Anda di halaman 1dari 23

A.

Judul Penelitian Diplomasi Pemerintah Australia Terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Dalam Pemberian Grasi (Studi Kasus Pemberian Grasi Oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terhadap Terpidana Narkoba Schapelle Leigh Corby)

B.

Latar Belakang Masalah Schapelle Leigh Corby, lahir 10 Juli 1977 adalah seorang mantan pelajar sekolah kecantikan dari Brisbane, Australia. Corby adalah seorang wanita Australia yang dihukum karena penyelundupan narkoba yang dipenjara di Indonesia. Dalam tas Corby ditemukan 4,2 kg ganja, yang menurut Corby bukan miliknya. Corby mengaku tidak mengetahui adanya ganja dalam tasnya sebelum tas tersebut dibuka oleh petugas bea cukai bandara Ngurah Rai Bali (www.sumsel.tribunnews.com diakses tanggal 16 Maret 2013). Corby diputuskan bersalah oleh Pengadilan Negeri Denpasar atas tuduhan yang diajukan terhadapnya dan divonis hukuman penjara selama 20 tahun pada 27 Mei 2005 dan denda sebesar Rp.100 juta. Pada 20 Juli 2005, Corby kembali membuka persidangan dengan mengajukan banding dan menghadirkan beberapa saksi baru. Pada tanggal 12 Oktober 2005, setelah melalui banding, hukuman Corby dikurangi lima tahun menjadi 15 tahun. Namun pada 12 Januari 2006, melalui putusan kasasi, MA memvonis Corby kembali menjadi 20 tahun penjara, dengan dasar bahwa narkotika yang

diselundupkan Corby tergolong kelas I yang berbahaya (Putusan MA No. 112 PK/Pid/2006). Didalam UU NO. 35 Tahun 2009 narkoba dibagi menjadi atas 3 golongan yaitu : Golongan Golongan I Pengertian Narkotika yang paling berbahaya. Daya adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini digunakan untuk penelitian dan ilmu pengetahuan. Narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian Narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian Jenis (contoh) ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium

Golongan II Golongan III

petidin, benzetidin, dan betametadol kodein dan turunannya

Pada bulan Maret 2010, Corby mengajukan petisi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk grasi atas dasar penyakit mental, dan pada bulan Mei 2012, Corby diberikan pengurangan hukuman 5 tahun penjara. Ini pertama kali Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi pada terpidana kasus narkotika. Hal itu bertentangan dengan kebijakan pengetatan pemberian remisi pada napi kejahatan luar biasa, seperti korupsi, narkotik, dan terorisme sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2006 (www.antaranews.com diakses tanggal 8 Maret 2013). Keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengabulkan permohonan grasi bagi Schapelle Leigh Corby bertentangan dengan kebijakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi, narkotik, dan

terorisme. Pemberian grasi kepada Corby juga bertolak belakang dengan pidato Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Peringatan Hari Internasional Melawan Penyalahgunaan dan Peredaran Narkoba di Istana Negara tanggal 29 Juni 2005 yang menyatakan bahwa grasi untuk jenis kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotik tidak akan pernah dikabulkan, termasuk bagi Corby (www.presidenri.go.id diakses tanggal 8 Maret 2013). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengabulkan grasi untuk Corby dengan mengurangi hukumannya selama lima tahun. Dalam hal ini peran pemerintah terutama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seharusnya lebih konsisten dalam memerangi narkotika karena Indonesia adalah negara besar dan merdeka. Pemberian grasi kepada Corby dikhawatirkan dapat berdampak buruk bagi terpidana narkotik lainnya. Hal ini menunjukkan indikasi adanya tebang pilih dari pemerintah terhadap pemberian grasi bagi terpidana. Didalam undang-undang hukum pidana Indonesia, ganja

diklasifikasikan ke dalam narkotika golongan I yang dilarang keras peredarannya secara umum. Akan tetapi, keringanan hukuman atau grasi bagi Schapelle Leight Corby yang telah terbukti bersalah karena menyelundupkan ganja seberat 4,2 kilogram ke wilayah hukum Indonesia menimbulkan indikasi adanya tekanan politik dari pihak luar terutama Pemerintah Australia terhadap Pemerintah Indonesia. Pemberian keringanan bagi Corby menunjukkan bahwa Pemerintah Australia menekan Pemerintah

Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung. Diplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah Australia tersebut merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap warga negaranya yang terjebak kasus hukum dinegara lain. Dalam perkara hukum yang melibatkan Corby sudah jelas bahwa Corby dapat dikategorikan sebagai penyelundup narkoba namun Pemerintah Australia tanpa malu-malu memberikan perlindungan kepada warganya (www.antaranews.com diakses tanggal 8 Maret 2013). Dalam pemberian grasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak terlepas dari pertimbangan hubungan diplomatik luar negeri Indonesia. Pemerintah Indonesia tidak mau memberikan keringanan terhadap seseorang dengan yang telah terbukti bersalah secara cuma-cuma sebagaimana kasus Corby. Di mata internasional, kasus perdagangan narkoba merupakan kesalahan berat. Kasus ini sama beratnya seperti kasus terorisme serta perdagangan manusia (Junaidi, 2011: 64). Dengan pemberian pengurangan masa hukuman oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap Corby, Pemerintah Indonesia berharap Pemerintah Australia juga melakukan hal yang sama terhadap warga Indonesia di Australia yang sedang menghadapi masalah hukum, terutama anak-anak yang jumlahnya cukup banyak. Pemberian grasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Corby tidak terlepas dari peran pemerintah Australia, baik dari Perdana Menteri Australia, Partai Politik Australia, maupun NGO (Non-Government Organization) Australia.

C.

Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana bentuk diplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemberian grasi kepada Terpidana Narkoba Schapelle Leigh Corby ?

D.

Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk diplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemberian grasi kepada Terpidana Narkoba Schapelle Leigh Corby.

E. 1.

Manfaat Hasil Penelitian Bagi Penulis a. Menambah wawasan bagi penulis mengenai masalah politik tentang diplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah Australia kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap pemberian grasi kepada terpidana kasus narkoba Schapelle Leigh Corby. b. Penulis dapat menerapkan teori-teori yang ada sebagai alat untuk menganalisis peristiwa-peristiwa yang ada. c. Meningkatan kapasitas dan kapabilitas penulis dalam menganalisis cara berdiplomasi oleh suatu negara.

2. Bagi Pembaca a. Memberi gambaran secara jelas mengenai upaya diplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah Australia kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap pemberian grasi kepada terpidana kasus narkoba Schapelle Leigh Corby. b. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. c. Menambah pengetahuan masyarakat mengenai cara dan upaya yang dilakukan dalam berdiplomasi agar suatu kepentingan dapat tercapai. 3. Bagi Progam Studi Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah khasanah kajian keilmuan yang bermanfaat bagi bahan diskusi dan materi perkuliahan. F. Tinjauan Pustaka 1. Landasan Teori Untuk memudahkan pengkajian skripsi ini, maka dibutuhkan teoriteori untuk dipakai dalam upaya diplomasi Pemerintah Australia terkait pemberian grasi terhadap Corby. Teori-teori tersebut diantaranya seperti teori diplomasi sebagai teori dasar untuk menjelaskan masalah yang sudah dijelaskan diatas.

a. Diplomasi Ernest Satow dalam Mohammad Shoelhi (2011:76)

merumuskan bahwa diplomasi adalah suatu penerapan kecerdasan dan taktik untuk menjalin hubungan resmi antar pemerintah negara merdeka, meluas hingga ke hubungan mereka dengan negara persemakmuran atau protektorat atau hubungan bisnis antar negara melalui cara-cara damai. Sedangkan Azerta Cungu dan Tanya Alfredson (2008: 6) mendefinisikan diplomasi sebagai bsebuah rencana atau metode yang digunakan dalam mencapai kebijakan luar negeri. Dari beberapa definisi, diplomasi sangat erat hubungannya dengan hubungan antar Negara. Diplomasi dapat dikatakan merupakan suatu seni mengedepankan kepentingan suatu negara melalui negosiasi dengan cara-cara damai dalam berhubungan dengan Negara lain. b. Multitrack Diplomacy Konsep Multi Track Diplomacy dikembangkan dari perdebatan yang telah berlangsung lama dalam kajian tentang diplomasi antara diplomasi sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah saja atau diplomasi sebagai kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat ke masyarakat (citizen diplomacy). Hal ini berkembang dari ide bahwa perang dapat dihindari jika terdapat hubungan persahabatan dan pemahaman yang baik antar masyarakat, dan usaha perdamaian dapat dilakukan jika pihak-pihak yang terlibat dalam potensi dan konflik

nyata berusaha untuk saling memahami posisi yang diambil oleh pihak lawan. Teknik tawar-menawar dan negosiasi yang umumnya dipandang sebagai bagian dari kontak diplomatik antar pemerintah dapat dialihkan dan diadaptasi untuk megatur keterlibatan antar warga negara dari berbagai sistem politik yang berbeda tersebut. Multi Track Diplomacy pada dasarnya adalah sebuah kerangka kerja konseptual dalam memandang proses perwujudan perdamaian internasional sebagai sebuah sistem kehidupan. Semuanya tercakup dalam sebuah model jaring-jaring yang saling terkait antara baik kegiatan, individual, institusi dan komunitas yang bekerja bersama untuk satu tujuan tunggal, yaitu sebuah dunia dalam perdamaian. Konsep ini merupakan sebuah ekspansi dari paradigma Track One (Government) dan Track Two (Non-Government) yang telah

membentuk kajian bidang ini dalam beberapa dekade terakhir. Dalam perkembangan sejarahnya, konsep mengenai kedua jalur ini berawal dari sebuah kesadaran bahwa tidak selamanya sebuah interaksi formal, ofisial dan antar-pemerintah diantara perwakilan yang ditugaskan oleh negara berdaulat masing-masing merupakan metode yang efektif dalam mencapai kerjasama internasional yang mutualistik ataupun

menyelesaikan sebuah konflik/perbedaan. Bahkan warga negara biasa dari berbagai macam latar-belakang dan keahlian bisa menghadirkan sesuatu yang kredibel dan dapat membuat suatu bentuk perubahan.

Multi Track Diplomacy terdiri dari 5 jalur yang kemudian berkembang menjadi 9 jalur utama dalam sebuah kerangka kerja konseptual dan praktikal, yang digunakan untuk memahami

kompleksnya sistem dari kegiatan perwujudan perdamaian, yakni antara lain: 1. Pemerintah (Goverment) Bidang ini mencakup bagaimana proses formal diplomasi, perumusan kebijakan dan pembangunan perdamaian melalui ofisial dan institusi pemerintahan dijalankan. 2. Karir Profesional (Non Goverment) Di sinilah kegiatan para pemegang karir professional non governmental (non pemerintah) berjalan. Mereka berusaha untuk menganalisa, mencegah, menyelesaikan dan mengakomodasi konflik internasional oleh aktor-aktor bukan negara. 3. Bisnis (Bussines) Ini adalah bidang tempat kegiatan-kegiatan bisnis

menjalankan peran actual dan potensialnya dalam pembangunan perdamaian melalui provisi kesempatan ekonomi, persahabatan dan pemahaman internasional, saluran komunikasi informal dan

mendukung kegiatan perwujudan perdamaian lainnya. 4. Warga Negara (Privat Citizen) Ini termasuk beraneka cara bagaimana warga Negara individual berkontribusi dan terlibat dalam kegiatan pembangunan

dan perdamaian melalui citizen diplomacy, progam pertukaran, organisasi voluntari swasta, NGO (Non-Government Organization) dan kelompok kepentingan tertentu. 5. Penelitian, Pelatihan dan Edukasi (Research, Training and Education) Jalur ini mencakup tiga kajian kerja, antara lain: Penelitian yang berhubungan dengan program-program universitas, think tanks dan pusat penelitian kelompok-kelompok kepentingan khusus; Program Pelatihan yang mencari untuk menyediakan keahlian praktisioner seperti negosiasi, mediasi, resolusi konflik dan fasilitasi third-party; dan Edukasi termasuk proses pendidikan formal dari TK sampai ke tingkat Doktoral yang mencakup berbagai macam aspek global mengenai studi lintas-budaya, studi tata dunia dan perdamaian, dan konflik analisis, manajemen dan resolusi. 6. Aktivisme (Activism) Jalur ini melingkupi aktivisme perdamaian dan

environmental mengenai beberapa hal seperti disarmament, hak asazi manusia, keadilan social dan ekonomi, serta advokasi kepada kelompok pemerintah. 7. Agama (Religion) Jalur ini mempelajari bagaimana suatu kepercayaan dan kegiatan berorientasi perdamaian yang dilakukan oleh komunitas kepentingan khusus mengenai kebijakan tertentu

10

spiritual dan religius serta beberapa gerakan berbasis moral seperti pacifisme, sanctuary dan anti-kekerasan. 8. Pendanaan (Funding) Ini terkait langsung dengan komunitas funding; yaitu mereka yang baik yayasan maupun filantropis individual yang meyediakan dukungan finansial untuk banyak kegiatan yang dilaksanakan oleh jalur-jalur lainnya. 9. Komunikasi dan Media (Communication and the Media) Di sini adalah tempat bagi suara semua orang yaitu bagaimana opini public dapat dibentuk dan diekspresikan melalui media cetak, radio, film, sistem elektronik dan seni. (The University of Connecticut Project in International Negotiation (CPIN), The Rules of Diplomacy, http://www.peace.ca/diplomacy.htm, diakses tanggal 3 April 2013). Dalam pelaksanaan multitrack diplomacy, terdapat 12 prinsip yang menjadi landasannya, yaitu: 1. Relationship, yaitu membangun hubungan yang kuat inter-personal dan intergroup dalam masyarakat. 2. Komitmen Jangka Panjang, yaitu membuat komitmen bersama dalama masyarakat dalam jangka waktu yang lumayan lama. 3. Sinergi Budaya, yaitu menghargai kebajikan budaya dari semua pihak dan terbuka terhadap interaksi kreatif dalam budaya yang berbeda.

11

4. Partnership Kolaboratif, yaitu model yang menhendaki adanya

kerjasama antara pihak lokal dan institusi lain atau koalisi.


5. Multiple

Technologies,

yaitu

pengguanaan

berbagai

macam

teknologi sebagai sebuah pendekatan baru, jika dibutuhkan dalam kondisi dan situasi tertentu. 6. Fasilitas, yaitu memberikan kesempatan bagi pihak-pihak tertentu untuk brtanggung jawab dalam mimpi dan tujuan mereka.
7. Empowerment/Kewenangan, yaitu mmbantu masyarakat sebagai

agen perubahan dalam masyarakat. 8. Penelitian Aksi, yaitu belajar dari apa yang dilakukan/pengalaman dan membagikannya dengan orang/pihak lain. 9. Invitasi, yaitu memasuki sebuah sistem dimana ada invitasi dan pintu terbuka. 10. Kepercayaan, yaitu membangun hubungan dimana didalamnya terdapat mutual trust dan kepedulian dalam sistem.
11. Perjanjian/Engagemen,

yaitu

mengakui

bahwa

sekali

kita

memasuki sebuah sistem, maka kita menjadi bagian unik dari itu, dan menjadi mitra yang peduli dan akuntabel. 12. Transformasi, yaitu katalis yang mengubah tingkatan level paling dalam baik dalam asumsi, keyakinan, nilai, seperti tindakan dan struktur.

12

(The University of Connecticut Project in International Negotiation (CPIN), The Rules of Diplomacy, http://www.peace.ca/diplomacy.htm, diakses tanggal 3 April 2013). Sejak munculnya konsep negara bangsa di Eropa utara pada pertengahan abad ke 16, kebutuhan akan interaksi antar bangsa menjadi sangat penting dan sangat di butuhkan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing negara sehingga di bentuklah unit ataupun badan yang secara administratif mewakili negara yang akan berhubungan kepada negara lain yang berfungsi untuk menjelaskan secara mendetail bentuk kebijakan luar negeri suatu negara. Kemudian berlanjut pada abad ke 17 dan 18 dimana abad ini dapat di kategorikan sebagai abad perkembangan dari hubungan interasional dimana filsuf dan para pemikir politik seperi Grotius, Hobbes, Abbe Saint-Pierre, Kant dan Rousseau merasa penting untuk mengkaji masalah dalam hubungan internasional. Diplomasi pada hakikatnya merupakan kebiasaan untuk melakukan hubungan antar negara melalui wakil resmi ataupun tidak resminya yang dapat melibatkan seluruh proses hubungan luar negeri, perumusan kebijakan termasuk pelaksanaannya. Dalam arti yang luas, diplomasi dan politik luar negeri adalah sama. Namun dalam artian yang lebih sempit (tradisional) diplomasi melibatkan cara-cara dan mekanisme, sedangkan dalam politik luar negeri ada dasar atau tujuannya. Dalam artian yang lebih terbatas, diplomasi meliputi teknik operasional dimana negara mencari kepentingan diluar yurisdiksinya.

13

2. Kerangka Berpikir Dr. Louise Diamond dan Ambassador John McDonald dalam bukunya Multi-Track Diplomacy menyebutkan pentingnya diplomasi ..diplomacy is associated in our minds with an interactive process, a back-and-forth between various parties, it about relationship,

communication, connectedness. These are the key elements not only of peacemaking endeavors but also of social systems. If the term jiggles the mind to associate the system with this efforts and qualities it will be relevant.. Berdasarkan teori ini, Peter Sutch dan Juanita Elias dalam bukunya The Basics: International Relations mengungkapkan bahwa segala jenis upaya diplomasi yang dilakukan harus dengan analisis objektif dimana fokus tertuju pada kekuataan hubungan antara dua buah negara. (Peter Stuch, Juanita Elias. 2007: 41-42) Aktor-aktor pemerintah yang efektif dalam sebuah sistem akan mempengaruhi suksesnya diplomasi. Diplomasi dianggap sukses apabila kedua belah pihak berhasil mengatasi kepentingan-kepentingan yang berbeda, atau apabila kedua belah pihak berhasil berkompromi dalam mengatasi perbedaan kepentingan. (Sukawarsini Djelantik, 2008: 103). Selain pemerintah, salah satu diplomasi multi-track yang patut diperhitungkan ialah peran media massa dalam menciptakan opini publik. Media merupakan salah satu faktor penting, baik bagi keberhasilan maupun kegagalan diplomasi antara dua negara. Hal ini karena mobilisasi opini publik melalui pencitraan media (multilateral dan unilateral) yang

14

konsisten

akan

mempengaruhi

dinamika

diplomasi

yang

diimplementasikan dalam foreign policysuatu negara. Pemberian grasi terhadap terpidana kasus narkoba Schapelle Leigh Corby oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak lepas dari peran pemerintah Australia. Beberapa kali pemerintah Australia melakukan lobi terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar Corby mendapatkan grasi. Hal yang dilakukan oleh pemerintah Australia ini juga dikarenakan adanya tekanan dari dalam negeri Australia baik dari NGO (Non-Government

Organization), Partai, Masyarakat Australia, dan media massa Australia yang berasumsi bahwa Corby tidak bersalah.

Tekanan Dari Dalam Negeri Australia

Perdana Menteri Australia

Kunjungan Diplomatik

Ancaman Penarikan Dana Bantuan Tsunami Aceh

Pertukaran Narapidana

Pemerintah Indonesia (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono)

Grasi Bagi Schapelle Leigh Corby

15

G.

Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Margono, 2005 : 36). Pengertian lain mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk katakata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007: 6). Penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasikan pada gejala atau fenomena yang bersifat alami. Mengingat orientasinya demikian maka sifatnya mendasar dan naturalistik atau bersifat kealamiahan serta tidak bisa dilakukan di laboraturium melainkan di lapangan sesuai dengan sifat dan karakter permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, maka jenis penelitian yang akan digunakan adalah jenis penelitian kualitatif. Penggunaan pendekatan ini disesuaikan dengan tujuan pokok penelitian yaitu untuk megetahui bagaimana bentuk diplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemberian grasi kepada Terpidana Narkoba Schapelle Leigh Corby.

16

Sebagaimana sifat dari penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama, yaitu pertama, menggambarkan dan mengungkapkan (to describe and explore) dan kedua menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain), kebanyakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan eksplanatori. Beberapa penelitian memberikan deskripsi situasi yang kompleks, dan arah bagi penelitian selanjutnya. 2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penulisan merupakan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi pustaka. Studi pustaka adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain. Studi Pustaka menurut M. Nazir (2003: 27) adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Studi kepustakaan merupakan langkah yang penting sekali dalam metode ilmiah untuk mencari sumber data sekunder yang akan mendukung penelitian dan untuk mengetahui sampai ke mana ilmu yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang, sampai ke mana terdapat kesimpulan yang pernah dibuat.

17

3. Obyek Penelitian Dalam penelitian ini peneliti mengambil obyek utama penelitian adalah bagaimana bentuk diplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemberian grasi kepada Terpidana Narkoba Schapelle Leigh Corby. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data penelitian ini perlu ditegaskan jenis-jenis data dan kategori data yang dikumpulkan dalam melakukan pengumpulan data ini perlu adanya ketekunan dan ketelitian yang baik mengenai data yang berhubungan dengan judul penelitian. Teknik pengumpulan data penulisan penelitian ini dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan bagaimana diplomasi Australia kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait pemberian grasi bagi terpidana narkoba Schapelle Leigh Corby. 5. Teknik Analisis Data Dalam penyusunan penelitian ini, analisa data dilakukan sejak awal penelitian dan proses penelitian dilaksanakan. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan model analisa interaktif, data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis.

18

Analisa Data Model Interaktif

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penyajian Data

Penarikan Kesimpulan

(Gambar diambil dari Mile dan Huberman dalam Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Agus Salim, 2006: 20-24 ) a. Reduksi data Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaa, pengabstrakan dan transformasi dari data kasar yang muncul dari catatan pustaka. Reduksi data dilakukan dengan cara meringkas data, mengkode, menelusur tema, dan membuat gugus-gugus (Moleong, 2006: 303). Reduksi data yang dilakukan dalam jenis penelitian kualitatif yang bersumber pada data sekunder melalui studi pustaka. Data yang dikumpulkan dari sumber data disesuaikan dengan tema dasar penelitian yaitu Diplomasi Pemerintah Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait pemberian grasi kepada terpidana kasus narkoba Schapelle Leigh Corby.

19

b. Penyajian data Penyajian data merupakan cara menyajikan data yang telah direduksi. Dalam penelitian kualitatif pada umumnya data disajikan secara naratif dengan menjabarkan informasi dan hasil interpretasi yang dilakukan oleh penulis. Data-data yang telah direduksi dapat pula disajikan dalam bentuk kategori-kategori, sketsa, diagram, dan tabel yang sudah diolah sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Dalam penelirian ini, data-data yang didapatkan dari sumbersumber yang ada disajikan dalam bentuk naratif dengan menguraikan gambaran mengenai upaya Pemerintah Australia dalam melakukan diplomasi terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkain pemberian grati terhadap terpidana kasus narkoba Schapelle Leigh Corby. c. Penarikan kesimpulan (verifikasi) Setelah diperoleh data yang cukup maka perlu untuk menyimpulkan hal-hal yang akan ditulis, sehingga penulis dapat dengan mudah untuk menrik kesimpulan dari data yang telah diperoleh. Dalam tahap untuk menarik kesimpulan dari ketegori data yang telah direduksi dan disajikan untuk selanjutnya menuju kesimpulan akhir sehingga mampu menjawab permasalahan yang dihadapi. Tetapi dengan bertambahnya data melalui verifikasi secara terus menerus, maka diperoleh kesimpulan yang bersifat acak. Dengan kata lain, setiap

20

kesimpulan senantiasa akan selalu terus dilakukan verifikasi selama penelitian berlangsung. H. Jadwal Penelitian No. 1. 2. 3. 4. Jenis Kegiatan Pen yusunan Proposal Pengajuan Proposal Pengumpulan Data Analisis Data Maret Bulan* April Mei Juni

*keterangan: Tahun 2013

I. Daftar Pustaka

Sumber buku :

21

Alfredson, Tanya dan Azeta Cungu. 2008. Negotiation Theory and Practice: A Review of the Literature. UN: Food and Agriculture Organization. Bantarto. 1994. Refleksi Setengah Abad Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Gramedia. Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi antara Teori & Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu, Ibrahim, Johnny. 2005 Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Surabaya: Bayumedia. Junaidi. 2011. Peraturan Perundang-undangan Hukum Narkoba. Jakarta: Pustaka Elektronik. Marlina. 2009. Upaya-Upaya Diplomasi Pemerintah Indonesia. Dalam Jurnal Yustika Volume 12 Nomor 2. Miles, Matthew B dan Huberman, A. Michael. 2009. Analisis Data Kualitatif. Penerjemah: Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI-Press. Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nasir, M. 2003. Metode Penelitian Cetakan ke-5. Jakarta: Ghalia Indonesia. Peter Stuch, Juanita Elias. 2007. The Basic: The International Relations. New York: Routledge. Shoelhi, Mohammad. 2011. Diplomasi: Praktik Komunikasi Internasional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Sumber Media Online : http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/288-metodepengumpulan-data-penelitian-kualitatif.html diakses pada 7 Maret 2013

22

http://www.pangupodit.com/2012/05/pengertian-studi-kepustakaanmenurut-para-ahli diakses pada 7 Maret 2013 http://mudjiarahardjo.com/profile/270.html?task=view diakses pada 8 Maret 2013 http://www.antaranews.com/view/?i=1214216105&c=ART&s= diakses pada 8 Maret 2013 http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/116metode-penelitian-kualitatif.html diakses pada 13 Maret 2013 http://staff.undip.ac.id/sastra/mudjahirin/2009/03/06/penelitian-sosialbudaya/ diakses pada 13 Maret 2013 http://sumsel.tribunnews.com/m/index.php/2012/05/28 diakses pada 16 maret 2013 http://www.peace.ca/diplomacy.htm, The University of Connecticut Project in International Negotiation (CPIN), The Rules of Diplomacy, diakses tanggal 3 April 2013

23

Anda mungkin juga menyukai