Anda di halaman 1dari 36

PRESENTASI KASUS

LEPTOSPIROSIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul

Dosen Pembimbing dr.Warih Tjahjono, Sp.PD

Disusun oleh Resanov Ade Rahmanda 20070310198

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

LEPTOSPIROSIS

Disusun oleh Resanov Ade Rahmanda 2007.031.0198

Telah disetujui dan dipresentasikan Pada Tanggal Januari 2012

Dokter Pembimbing

dr.Warih Tjahjono, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Tanggal Masuk Tanggal Keluar Nomor RM : Bp. M : 55 Tahun : Laki-laki : Kweni P Harjo Sewon Bantul : Petani : 21-01-2012 : 28-01-2012 : 46.06.64

II.

ANAMNESIS A. Keluhan Utama mengigil. B. Keluhan Tambahan : mual (+), muntah (-), perut terasa : OS panas sejak 7 hari yll disertai

penuh, lidah terasa pahit, pusing cekat-cekot, betis terasa sakit, panas terasa di sore hari, BAB terakhir 2x cair, BAK: urin dirasa sedikit dan warnanya seperti teh. C. Riwayat Penyakit Sekarang : Tujuh hari SMRS OS mengeluh panas mendadak tinggi disertai

menggigil, panas terasa di sore hari, mual (+), muntah (+), muntahan berupa caian kuning, perut terasa penuh (+), pusing cekot-cekot diseluruh kepala (+). Betis terasa sakit, terutama dari posisi jongkok ke berdiri, pinggang juga terasa sakit (+), lidah terasa pahit. HMRS OS datang sadar ke IGD dengan keluhan utama demam mengigil, (T 39,0C), disertai sakit kepala cekot-cekot, dan dengkul terasa sakit. Pasien juga mengeluh badannya menguning. HMRS (setelah mendapat terapi UGD), OS masih mengeluh panas, mual (+), muntah (+), nyeri di ulu hati, pusing cekot-cekot, dan dengkul kanan/kiri terasa nyeri. BAB terakhir 2x cair lendir/darah (-), BAK: urin dirasa sedikit, warna seperti teh

OS bekerja sebagai petani di sawah dan OS tinggal di pinggir sungai serta seminggu yang lalu rumahnya kebanjiran dan banyak sampah bekas banjir di sekitar rumahnya. D. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengalami sakit yang sama. Riwayat operasi tidak ada. Riwayat alergi, asma disangkal. Riwayat sesak nafas, batuk lama tidak ada. Riwayat penyakit gula/DM disangkal. Riwayat penyakit ginjal disangkal. Riwayat Hipertensi di sangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal.

E. Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat penyakit gula/DM disangkal. Riwayat penyakit ginjal disangkal. Riwayat Hipertensi di sangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal.

III.

PEMERIKSAAN KLINIS A. Keadaan Umum B. Kesadaran C. Vital Sign : Sedang : Compos Mentis : TD Nadi RR = 160/70 mmHg = 82 x/menit = 28 x/menit

Suhu = 39.0 D. Status Generalis 1. Pemeriksaan Kepala Bentuk Kepala : mesochepal, simetris Rambut Mata : hitam, tidak mudah dicabut. : Palpebra: edem (-/-), Konjunctiva :

anemis (-/-), Konjunctiva Suffusion (+/+), Sklera Ikterik (+/+), Pupil: reflek cahaya (+/+), isokhor.

Telinga

: simetris, , Deformitas (-/-), tidak ada cairan

yang keluar, tidak ada kelainan bentuk.. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), discharge (-/-),

deviasi septum (-/-). Mulut dan Faring: bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), tremor (-), tonsil membesar (-). 2. Pemeriksaan Leher : sikatrik (-), perbesaran kelenjar

tiroid (-), perbesaran kelenjar limfonodi (-). JVP tidak meningkat. 3. Pemeriksaan Dada Paru-paru Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi :

intercosta (-), bekas luka (-), tidak tampak kelainan kulit. Palpasi Perkusi : vokal premitus (+/+), nyeri tekan (-). : sonor seluruh lapangan paru-paru.

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), tidak ada suara tambahan wheezing (-/-), ronki basah (-/-).

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : ictus cordis tidak tampak. : ictus cordis teraba di SIC V LMC. : batas jantung Kanan atas Kanan bawah Kiri atas Kiri bawah SIC II LPS dextra SIC IV LPS dextra SIC II LMC sinistra SIC V LMC sinistra

Aukultasi : S1 > S2, S1 S2 reguler, bising jantung (-), gallop (-)

4.

Pemeriksaan Abdomen Inspeksi : perut datar, jejas/bekas luka (-), simetris

(+), tidak tampak kelainan kulit, tidak tampak massa, darm contour (-), darm steifung (-).

Auskultasi Perkusi Palpasi teraba,

: peristaltik (+) normal, metalic sound (-). : tymphani, undulasi (-), pekak beralihh (-). : supel, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak

5.

+ -

+ -

Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas atas : edem (-/-), akral hangat (+/+)

Ekstremitas bawah : edem (-/-), akral hangat (+/+), gastrocnemius pain (+/+). Kulit : ptekiae (-), ekimosis (-), ruam

kemerahan (-), ikterik (-)

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 21 Januari 2012 adalah sebagai berikut: Parameter Darah lengkap Hb AL (angka leukosit) AE (Angka Eritrosit) AT (Angka Tromosit) HMT (Hematokrit) Hitung jenis leukosit Eosinofil Basofil Batang Segmen Limfosit Monosit 0% 0% 0% 92 % 5% 3% 2-4 0-1 2-5 52-67 20-35 4-8 11.5 gr% 34.6 ribu/ul 3.87 juta/ul 76 ribuu/ul 34 % L:13-17, P:12-16 Dws: 4-10, Ank: 9-12 L:4,.5-5.5, P:4.0-5.0 150-450 L:42-52, P:36-46 Hasil Nilai normal

IgG dan IgM Leptospira IgG IgM SGOT SGPT Ureum darah Kreatinin darah Negatif Positif 68 95 311 mg/dl 7.96 mg/dl Negatif Negatif L:<37 P:<31 L:<41 P:<31 17-43 L:0.9-1.3, P:0.66-1.1

B. Pemeriksaan AT/HMT tiap 24 jam Tgl AT HMT 18/01 19/01 20/01 127 37.4 86 32 80 38 21/01 76 34 22/01 90 34.6 23/01 116 36 24/01 204 31.9 25/01 26/01 235 31.8 250 32

C. Pemeriksaan Radiologi Rontgen thorax USG : : Paru dan Cor Dalam Batas Normal -

V.

RESUME 1. Anamnesis Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat diambil beberapa kesimpulan yang penting antara lain: laki-laki usia 43 tahun datang sadar dengan keluhan demam sejak kamis sore (H-7), mengigil, disertai sakit kepala cekot-cekot, mual, perut terasa penuh dan mulas, betis terasa sakit terutama dari posisi jongkok ke berdiri. BAB cair 2x hari ini, lendir/darah disangkal, warna kecoklatan. BAK, urin dirasa sedikit. Pasien bekerja disawah dan di sekitar rumah baru kebanjiran seminggu yang lalu. Riwayat hipertensi, diabetes melitus, dan nyeri dada disangkal. 2. Pemeriksaan Fisik Vital sign: TD = 160/70 mmHg

Nadi = 82 x/menit RR = 28 x/menit

Suhu = 39.0 Kesadaran: Composmentis. Pemeriksaan fisik : Mata = Konjungtiva suffusion (+/+), sklera ikterik (-/-), Leher (Palpasi) = Lnn tak teraba, Paru (auskultasi) = Ronkhi Basah Basal (-/-), Abdomen = Nyeri tekan (+) di daerah epigastrium, hepar/lien tak teraba, Ekstremitas = Nyeri gastrocnemius (+/+).

3. Pemeriksaan Penunjang a. Hasil laboratorium (18/01/2012 24/01/2012) Tgl AT HMT 18/01 19/01 20/01 127 37.4 86 32 80 38 21/01 76 34 22/01 90 34.6 23/01 116 36 24/01 204 31.9 25/01 26/01

Segmen Ureum Darah Kreatinin Darah

86 % 237 mg/dL 4.87 mg/dL

51-67% 17-43 L=0.9-1.3, P=0.6-1.1

b. IgG dan IgM anti leptospira (18/01/2012) IgM anti leptospira = (+) IgG anti leptospira = (-)

VI.

DAFTAR PERMASALAHAN Demam Nyeri kepala Nyeri otot Penurunan angka trombosit Peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah IgM antileptospira (+)

VII.

DIAGNOSA KERJA A. Diagnosa Kerja Leptospirosis Shock Septic B. Diagnosa Banding Dengue Fever Demam typhoid Insuffisiensi Renal

VIII.

TERAPI Infus Nacl 20 tpm Ij Ceftriaxon 1 gr/12 jam Ij PPC 4x 2jt unit /24 jam (4 hari) HP Pro 3x1 Ij Ranitidin 2x1 Ij Ceftazidin 1gr/12 jam Ij Diazepam 0.5 Amp Ij Dexamethason 1 Amp

IX.

LEMBAR EVALUASI PASIEN

(1) Rabu, 20 Januari 2012 Pukul 22.30 Subjektif Objektif Assessment Planning

OS datang dari IGD KU= dengan keluhan composmentis.

lemah, - Obs. Febris H- 7, - Inf RL 10 tpm dengan trombositopenia - Ij 1gr/12j Ranitidin Ceftriaxon

utama panas 4 hari TD = 110/80 mmHg yll, disertai cekot-cekot, menggigil, T:= 37C pusing N = 80 x/menit mual R = 20x/menit

dan insuffisiensi - Ij renal. DD: 1A/12j

- Ij Metoclorpramid 1A/8j - Paracetamol 3x1

(+) dan muntah (-). Kepala = C.A (-/-), S.I - Leptospirosis Panas tinggi. mendadak (-/-), Conj. Suffusion - DF/DHF (+/+).

Keluhan

lain: Leher = Lnn ttb. PL vesikuler = AT/HMT

dengkul terasa sakit, Thorax = terutama saat Pulmo:

/12jam

jongkok ke berdiri dan pinggang terasa pegal. Perut terasa penuh. BAB cair, 2x hari ini, kecoklatan, lendir/darah (-). BAK, jumah urin dirasakan oleh pasien. RPD: HT (-), DM (), sesak nafas (-/-). Riwayat OS sebagai petani di sawah. sedikit warna

(+/+), ronkhi basah (-/), Cor: S1>S2 reguler. Abdomen peristaltik Hepar/Lien ttb. NT(+) + + = supel, (+),

Ekstremitas = hangat (+), udem (-). Lab = AT=125, Hmt=36,7 Ureum= 84 Kreatinin= 3,37

(2) Kamis, 19 Januari 2012 Pukul 09.00 Subjektif Objektif Assessment Planning

OS masih mengeluh KU= panas dingin (+) composmentis.

lemah, - Obs. Febris H- 5, -Infus Nacl 20 tpm dengan trombositopenia -Ij Ceftriaxon 1

dan pusing cekot- TD = 100/60 mmHg cekot (+), mual (+) T:= 38.3C dan muntah (+). N = 80 x/menit

gr/12 jam

dan insuffisiensi - Ij PPC 4x 2jt unit renal. DD: /24 jam (4 hari) -HP Pro 3x1 -Ij Ranitidin 2x1

Muntah 3x, berisi R = 24x/menit cairan kekuningan.

Kepala = C.A (-/-), S.I - Leptospirosis

Lutut masih sakit (-/-), Conj. Suffusion - DF/DHF dan terasa pegal. (+/+). PL = AT/HMT

BAB masih diare, Leher = Lnn ttb.

10

3x,

cair,

warna Thorax = Pulmo: vesikuler

/12jam

coklat, lendir/darah (-) BAK, jumah urin dirasakan masih

(+/+), ronkhi basah (-/), Cor: S1>S2 reguler. Abdomen peristaltik Hepar/Lien ttb. NT(+) + = = supel, (+),

sedikit oleh pasien.

Ekstremitas hangat(+), udem(-). Rumple leed test (-) Lab = P: AT=112, Hmt=36 S: AT=100, Hmt=35

(3) Jumat, 20 Januari 2012 Pukul 09.00 Subjektif Objektif Assessment Planning

OS masih mengeluh KU= panas dingin (+) composmentis.

sedang, - Obs. Febris H- 6, -Infus Nacl 20 tpm dengan trombositopenia -Ij Ceftriaxon 1

dan pusing cekot- TD = 100/60 mmHg cekot, mual (+) dan T:= 37C muntah (-). Lutut N = 68 x/menit masih sakit dan R = 24x/menit Kepala = C.A (-/-), S.I

gr/12 jam

dan insuffisiensi - Ij PPC 4x 2jt unit renal. (bebas H-1) /24 jam (4 hari) demam -HP Pro 3x1 -Ij Ranitidin 2x1

terasa pegal.

BAB sudah tidak (-/-), Conj. Suffusion - Susp. diare (-), kemarin (+/+). BAB 2x warna biasa. lembek, Leher = Lnn ttb. Thorax = Leptospirosis PL = AT/HMT

/12jam

11

BAK, dirasa sudah kembali biasa

Pulmo:

vesikuler

(+/+), RB (-/-), Cor: S1>S2 reguler. Abdomen peristaltik Hepar/Lien ttb. NT(+) + = = supel, (+),

Ekstremitas hangat(+), udem(-). Lab = P: AT=100, Hmt=37 S: AT=98, Hmt=35

(4) Sabtu, 21 Januari 2012 Pukul 09.00 Subjektif Objektif (), composmentis Assessment Planning

OS merasa panas KU= berkurang

sedang, - Obs. Febris H- 7, -Infus Nacl 20 tpm dengan trombositopenia -Ij Ceftriaxon 1

masih pusing cekot- TD = 120/70 mmHg cekot, mual (+) dan T:= 36.6C muntah (+). Muntah N = 72 x/menit 1x, berisi cairan R = 24 x/menit kekuningan. Setelah Kepala = C.A (-/-), S.I muntah (+/+).

gr/12 jam

dan insuffisiensi - Ij PPC 4x 2jt unit renal. (bebas H-2) /24 jam (4 hari) demam -HP Pro 3x1 -Ij Ranitidin 2x1

keluar (-/-), Conj. Suffusion - Leptospirosis PL = AT/HMT

keringat dingin.

Lutut masih sakit Leher = Lnn ttb. dan terasa pegal tapi Thorax = sudah (). OS mengeluh batuk berkurang Pulmo: vesikuler

/12jam - Balance cairan

(+/+), RB (-/-), Cor: S1>S2 reguler.

12

sejak tadi shubuh sesekali, dahak (-). BAB dan BAK sudah

Abdomen peristaltik

supel, (+),

Hepar/Lien ttb. NT(+) + =

dirasakan

biasa (normal) oleh pasien.

Ekstremitas hangat(+), udem(-). Lab = P: AT=80, Hmt=32 S: AT=84, Hmt=33

- IgM leptospira (+) - IgG leptopira (-)

(5) Minggu, 22 Januari 2012 Pukul 09.00 Subjektif Objektif Assessment Planning

- Obs. Febris H- 8, -Infus Nacl 20 tpm dengan trombositopenia -Ij Ceftriaxon 1

gr/12 jam

dan insuffisiensi - Ceftazidin 1gr/12 renal. (bebas H-3) - Leptospirosis jam demam -HP Pro 3x1 -Ij Ranitidin 2x1 Diazepam 0.5

Amp - Ij dexamethason 1 Amp

PL

AT/HMT

/12jam

13

(6) Senin , 23 Januari 2012 Pukul 09.00 Subjektif OS panas sudah (-), Objektif tidak KU= tidak composmentis Assessment Planning

sedang, - Obs. Febris H- 9, -Infus Nacl 20 tpm dengan trombositopenia -Ij Ceftriaxon 1

pusing cekot-cekot TD = 130/70 mmHg (-), mual (+) dan T:= 36.3C muntah (-). N = 68 x/menit

gr/12 jam

dan insuffisiensi - Ceftazidin 1gr/12 renal. (bebas H-4) jam demam -HP Pro 3x1 -Ij Ranitidin 2x1 Diazepam 0.5

Badan terasa lemas, R = 20 x/menit nafsu makan sudah Kepala = C.A (-/-), S.I dirasakan

seperti (-/-), Conj. Suffusion - Leptospirosis (-/-).

biasa, batuk (-). berkurang (). BAB dan BAK

Amp - Ij dexamethason 1 Amp vesikuler

Nyeri lutut sudah Leher = Lnn ttb. Thorax = Pulmo:

biasa (normal).

(+/+), RB (-/-), Cor: S1>S2 reguler. Abdomen peristaltik Hepar/Lien ttb. NT(-) = = supel, (+), PL = AT/HMT

/12jam

Ekstremitas hangat(+), udem(-). Lab = P: AT=86, Hmt=32

Balance cairan = 0 (seimbang), urin

14

output

jam

11.00-

08.00 (21) = 1500 ml.

(7) Selasa, 24 Januari 2012 Pukul 09.00 Subjektif Objektif Assessment Planning

OS sudah merasa KU= membaik, tidak ada composmentis

sedang, - Obs. Febris H- - Inf RL 10 tpm 10, dengan - Ij 1gr/12j Ranitidin Ceftriaxon

keluhan, panas (-), TD = 140/80 mmHg pusing cekot-cekot T:= 36.7 C (-), mual (-) dan N = 72 x/menit muntah (-). R = 20 x/menit

trombositopenia

dan insuffisiensi - Ij renal. (bebas H-5) 1A/12j

demam - Ij Metoclorpramid 1A/8j - Paracetamol 3x1 - Antasyd syr 3xC1

Nafsu makan sudah Kepala = C.A (-/-), S.I dirasakan biasa, nyeri

seperti (-/-), Conj. Suffusion - Leptospirosis (-), (-/-). sudah Leher = Lnn ttb. Thorax = BAK Pulmo: vesikuler

batuk lutut

berkurang (-). BAB dan

PL

AT/HMT

/12jam

biasa (lancar).

(+/+), RB (-/-), Cor: S1>S2 reguler. Abdomen peristaltik Hepar/Lien ttb. NT(-) = = supel, (+),

Ekstremitas hangat(+), udem(-). Lab = P: AT=194, Hmt=35 S: AT=198, Hmt=30

15

(8) Rabu 25 Januari 2012 Pukul 09.00 Subjektif Objektif Assessment Planning

OS sudah merasa KU= membaik, tidak ada composmentis

baik, - Obs. Febris H- - Inf RL 10 tpm 11, dengan - Ij 1gr/12j Ranitidin Ceftriaxon

keluhan, panas (-), TD = 140/70 mmHg pusing cekot-cekot T:= 36.4 C (-), mual (-) dan N = 72 x/menit muntah (-). R = 20 x/menit

trombositopenia

dan insuffisiensi - Ij renal. (bebas H-6) 1A/12j

demam - Ij Metoclorpramid 1A/8j - Paracetamol 3x1 - Antasyd syr 3xC1

Nafsu makan baik, Kepala = C.A (-/-), S.I

batuk (-), nyeri lutut (-/-), Conj. Suffusion - Leptospirosis (-), BAB dan BAK (-/-). biasa (lancar). Leher = Lnn ttb. Thorax = Pulmo: vesikuler

PL = BLPL - Cek ureum /

(+/+), RB (-/-), Cor: S1>S2 reguler. Abdomen peristaltik Hepar/Lien ttb. NT(-) = = supel, (+),

kreatinin dulu.

Obat Pulang: - Amoxicillin 3x1 - Ranitidin tab 2x1 - Paracetamol 3x1 - Antasyd 3xC1. syr

Ekstremitas hangat(+), udem(-). Lab = P: AT=212, Hmt=34 Ureum= 42 Kreatinin= 1,48

16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosi yang disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. (zein,2006) Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh

spirochaeta dari genus Leptospira. B. Etiologi Leptospirosis disebabkan bakteri berbentuk spiral genus Leptospira, famili leptospraceae dan ordo spirochaetales. Spirochaeta bebentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan anaerob. Genus Leptispira terdiri dari 2 species yaitu L interogans yang patogen dan L biflexa bersifat saprofitik. (Judarwanto,2009)

Gambar 1: Leptospira

17

Ciri

khas

organisme

ini

yaitu

berbelit,tipis,fleksibel,

panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 um. Salah satu ujung organisme sering membengkak, membentuk suatu kait. Spirochaeta ini demikian halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa dapat dilihat morfologi lepstospira secara umum. Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Dengan medium Fletchers dapat tumbuh dengan baik secara obligat aerob. (zein,2006) Menurut beberapa peneliti, yang sering menginfeksi manusia ialah L icterohaemorhagiae dengan reservoir tikus. L canicola dengan reservoir anjing, dan L pomona dengan reservoir sapi dan babi. (zein, 2006) C. Epidemiologi Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, di semua benua kecuali benua antartika, namun terbanyak di daerah tropis (Zein,2006). Penyakit ini dikenal pertama kali sebagai penyakit

occupational pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis 4 penderita penyakit kuning berat, desiertai demam, perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan

18

Inada mengidentifikasikan penyakit ini di Jepang pada tahun 1916. (Judarwanto, 2009) Penyakit ini dapat menyerang semua usia, sebagian besar 1039 tahun, pada laki-laki usia pertengahan. Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian besar saat musim hujan, di negara barat terjadi pada saat akhir musim panas atau awal musim gugur karena tanah lembab dan alkalis. (Judarwanto, 2009) Angka kejadian Leptospirosis sebenarnya sulit diketahui. Kasus leptospirosis umumnya underdiagnosed, unreported dan

underreported karena beberapa kasus asimtomatis atau bergejala ringan, self limited, salah diagnosis dan non fatal. Di Amerika Serikat tercatat 50 sampai 150 kasus leptospirosis setiap tahun. Sekitar 50% terjadi di Hawaii. Di Indonesia penyakit ini sudah sering dilaporkan di daerah Jawa Tengah seperti Klaten, Demak atau Boyolali. Beberapa tahun terakhir juga dilaporkan di daerah banjir seperti Jakarta dan tangerang. Bakteri Leptospira juga banyak berkembang biak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan kalimantan. (Judarwanto, 2009) Berdasarkan data dinas kesehatan kabupaten bantul, kasus leptospirosis tahun 2009 tercatat 9 kasus, satu orang diantaranya meninggal dunia. Penyakit yang banyak ditularkan lewat air kencing tikus ini banyak menyerang warga di kecamatan Sedayu dan Sewon. (Prihtiyani,2010)

19

D. Penularan Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air atau tanah,lumpur yang terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Air yang tergenan atau air mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ni, bahkan air deraspun dapat berperan. Kadangkadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira.

Resiko penularan Leptospira Kelompok Pekerjaan Petani dan peternak Kelompok aktifitas Berenang di sungai Kelompok Lingkungan Anjing piaraan Ternak Genagan air hujan Lingkungan tikus banjir

Tukang potong hewan Bersampan Penangkap hewan Dokter hewan Penebang kayu Pekerja selokan Pekerja perkebunan Tabel 1: Resiko Penularan Leptospira Kemping Berburu Kegiatan di hutan

20

Gambar 3: Penularan Leptospirosis

E. Patogenesis Di Indonesia, Penularan paling sering melalui tikus. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Bisa juga melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi urine tikus yang terinfeksi Leptospira. Kuman Leptospira masuk kedalam tubuh penjamu melalui luka iris/ luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osofagus, bronkhus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minuman air yang terkontaminasi. Meski jarang ditemukan, leptospirosis pernah dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air, saar banjir. Kuman

21

Leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sisitem kekebalan dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari infeksi. Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari ke 4 sampai 10 perjalanan penyakit. Kuman Leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil sehingga menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas kuman leptospira yang paling penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selluler. Lipopolysakarida (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlengketan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi aggregasi trombosit disertai trombositopenia. Kuman leptospira

mempunyai fospolipase yaitu hemolisin yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang mengandung fosfolipid. Beberapa strain serovar Pomona dan Copenhageni mengeluarkan protein sitotoksin. In vivo, toksin ini mengakibatkan perubahan histopatologik berupa infiltrasi makrofag dan sel polimorfonuklear. Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstisium, tubulus ginjal, dan lumen tubulus. Pada lemptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Ikterik disebabkan oleh kerusakan selsel hati yang ringan, pelepasan billirubin darah dari jaringan yang

22

mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangnya sekresi bilirubin. Conjungtival suffusion khususnya perikorneal terjadi karenan dilatasi pembuluh darah, kelainan ini sering dijumpai pada patognomonik pada stadium dini. Komplikasi lain berupa uveitis, iritis dan iridosiklitis yang sering disertai kekeruhan vitreus dan lentikuler. Keberadaan kuman leptospira di aqueous humor kadang menimbulkan uveitis kronik berulang. Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikuloendotelial serta mekanisme pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang dengan meningkatnya kadar antibodi spesifik dalam darah. Kuman leptospira akan dieliminasi dari semua organ kecuali mata, tubulus proksimal ginjal, dan mungkin otak dmana kuman leptospira dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan. Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis : invasi bakteri langsung, factor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi. Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada

23

beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histiologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile. Selain di ginjal leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk kedalam cairan serebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi

leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ : 1. Ginjal Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal. 2. Hati Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-

24

kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim. 3. Jantung Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endokarditis. 4. Otot rangka Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot. 5. Mata Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia dan bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan uveitis. 6. Pembuluh darah Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit

25

7. Susunan saraf pusat Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibody, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola. 8. Weil Disease Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe kontinua. Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab weil disease adalah serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotype copanhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic, atau disfungsi vascular.

F. Gambaran Klinis Manifestasi klinis dengan masa inkubasi berkisar antara 7-12 hari dengan rerata 10 hari. Menurut tingkat keparahan penyakit, leptospirosis dibagi menjadi ringan dan berat, tetapi untuk pendekatan diagnosis klinis dan penanganannya, para ahli membagi menjadi leptospirosis anikterik dan leptospirosis ikterik. (WHO,2006)

26

Leptospirosis anikterik: Manifrstasi klinis sebagian besar leptospirosis adalah anikterik, diperkirakan mencapai 905 dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat. Bila ditemukan satu kasus leptospirosis berat, diperkirakan 10 kasus leptospirosis anikterik atau ringan. Perjalanan penyakit leptospirosis anikterik maupun yang ikteriks umumnya leptospira bifasik karena mempunyai dua fase yaitu fase leptospiremia atau fase septicemia dan fase imun, yang dipisahkan oleh periode asimtomatik. (WHO,2006) Demam ringan atau tinggi yang umumnya bersifat remiten,nyeri kepala, menggigil, myalgia, mual, muntah dan anoreksia. Nyeri kepala dapat dirasakan berat mirip yang terjadi pada infeksi dengue disertai nyeri retroorbital dan fotopobia. Nyeri otot terutama di daerah betis sehingga pasien sukar berjalan, punggung dan juga paha. Nyeri ini diduga akibat kerusakan otot sehingga kreatinin fosfokinase akan meningkat dan emeriksaan kreatinin fosfokinase dapat membantu diagnosis klinis leptospirosis. Adanya conjungtival suffusion dan nyeri tekan di daerah betis. Limfodenopati, splenomegaly, heptatomegli dan ruam makulopapular dapat ditemukan meskipun jarang. Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat dijumpai pada pasien leptospirosis anikterik maupun ikterik. Manifestasi linis terpenting leptospirosis anikterik adalah

meningitis leptospiraaseptik yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis. Pleiositosis pada carian serebrospinal ditemukan pada 80 %

27

pasien, meskipun 50 % yang menunjukkan tanda dan gejala klinik meningitis aseptic. Leptospirosis ikterik Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten dan fase imun menajdi tidak jeals atau nampak tumpang tindih dengan fase septikimia. Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis srovar dan jumlah kuman leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan memperoleh terapi yang tepat. Pasien tidak mengalami keruskaan hepatoseluler, bilirubin meningkat, kadar enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat. Fungsi hati pada lepstospirosis merefleksikan leptospirosis sebagai penyakit mutisistem. Leptospirosis sering menyebabkan gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan yang merupakan gambaran khas penyakit weil. Ada dua fase pada leptospira yaitu : 1. Fase Leptospiremia Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis, dan pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga didapati, mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaaan sakit berat, bradikardi relative, dan ikterus (50%). Pada hari ke

28

3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk macular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaaan sakit yang lebih berat, demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selam 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun. 2. Fase imun Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibody, dapat timbul demam yang mencapai suhu 400C disertai mengigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut dan otototot kaki terutama betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, petechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan yang paling sering. Conjungtiva injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk leptospirosis. Terjadinya meningitis merupakan tanda fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan tanda meningitis, tetapi pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-tanda meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya menghilang setelah 1- 2 hari. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai dalam urin.

29

G. Pemeriksaan 1. Anamnesa Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis penderita harus jeals karenan berhubungan dengan lingkungan pasien. Identitas pasien ditanyakan; nama, umur, tempat tinggal, jenis pekerjaan, dan jangan lupa menanyakan hewan peliharaan mapun hewan liar di lingkungannya, karenan berhubungan dengan leptospirosis. 2. Pemeriksaan Fisik Gejala klinis menonjol yaitu ikterik, demam, myalgia, nyeri sendi serta conjungtival suffusion. Conjungtival suffusion dan myalgia merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan. Myalgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat dan hiperestesi kulit. 3. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan darah Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis, normal atau menurun, hitung jenis leukosit, terdapat peningkatan jumlah netrofil. Leukosit dapat mencapai 26.000 per mm3 darah pada keadaan anikterik. MOrfologi darah tepi terlihat mielosit yanag menandakan gambaran pergeseran ke kiri. Trombositopenia ringan 80.000 per mm3 sampai 150.000 per mm3 darah terjadi pada 50 % pasien dan berhubung dengan gagal

30

ginjal, dan petanda penyakit berat jika hitung trombositnyansangat rendah yaitu 5000 per mm3 darah. Laju endap darah meninggi dan pada kasus berat ditemui anemia hipokrom mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi pada stadium lanjut perjalanan penyakit. b. Pemeriksaan Fungsi Ginjal Pada pemeriksaan urin terdapat albuminuria dan peningkatan silinder (hialin, granuler ataupun seluler) pada fase dini kemudian menghilang dengan cepat. Pada keadaan berat terdapat pula bilirubinuria, yang dapat mecapai 1gr/hari dengan disertai piuria dan hematuria. Gagal ginjal kemungkinan besar akan dialamimsemua pasien ikterik. Ureum darah dapat dipakai sebagai salah satu factor prognostic, makin tinggi kadarnya makin jelek prognosa. Peningkatan ureum sampai di atas 400mg/dL. Proses perjalanan gagal ginjal berlangsung progresif dan selang 3 hari kemudian akan terjadi anuri total. c. Pemeriksaan Fungsi hati Pada umumnya fungsi hati normal jika pada pasien tidak ada gejala ikteik. Ikterik disebabkan karena bilirubin direk meningkat. Gangguan fungsi hati ditunjukkan adanya peningkatan serum transaminase SGOT dan serum glutamic pyruvate transaminase SGPT. Kerusakan jaringan otot ,emyebabkan kreatinin fosfokinase juga meningkat. Peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata mencapai 5 kali nilai normal.

31

H. Diagnosis Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, syndrome syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diathesis hemoragik, bahkan beberapa kasus datang sebagai pancreatitis. Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok resiko tinggi. Gejala/keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardi, nyeri tekan otot, hepatomegali dan lain- lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum, dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopeni terdapat pada 50% kasus. Diagnosis pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi. Kultur dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari pertama perjalanan penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urine diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Kadngkadang kultur urin masih positif selama memerapa bulan atau tahun setelah sakit. Untuk isolasi leptospira dari cairan atau jaringan tubuh, digunakan medium Ellinghausen-McCullough-Johnson-Harris; atau

32

medium Fletcher dan medium Korthof. Spesimen dapat dikirim ke laboratorium untuk dikultur , karena leptospirosis dapat hidup dalam heparin, EDTA atau sitrat sampai 11 hari. Pada specimen yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat digunakan. Serologi Jenis uji

serologi dapat dilihat pada table 3 pemeriksaan untuk mendeteksi adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaktion (PCR), silver stain, atau fluroscent antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap.

33

I. Diagnosis Banding 1. Dengue Fever 2. Hepatitis 3. Malaria 4. Meningitis 5. Enteritic fever 6. Rickettsia disease 7. Primary HIV infection J. Pengobatan

Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.

34

Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotic pilihan dapat dilihat pada table 4. Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena penicillin G, amoxicillin, ampicillin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau

amoksisilin maupun sepalosporin.

Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun perlu diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase leptospiremia). Pada pemberian penisilin dapat muncul reaksi Jarisch Herxherimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian intra vena, yang menunjukkan adanaya aktifitas anti leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur sebagaimana padapenanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalau terjadi

azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialysis.

K. Prognosis Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. Leptospirosis selama kehamilan dapat

meningkatkan mortality fetus.

35

BAB III PEMBAHASAN

Pasien datang ke IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul deangan keadaan sadar dengan keluhan demam dan nyeri pada kedua betisnya.

36

Anda mungkin juga menyukai