dengan T
m
() temperatur lebur pada ukuran bulk,
adalah suatu konstanta yang bergantung pada
jenis material, adalah massa jenis material, R
adalah jari-jari partikel, dan H adalah kalor laten
fusi material.
Penurunan temperatur lebur akibat mengecil-
nya ukuran partikel dipahami dari konsep ikatan
antar atom. Atom-atom yang menempati posisi di
dalam material mengalami ikatan dengan atom-
atom lain yang ada di sekelilingnya dari segala
arah sehingga ikatannya sangat kuat. Sementara
atom-atom yang ada di permukaan hanya menga-
lami ikatan dari arah dalam dan dari arah samping
sehingga ikatan yang dialaminya sangat lemah.
Semakin kecil ukuran partikel, persentasi jumlah
atom yang ada di permukaan menjadi semakin be-
sar dibanding dengan jumlah atom yang ada di
dalam partikel sehingga semakin banyak atom-
atom yang mengalami ikatan lemah. Akibatnya,
energi ikat rata-rata antar atom makin lemah dan
menurunkan temperatur lebur.
3. LEBAR CELAH PITA ENERGI NANO-
MATERI AL
Lebar celah pita energi suatu material di-
pengaruhi oleh ukuran partikelnya (Schaefer,
2010). Dalam prakteknya lebar celah pita energi
dapat diperoleh dari pengujian dengan mengguna-
kan spektrometer Ultraviolet Visible (UV-Vis
Spectrometer). Oleh karena itu, jika lebar celah
pita energi suatu material dapat diperoleh, maka
ukuran partikelnya dapat ditentukan. Hubungan
antara jari-jari partikel r dan lebar celah pita energi
E dapat dihitung dengan menggunakan perumu-
san yang diturunkan oleh Brus, yaitu:
E = E
g
- E
g
BuIk
=
h
2
8c
2
[
1
m
c
m
c
+
1
m
h
m
c
-
1,8c
4nss
c
(2)
dimana: E
g
adalah energi transisi hasil pengukuran
nanopartikel, E
g
Bulk
adalah energi transisi material
dalam ukuran bulk, h adalah konstanta Plank, e
adalah muatan elektron, m
o
adalah massa diam
elektron, m
e
adalah massa efektif elektron, m
h
ada-
lah massa hole, dan
o
masing-masing adalah
konstanta dielektrik material dan permitivitasnya
pada ruang hampa.
Suku pertama pada persamaan 2 muncul seba-
gai akibat dari keterbatasan ruang gerak elektron
dan hole di dalam partikel oleh karena ukuran par-
tikel yang sangat kecil (orde nanometer). Efek
ukuran ini memperbesar lebar celah pita energi
(memperbesar jarak antara pita valensi dengan pita
konduksi). Untuk ukuran material yang sangat be-
sar (bulk), nilai r dapat dianggap menuju se-
hingga nilai suku pertama dan kedua menjadi nol.
Suku kedua muncul akibat adanya tarikan Co-
loumb antara elektron dengan hole setelah elektron
mengalami eksitasi. Ruang gerak elektron yang
terbatas mengakibatkan jarak elektron dan hole
menjadi terbatas dalam arti tidak bisa jauh. Aki-
batnya, tarikan antara keduanya selalu ada yang
berimbas pada pengurangan energi yang dimiliki
elektron setelah mengalami eksitasi.
4. REAKTI VI TAS KI MI A NANOMATERI -
AL
Pengurangan ukuran suatu material ke orde
nanometer mengubah secara drastis sifat reaktivi-
tas kimianya. Hal ini terjadi karena fraksi jumlah
atom yang menempati permukaan meningkat.
Reaktivitas kimia suatu partikel sangat bergantung
pada jumlah atom yang ada pada permukaan parti-
kel tersebut karena atom-atom inilah yang akan
melakukan kontak langsung dengan atom-atom
partikel yang lain (Schaefer, 2010).
Misalkan suatu partikel memiliki jari-jari r.
Luas permukaan partikel adalah S
o
=4r
2
. Jika jari-
jari efektif suatu atom adalah a, maka luas penam-
pang efektifnya adalah s=a
2
. Dengan demikian,
jumlah atom yang menempati permukaan partikel
adalah:
N
s
=
S
c
s
=
4
2
u
2
(3)
Volume partikel adalah V
o
=(4/3)r
3
dan volume
satu atom adalah v=(4/3)a
3
. Dengan demikian
jumlah atom yang terkandung dalam partikel ter-
sebut adalah:
N =
v
c
=
3
u
3
(4)
sehingga fraksi jumlah atom yang menempati
permukaan adalah:
N
s
N
=
4u
(5)
Dari persamaan 5 dapat secara jelas terlihat
bahwa bila jari-jari partikel r diperkecil, maka
fraksi jumlah atom yang terdapat di permukaan
partikel akan semakin meningkat sehingga me-
ningkatkan reaktivitas kimia partikel.
4
5. TERAPAN NANOMATERI AL
Nanomaterial memiliki potensi yang sangat
besar untuk diterapkan pada bidang biologi dan
farmasi. Beberapa diantaranya telah dicoba dan
diinvestigasi. Mengacu pada karakteristik yang
dimilikinya, beberapa jenis nanomaterial telah di-
gunakan pada teknologi (Kumar et al. 2005): pela-
belan sel, penghantaran obat (drug delivery), peru-
sakan sel tumor dengan pemanasan (hyperther-
mia), dan penjelas citra magnetic resonance imag-
ing (MRI). Pengembangan dan jenis terapan na-
nomaterial akan terus bertumbuh mengingat uku-
ran bagian-bagian dari sel sebagai unit kehidupan
berada dalam orde nanometer. Protein memiliki
ukuran sekitar 5 nm, DNA, yang memiliki struktur
heliks, memiliki diameter sekitar 2 nm, dan masih
banyak lagi bagian organ tubuh yang memiliki
ukuran dalam orde nanometer. Nanomaterial me-
miliki kesetaraan ukuran dengan banyak bagian
dalam organ tubuh.
Obat-obatan yang berukuran mikrometer sulit
berinteraksi dengan protein maupun bagian-bagian
dari sel yang ukurannya berorde nanometer. Oleh
karena faktor ukuran ini, banyak tindakan pengo-
batan yang gagal menyembuhkan. Nanomaterial
diyakini dapat digunakan untuk mengontrol inte-
raksi antara satu biomolekul ke biomolekul yang
lain di dalam tubuh sehingga memiliki kesensitifan
yang tinggi, kepresisian pengontrolan yang tinggi,
dan dapat dilakukan secara selektif. Untuk usaha
tersebut nanomaterial harus didisain dapat berinte-
raksi dengan protein dan sel tanpa mengganggu
aktifitas normal dari keduanya dan harus biocom-
patible dan tidak beracun.
6. PELABELAN SEL
Nanomaterial logam Eu dan Tb dalam bentuk
batangan nano telah ditumbuhkan dan memiliki
sifat fluorosens yang unik. Sifat unik fluorosens
ini berkaitan dengan lebar celah pita energinya.
Batangan nano logam Eu dan Tb dapat melintasi
membran sel dengan baik sehingga dapat dikirim
ke dalam sitoplasma dan tidak merusak sistim ker-
ja sel. Oleh karena itu, kedua batangan nano logam
tersebut dapat digunakan sebagai media pembawa
(carrier) dalam menghantarkan berbagai jenis ob-
at-obatan ke dalam sel.
Sifat unik fluoresens batangan nano Eu dan Tb
membuka peluang untuk diterapkan sebagai pela-
bel sel untuk mendeteksi dan memonitor peruba-
han struktur geometri sel. Hal yang menguntung-
kan lagi bahwa, kedua jenis logam tersebut dalam
bentuk batangan nano, tidak beracun. Untuk mem-
fungsionalisasi kedua jenis batangan nano ini,
permukaan batangan dibalut dengan polimer ami-
nopropyl trimethoxy silane (APTMS) atau mer-
capto-propyl trimethoxy silane (MPTMS).
Gambar 2. Potret transmission electron microscopy (TEM) batangan nanomaterial Eu (A) dan Tb (B) yang disinte-
sa oleh Patra et al. (Patra et al., 2006).
Patra et al. telah mensintesa kedua jenis ba-
tangan nano di atas dan mengujinya pada sel 786-
O dan sel human umbilical vein endothelial (HU-
VEC). Batangan nano logam Eu dan Tb disintesa
dengan teknik pemanasan menggunakan gelom-
bang mikro dengan prekursor EuPO
4
H
2
O dan
TbPO
4
H
2
O. Hasilnya ditunjukkan pada gambar 2.
Keberhasilan kedua batangan nano tersebut dalam
melintasi membran sel 786-O dan sel HUVEC di-
buktikan dengan hasil potret yang ditunjukkan pa-
da gambar 3.
(A) (B)
5
9. NANOMATERI AL DAN DI ABETES
Diabetes mellitus (atau sering disebut di-
abetes) adalah suatu penyakit dimana kandungan
gula (glucosa) pada cairan darah (gula darah) me-
ningkat melebihi batas ambang atas (hyperglyce-
mia). Peningkatan ini disebabkan oleh adanya
gangguan yang terjadi dalam proses penghantaran
glucosa ke dalam sel (Poretsky, 2010). Penghanta-
ran glukosa ke dalam sel dimediasi oleh insulin
dengan skema proses sebagaimana ditunjukkan
pada gambar 11.
Diabetes dibagi ke dalam dua tipe yang dika-
rakterisasi oleh mediator insulin, yaitu: tipe-1, di-
abetes yang terjadi karena gagalnya sel- mem-
produksi insulin pada jumlah minimum yang dibu-
tuhkan untuk memediasi penghantaran gula darah
ke dalam sel (skema sederhana pelepasan insulin
oleh sel- ditunjukkan pada gambar 12) (Poretsky,
2010); tipe-2 adalah diabetes yang terjadi karena
kurangnya responsivitas reseptor insulin pada
membran sel untuk merespon kehadiran insulin
sebagai mediator penghantar gula darah ke dalam
sel sehingga proses penghantaran gula darah ke
dalam sel menjadi tidak berjalan sebagaimana
mestinya (Poretsky, 2010).
Gambar 11. Skema proses penghantaran glucosa (gula darah) ke dalam sel yang dimediasi oleh insulin. Pengikatan
insulin oleh reseptor insulin pada membran sel menginduksi suatu sinyal transduksi yang dapat dideteksi oleh trans-
poter glucosa (GLUT4) sehingga GLUT4 memasukkan glucosa ke dalam sel (Poretsky, 2010).
Gagalnya secara wajar gula darah masuk ke
dalam sel menyebabkan kandungan gula darah di
dalam cairan darah menjadi meningkat. Beberapa
anjuran untuk dilakukan bagi penderita diabetes
tipe-1 untuk mengontrol kandungan gula darah di
dalam carian darahnya adalah: melakukan diet,
khususnya terhadap makanan yang mengandung
banyak glucosa; melakukan latihan fisik secara
teratur, dan terapi insulin sebagai solusi kurangnya
suplai insulin oleh sel-.
Diabetes tipe-2 sangat dipengaruhi oleh faktor
obesitas. Obesitas dapat menyebabkan meningkat-
nya resistansi reseptor insulin pada membran sel.
Oleh karena itu diabetes tipe-2 erat kaitannya den-
gan faktor keturunan dan budaya yang berkem-
bang di lingkungannya. Seseorang dapat menga-
lami salah satu tipe diabetes di atas dan dapat pula
mengalami sekaligus keduanya. Beberapa cara
penyelesaian telah dilakukan untuk dapat menga-
tasi atau menyembuhkan penderita, namun hasil
yang diperoleh belum mencapai titik yang paling
optimum. Oleh karena itu beberapa alternatif pen-
gembangan sedang diinvestigasi yang salah sa-
tunya adalah melibatkan nanoteknologi (Zhirno
dan Cavin, 2011; Mishra et al., 2008).
Mengatasi kekurangan insulin (diabetes tipe-1)
pada penderita diabetes selama ini dilakukan den-
gan mensuplai insulin secara eksternal yang dila-
kukan secara oral, suntik maupun melalui pernafa-
san (nasal) (Poretsky, 2010; Sona, 2010). Dengan
teknik suntik, yang apabila dilakukan terus mene-
rus setiap hari, menimbulkan masalah baru terha-
12
Morcol, T., Nagappan, P., Nerenbaum, L., Mit-
chell, A., dan Bell, S.J.D., 2004. Calcium
phosphate-PEG-insulin-casein (CAPIC)
particles as oral delivery systems for insu-
lin. I nternational J ournal of Pharma-
ceutics, Vol. 277, Issues 1-2, hal. 91-97.
Venugopalan, P., Sapre, A., Venkatesan, N., dan
Vyas, S. P., 2001. Pelleted bioadhesive
polymeric nanoparticles for buccal deli-
very of insulin: preparation and characte-
rization. Pharmazie, Vol. 56 No. 3, hal.
217-219.
Schaefer, H.E., 2010. Nanoscience The Science of
the Small in Physics, Engineering, Chemi-
stry, Biology and Medicine. Springer-
Verlag, Berlin, Germany.