt.

Glukosa-6-fosfat juga boleh diubah menjadi glikogen dan proses ini memerlukan system enzim yang rumit. Jalur glikolisis terdiri dari satu lintasan yang mengubah satu molekul glukosa (enam karbon) kepada dua molekul asam piruvik (tiga karbon). Proses ini tidak memerlukan oksigen (anaerob) dan berlaku didalam sitoplasmasel. Koenzim nikotinamida adenina dinukleotida (NAD~)merupakan molekul pembawa yang menerima hidrogen yang dibebaskan semasa glikolisis. Jalur glikolisis hanya menghasilkan dua ATP bagi setiap satu molekul glukosa. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Hormon insulin dihasilkan oleh sekelompok sel beta di kelenjar pankreas dan sangat berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel tubuh. Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa diserap semua dan tidak mengalami metabolisme dalam sel. Akibatnya, seseorang akan kekurangan energi, sehingga mudah lelah dan berat badan terus turun. Kadar glukosa yang berlebih tersebut dikeluarkan melalui ginjal dan dikeluarkan bersama urine. Gula memiliki sifat menarik air sehingga menyebabkan seseorang banyak mengeluarkan urine dan selalu merasa haus. Diabetes mellitus diartikan pula sebagai penyakit metabolisme yang termasuk dalam kelompok gula darah yang melebihi batas normal arau hiperglikemia (lebih dari 120 mg/dl atau 120 mg%). Karena itu DM sering disebut juga dengan penyakit gula. Sekarang, penyakit gula tidak hanya dianggap sebagai gangguan metabolisme karbohidrat, tetapi juga menyangkut metabolisme protein dan lemak. Akibatnya DM sering menimbulkan komplikasi yang bersifat menahun (kronis), terutama pada struktur dan fungsi pembuluh darah. Jika hal ini dibiarkan begitu saja, akan timbul komplikasi lain yang cukup fatal, seperti penyakit jantung, ginjal, kebutaan, aterosklerosis, bahkan sebagian tubuh bisa diamputasi.

Diabetes mellitus sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit yang dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini timbul secara perlahan-lahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai perubahan dalam dirinya. Perubahan seperti minum menjadi lebih banyak, buang air kecil menjadi lebih sering, dan berat badan yang terus menurun, berlangsung cukup lama dan biasanya cenderung tidak diperhatikan, hingga seseorang pergi ke dokter dan memeriksa kadar glukosa darahnya. Penyebab Diabetes Mellitus Diabetes mellitus disebabkan berkurangnya produksi dan ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin yang sebenarnya berjumlah cukup. Kekurangan insulin disebabkan adanya kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar selsel beta pulau langerhans dalam kelenjar pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin. Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan. Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.

Virus dan Bakteri Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes

mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.

Bahan Toksik atau Beracun Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.

Nutrisi Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor resiko pertama yang diketahui menyebabkan DM. Semakin berat badan berlebih atau obesitas akibat nutrisi yang berlebihan, semakin besar kemungkinan seseorang terjangkit DM.

Gejala Umum Diabetes Mellitus Gejala DM bisa muncul secara mendadak, bisa juga ketika seseorang melakukan pemeriksaan untuk penyakit selain DM. Gejala yang sangat umum adalah:

sering kencing pada malam hari (poliuria) selalu merasa haus (polidipsia) selalu merasa lapar (polifagia) Gejala umum lain yang menyebabkan seseorang ingin segera pergi ke dokter

adalah kelainan kulit seperti gatal dan bisul, kelainan ginekologi seperti keputihan, serta kesemutan yang disertai mati rasa. Kadang-kadang tubuh menjadi lemah dan terasa lelah. Biasanya akan muncul luka atau bisul yang tak kunjung sembuh atau terjadi infeksi di saluran kemih. Bisa juga terjadi impotensi, katarak, atau seorang perempuan melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4 kilogram. Diagnosis Diabetes Mellitus Biasanya, dokter akan melakukan diagnosis dugaan terlebih dahulu, yaitu berdasarkan keluhan atau gejala khas yang dialami seseorang.setelah melakukan

pemeriksaan lanjutan untuk memastikan seseorang tersebut menderita DM atau tidak. Diagnosis ini disebut dengan diagnosis pasti. Setelah itu, dokter akan memutuskan bahwa seseorang telah menderita DM jika memenuhi kriteria sebagi berikut: 1. Seseorang menderita gejala khas beserta keluhan seperti disebutkan di atas ditambah dengan kadar glukosa darah sewaktu lebih besar atau sama dengan 200 mg/dl. 2. Seseorang memiliki kadar glukosa darah puasa lebih besar atau sama dengan 126 mg/dl sebanyak 2 kali pemeriksaan pada saat yang berbeda. Jika pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu masih meragukan, perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral dengan tujuan untuk memastikan diagnosis. Hipoglikemia bisa disebabkan oleh: Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal Kelaiana pada penyimpanan karbohidra atau pembentukan glukosa di hati. Secara umum, hipogklikemia dapat dikategorikan sebagai yang berhubungan dengan obat dan yang tidak berhubungan dengan obat. Sebagian besar kasus hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan berhubungan dengan obat. Hipoglikemia yang tidak berhubungan dengan obat lebih jauh dapat dibagi lagi menjadi: - Hipoglikemia karena puasa, dimana hipoglikemia terjadi setelah berpuasa - Hipoglikemia reaktif, dimana hipoglikemia terjadi sebagai reaksi terhadap makan, biasanya karbohidrat. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh insulin atau obat lain (sulfonilurea) yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya. Jika dosisnya lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka obat ini bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula darah. Penderita diabetes berat menahun sangat peka terhadap

hipoglikemia berat. Hal ini terjadi karena sel-sel pulau pankreasnya tidak membentuk glukagon secara normal dan kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi kadar gula darah yang rendah. Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibat AIDS juga bisa menyebabkan hipoglikemia. Hipoglikemia kadang terjadi pada penderita kelainan psikis yang secara diam-diam menggunakan insulin atau obat hipoglikemik untuk dirinya. Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan stupor. Olah raga berat dalam waktu yang lama pada orang yang sehat jarang menyebabkan hipoglikemia. Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia hanya jika terdapat penyakit lain (terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal) atau mengkonsumsi sejumlah besar alkohol. Cadangan karbohidrat di hati bisa menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan kadar gula darah yang adekuat. Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa bisa menyebabkan hipoglikemia. Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim hati yang memetabolisir gula bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya. Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya (hipoglikemia alimenter, salah satu jenis hipoglikemia reaktif). Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat diserap sehingga merangsang pembentukan insulin yang berlebihan. Kadar insulin yang tinggi menyebabkan penurunan kadar gula darah yang cepat. Hipoglikemia alimentari kadang terjadi pada seseorang yang tidak menjalani pembedahan. Keadaan ini disebut hipoglikemia alimentari idiopatik. Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak karena memakan makanan yang mengandung gula fruktosa dan galaktosa atau asam amino leusin. Fruktosa dan galaktosa menghalangi pelepasan glukosa dari hati; leusin merangsang pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas. Akibatnya terjadi kadar

gula darah yang rendah beberapa saat setelah memakan makanan yang mengandung zatzat tersebut. Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi alkohol yang dicampur dengan gula (misalnya gin dan tonik). Pembentukan insulin yang berlebihan juga bisa menyebakan hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi pada tumor sel penghasil insulin di pankreas (insulinoma). Kadang tumor diluar pankreas yang menghasilkan hormon yang menyerupai insulin bisa menyebabkan hipoglikemia. Penyebab lainnya adalah penyakti autoimun, dimana tubuh membentuk antibodi yang menyerang insulin. Kadar insulin dalam darah naik-turun secara abnormal karena pankreas menghasilkan sejumlah insulin untuk melawan antibodi tersebut. PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN (Metode Sahli) Prinsip pemeriksaan : Mengukur kdar Hb berdasar warna yang terjadi akibat perubahan Hb menjadi asam hematin setelah penambahan HCl 0,1 N (tidak semua Hb terukur). Alat : 1. Spuit. 2. Hemometer sahli. Hemometer sahli terdiri dari : a. Tabung pengencer panjang 12 cm, dinding bergaris mulai angka 2 (bawah) sampai dengan 22 (atas). b. Tabung standart Hb. c. Pipet Hb dengan pipet karet panjang 12,5 terdapat angka 20 l. d. Pipet HCl. e. Botol tempat aquadest dan HCl 0,1 N. f. Batang pengaduk (dari kaca) Bahan : 1. 2. Darah vena. Darah kapiler.

Cara Kerja:

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Isi tabung pengencer dengan HCl 0,1 N sebanyak 5 tetes. Dengan pipet Hb hisap darah sampai angka 20 l, jangan sampai ada gelembung udara yang ikut terhisap. Hapus darah yang ada pada ujung pipet. Tuang darah kedalam tabung pengencer, bilas dengan HCl bila masih ada darah dalam pipet. Catat waktunya. Tambahkan aquadest tetes demi tetes, aduk dengan batang kaca pengaduk. Bandingkan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan standart. Persamaan campuran dengan batang standart harus dicapai dalam waktu 3-5 menit setelah darah tercampur dengan HCl. Bila sudah sama warnanya penambahan aquadest dihentikan, baca kadar Hb pada skala yang ada di tabung pengencer / gr / 100 ml darah.

Nilai rujukan menurut Dacie : Dewasa laki-laki Dewasa wanita Bayi < 3 bulan Bayi > 3 bulan Umur 1 tahun Umur 3 6 tahun : 12,5 18,0 gr %. : 11,5 16,5 gr %. : 13,5 19,5 gr %. : 9,5 13,5 gr %. : 10,5 13,5 gr %. : 12,0 14,0 gr %.

Umur 10 12 tahun : 11,5 14,5 gr %. : Dwi eva Yulita : 21 tahun : 7 gr % Pemeriksaan yang dilakukan pada hemoglobin probandus terdiri dari pengambilan

Hasil dan Pembahasan Nama Probandus Umur Hasil

darah kapiler. Selanjutnya, tabung pengencer hemometer sahli diisi dengan HCL 0,1 N sebanyak lima tetes, kemudian hisap darah sebanyak 20 l. Kemudian darah dituangkan pada tabung pengencer dan didiamkan selama 1 menit. Pada tabung pengencer diteteskan aquades tetes demi tetes, aduk dengan batang pegaduk sampai warnanya berubah menjadi

coklat. Selanjutnya bandingkan dengan warna larutan standart. Kemudian baca skalanya. Hasil pemeriksaan Hb probandus adalah 7gr %. Hasil yang diperoleh menunjukkan abnormal ,. Hal-hal yang dapat membuat hasil pemeriksaan menjadi tidak normal, dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya yaitu: 1. Tidak sempurnanya pemindahan sample darah maupun reagen. 2. Volume pipet tidak tepat. 3. Warna tabung standar sudah pucat. 4. Ketajaman mata pemeriksa berbeda beda. 5. Intensitas sinar kurang. 6. Terdapat gelembung udara saat pengambilan darah. 7. Darah pada ujung pipet tidak dihapus. 8. Bila menggunakan darah kapiler kemungkinan akan memberikan hasil yang lebih rendah bila dipijit pijit pada waktu pengeluaran darah setelah penusukan. 9. Alat kurang steril 10. Kondisi fisiologis probandus. Hemoglobin adalah metalprotein pengangkut oksigen yang mengandung besi dalam sel merah dalam darah mamalia dan hewan lainnya. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi.(wikipedia) Hemoglobin berfungsi sebagai pengangkut oksigen dimana hemoglobin sendiri berada atau diangkut oleh eritrosit, sehingga banyaknya oksigen tergantung dari kadar hemoglobin dan fungsinya. Selain membawa oksigen, di dalam sel darah merah hemoglobin juga mengangkut bermacam macam protein. Hemoglobin merupakan molekul yang berbentuk bulat dan terdiri dari 4 sub unit, yang mana masing masing sub unit mengandung sebagian heme yang akan berkonjugasi dengan polipeptida. Sedangkan heme merupakan derivat dari porfirin yang mengandung besi. Heme yang terdapat pada sel darah merah mengandung Fe2+ dan porfirin.heme inilah ang akan dapat memberikan warna merah pada darah.1

Hemoglobin tersusun dari hem dan globin, dimana hem mengandung porfirin an Fe2+ dan pada globin erdiri dari albumin. Selain oksigen hemoglobin juga dapat beriktan dengan ion H+,CO2 dan DPG. Ikatan hemoglobin dengan O2 akan membentuk oksihemoglobin, oksigen terikat pada Fe2+di dalam heme. Daya afinitas hemoglobin pada O2 dipengaruhi oleh pH, temperature dan konsentrasi 2,3 difosfogliserat yang berada dalam sel darah merah. H + dan 2,3 DPG akan bersaing dengan oksige untuk dapat berikatan dengan hemoglobin tanpa oksigen sehingga dapat menurunkan daya afinitas hemoglobin pada oksigen dengan memindahkan posisi 4 rantai peptide. Pengaruh dari DPG yaitu mempertahankan disosiasi antara oksigen dengan hemoglobin . total DPG dapat meningkat pada suatu keadaan hipoksia, pada keadaan ini dapat menyebabkan moksigen dilepaskan kejaringan. Karbonmonoksida berikatan dengan hemoglobin akan membentuk karbon monoksidahemoglobin (karboksihemoglobin). Daya afinitas hemoglobin pada oksigen sangat rendah jika dibandingkan dengan daya afinitasnya terhadap karbonmonoksida sehingga dapat menurunkan fungsi darag sebagai pengangkut oksigen. Heme merupakan struktur dari mioglobin yaitu merupakan suatu warna pengikat oksigen yang terdapat pada otot otot merah dan enzim rantai pernafasan sitokrom. Porfirin tidak sama dengan yang ditemukan didalam heme yang memainkan suatu perannya dalam patogenesis sejumlah penyakit metabolik. Terdapat dua keadaan pengoksidaan atom Fe iaitu +2 dan +3 (ion Fe 2+ dan Fe3+ masing-masing). Hemoglobin dalam keadan normal membawa ion Fe 2+, tetapi adakalanya ion ini dioksidakan kepada Fe3+. Hemoglobin yang membawa ion Fe3+ dipanggil methemoglobin. methemoglobin tidak mampu mengikat oksigen, jadi ion Fe3+ ini perlu diturunkan kepada Fe2+. Proses ini memerlukan NADH, iaitu sebuah koenzim pembawa hidrogen, dan dimangkin oleh enzim NADH cytochrome b5 reductase Terdapat beberapa jenis hemoglobin. Dalam darah manusia dewasa, hemoglobin yang paling banyak ialah hemoglobin A (HbA), yang terdiri daripada dua subunit dan dua subunit . Konfigurasi ini dinamai 22. Setiap subunit terdiri daripada 141 dan 146 molekul asid amino masing-masing. Fungsi atau peran serta hemoglobin dalam sel darah merah :

1.

Sebagai transpor oksigen menuju jaringan dan sebagai dapar oksigen jaringan, dalam hal ini bertanggung jawab dalam stabilisasi tekanan oksigen dalam jaringan. Efek daapar hemoglobin adalah dapat mempertahankan tekanan oksigen pada saat konsentrasi oksigen atmosfer berubah.

2.

Sebagai tranpor karbondioksida di dalan darah dai jaringan. Transpor karbondioksida lebih besar dilakukannya disbanding transpor oksigen. Orang normal memiliki rata rata 4 milimeter karbondioksida untuk ditranspor dari jaringan menuju paru dalam setiap desiliter darah.

3.

Hemoglobin berfungsi untuk menjaga asam dan basa dalam darah. Darah akan menjadi asam jika karbondioksida dalam bentuk ion karbonat lebih banyak ditranspor oleh hemoglobin.

4.

Hemoglobin berperan dalam memberikan warna merah pada sel darah merah melalui heme. Hemoglobin dilepaskan dengan cara eritrosit dihancurkan terlebih dahulu dan

kemudian setiap bentuk molekul hemoglobin (oksihemoglobin, deoksihemoglobin, methemoglobin dan karboksihemoglobin) dirubah menjadi bentuk yang stabil. Pengubahan hemoglobin menjadi sianmethemoglobin merupakan cara yang paling banyak digunakan dalam pengukuran kadar, sebab dalam hal ini reagens dan alat yang digunakan untuk mengukurnya dapat dikontrol terhadap suatu larutan standar yang stabil. Teknik pengencaransampel secara akurat dan pembuatan reagens serta kalibrasi instrument secara teliti merupakan salah sebagian keterbatasan dalam pengukuran kadar hemoglobin. Aras hemoglobin yang rendah merupakan satu keadaan yang dikenali sebagai anemik. Terdapat beberapa sebab berlakunya anemia. Sebab utama biasanya kehilangan darah (kecederaan teruk, pembedahan, pendarahan kanser kolon), kekurangan vitamin (besi, vitamin B12, folate), masalah sum-sum tulang (penggantian sum-sum tulang oleh barah, pemendaman oleh rawatan dadah chemotherapy, kegagalan ginjal, dan hemoglobin tidak normal (anemia sel sabit). Aras hemoglobin yang tinggi pula terdapat dikalangan mereka yang tinggal di kawasan tanah tinggi dan perokok. Pendehidratan menghasilkan kadar hemoglobin tinggi palsu yang hilang apabila kandungan air bertambah. Sebab lain adalah penyakit paru-

paru, sesetengah ketumbuhan, masalah sum-sum yang dikenali sebagai polycythemia rubra vera, dan penyalahgunaan hormon erythropoietin (Epogen) oleh ahli sukan bagi tujuan meningkatkan prestasi dalam acara sukan masing-masing. PENGAMBILAN DARAH KAPILER Alat : lanset steril & kapas bahan : alcohol 70% Cara kerja : 1. masase jari tangan [telunjuk, jari tengah, atau jari manis]. Desinfeksi dengan alcohol 70%, biarkan kering, jangan ditiup 2. lokasi penusukan ujung jari sebelah kiri/ kanan. Lakukan penusukan dengan lanset secara sekonyong-konyong, sedalam kurang lebih 2-3 mm sampai darah mengalir bebas 3. buang tiga tetesan pertama 4. mengambil sampel langsung dari jari 5. gunakan kapas untuk menghentikan darah sesudah pengambilan sampel selesai Catatan : bila melakukan penusukan kemungkinan akan mendapatkan kesulitan, bungkus dulu ujung jari dengan kain yang dicelupkan ke air hangat harus bekerja secara cepat agar darah tidak membeku bila penusukan lambat akan menyebabkan darah membeku sebagian dan akan menyebabkan hasil rendah palsu bila tusukan kurang dalam dan kemudian diperas-peras akan menyebabkan hasil rendah palsu tempat tusukan sianotik juga akan mempengaruhi hasil pemeriksaan

Pada pemeriksaan, praktikan melakukan pemeriksaan dengan cara pengambilan sample darah kapiler, yang fungsinya selain untuk pemeriksaan kadar hemoglobin darah, juga dapat untuk pemeriksaan gula darah dan hitung sel. Pemeriksaan dengan pengambilan darah kapiler [Finger pricks], memerlukan alat yang disebut lanset serta kapas, dan bahan yang diperlukan adalah alcohol 70% untuk antiseptic. Hal yang pertama

dilakukan adalah dengan masase jari yang akan diambil sample kapilernya [telunjuk, jari tengah, atau jari manis] hingga kemerahan, selanjutnya dioles kapas yang sudah diberi alcohol kemudian membiarkannya hingga alcohol kering, praktikan dilarang untuk meniup, hal ini ditujukan untuk memastikan kuman sudah mati. Setelah menentukan tempat penusukan lanset, kemudian lanset ditusukkan kira-kira sedalam 3 mm [dengan skala 5], dan membiarkan darah mulai keluar. Sebaiknya, tiga tetesan pertama darah tersebut dibuang, dan yang dipakai sebagai sample adalah tetesan yang keempat. Setelah sample darah diambil, jari kemudian ditutup kembali dengan kapas dan alcohol untuk menghindari infeksi dan menghentikan perdarahan. Yang perlu diperhatikan adalah metode pengambilan darah kapiler ini harus dilakukan cepat untuk menghindari terjadinya pembekuan darah. MEMBUAT PREPARAT DARAH APUS Alat : obyek glass yang bersih spreader/ penggeser pipet darah dan pengaduk bak pengecatan bak pengeringan timer gelas ukur giemsa larutan penyangga pH 6, atau dengan aquadest pH 6,4 methanol [90%] untuk fiksasi

Reagensia :

Cara kerja : 1. ambil obyek glass yang bersih, letakkan 1 tetes darah [tidak melebihi 2 mm] disisi kanan 2. sentuh tetesan darah dengan spreader darah akan melebar sepanjang spreader 3. dorong spreader ke arah kiri dengan sudut 5 derajat, keringkan 4. amati preparat baik bila :

tipis rata tidak terputus-putus ekor tidak robek bentuk seperti peluru

biarkan sediaan kering di udara, beri identitas di kepala dengan menggunakan lidi, pensil, label 5. fiksasi dengan methanol 90% selama 10 menit 6. buat larutan giemsa kerja dari Giemsa stock dan Buffer Sorensen dengan perbandingan 1 : 9 untuk Buffernya, buat setiap hari 7. preparat yang telah dicat digenangi larutan Giemsa selama 20 menit 8. bilaslah dengan air yang mengalir 9. keringkan di udara 10. setelah kering dapat diolesi lacquer Pada pemeriksaan hitung sel, praktikan harus membuat apusan darah terlebih dahulu. Alat yang diperlukan dalam pemeriksaan ini salah satunya adalah obyek glass. Obyek glass harus sudah dalam keadaan steril [dibersihkan dengan alcohol]. Selanjutnya, jari yang sudah ditusuk dengan lanset didekatkan ke obyek glass, dan darah [tiak melebihi 2 mm] diteteskan ke permukaan obyek glass di bagian samping kanan. Sentuh tetesan darah tersebut dengan spreader [dapat dengan obyek glass yang lain], caranya adalah disentuh sampai melebar, kemudian didorong ke tengah obyek glass dengan kemiringan spreader sekitar 45 derajat, dan diakhiri dengan membentuk ekor. Pada pemeriksaan hitung sel, praktikan dituntut untuk mengamati hasil preparat yang berupa ketebalan hasil preparat, rata atau tidaknya, terputus atau tidaknya, bentuk ekor, serta bentuk preparat secara keseluruhan [seharusnya seperti peluru]. Setelah sediaan kering di udara, sediaan diberi identitas pada bagian kepalanya dengan menggunakan lidi, pensil atau label. Selanjutnya sediaan difiksasi dengan cara menuangkan larutan methanol 90% selama 10 menit. Sembari menunggu selama 10 menit, praktikan membuat larutan Giemsa kerja, yang dibuat dari Giemsa stock dan buffer Sorensen dengan perbandingan 1 : 9 untuk buffernya. Setelah 10

menit, sediaan digenangi larutan Giemsa selama 20 menit. Selanjutnya, sediaan dibilas dengan air, dikeringkan di udara, dan diolesi lacquer. Perlakuan terakhir terhadap sediaan ini adalah dengan membaca preparat hapus darah tepi di bawah mikroskop, yang telah diset dengan pembesaran 100x. Preparat darah tepi dibagi menjadi beberapa zona, dan zona yang paling tepat untuk dilakukan pengamatan adalah zona III [thick zone]. Dalam pengamatan ini, praktikan dapat mengamati dan menghitung sel darah putih dan sel darah merah, serta komponenkomponen lainnya. APLIKASI KINIS A. KWASHIORKOR Kwashiorkor lebih banyak terdapat pada usia dua hingga tiga tahun yang sering terjadi pada anak terlambat menyapih sehingga komposisi gizi makanan tidak seimbang terutama dalam hal protein. Kwashiorkor dapat terjadi pada konsumsi energi yang cukup atau lebih. Gejalanya adalah pertumbuhan terhambat, otot otot berkurang dan melemah, edema, muka bulat seperti bulan (moonface) dan gangguan psikomotor. Edema terutama pada perut, kaki dan tangan marupakan ciri khas kwashiorkor dan kehadirannya erat berkaitan dengan albumin dalam serum. Anak apatis, tidak ada nafsu makan, tidak gembira dan suka merengek. Kulit mengalami depigmentasi, kering, bersisik, pecah pecah dan dermatosis. Luka sukar sembuh, rambut mengalami depigmentasi, menjadi kurus, kusam, halus, dan mudah rontok (rambut jagung). Hati membesar dan berlemak ; sering disertai anemia dan xefortalmia. Kwashiorkor pada orang dewasa jarang ditemukan. B. MARASMUS

Marasmus pada umumnya terjadi karena terlambat diberi makanan tambahan sering pada bayi, dua belas tahun pertama, Penyakit ini dapat terjadi karena penyapihan mendadak, formula pengganti ASI terlalu encer dan tidak higienis atau sering terkena infeksi terutama gastroenteritis. Penderita kekurangan semua jenis nutrient baik karbohidrat, protein maupun lemak. Marasmus berpengaruh jangka panjang terhadap mental dan fisik yang sukar diperbaiki. Gejalanya adalah pertumbuhan terhambat, lemak di bawah kulit berkurang serta otot otot berkurang dan melemah. Berat badan lebih banyak terpengaruh daripada ukuran kerangka, seperti panjang, lingkar kepala dan lingkar dada. Berkurangnya otot dan lemak dapat diketahui dari pengukuran lingkar lengan, lipatan kulit daerah bisep, trisep, skapula dan umbilikal. Anak apatis dan terlihat sudah tua. Marasmus sering disertai defisiensi vitamin terutama vitamin D dan vitamin A. Tidak ada edema kadang kadang terjadi perubahan pada kulit, rambut dan pembesaran hati. Anak sering kelihatan waspada dan lapar. Sering terjadi gastroenteritis yang diikuti oleh dehidrasi, infeksi saluran pernafasan, tuberkulosis, cacingan berat dan penyakit kronis lain. C. DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan salah satu jenis penyakit metabolic yang secara genetic dan klinis termsuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin. Pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak mampu mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat. Sehingga jika dilakukan pemeriksaan, kadar gula darah pasien akan lebih tinggi dari nilai normalnya. Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal, maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran kemih [poliuria] dan timbul rasa haus [polidipsia]. Karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien akan mengalami keseimbangan kalori negative dan berat badan berkurang meskipun nafsu makan tinggi. Rasa lapar

yang semakin tinggi [polifagia] timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien akan mudah mengeluh lemah Diabetes mellitus merupakan salah satu jenis penyakit metabolic yang secara genetic dan klinis termsuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin. Pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak mampu mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat. Sehingga jika dilakukan pemeriksaan, kadar gula darah pasien akan lebih tinggi dari nilai normalnya. Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal, maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran kemih [poliuria] dan timbul rasa haus [polidipsia]. Karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien akan mengalami keseimbangan kalori dan mengantuk. Pasien biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas di perifer terhadap insulin. Kadar insulin sendiri mungkin berkurang, normal, atau malahan tinggi, tetapi tidak memadai untuk mempertahankan glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen. Karena banyak diantara pasienpasien ini mnengalami obesitas, diduga bahwa asupan karbohidrat yang tinggi, banyaknya sel adipose, dan gangguan metabolisme glukosa intrasel merupakan penyebab berkurangnya kepekaan terhadap insulin. D. ANEMIA Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hb pada eritrosit sangat rendah dibandingkan dengan nilai normal. Gejala umum yang ditimbulkan pada anemia adalh cepat lelah,takikardi (denyut jantung cepat), palpitasi dan takipnea pada latihan fisik. Adapun beberapa macam anemia diantaranya adalah : a. Anemia mikrositik hipokrom Anemia ini dibagi menjadi dua jenis yaitu anemia defisiensi besi dan anemia penyakit kronik. Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oelh asupan yang kurang, penyerapan Fe yang terhambat, infeksi kronis (kompetisi bakteri patogen), masa pertumbuhan dan kehamilan. Sedangkan anemia penyakit kronik dapat disebabkan oleh kurangnya makanan dalam jangka panjang, sehingga dapat mengganggu pembentukan sel darah merah terutama biosentesis hemoglobin.

b. Anemia makrositik Anemia jenis makrositikini dibagi menjadi dua, yaitu anemia defisiensi folat dan B12. Defisiensi folat dikarenakan metilasi DNA pada waktu proses mitosis menjadi terlambat. Keadaan ini disebabkan karena asupan yang kurang, kehamilan dan masa pertumbuhan. Defisiensi vitaminB 12 diakibatkan karena infestasi cacing pita dan sebab intrinsik karena bawaan dan pada diet rendah makanan hewani yang telah lama. c. Anemia karena pendarahan Jenis anemia ini dikarenakan perdarahan besar dan kecil termasuk infestasi cacing. E. ANEMIA APLASTIK Anemia aplastik merupakan suatu gangguan pada sel-sel induk di sumsum tulang yang pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Secara morfologis SDM terlihat normositik dan normokromik, jumlah retikulosit rendah atau tidak ada, dan biopsy sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut pungsi kering dengan hipoplasia nyata dan pengganian dengan jaringan lemak. Anemia aplastik dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit sekunder dan hal-hal lain meliputi SLE ; agen antineoplastik atau sitotoksik ; terapi radiasi ; antibiotic tertentu ; berbagai obat seperti antikonvulsan, obat tiroid, senyawa emas, dan fenilbutazon ; zat-zat kimia seperti benzene, pelarut organic, dan insektisida ; penyakit virus seperti mononucleosis infeksiosa dan HIV ; dan sebagainya. F. PEMERIKSAAN GULA DARAH SEWAKTU memiliki cara kerja yang sama yaitu dengan finger pricks. Setelah dilakukan penusukan dengan lanset, tetesan darah yang pertama dibuang, kemudian tetesan darah yang kedua langsung ditetesakan atau ditampung di alat pembaca gula darah digital, dan ditunggu higgga alat tersebut menunjukkan angka. Selanjutnya, setelah diperoleh angka, praktikan mencatat hasilnya untuk dilaporkan. Aplikasi Klinis DIABETES MELLITUS

Diabetes mellitus merupakan salah satu jenis penyakit metabolic

yang

secara

genetic dan klinis termsuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin. Pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak mampu mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat. Sehingga jika dilakukan pemeriksaan, kadar gula darah pasien akan lebih tinggi dari nilai normalnya. Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal, maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran kemih [poliuria] dan timbul rasa haus [polidipsia]. Karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien akan mengalami keseimbangan kalori negative dan berat badan berkurang meskipun nafsu makan tinggi. Rasa lapar yang semakin tinggi [polifagia] timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien akan mudah mengeluh lemah dan mengantuk. Pasien biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas di perifer terhadap insulin. Kadar insulin sendiri mungkin berkurang, normal, atau malahan tinggi, tetapi tidak memadai untuk mempertahankan glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen. Karena banyak diantara pasien-pasien ini mnengalami obesitas, diduga bahwa asupan karbohidrat yang tinggi, banyaknya sel adipose, dan gangguan metabolisme glukosa intrasel merupakan penyebab berkurangnya kepekaan terhadap insulin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier, Sunita.Protein. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2003.78,100-2. 2. Mitcheel, Campbell Reece.Protein- Perkakas Molekuler Sel. Biologi.Jakarta: Erlangga,2002.73-4 3. Robert K. Murray, Daryl K Granner, dkk. Protein: Struktur dan Fungsi.. Metabolisme Karbohidrat. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta : EGC. 2003.45 4. Almatsier, Sunita. Protein. Dalam: Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006; 51-3. 5. Sylvia A. Price. 2006. Patofisiologi volume 1. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC. 6. A.V.Hoffbrand, dkk. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC 7. Downloaded from www.nejm.org on [ December 1, 2008 ] . Laboratory Reference Values. Values Copyright 2004 Massachusetts Medical Society. All rights reserved. 8. Downloaded from www.nejm.org on [ December 1, 2008 ] . Microscopic Hematuria. Copyright 2003 Massachusetts Medical Society. All rights reserved.
9.

Downloaded from www.nejm.org on [ December 1, 2008 ] . Intensive Blood Glucose Control and Vascular. Outcomes in Patients with Type 2 DiabetesCopyright 2008 Massachusetts Medical Society. All rights reserved.

Anda mungkin juga menyukai