Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Divertikular kolon yaitu divertikel/divertikulasis adalah suatu keadaan dimana terjadi herniasi mukosa dan submukosa usus melalui cela antara otot sirkulasi dinding usus pada tempat masuknya arteri dari lapisan submukosa.Penyakit divertikular adalah penyakit yang belum dikenal di Negara barat sebelum abad ke-20, setelah terjadi perkembangan dan kemajuan industry yang diikuti dengan pola makan dan konsumsi jenis makanan dari yang mengandung banyak serat ke jenis makanan yang kurang mengandung banyak serat.Penyakit divertikular mulai muncul dan makin meningkat prevalensinya sesuai denga peningkatan umur penduduk.( Mansjoer, 2000) Pria/wanita 1:1,5 insidensi tertinggi pada usia 40 dan 50-an. Insidensi tinggi di Negaranegara Barat dimana terjadi pada 50% dari warga yang berusia lebih dari 60 tahun. Prevalensi penyakit divertikular telah meningkat dari 10% diperkirakan pada tahun 1920 menjadi antara 35 dan 50% pada tahun 1960-an. 65% dari yang saat ini 85 tahun dan lebih tua dapat diharapkan untuk memiliki beberapa bentuk penyakit divertikular dari usus besar. Kurang dari 5 % dari mereka yang berusia 40 tahun dan lebih muda juga mungkin terkena penyakit divertikular. Diantara pasien divertikulosis, pasien 10-25% akan terus mengembangkan divertikulisis dalam hidup mereka. (Purnama,2012) Banyak pasien dengan divertikular mempunyai gejala yang minimal atau tidak ada gejala, dan tidak memerlukan perawtan spesifik yang mana saja.Diet berserat yang tinggi dan suplemen-suplemen serat dianjurkan untuk mencegah sembelit dan pembentukan lebih banyak diverticula.Cairan atau makanan berserat dianjurkan selama gejala akut dari divertucular.Ini dilakukan untuk mengurangi jumlah material yang melalui usus besar, yang akhirnya secara teoritis dapat memeperburuk divertikular.Operasi diperlukan untuk mereka dengan halangan usus besar yang tidak merespon pada antibiotic-antibiotik.Asuhan keperawatan yang tepat diharapkan dapat meringankan gejala dari penyakit divertikular ini. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana anatomi dan fisiologi usus besar ? 2. Apakah definisi dari diverticular disease ? 3. Apa etiologi dari diverticular disease ? 4. Bagaimana patofisiologi dari diverticular disease ? 5. Bagaimana manifestasi klinis dari diverticular disease ? 6. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari diverticular disease ? 7. Bagaimana penatalaksanaan daridiverticular disease ? 8. Apa saja komplikasi dari diverticular disease ? 9. Apa saja prognosis daridiverticular disease ?

10. Bagaimana asuhan keperawatan untuk diverticular disease ? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada diverticular disease 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi usus besar 2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi diverticular disease 3. Untuk mengetahui etiologi dari small diverticular disease 4. Untuk mengetahui patofisiologi dari diverticular disease 5. Untuk mengetahui manifestasi klinis diverticular disease 6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik diverticular disease 7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari diverticular disease 8. Untuk mengetahui komplikasi dari diverticular disease 9. Untuk mengetahui prognosis dari diverticular disease 10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan untuk diverticular disease 1.4 Manfaat Penulisan ini akan bermanfaat bagi mahasiswa yaitu: a. Mahasiswa mampu dan mengerti dan mengetahui tentang konsep teori diverticular disease b. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan diverticular disease BAB II 2.1 ANATOMI FISIOLOGI USUS BESAR Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.Pada mamalia, kolon terdiri dari kolon menanjak (ascending), kolon melintang (transverse), kolon menurun (descending), kolon sigmoid, dan rektum. Bagian kolon dari usus buntu hingga pertengahan kolon melintang sering disebut dengan "kolon kanan", sedangkan bagian sisanya sering disebut dengan "kolon kiri" (longo, 2010) Fungsi usus besar: 1. 2. 3. Mengabsorbsi 80%-90% air dan elektrolit dari kimus yang tersisa dan mengubah kimus dan cairan menjadi massa semipadat. Memproduksi kimus. Mengeksresikan zat sisa dalam bentuk feses.

Usus besar dibedakan menjadi:

1. 2.

Coecum. Merupakan pembatas antara ileum dengan kolon. Kolon. Pada kolon terjadi gerakan mencampur isi kolon dengan gerakan mendorong. Pada kolon ada tiga divisi yaitu: a. Kolon asendens yaitu yang merentang dari coecum sampai ke tepi bawah hati disebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika. b. Kolon transversum yaitu yang merentang menyilang abdomen ke bawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah pada fleksura spienik. c. Kolon desenden yaitu yang merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rectum (boulton 2011).

Gerakan usus besar, di bagi menjadi dua gerakan, yaitu: Gerakan Mencampur (Haustrasi) Gerakan segmentasi dengan konstriksi sirkular yang besar pada kolon, 2.5 cm otot sirkular akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen hampir tersumbat. Saat yang sama, otot longitudinal kolon (taenia koli) akan berkontraksi. Kontraksi gabungan tadi menyebabkan bagian usus yang tidak terangsang menonjol keluar (haustrasi). Setiap haustrasi mencapai intensitas puncak dalam waktu 30 detik, kemudian menghilang 60 detik berikutnya, kadang juga lambat terutama sekum dan kolon asendens sehingga sedikit isi hasil dari dorongan ke depan. Oleh karena itu bahan feses dalam usus besar secara lambat diaduk dan dicampur sehingga bahan feses secara bertahap bersentuhan dengan permukaan mukosa usus besar, dan cairan serta zat terlarut secara progresif diabsorbsi hingga terdapat 80-200 ml feses yang dikeluarkan tiap hari (boulton 2011).. 2. Gerakan Mendorong (Pergerakan Massa) Banyak dorongan dalam sekum dan kolon asendens dari kontraksi haustra yang lambat tapi persisten, kimus saat itu sudah dalam keadaan lumpur setengah padat. Dari sekum sampai sigmoid, pergerakan massa mengambil alih peran pendorongan untuk beberapa menit menjadi satu waktu, kebanyakan 1-3 x/hari gerakan. Selain itu, kolon mempunyai kripta lieberkuhn tapi tidak ber-vili.Menghasilkan mucus (sel epitelnya jarang mengandung enzim). Mucus mengandung ion bikarbonat yang diatur oleh rangsangan taktil , langsung dari sel epitel dan oleh refleks saraf setempat terhadap sel mucus 1.

Krista lieberkuhn. Rangsangan n. pelvikus dari medulla spinalis yang membawa persarafan parasimpatis ke separuh sampai dua pertiga bagian distal kolon.Mucus juga berperan dalam melindungi dinding kolon terhadap ekskoriasi, tapi selain itu menyediakan media yang lengket untuk saling melekatkan bahan feses.Lebih lanjut, mucus melindungi dinding usus dari aktivitas bakteri yang berlangsung dalam feses, ion bikarbonat yang disekresi ditukar dengan ion klorida sehingga menyediakan ion bikarbonat alkalis yang menetralkan asam dalam feses.Mengenai ekskresi cairan, sedikit cairan yang dikeluarkan melalui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat meningkat sampai beberapa liter sehari pada pasien diare berat (Boulton, 2011). Absorpsi dalam Usus Besar Sekitar 1500 ml kimus secara normal melewati katup ileosekal, sebagian besar air dan elektrolit di dalam kimus diabsorbsi di dalam kolon dan sekitar 100 ml diekskresikan bersama feses. Sebagian besar absorpsi di pertengahan kolon proksimal (kolon pengabsorpsi), sedang bagian distal sebagai tempat penyimpanan feses sampai akhirnya dikeluarkan pada waktu yang tepat (kolon penyimpanan) (Boulton, 2011). Absorbsi dan Sekresi Elektrolit dan Air. Mukosa usus besar mirip seperti usus halus, mempunyai kemampuan absorpsi aktif natrium yang tinggi dan klorida juga ikut terabsorpsi. Ditambah taut epitel di usus besar lebih erat dibanding usus halus sehingga mencegah difusi kembali ion tersebut, apalagi ketika aldosteron teraktivasi. Absorbsi ion natrium dan ion klorida menciptakan gradien osmotic di sepanjang mukosa usus besar yang kemudian menyebabkan absorbsi air.Dalam waktu bersamaan usus besar juga menyekresikan ion bikarbonat (seperti penjelasan diatas) membantu menetralisir produk akhir asam dari kerja bakteri didalam usus besar (boulton 2011). Kemampuan Absorpsi Maksimal Usus Besar Usus besar dapat mengabsorbsi maksimal 5-8 L cairan dan elektrolit tiap hari sehingga bila jumlah cairan masuk ke katup ileosekal melebihi atau melalui sekresi usus besar melebihi jumlah ini akan terjadi diare (Boulton, 2011). 2.2 DEFINSI Divertikulosis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya divertikula, biasanya pada usus besar. Divertikula dalam bahasa latinnya (diverticulum) adalah Penonjolan keluar abnormal berbentuk kantong yang terbentuk dari lapisan usus yang meluas sepanjang defek di lapisan otot,merupakan penonjolan dari lapisan mukosa serta submukosa. Divertikula bisa muncul di setiap bagian dari usus besar, tetapi paling sering terdapat di kolon sigmoid, yaitu bagian terakhir dari usus besar tepat sebelum rectum. Divertikulum muncul pada daerah lemah, biasanya pada daerah dimana terdapat pembuluh nadi (arteri) masuk kedalam lapisan otot dari

usus besar. Divertikulum biasanya merupakan manifestasi motalitas yang abnormal. Divertikulum dapat terjadi di mana saja sepanjang saluran gastrointestinal. Penyakit divertrikel usus besar adalah penyakit fungsional yang dihasilkan dari aktivitas neuromuskuler diubah dalam usus besar. Terjadinya akibat dari peradangan sekitar divertikulum tunggal. Hal ini dapat menyebabkan pembentukan abses pericolic atau panggul. Perforasi bebas dari purulen menyebabkan peritonitis. Komunikasi asli dengan lumen usus biasanya lenyap. Lebih jarang, dengan baik evolusi cepat atau kegagalan leher divertikular untuk melenyapkan, mengembangkan komunikasi bebas antara lumen usus dan rongga peritoneal, menyebabkan peritonitis tinja. Peritonitis fecal hasil dalam tingkat kematian sangat tinggi. Divertikulosis merupakan divertikula multiple yang terjadi tanpa inflamasi atau gejala. Divertikulitis terjadi bila makanan dan bakteri tertahan di suatu divertikulum yang menghasilkan infeksi dan inflamasi yang dapat membentuk drainase dan akhirnya menimbulkan perforasi atau pembentukan abses. Divertikulitis paling umum terjadi pada kolon sigmoid(95%).Hal ini telah diperkirakan bahwa kira-kira 20% pasien dengan divertikulosis mengalami divertikulitis pada titik yang sama. Divertikulitis paling umum terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Insidensnya kira-kira 60% pada individu dengan usia lebih dari 80 tahun.Predisposisi congenital dicurigai bila terdapat gangguan pada individu yang berusia di bawah 40 tahun. Asupan diet rendah serat diperkirakan sebagai penyebab utama penyakit. Divertikulitis dapat terjadi pada serangan akut atau mungkin menetap sebagai infeksi yang kontinu dan lama. Pendekatan operasi untuk pasien dengan penyakit divertikular berlubang harus individual dan tergantung pada tahap penyakit yang hadir, kondisi umum pasien, pengalaman ahli bedah di operasi usus besar dan ketersediaan fasilitas dan personil untuk memberikan perawatan intensif. Dalam lembaga yang lebih besar bila kondisi yang optimal, reseksi primer dari usus yang sakit dengan atau tanpa anastomosis menjadi prosedur pilihan. Dalam lembaga yang lebih kecil atau jika kondisi tidak optimal, kolostomi transversal kanan dengan drainase segmen berlubang dapat diandalkan untuk mengendalikan penyakit dengan tingkat kematian dibandingkan dengan reseksi primer. Jika perforasi bebas dan peritonitis fecal yang hadir, exteriorization atau reseksi segmen utama berlubang harus dilakukan. Kami tidak akan merekomendasikan anastomosis primer dalam situasi seperti ini (Hinchey, 1978)

2.3 ETIOLOGI

Divertikular usus besar dapat disebabkan oleh beberapa hal (Grace, 2006): 1. Diet rendah serat menyebabkan peningkatan tekanan intralumen kolon, menyebabkan herniasi mukosa melewati lapisan otot dinding kolon 2. Terdaatnya daerah yang lemah pada dinding kolon dimana arteri yang membawa nutrisi menembus submukosa dan mukosa Salah satu penyebab pembentukan divertikulum adalah pola makan yang rendah serat atau diet rendah serat. Serat merupakan bagian dari buah-buahan, sayuran dan gandum yang tidak dapat dicerna oleh tubuh. Dengan ketidakbisaan tubuh untuk mencerna serat hal ini mengakibatkan serat saat melewati kolon masih dalam bentuk utuh (berbentuk seperti benang). Saat melewati kolon serat akan bersentuhan dengan villi (jonjot usus) sehingga akan memicu kolon untuk mengeluarkan lendir. Lendir ini akan membantu kolon untuk memobilisasi tinja, sehingga tinja akan lebih mudah untuk dikeluarkan. serat tersebut membantu memperlunak tinja sehingga mudah melewati usus. Serat juga mencegah terjadinya sembelit (konstipasi). Sembelit, menyebabkan otot-otot menjadi tegang karena tinja yang terdapat di dalam usus terlalu keras. Hal ini merupakan penyebab utama dari meningkatnya tekanan di dalam usus besar. Tekanan yang berlebihan menyebabkan titik-titik lemah pada usus menonjol dan membentuk divertikulum. Diverticular juga dapat terjadi bila makanan dan bakteri tertahan di suatu divertikulum yang menghasilkan infeksi dan inflamasi yang dapat membentuk drainase dan akhirnya menimbulkan perforasi atau pembentukan abses. Diverticula juga bisa diakibatkan oleh connective-tissue diseases seperti EhlersDanlos syndrome, Marfans syndrome, and autosomal-dominant polycystic kidney disease. Sindrom Marfan (juga disebut sindrom Marfan) adalah gangguan genetik dari jaringan ikat. Kadang-kadang diwariskan sebagai sifat dominan. Hal ini dilakukan oleh sebuah gen yang disebut FBN1, yang mengkode protein ikat yang disebut fibrillin-1. Orang-orang memiliki sepasang gen FBN1. Karena dominan, orang-orang yang telah mewarisi satu gen mempengaruhi FBN1 dari orang tua baik akan memiliki Marfan. Sindrom ini dapat dijalankan dari ringan sampai berat. Autosomal-dominant polycystic kidney disease. Adalah kondisi genetik yang menyebabkan kista ganda untuk mengembangkan pada ginjal. Kista kecil kantung berisi cairan. Gejala ADPKD cenderung tidak dimulai sampai dewasa, biasanya antara usia 30 dan 60. 2.4 PATOFISIOLOGI Diverticular disease adalah munculnya mukosa kecil yang menonjol pada dinding usus. Terdapat tiga hal utama yang dapat menyebabkan terjadinya diverticular disease yaitu kelainan struktural dinding kolon, kelainan motilitas usus, serta kurangnya serat (Vermeulen et all, 2010). Mukosa kecil menonjol melalui lapisan usus dan otot polos pada usus yang disebabkan oleh karena recta vasa atau pembuluh nutrisi di dinding usus besar. Divertikula bisa terjadi di mana saja di saluran pencernaan, tetapi biasanya diamati pada usus besar. Kolon sigmoid memiliki tekanan intraluminal tertinggi dan yang paling sering terkena. Diverticula dapat menyebabkan terjadinya divertikulosis yang

didefinisikan sebagai kondisi inflamasi pada divertikula. Penyebab diverticulosis belum konklusif, tapi sering dikaitkan dengan diet rendah serat, sembelit, dan obesitas. Diet rendah serat menyebabkan berkurangnya volume feses sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan intrasegmental kolon hal ini dapat menyebabkan pengembangan divertikula (Nguyen, 2010). Komponen struktural dari matriks ekstraselular dari dinding kolon, termasuk kolagen, elastin, dan proteoglikan, penting dalam menjaga kekuatan dan integritas dinding usus. Perubahan komponen dari dinding usus, seperti kerusakan kolagen matang, dapat menyebabkan perubahan dalam konsistensi usus. Perubahan ini mungkin terkait dengan kecenderungan genetik seperti yang terlihat di Ehlers-Danlos dan sindrom Marfan, yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya divertikula pada usia dini, atau dengan sumber alami dari proses penuaan itu sendiri (Aydin & Remzi, 2006). Divertikula paling banyak terjadi pada kolon sigmoid, bagian melengkung dari usus besar paling dekat dengan rektum, dan mereka cenderung menjadi lebih banyak seiring dengan bertambahnya usia. Diverticula disease adalah adanya divertikula banyak sepanjang dinding usus. Ketika satu atau lebih divertikula meradang maka akan terjadi divertikulitis (peradangan pada divertikula), peradangan pada divertikular ini kemungkinan di terjadi karena adanya feses dan bakteri yang terperangkap kedalam divertikular. Peradangan dapat bersifat lokal (hanya di bidang diverticulum), atau dapat menyebar ke lapisan perut (peritoneum), yang disebut peritonitis. Perforasi kecil (mikroskopis) atau besar (lubang di dinding usus) terjadi pada 15 - 20% dari orang yang memiliki divertikula(Ehrlich, 2010). Munculnya manifestasi klinis seperti demam, nyeri abdomen dan diare merupakan salah satu respon tubuh terutama usus terhadap inflamasi yang terdapat pada divertikular. Jika peradangan yang terjadi semakin parah maka dapat menyebabkan terjadinya perforasi usus karena adanya perlubangan pada divertikula yang terinfeksi. 2.5 MANIFESTASI KLINIS Meskipun mayoritas pasien dengan divertikula tetap asimtomatik (belum diketahui penyebabnya), sekitar 10 sampai 25% dari pasien mengalami gejala-gejala seperti sakit perut yang signifikan dan berulang, serta demam. Beberapa gejala pada pasien dengan diverticular disease tetap asimtomatik sementara yang lain mengembangkan gejala tidak diketahui, tetapi telah menyarankan bahwa perkembangan gejala melibatkan beberapa saling terkait proses termasuk disfungsi otot, peradangan dan hipersensitivitas viseral. Klasifikasi EAES (European Association for Endoscopic Surgery) Grade Manifestasi klinis - Demam Grade I - Nyeri abdomen Symptomatic, uncomplicated disease

Grade II Recurrent,symptomatic disease Grade III Komplikasi -

Kedua tanda di atas kambuh

Abscess Hemorrhage Stricture Fistula Phelgmon Purulent and peritonitis Perforation Obstruction

fecal

Sumber lain menyatakan gejala yang paling umum dari penyakit divertikular adalah nyeri intermiten (hilang timbul) di perut bagian bawah, biasanya di sisi kiri bawah. Rasa sakit ini akan memburuk ketika makan, atau segera sesudahnya. Buang air besar dan flatus (buang angin) dapat membantu meringankan rasa sakit. Gejala lain dari penyakit divertikular meliputi: 1. Perubahan dalam kebiasaan normal usus, seperti sembelit atau diare, atau sembelit episode yang diikuti dengan diare. 2. Kembung. 3. Pendarahan dari anus (Bontemps, 2012). 2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Enema Barium Teknik pemeriksaan Collon In Loop (Barium Enema) adalah teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus besar (collon) dengan menggunakan media kontras secara retrograde pada pasien. Tujuannya pemeriksaan Collon In Loop sendiri adalah untuk mendapatkan gambaran anatomis dari collon sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan pada kolon. Dari hasil enema barium akan memperlihatkan kantung yang keluar seperti penonjolan bulat yang rata dari dinding usus. Kolon sigmoid dapat sempit dan irregular, dan kadang-kadang penampakannya sulit dibedakan dari karsinoma. Barium enema dapat menujukkan jalur sinus yang berasal dari sigmoid hingga ke abses. 2. Kolonoskopi Secara teori,kolonoskopi adalah pemeriksaan kolon mulai dari anus, rektum, sigmoid, kolon desendens, transversum, asendens sampai sekum dan ilium terminale. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menilai jika hasil radiologi meragukan atau tidak ditemukannya suatu kelainan, sehingga perlu dievaluasi lebih lanjut. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui suatu penyakit pada mukosa kolon disertai penurunan berat badan dan menegakkan suatu

diagnosis, melakukan tindakan terapeutik dan biopsi mukosa kolon. Ditandai dengan adanya lesi benigna atau maligna (polip atau tumor) untuk mendiagnosa dan evaluasi kolitis ulseratif. 3. Ultrasonografi Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau USG dapat menunjukkan ukuran dan bentuk berbagai organ dan juga bisa menunjukkan daerah abnormal di dalamnya. USG juga dapat menunjukkan adanya cairan. Tetapi USG tidak dapat menentukan permukaan saluran pencernaan, sehingga tidak digunakan untuk melihat tumor dan penyebab perdarahan di lambung, usus halus, atau usus besar. Ultrasonografi dapat menunjukkan pengumpulan cairan terlokalisasi, yang dapat di drainase secara perkutan. 4. Urinalisis Urinalisis ini digunakan sebagai skrining dan / atau alat diagnostik karena dapat membantu mendeteksi zat atau bahan selular dalam urin yang berhubungan dengan metabolisme yang berbeda dan gangguan ginjal. Hal ini memerintahkan secara luas dan secara rutin untuk mendeteksi adanya kelainan yang memerlukan tindak lanjut. Seringkali, zat-zat seperti protein atau glukosa akan mulai muncul dalam urin sebelum pasien menyadari bahwa mereka mungkin memiliki masalah. Hasil Urinalisis dapat memiliki banyak interpretasi. Temuan abnormal adalah peringatan bahwa ada sesuatu yang salah dan harus dievaluasi lebih lanjut. Umumnya, semakin besar konsentrasi zat atipikal, seperti jumlah sangat meningkat glukosa, protein, atau sel darah merah, semakin besar kemungkinan itu adalah bahwa ada masalah yang perlu ditangani. Hasil dari pemeriksaan urinalisis adalah warna urine agak gelap, adanya darah dalam urine, bau urine lebih nyengat. 5. LED Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) yang juga disebut kecepatan endap darah (KED) atau laju sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis. Pada hasil pemeriksaan terjadi peningkatan laju endap darah. 2.7 PENATALAKSANAAN Bila divertikula ditemukan secara kebetulan dan penderita asimtomatik, umumnya tidak diobati.Akan tetapi, 90% kasus divertikulisis diobati secara medik. Kasus ringan tanpa tandatanda perforasi diobati dengan diet cair, pelunak feses, istirahat baring, dan antibiotic spectrum luas. Antibiotik yang bermanfaat melawan bakteri gramnegatif anaerob dapat diberikan pada penderita yang diduga mengalami perforasi atau abses.Insisi dan drainase abses mungkin diperlukan. a. Penatalaksanaan medikal 1. Penyakit divertikular asimtomatis tidak memerlukan terapi khusus selain modifikasi diet.

Penyakit ringan dapat diobati dengan ketaatan terhadap diet tinggi serat dan pencegahan konstipasi dengan laksatif (koloid hidrofilik). 3. Anjurkan klien untuk memberitahu dokter tentang adanya perubahan pola dan karakter defekasi (konstipasi atau diare), atau jika ada demam, nyeri abdomen, atau terjadi manifestasi urinarius. Divertikulosis dapat diobati dengan intervensi medikal, dengan memungkinkan kolon beristirahat. Klien dengan divertikulitis akut berada pada status puasa, mungkin dipasang selang NG, dan menerima cairan parenteral sampai nyeri, inflamasi,dan suhu berkurang. Bila episode akut mulai berkurang, klien dapat mencerna cairan oral, dan dilanjutkan dengan diet yang lebih bervariasi secara progresif.Intervensi juga bertujuan untuk mengontrol inflamasi.Pasien-pasien dengan gejala-gejala nyeri perut yang ringan yang disebabkan oleh kejang otot di area dari diverticula mungkin mendapat manfaat dari obat-obat anti-kejang seperti: 1. chlordiazepoxide (Librax), 2. dicyclomine (Bentyl), 3. hyoscyamine, atropine, scopolamine, phenobarb (Donnatal), dan 4. hyoscyamine (Levsin) Beberapa dokter-dokter juga merokomendasi penghindaran dari kacang-kacang, jagung, dan biji-bijian untuk mencegah komolikasi-komplikasi dari diverticulosis.Apakah pembatasanpembatasan secara makanan ini bermanfaat adalah tidak pasti.Ketika diverticulitis terjadi, antibiotik-antibiotik biasanya diperlukan.Antibiotik-antibiotik oral adalah cukup ketika gejalagejalanya adalah ringan. Beberapa contoh-contoh dari antibiotik-antibiotik yang biasanya diresepkan termasuk: 1. ciprofloxacin (Cipro), 2. metronidazole (Flagyl), 3. cephalexin (Keflex), dan 4. doxycycline (Vibramycin) Cairan atau makanan-makanan berserat dilarang selama serangan-serangan akut dari diverticulitis.Ini dilakukan untuk mengurangi jumlah material yang melalui usus besar, yang akhirnya secara teori, mungkin memperburuk diverticulitis.Pada diverticulitis yang berat dengan demam tinggi dan nyeri, pasien-pasien diopname dan diberikan antibiotik-antibiotik secara intravena.Operasi diperlukan untuk mereka dengan halangan usus besar yang gigih atau bisulbisul (abscess) yang tidak merespon pada antibiotik-antibiotik. b. Penatalaksanaan bedah Menurut Sabiston,1997 penatalaksanaan bedah: 1. Eksisi sederhana dengan penutupan transversa ileotomi 2. Resegsi segmen ileum yang mengandung divertikulum dengan ileoileostomi (ujung ke ujung)

2.

Kebanyakan ahli bedah setuju bahwa divertikulum dengan leher sempit atau yang mengandung massa yang dapat dipalpasi , menggambarkan jaringan ektopik atau neoplasma harus dieksisi. Pembedahan diindikasikan untuk klien yang mengalami kompliklasi seperti hemoragi, obstruksi, abses, atau perforasi. Prosedur pembedahan biasanya termasuk ligasi dan pengangkatan kantung atau kolostom yang terkena bila ada komplikasi. Pada abses atau obstruksi, ahli bedah melakukan reseksi kolon dengan kolostomi temporer, yang dibiarkan sampai kondisi klien membaik.Untuk beberapa klien, kolostomi temporer sendiri memungkinkan usus beristirahat dan menyeluruh. c. Penatalaksanaan Opistic 1. Anjurkan pasien untuk diet Cairan atau makanan-makanan berserat dilarang selama serangan-serangan akut dari diverticulitis.Ini dilakukan untuk mengurangi jumlah material yang melalui usus besar, yang akhirnya secara teori, mungkin memperburuk diverticulitis.Pada diverticulitis yang berat dengan demam tinggi dan nyeri, pasien-pasien diopname dan diberikan antibiotik-antibiotik secara intravena.Operasi diperlukan untuk mereka dengan halangan usus besar yang gigih atau bisul-bisul (abscess) yang tidak merespon pada antibiotikantibiotik. 2. Lakukan latihan napas dalam untuk mengurangi nyeri pasien. 3. Berikan posisi yang nyaman 4. Menghindari aktifitas yang meningkatkan tekanan intraabdomen, seperti membungkuk, mengangkat, batuk, dan muntah. 5. Minum sedikitnya 8 gelas air setiap hari. 6. Mengurangi berat badan bila gemuk d. Terapi Terapi awal untuk mengoreksi dehidrasi dan keseimbangan elektrolit dengancairan intravena yang tepat.Sonde naso gaster bisa dipasang dan antibiotika dimulai.Sefazolin (2-4 g/hari) atau empisilin parenteral (4 g/hari) telah ditemukan merupakan antibiotika yang tepat. Umumnya tampil bakteri E.coli dan Klebsiela. Selama beberapa tahun, ada kontrotroversi tetang sata oprasi dengan penelitian sekarang yang menyokong kolesistektomi dini.Hal ini telah dikosongkan oleh ujicoba acak dikontrol yang menunjukkan bahwa angka kematian sedikit lebih rendah dengan operasi dini. Lama penyakit dan biaya juga lebih rendah. e. Pencegahan 1. Menghindari aktifitas yang meningkatkan tekanan intraabdomen, seperti membungkuk, mengangkat, batuk, dan muntah. 2. Minum sedikitnya 8 gelas air setiap hari. 3. Mengurangi berat badan bila gemuk.

2.8 KOMPLIKASI Berikut komplikasinya yang dapat muncul pada divertikulosis adalah : 1. Perdarahan rektum (hematokezia) Perdarahan merupakan komplikasi yang jarang terjadi, dilaporkan sekitar 3-5% penderita dengan divertikulosis mengalami perdarahan rectum.Jika sebuah divertikula mengalami perdarahan, maka dapat muncul hematokezia.Perdarahan bisa bersifat berat, tetapi juga bisa berhenti dengan sendirinya dan tidak memerlukan penanganan khusus.Perdarahan terjadi karena sebuah pembuluh darah yang kecil di dalam sebuah divertikula menjadi lemah dan akhirnya pecah. 2. Abses, Perforasi, dan Peritonitis Infeksi yang menyebabkan tcrjadinya divertikulitis seringkali mereda dalam beberapa hari setelah antibiotik diberikan.Divertikulitis paling umum terjadi pada kolon sigmoid (95%). Hal ini telah diperkirakan bahwa kira-kira 20% pasien dengan divertikulosis mengalami divertikulitis pada titik yang sama. Divertikulitis paling umum terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Insidensnya kira-kira 60% pada individu dengan usia lebih dari 80 tahun. Predisposisi congenital dicurigai bila terdapat gangguan pada individu yang berusia di bawah 40 tahun. 3. Fistula Fistula merupakan hubungan jaringan yang abnormal di antara 2 organ atau di antara organ dan kulit. Jika pada suatu infeksi jaringan yang mengalami kerusakan bersinggungan satu sama lain, kadang kedua jaringan tersebut akan menempel, sehingga terbentuklah fistula. Jika infeksi karena diverticulitis menyebar keluar kolon, maka jaringan kolon bisa menempel ke jaringan didekatnya.Organ yang paling sering terkena adalah kandung kemih membentuk fistula kolovesika, kemudian usus halus dan kulit.Fistula yang paling sering terbentuk adalah fistula di antara kandung kemih dan kolon (fistula kolovesika) dan fistula antara kolon dan vagina (fistula kolovagina).Fistula kolovesika lebih sering ditemukan pada pria.Fistula ini menyebabkan infeksi saluran kemih (sistitis) yang berat dan menahun.Kelainan ini bisa diatasi dengan pembedahan untuk mengangkat fistula dan bagian kolon yang terkena. 4. Obstruksi Usus Jaringan fibrosis akibat infeksi bisa menyebabkan penyumbatan kolon parsial maupun total.Jika hal ini terjadi, maka kolon tidak mampu mendorong isi usus secara normal.Obstruksi dapat juga disebabkan karena pembentukan abses atau edema, akibat striktur kolon setelah serangan divertikulitis rekurens.Obstruksi pada usus halus juga umum terjadi khususnya pada keadaan dimana terbentuk abses peridivertikular yang berukuran besar. Obstruksi total memerlukan tindakan pembedahan segera. Obstruksi usus hanya terjadi pada sekitar 2% kasus

divertikulosis.Obstruksi usus biasanya dapat sembuh sendiri dan berespon terhadap terapi konservatif. (Achmad, 2012) 2.9 PROGNOSIS Penyakit divertikular merupakan keadaan jinak, tetapi memiliki mortalitas dan morbiditas yang signifikan akibat komplikasi.Sekitar 10-20% pasien dengan divertikulosis dapat berkembang menjadi divertikulitis atau perdarahan dalam beberapa tahun.Perforasi dan peritonitis dapat menyebabkan angka kematian hingga 35% dan memerlukan tindakan bedah segera. (Achmad, 2012)

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT DIVERTIKULAR A. PENGKAJIAN 1. Anamnesa a. Data demografi Identitas diri, meliputi: 1) nama, 2) usia dengan insidensi tertinggi pada usia 40 dan 50-an 3) jenis kelamin, 4) suku/bangsa, 5) agama, 6) pendidikan, 7) pekerjaan, 8) alamat b. Keluhan utama Keluhan utama yang terjadi pasien dengan gangguan divertikulum adalah nyeri pada perut kuadran kiri bawah, konstipasi, nyeri, mual, muntah, diare dan kram pada kuadran kiri bawah dari abdomen. c. Riwayat penyakit dahulu Adanya penyakit konstipasi dan disassociative tissue disease bisa mengarah pada munculnya diverticular disease. d. Onset Biasanya nyeri datangnya mendadak walaupun harus dibedakan, apakah sebelumnya ada riwayat buang air besar tidak seperti biasanya e. Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit sekarang adalah perjalanan penyakit mulai dari keluhan atau gejala, proses berjalannnya penyakit sampai masuk rumah sakit dan mendaptkan terapi apa aja sebelumnya. Jadi klien mengeluhkan nyeri pada perut kuadran kiri bawah,

2.

konstipasi, nyeri, mual, muntah, diare dan kram pada kuadran kiri bawah dari abdomen. Gejala lain dari penyakit divertikular meliputi: 6. Perubahan dalam kebiasaan normal usus, seperti sembelit atau diare, atau sembelit episode yang diikuti dengan diare. 7. Kembung. 8. Pendarahan dari anus (Bontemps, 2012). f. Riwayat penyakit keluarga Meliputi penyakit yang mungkin saj menurun, misalkan: kanker, diabetes melitus, hipertensi dan lain-lain. Pemeriksaan Penunjang 1. Sinar X, dengan barium enema Hasilnya : ditemukan tumor dan kolon yang kolaps 2. CT Scan Hasilnya : ditemukan tumor dan kolon yang kolaps 3. Kolonoskopi Hasilnya : ditemukan tumor di dalam kolon

3.

Pemeriksaan Fisik B1 (Breath) B2 (Blood) : Takipnea : Anemia: keadaan sirkulasi (denyut nadi, TD postural): adanya syok harus dikenali dan ditangani sedini mungkin takikardi. : Pucat, gangguan kesadaran.

B3 (Brain)

B4 (Bladder) : Oliguri. B5 (Bowel) : Konstipasi, , mual, muntah, diare dan kram pada kuadran kiri bawah dari abdomen : Lemas

B6 (Bone)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI 1. Asuhan Keperawatan Pre-operatif 1. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit a. Data: 1. Data Subjektif: a. Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat.

b. Mengomunikasikan penggambaran nyeri, seperti ketidaknyamanan, mual,rasa sakit menjalar ke belakang, kadang-kadang merasa mulas. 2. Data Objektif a. Klien tampak menghindari nyeri b. Terlihat respon-respon otonomik seperti diaforesis, perubahan tekanan darah (>120/80 mm/Hg) dan pulsasi nadi ( >100 x/menit) , serta terjadi dilatasi pupil. c. Klien tampak melakukan perilaku distraksi seperti mondar-mandir, mencari orang dan/atau aktivitas lain, mupun melakukan aktivitas berulang. d. Klien terlihat menyeringai b. Tujuan: 1. Nyeri berkurang atau hilang 2. Pasien dapat mengatasi nyeri secara mandiri c. Kriteria Hasil 1. Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan. 2. Mempertahankan tingkat nyeri pada (sebutkan skala 0-10) atau kurang. 3. Mengenali penyebab dan menggunakan tindakan yang mampu mencegah nyeri. 4. Melaporkan nyeri pada penyedia perawatan kesehatan d. Intervensi dan Rasional Intervensi

Rasional

Dengan mengetahui kelima faktor Lakukan pengkajian nyeri yang yang berhubungan dengan timbulnya komprehensif meliputi PQRST (Provoke, nyeri pada klien, diharapkan Quality, Region, Severity, Time) intervensi yang dilakukan tepat untuk mengatasi nyeri. Untuk klien nyeri dengan skala 10, Observasi isyarat ketidaknyamanan klien dapat saja tidak mengikuti nonverbal, khususnya pada mereka yang perintah, mengejan tanpa dapat tidak mampu mengomunikasikannya dikendalikan, menarik-narik, secara efektif memukul benda di sekitarnya, tidak responsif terhadap tindakan, tidak dapat menunjukkan lokasi nyeri yang dirasakan, oleh karena itu perawat harus peka terhadap ekspresi klien.

Untuk melaksanakan manajemen Ajarkan klien untuk penggunaan hipnosis, nyeri secara nonfarmakologis. relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi musik, distraksi, akupresur, kompres hangat sebelum, setelah, dan bila memungkinkan saat nyeri berlangsung. Suhu ruangan yang panas, cahaya Kendalikan faktor lingkungan yang dapat yang terlalu terang, atau suara yang memengaruhi respon klien terhadap nyeri gaduh dapat memicu respon nyeri pada klien. Berkolaborasi dengan dokter untuk Sebagai pereda nyeri. pemberian agens analgesik sebagai pereda nyeri.

2. Gangguan rasa nyaman, hipertermi berhubungan dengan peradangan dan infeksi a. Data 1. Data subjektif: Pasien mengeluhkan adanya peningkatan suhu tubuh. 2. Data objektif: a. Kulit memerah b. Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal ( > 37,5 oC ) c. Frekuensi napas meningkat ( > 22 x / menit ) d. Kejang e. Kulit hangat bila disentuh f. Takikardia b. Tujuan 1. Suhu badan normal (36,5-37,5 derajat celcius) 2. Rekuensi napas normal ( 12-22 x/ menit). 3. Tidak terjadi kejang. c. Kriteria hasil 1. Klien akan menunjukkan termoregulasi dibuktikan dengan: a. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan b. Suhu tubuh dalam batas normal c. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan d. Tidak ada perubahan warna kulit e. Tidak tampak keletihan

2. Klien atau keluarga akan: a. Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu b. Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau mengurangi peningkatan suhu tubuh. c. Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia d. Intervensi dan Rasional Intervensi

Rasional Dengan memantau suhu klien secara 1. Pantau suhu minimal setiap dua jam kontinu dapat mengetahui apakah atau sesuai kebutuhan. tindakan yang dilakukan efektif untuk 2. Pantau suhu basal secara kontinu, menunjukkan termoregulasi. sesuai kebutuhan. 3. Pantau warna kulit dan suhu. tinggi dapat memicu

Ajarkan indikasi keletihan karena panas Panas yang dan tindakan kedaruratan yang diperlukan keletihan sesuai dengan kebutuhan. Tindakan kolaboratif: Berikan agens antipiretik asetaminofen sesuai kebutuhan seperti

Berikan agens antibiotik sesuai kebutuhan

Asetaminofen bekerja secara langsung pada sel termoregulasi dalam hipotalamus yang menyebabkan pengeluaran keringat dan vasodilatasi. Hal ini menyebabkan pelepasan panas dan penurunan demam (Karch, 2003).

3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan anoreksia a. Data 1. Data subjektif: a. Kram abdomen b. Nyeri abdomen c. Merasa kenyang segera setelah mengingesti makanan 2. Data objektif a. Tidak tertarik untuk makan b. Kurangnya minat pada makanan c. Konjungtiva dan membran mukosa pucat d. Menolak untuk makan b. Tujuan: 1. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

2. Berat badan pasien meningkat ke arah normal 3. Nafsu makan pasien meningkat c. Kriteria Hasil: 1. Klien akan menunjukkan peningkatan status nutrisi yang dapat ditunjukkan dengan status gizi, diukur dengan ABCD, yaitu: a. Antropometri Mengukur besar dan komposisi tubuh.Efektif untuk mengetahui status protein dan kalori.Meliputi pengukuran TB, BB, lipatan kulit dan lingkar lengan. b. Biokimia Deteksi malnutrisi subklinis.Sampel urin dan darah dapat dibuat untuk mengukur nutrien atau metabolit (produk akhir enzim). c. Clinical 1. Membran mukosa basah dan berwarna merah muda 2. Nafsu makan baik d. Dietary History Umumnya terdiri dari data tentang pola dan kebiasaan makan, pemilihan makanan, pembatasan-pembatasan, intake cairan setiap hari, penggunaan suplemen vitamin dan mineral termasuk masalah diet seperti kesulitan mengunyah atau meneguk, aktivitas fisik, riwayat kesehatan dan cara penyediaan makanan untuk memperoleh data tentang pola dan kebiasaan makan. 2. Melaporkan keadekuatan tingkat energy d. Intervensi dan Rasional Intervensi 1.

2. 3. 4.

Rasional Memberi nutrisi sesuai dengan Ketahui makanan kesukaan klien makanan yang disukai klien akan untuk mengubah kebiasaan meningkatkan nafsu makan, sehingga makanan. tidak ditemukan adanya anoreksia. Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Pantau kamdungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan. Timbang klien pada interval yang tepat.

Berikan informasi yang tepat tentang Memberi pendidikan kepada klien kebutuhan nutrisi dan bagaimana maupun keluarganya mengenai nutrisi memenuhinya. yang tepat membuat klien mandiri dalam hal pemenuhan kebutuhan nutrisi

dan mengatasi anoreksia Tawarkan kudapan, misalnya minuman Buah-buahan segar dapat meningkatkan dan buah-buahan segar atau jus bila nafsu makan karena rasanya yang memungkinkan manis dan segar sehingga membuat klien tidak merasakan mual. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi Agar makanan terserap optimal di sering sistem pencernaan dan lambung tidak cepat penuh, sehingga kebutuhan nutrisi klien terpenuhi. Berikan asuhan keperawatan berupa oral hygiene pada klien Kolaborasi dengan ahli gizi: tentukan jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi Untuk menjaga kebersihan mulut dan menjaga kelembaban mukosa. Agar makanan yang masuk dalam tubuh klien tidak sembarangan karena memiliki kandungan gizi yang adekuat sesuai dengan kebutuhannya.

4. Ansietas berhubungan dengan defisit pengetahuan proses penyakit a. Data 1. Data subjektif: Mengungkapkan masalahnya secara verbal. 2. Data Objektif: a. Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat b. Tidak tepat atau terlalu berlebihannya perilaku, misalnya: histeris, agitasi, dan apatis. b. Tujuan: Kecemasan klien berkurang atau hilang karena mengetahui proses penyakitnya c. Kriteria Hasil: Klien atau keluarga akan: 1. Mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi menurut penanganan yang dianjurkan, misalnya informasi tentang diet. 2. Menunjukkan kemampuan (sebutkan keahlian atau perilakunya) d. Intervensi dan Rasional

Intervensi Membantu klien dalam memahami informasi yang berhubungan dengan proses timbulnya penyakit secara khusus.

Membantu klien untuk memahami dan mengetahui secara mental mengenai pembedahan serta metode pemulihan pascaoperasi.

Rasional Agar klien dapat memahami kondisi yang terjadi dalam tubuhnya sehingga dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan untuk peningkatan kualitas kesehatannya. Dengan mengetahui seluk beluk pembedahan, diharapkan klien dapat memiliki mental yang kuat untuk dilakukan pembedahan.

Bila perawat telah memberikan edukasi Mengikutsertakan keluarga atau anggota kepada klien namun tidak memberikan keluarga lain bila memungkinkan dampak yang signifikan, maka keluarga dapat menjadi orang kepercayaan klien yang dapat diandalkan.

5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif (diare) a. Data 1. Data Subjektif: a. Pasien mengeluh Haus. b. Pasien mengeluh lemas. 2. Data Objektif a. Penurunan output urine dan peningkatan konsentrasi urine b. Penurunan tekanan darah dan peningkatan nadi. c. Penurunan turgor kulit. d. Penurunan status mental b. Tujuan: Mempertahankan keseimbangan volume cairan c. Kriteria Hasil Klien akan: 1. Mampu mempertahankan volume cairan pada level fungsional yang ditandai dengan output urine yang adequate (2 liter/hari), ttv stabil, turgor kulit baik. CRT 2 detik. 2. Mampu menunjukkan kemampuan untuk memonitor dan pemperbaiki kekurangan cairan sesuai indikasi

d. Intervensi dan Rasional Intervensi Monitor tanda-tanda vital

Rasional Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.

Monitor intake dan out put dan konsentrasi Menurunnya out put dan konsentrasi urine. urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan. Asupan yang adequate menghindarkan Pertahankan asupan cairan minimal 2,5 L dari kekurangan cairan /hari Bila diare berhenti maka proses aktif Kolaborasi dengan dokter pemberian obat kehilangan cairan juga terhenti untuk menghentikan diare Klien dapat memenuhi kebutuhan Ajarkan klien mengenai pemberian asupan cairannya sendiri secara mandiri cairan yang benar A. Tahap Operasi 1. Persiapan umum operasi Hal yang bisa dilakukan oleh perawat ketika klien masuk ruang perawat sebelum operasi: a. Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas rumah sakit untuk mengurangi rasa cemas klien dan kerabatnya (orientasi lingkungan). b. Mengukur tanda-tanda vital. c. Mengukur berat badan dan tinggi badan. d. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium yang penting (H&H, Serum Glukosa, Urinalisa). e. Wawancara
2.

Persiapan klien malam sebelum operasi Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum operasi : a. Persiapan kulit Kulit merupakan pertahanan pertama terhadap masuknya bibit penyakit. Karena operasi merusak integritas kulit maka akan menyebabkan resiko terjadinya infeksi.Beberapa ahli bedah lebih menyukai mencukur rambut karena bisa mengganggu prosedur operasi. b. Persiapan saluran cerna. Persiapan yang dilakukan pada saluran cerna berguna untuk : 1. Mengurangi kemungkinan bentuk dan aspirasi selama anestasi. 2. Mengurangi kemungkinan obstruksi usus.

3. Mencegah infeksi faeses saat operasi. Untuk mencegah tiga hal tersebut dilakukan : 1. Puasa dan pembatasan makan dan minum. 2. Pemberian enema jika perlu. 3. Memasang tube intestine atau gaster jika perlu. 4. Jika klien menerima anastesi umum tidak boleh makan dan minum selama 8 10 jam sebelum operasi : mencegah aspirasi gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam sebelum atau pagi sebelum operasi untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester. c. Persiapan untuk anastesi Ahli anastesi selalu berkunjunng pada pasien pada malam sebelum operasi untuk melekukan pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan neurologis. Hal ini akan menunjukkan tipe anastesi yang akan digunakan selama operasi. d. Meningkatkan istirahat dan tidur Klien pre operasi akan istirahat cukup sebelum operasi bila tidak ada gangguan fisik, tenaga mentalnya dan diberi sedasi yang cukup.
3.

Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam sebelum obat-obatan Pre-operasi : a. Mencatat tanda-tanda vital b. Cek gelang identitas klien c. Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik d. Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infuse e. Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir f. Anjurkan klien untuk buang air kecil g. Perawatan mulut jika perlu h. Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala i. Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia lebih mudah.

2. Asuhan Keperawatan Post-Operatif 1. Risiko infeksi berhubungan dengan diskontinuitas jaringan sekunder terhadap pembedahan a. Tujuan: Tidak terjadi infeksi postoperasi b. Kriteria hasil: Klien akan: 1. Terbebas dari gejala atau tanda infeksi 2. Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat 3. Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan 4. Mengindikasikan status gastrointestinal dalam batas normal

c. Intervensi dan Rasionalisasi Intervensi 1. Memberikan edukasi kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan meninggalkan ruangan pasien. 2. Mengajarkan pasien dan keluarganya tentang tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada petugas kesehatan. 1. Aktivitas kolaboratif: 2. Berikan terapi antibiotik diperlukan

Rasionalisasi Pasien yang mengalami defisit nutrisi mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap infeksi setelah dilakukan pembedahan. Oleh karena itu diharapkan pengunjung menjaga higiene pribadi saat berinteraksi dengan pasien agar tidak terjadi kontaminasi.

Tujuan terapi antibiotik adalah bila untukk menurunkan populasi bakteri penginfeksi sampai ke titik yang memungkinkan sistem imun manusia dapat secara efektif menghadapi bakteri tersebut (Karch, 2003).

Memberi asuhan keperawatan berupa Untuk mencegah infeksi dan invasi rawat luka postoperasi dengan teknik bakteri. steril. 1. Bersihkan lingkungan dengan benar Untuk mengendalikan infeksi. setelah dipergunakan pasien. 2. Pertahankan teknik isolasi bila diperlukan 3. Terapkan kewaspadaan universal 4. Batasi jumlah pengunjung bila diperlukan

2. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga a. Data 1. Data subjektif a. Pengungkapan secara verbal keinginan untuk mengelola pengobatan penyakit dan mencegah gejala sisa. b. Pengungkapan secara verbal kesulitan pengaturan dari salah satu atau lebih efek atau pencegahan komplikasi.

c. Pengungkapan secara verbal bahwa keluarga tidak dapat bertindak untuk mengurangi faktor risiko perkembangan penyakut dan gejala sisa. 2. Data objektif a. Percepatan gejala-gejala penyakit dari anggota keluarga b. Aktivitas keluarga yang tidak tepat dalam mencapai tujuan program pengobatan. c. Kurangnya perhatian terhadap penyakit dan gejala sisa. b. Tujuan: Keluarga klien dapat membantu klien untuk mematuhi regimen terapeutik yang sudah diprogramkan untuk klien. c. Kriteria Hasil Keluarga akan: 1. Menunjukkan keinginan untuk mengekola regimen terapeutik 2. Mengidentifikasi faktor-faktor pengganggu program terapeutik 3. Mengatur kegiatan yang biasa dibutuhkan ke dalam program pengobatan anggota keluarga, misalnya diet d. Intervensi dan Rasionalisasi Intervensi Identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan pasien Berikan keterampilan yang dibutuhkan untuk terapi pasien kepada pemberi perawatan

Rasional Untuk menentukan anggota keluarga yang mana yang dapat diberi tanggungjawab untuk melaksanakan program terapeutik secara mandiri Agar keluarga pasien dapat melaksanakan program terapeutik kepada pasien secara mandiri di rumah

Perawat dapat membantu pemberi Dukung perawatan yang dilakukan perawatan agar hasil yang dicapai lebih oleh anggota keluarga selama dirawat maksimal pada saat yang tepat

C. EVALUASI a. Nyeri teratasi b. Gangguan rasa nyaman hyperthermia teratasi c. Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi d. Ansietas teratasi

e. f. g. h. i.

Kekurangan volume cairan teratasi Klien memahami tentang perawatan dan penyakitnya Tidak terjadi infeksi Tidak terjadi penurunan berat badan Tanda-tanda vital dalam batas normal (Doengoes,2000)

Anda mungkin juga menyukai