Anda di halaman 1dari 3

No. ID dan Nama Peserta : 61.2.1.100.1.11.117776, dr. Rusdianto No. ID dan Nama Wahana : RSUD dr.

Rubini Topik : Cedera Kepala Berat Tanggal (kasus) : 1 Januari 2012 Nama Pasien : An. H No. RM: 123767 Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Hartati Budiarsi Tempat Presentasi : Obyektif Presentasi : Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil Deskripsi : anak, 1 tahun 4 bulan, riwayat kecelakaan lalu lintas, penurunan kesadaran, kejang, apneu Tujuan : penanganan kedaruratan pada pasien cedera kepala berat Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos Data Pasien : Nama : An. H No. Registrasi : Nama Klinik : Telp Terdaftar Sejak : Data utama untuk bahan diskusi 1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Cedera Kepala Berat, subgaleal hematoma parietotemporal dextra 2. Riwayat Pengobatan: 3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: sering mengeluh riwayat kecelakaan lalu lintas, penurunan kesadaran (GCS E1M1V1) 4. Riwayat Keluarga: 5. Riwayat Pekerjaan: 6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik: 7. Lain-lain: Daftar Pustaka: a. Japardi, I., 2002, Cedera Kepala, Jakarta, Bhuana Ilmu Populer b. Lindsay, KW., Bone, I., Callander, R., 1997, Neurology and Neurosurgery Illustrated, 3 rd Edition, London, Churchill Livingstone Hasil Pembelajaran: 1. Penanganan kedaruratan pada Cedera Kepala Berat 2. Cara, sebab dan mekanisme kematian pada cedera kepala berat

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO : 1. SUBYEKTIF: Pasien datang dengan keluhan tidak sadarkan diri setelah kecelakaan lalu lintas. Tidak ada keluhan muntah maupun kejang. 2. OBYEKTIF: Pada pemeriksaan fisik didapatkan laju pernapasan 20 kali/menit, reguler dan kecepatan nadi 160 kali/menit. Didapatkan penurunan kesadaran pada pasien, dengan nilai Glasgow Coma Scale yakni E1M1V1. Ditemukan subgaleal hematoma yang luas di daerah parietotemporal dextra. Tidak ditemukan luka robek, deformitas tulang tengkorak, maupun krepitasi tulang tengkorak. Ditemukan dilatasi pupil bilateral dan tidak bereaksi dengan cahaya. Tidak ditemukan perdarahan dari liang telinga maupun hidung. Tidak ditemukan tanda raccoon eyes maupun battle sign. Tidak ditemukan jejas maupun deformitas di daerah leher. Tidak ditemukan jejas maupun deformitas di bagian lain di tubuh. Pada kasus ini diagnosis Cedera Kepala Berat ditegakkan dengan: Anamnesis: riwayat kecelakaan lalu lintas disertai penurunan kesadaran Pemeriksaan fisik: penurunan kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (E1M1V1), dilatasi pupil bilateral dan tidak bereaksi dengan cahaya Diagnosis ini semestinya didukung dengan pemeriksaan penunjang yakni CT scan kepala untuk melihat lesi intrakranial yang terjadi pada pasien. Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan mengingat keterbatasan fasilitas di rumah sakit. 3. ASSESSMENT (PENALARAN KLINIS): Pasien dengan riwayat kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab terbesar dari kasus trauma (injury) yang datang ke ruang gawat darurat. Pasien dengan riwayat kecelakaan lalu lintas disertai dengan riwayat penurunan kesadaran perlu untuk dipikirkan suatu cedera kepala. Benturan pada bagian kepala menyebabkan terganggunya sistem ARAS (ascending recular activating system) atau yang dikenal dengan formation retikularis. Jika keadaan ini segera pulih (pasien segera sadar), maka diagnosis cedera kepala ringan ditegakkan pada pasien. Namun jika kesadaran pasien tidak pulih atau ditemukan tanda lain yang menunjukkan adanya lesi intrakranial maka ditegakkan diagnosis Cedera Kepala Berat pada pasien. Pada kondisi ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yakni CT scan untuk melihat lesi intrakranial pada pasien. Pada pasien, 15 menit setelah dilakukan penanganan awal IGD pasien tiba-tiba mengalami kejang. Kejang setelah trauma kepala dapat merupakan petunjuk terjadinya kontusi jaringan otak atau perdarahan intrakranial. Setelah beberapa menit kemudian ditemukan pula dilatasi pupil bilateral yang tidak bereaksi dengan cahaya. Besar kemungkinan hal ini terjadi akibat adanya herniasi otak (herniasi tentorial sentral) akibat peningkatan tekanan intrakranial sehingga menekan otak tengah yang merupakan tempat dari nucleus saraf ketiga serta pusat kesadaran. Peningkatan intrakranial ini dapat disebabkan adanya perdarahan intrakranial. 20 menit setelah kejang, pasien tiba-tiba mengalami henti napas (apneu) diikuti dengan henti jantung. Hal ini dapat terjadi jika herniasi otak yang menekan batang otak, baik akibat kelanjutan dari herniasi tentorial sentral maupun herniasi tonsilar akibat memberatnya herniasi tentorial sentral. Mekanisme kematian pada pasien ini yakni peningkatan tekanan intrakranial. Sedangkan sebab kematian pada pasien ini yakni cedera kepala berat. Cara kematian yakni akibat kecelakaan.
2

4. PLAN : Diangosis : Cedera Kepala Berat Pengobatan : Dilakukan tindakan awal antara lain: - Menjaga patensi jalan napas: pemasangan orofaringeal tube (goodle), penghisapan lendir seperlunya, pemasangan Nasogastric tube untuk mencegah aspirasi cairan lambung - Menjaga pernapasan: pemberian O2 melalui kanul nasal dengan kecepatan 4 Liter/menit - Menjaga sirkulasi: pemasangan intravenous fluid drip (IVFD) D51/2NS 1000cc/24 jam. - Tidak dilakukan pemasangan cervical collar berhubung keterbatasan fasilitas. - Pemberian obat-obatan, antara lain injeksi Ceftriaxone (2x400mg) intravena, injeksi Citicholine (1ampul) intravena. - Dipasang monitor jantung untuk memantau detak jantung - Berhubung keterbatasan fasilitas dan tenaga di rumah sakit, pasien sedianya dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap untuk dilakukan penatalaksanaan secara paripurna. Setelah 15 menit dilakukan penanganan awal, pasien tiba-tiba kejang. Dilakukan pemberian diazepam per rectal (Stesolid supp) dengan dosis 10 mg, kejang kemudian berhenti. 30 menit kemudian pasien tiba-tiba apneu. Diberikan ventilasi tekanan positif melalui AMBU bag yang dialiri Oksigen murni. 20 menit kemudian pasien tiba-tiba mengalami henti jantung. Dilakukan resusitasi jantung paru sebanyak 5 siklus. Setelah 5 menit, pasien tidak merespon. Setelah dipastikan melalui monitor jantung, pasien dinyatakan meninggal pada pukul 14.25 WIB. Pendidikan : informed concent mengenai kondisi pasien. Konsultasi : Spesialis Bedah Saraf Rujukan : rumah sakit rujukan

Anda mungkin juga menyukai