Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KELOMPOK MIKRO II

PARAMYXOVIRUS

OLEH :

1. ZULFANI ADHIYATMI (E1A010031) 2. AULIA DWI PUTRI (E1A010018)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2013

PARAMYXOVIRUS 1. Sifat-sifat penting paramyxovirus Virion : bulat, pleomorfik, berdiameter 150-300 nm (nukleokapsid helix 18 nm) Komposisi : RNA (1%), protein (73%), lemak (20%), karbohidrat (6%) Genom : RNA untai tunggal, lurus, tidak bersegmen, negative-sense, 16-20 kb Protein : enam protein struktural. Amplop : mengandung glikoprotein hemagglutinin virus (HN)( yang kadangkadang membawa aktivitas neuroaminidase) dan glikoptotein fusi (F) Replikasi : sitoplasma partikel bertunas dan membran plasma Ciri khas yang menonjol : stabil secara antigen, partikel labil juga sangat infeksius. 2. Struktur dan komposisi Morfologi paramyxoviridae menyerupai virus influenze, tetapi paramyxovirus lebih besar ( berdiameter 150-300 nm ) dan jauh lebih pleomorfik dengan ukuran partikel 100-700 nm. Amplop paramyxovirus tampaknya ringkih, membuat partikel virus labil terhadap kondisi penyimpanan dan cenderung terjadi distrosi pada gambar mikroskop elektron. Genom virus merupakan RNA untai tunggal, lurus, berukuran 16-20 kb. Tidak seperti genom orthomyxovirus ia tidak bersegmen dan tidak sering mengalami pemilihan genetik. Akibatnya, semua anggota paramyxovirus secara antigen stabil. Enam protein struktural paramyxovirus secara umum analog dengan virus influenza. Tiga protein bersatu dengan RNA virus nukleoprotein (NP atau N) yang membentuk nukleokapsid helix (berdiameter 18 nm) dan mewakili protein internal dan dua protein besar lainnya (disebut P dan L) yang mungkin terlibat dalam aktivitas polimerase virus yang berfungsi dalam transkripsi dan replikasi virus RNA. Tiga protein berperan dalam pembentukan amplop virus. Suatu protein matrix (M) mendasari amplop virus, ia mempunyai afinitas baik terhadap NP maupun glikoprotein permukaan virus. Dan penting dalam perakitan virion. Nukleokapsid dikelilingi oleh amplop lipid yang terpaku dengan duri-duri dua glikoprotein transmembran yang berbeda berukuran 10 nm. Aktivitas glikoprotein permukaan ini membantu diferensiasi berbagai genus dari famili paramyxoviridae. Glikoprotein

yang lebih (HN atau H) bisa memiliki aktivitas baik hemagglutinin maupun neuroaminidase dan menyebabkan ikatan pada sel host (inang). Ia dipasang sebagai tetramer dalam virion matur. Glikoprotein lain (F) mamperantari fusi membran dan aktivitas hemolisin. 3. Klasifikasi
Group : Group V ( (-) ssRNA) Order : Mononegavirales Family: Paramyxoviridae Genus : Avulavirus Species: Newcastle disease virus

Family paramyxoviridae dibagi dalam dua subfamili dan empat genus. Sebagian anggota bersifat monotipik (yaitu, mengandung serotipe tunggal), semua secara antigen stabil. 4. Replikasi paramyxovirus Siklus replikasi paramyxovirus a. Ikatan, penetrasi dan pelepasan selubung virus : paramyxovirus berikatan dengan sel inang melalui glikoprotein hemagglutinin (protein HN atau H). Kemudian, amplop virion berfusi dengan membran sel melalui kerja dari produk pemecahan F1. Jika prekursor F0 tidak terpecah, tidak ada aktivitas fusi, tidak terjadi penetrasi virion dan partikel virus tidak mampu memulai infeksi. Fusi oleh F1 terjadi pada pH netral lingkungan ekstrasel, memungkinkan pelepasan nukleokapsid virus secara langsung ke dalam sel. Dengan demikian paramyxovirus mampu melintasi internalisasi melalui endosom. b. Transkripsi, translasi, dan replikasi RNA : paramyxovirus mengandung genom RNA untaian negatif yang tidak bersegmen. Transkrip RNA messenger dibuat dalam sitoplasma oleh polimerase RNA virus. Protein virus disintesa dalam sitoplasma, dan jumlah masing-masing produk gen mempengaruhi tingkat transkripsi mRNA dari gen itu. Glikoprotein virus disintesis dan terglikosilasi dalam jalan kecil sekretoris. Kompleks protein polimerase virus (protein P dan L) juga bertanggung jawab pada replikasi genom virus. Agar sintesis template pertengahan antigenom untaian positif dapat berhasil, kompleks polimerase dapat mengabaikan sinyal pengakhiran yang berbaur pada batas gen. Genom-

genom progen dengan panjang yang penuh kemudian digandakan dari template antigenom. c. Maturasi : virus matur melalui pertunasan dari permukaan sel. Nukleokapsid progen terbentuk disitoplasma dan pindah kepermukaan sel. d. Nasib sel : pembentukan sinsitium merupakan respon yang umum pada infeksi paramyxovirus. Inklusi sitoplasma asidofilik dibentuk secara teratur. Inklusi diyakini mencerminkan tempat sintesis virus dan telah ditemukan mengandung nukleokapsid dan protein virus yang dapat dikenali. Paramyxovirus biasanya mempunyai efek yang minimal terhadap metabolisme sel inang (kecuali perluasan fusi sel yang terjadi. 5. Patogenesis Paramyxovirus merupakan agen penting penginfeksi saluran pernafasan pada bayi dan anak kecil (virus sinsitium pernafasan dan virus parainfluenza) seperti juga agen penyebab dari dua penyakit menular yang tersering pada anak-anak (gondong dan campak). Paramyxovirus merupakan patogen pernafasan utama pada kelompok umur dibawah 5 tahun. Virus parainfluenza ditularkan melalui kontak langsung dari orang ke orang atau melalui droplet aerosol yang banyak. Infeksi bisa hanya mengenai hidung dan tenggorokan, menimbulkan sindroma salesma yang tidak menyakitkan, tetapi infeksi bisa lebih meluas mengenai laring dan trakea bagian atas menyebabkan croup(laringotrakheobronkhitis/batuk disertai sesak nafas) yang ditandai oleh sumbatan pernafasan yang disebabkan oleh membengkaknya laring dan struktur yang terkait. Virus sinsitium pernafasan ditularkan melalui droplet, sehingga penyebarannya dapat terjadi melalui kontak dengan tangan dan permukaan yang

terkontaminasi. Replikasi virus permulaan terjadi di sel-sel epitel nasofaring. Virus bisa menyebar ke bagian bawah, mungkin terbawa oleh sekresi Semua anggota family paramyxoviridae memulai infeksi melalui saluran pernafasan. Replikasi patogen pernafasan terbatas pada epitel pernafasan.
-

Sedangkan pada hewan dikenal virus Newcastle disease (ND) merupakan salah satu penyakit infeksius yang penting dalam industri perunggasan. ND menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada unggas serta

kerugian yang sangat signifikan terhadap perekonomian perunggasan. Penyakit ini disebabkan oleh virus Avian paramixovirus-1, termasuk dalam genus Avulavirus dan famili Paramyxoviridae. Virus ini mempunyai 6 protein utama serta 2 protein non-structural yang menyusun genomnya. Protein-protein tersebut adalah Nucleocapsid protein (N), Phosphoprotein (P), Matrix protein (M), Fusion protein (F), Hemagglutininneuraminidase protein (HN) dan Large polymerase protein (L) serta 2 protein non-structural yaitu protein V dan W dimana 2 protein terakhir tersebut dihasilkan selama proses transkripsi gen P pada proses editing. Protein-protein ini mempunyai peran masing-masing dalam menentukan virulensi virus ND. Hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa protein HN dan F mempunyai kontribusi yang sangat signifikan dalam virulensi dan penyebaran virus ND dalam tubuh inang. Virulensi virus ND terutama ditentukan oleh cleavage site protein F tetapi hasil penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini mengindikasikan bahwa motif cleavage site protein F0 bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan virulensi virus ND. Selain protein F terdapat protein lain seperti HN dan L yang juga berkontribusi dalam menentukan virulensi virus ND. Virus ND mampu menginfeksi lebih dari 200 spesies unggas, tetapi tingkat keparahan penyakit yang ditimbulkan oleh infeksi virus ND bervariasi, tergantung dari inang (jenis unggas) dan strain virus ND. Ayam mengalami tingkat patogenitas yang paling parah dibandingkan dengan unggas lainnya. Pada umumnya, sistem kekebalan pada ayam dalam melawan infeksi virus ND adalah sama dengan sistem kekebalan yang terdapat pada spesies lainnya. Respon kekebalan seluler dan kekebalan humoral berperan penting dalam melawan infeksi virus ND. 6. Pencegahan dan pengendalian Virus sinsitium pernafasan memiliki problem khusus untuk dikembangkan sebaai vaksin. Kelompok target neonatus, harus diimunisasi segera setelah lahir agar mendapatkan perlindungan pada saat resiko tertinggi infeksi virus sinsitium pernafasan yang serius. Respon imun yang timbul pada usia awal ini, terdapat antibodi maternal yang diharapkan dapat menjadi pencegah infeksi. Penyakit tetelo(ND) tidak dapat diobati. Oleh karena itu ayam yang sudah terserang penyakit ini sebaiknya segera dimusnahkan karena mudah menulari

ayam yang lainnya. Pengendalian yang terbaik adalah dengan cara vaksinasi untuk mendapatkan kekebalan penyakit ND. Jenis vaksin yang dapat digunakan, dijual dalam berbagai merek dagang seperti vaksin strain F,strain K, atau lasota.

DAFTAR PUSTAKA
Jawetz,dkk.2005.Mikrobiologi Kedokteran.Jakarta : Salemba Medika. Sujionohadi, K. 2007.Ayam Kampung Petelur.Jakarta:Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai