Anda di halaman 1dari 23

PERBEDAAN RIBA DAN BUNGA BANK

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

ELFA RIZKI 58048/2010 DOSEN: Dr. Fuady Anwar, M.Ag

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGRI PADANG 2011

KATA PENGANTAR
Asalamualaikum Wr. Wb Atas rahmat yang diberikan-Nya , saya sebagai penulis akhirnya bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik, dan semoga makalah ini sangat banyak manfaatnya untuk semua pembaca yang belum mengetahui tentang perbedaan riba dan bunga bank khusunya. Dengan tulisan-tulisan yang saya muat diatas, rasa syukur dan trimakasi sangat saya tujukan terutama kepada ALLAH SWT, yang mana telah memberikan saya kenikmatan yang tak dapat tertandingi oleh apapun. Selanjutnya rasa terimakasih juga sangat saya tujukan kepada KEDUA ORANG TUA saya, yang mana tanpa papa mama, saya hanya bagaikan kapal yang kehilangan nahkodanya, bagai rumah tanpa pondasinya. Terimaksi untuk papa,mama yang selalu mendukung saya dalam pembuatan makalah ini, Serta untuk kembaranku ELFANDI RIZKI, serta adek-adekku WASEL RIZKI, dan IRMA NASTISYA PUTRI. Semoga mereka dapat menjadikan ku sebagai saudara yang dapat dibanggakan. Selanjutnya untuk FAENSTER yang sllu memberikan saya dukungan-dorongan untuk menyelesaikan makalah ini. Yang sllu mendampingi saya dalam suka maupun duka. untuk teman-temanku yang sllu memberikan masukan-masukan baik untuk kelancaran tugas saya terutama WIMAGE yang sllu mendampingi saya hingga pembuatan makalah ini selasai,yang diantaranya, PUJI,FIKA,LIZA,REZA,DILA,ARIEL, dan untuk KOST tercinta WENY, ICHA,VONY,HUSNA,NYANY A, dan FINA yang sllu memberikan kecerian dalam situasi yang tak dapat saya kontrol sendiri. Dan tak lupa rasa terimakasih untk DOSEN yang tlah membimbing saya sampai saat ini, yang menjadikan ketidaktahuan saya menjadi pengetahuan yang luar biasa. Terimakasih untuk bapak dan ibu atas pembimbinganya terhadap apa yang tlah diberikanya kepada saya slama ini.

Padang, Mai penulis


2

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... 2 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 3 BAB I ......................................................................................................................................... 4 PENDAHULUAN .................................................................................................................. 4 PERUMUSAN MASALAH................................................................................................... 5 BAB II ....................................................................................................................................... 6 PEMBAHASAN ................................................................................................................. 6 Pengertian Riba dan Bunga Bank ..................................................................................... 6 A. Riba................................................................................................................................ 8 B. Bunga Bank ................................................................................................................ 10 C. Hukum Riba dan Bunga Bank ................................................................................... 10 D. Dampak Riba Dan Bunga Bank ................................................................................ 11 Dampak Riba Terhadap Kehancuran Ekonomi Masyarakat ............................................ 11 Dampak Riba Secara Keseluruhan ................................................................................... 16 E. HADIS-HADIS TENTANG RIBA ............................................................................... 17 Hadits Pertama: ............................................................................................................. 17 Hadits Kedua:................................................................................................................. 17 Hadits Ketiga:................................................................................................................. 18 f. IJMA ULAMA TENTANG KEHARAMAN BUNGA BANK .................................. 19 BAB III .................................................................................................................................... 21 KESIMPULAN.................................................................................................................... 21 PENUTUP............................................................................................................................ 22 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 23

BAB I
PENDAHULUAN
Kita akan membahas riba dan berbagai permasalahannya, kita akan menganalisis bunga bank dengan berbagai implikasinya, baik dari segi ekonomi, produk usaha, dampak kejiwaan, hubungan antar anggota masyarakat, demikian juga akibatnya terhadap akumulasi utang negara berkembang. Ada beberapa syarat utama untuk dapat memahami bunga dan kaitannya dengan riba, yaitu menghindarkan diri dari kemalasan ilmiah yang cenderung pragmatis dan mengatakan bahwa praktek pembungaan uang seperti yang dilakukan lembaga-lembaga keuangan ciptaan Yahudi sudah sejalan dengan ruh dan semangat Islam. Tunduk dan patuh kepada aturan Allah dan Rasulullah dalam segala aspek termasuk dimensi ekonomi dan perbankan, seperti dalam firman Allah SWT


Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (al-Ahzab : 36)

Sejak dulu perbincangan mengenai larangan riba bunga bank semakin memanas saja. Setidaknya ada dua pendapat mendasar yang membahas masalah tentang riba. Pendapat pertama berasal dari mayoritas ulama yang mengadopsi dan intrepertasi para fuqaha tentang riba sebagaimana yang tertuang dalam fiqh. Pendapat lainnya mengatakan, bahwa larangan riba dipahami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan adanya upaya eksploitasi, yang secara ekonomis menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat. Kontroversi bunga bank konvensional masih mewarnai wacana yang hidup di masyarakat. Dikarenakan bunga yang diberikan oleh bank konvensional merupakan sesuatu yang diharamkan dan Majelis Ulama Indonesia sudah jelas mengeluarkan fatwa tentang bunga bank pada tahun lalu. Namun, wacana ini masih saja membumi ditelinga kita, dikarenakan beragam argumentasi yang dikemukakan untuk menghalalkan bunga, bahwa bunga tidak sama dengan riba. Walaupun Al-Quran dan Hadits sudah sangat jelas bahwa bunga itu riba. Dan riba hukumnya adalah haram.

Untuk mendudukan kontroversi bunga bank dan riba secara tepat diperlukan pemahaman yang mendalam baik tentang seluk beluk bunga maupun dari akibat yang ditimbulkan oleh dibiarkannya berlaku sistim bunga dalam perekonomian dan dengan membaca tanda-tanda serta arah yang dimaksud dengan riba dalam Al Quran dan Hadist. Oleh karena itu, saya sebagai penulis mencoba menjelaskan apakah sama antar riba dan bunga bank dalam pandangan fiqh muamalah dan ekonomi Islam. Nanti didalam pembahasan nanti akan saya jelaskan lebih rinci tentang bagiamna permasalaha-permaslahan yang akan muncul akibat adanya bunga bank dan riba. Disana akan sangat bisa kita lihat apakah bunga bank dan riba memiliki banyak perbedaan.

PERUMUSAN MASALAH
Dengan melihat pendahuluan yang telah dikemukakan, maka beberapa pokok masalah yang dapat penulis rumuskan adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Bagaimana pengertian riba dan bunga bank? Apakah sama riba dan bunga bank ? Bagaimana hukum riba dan bunga bank? Serta apakah dampak dari riba (bunga bank) terhadap kehidupan manusia? apa-apa saja hadis tetang riba?

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Riba dan Bunga Bank
Bunga adalah sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau prosentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal. Asal makna riba menurut bahasa Arab ialah lebih (bertambah). Adapun yang dimaksud disini menurut syara riba adalah akad yang terjai dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara atau terlambat menerimanya. Istilah riba pertama kalinya di ketahui berdasarkan wahyu yang diturunkan pada masa awal risalah kenabian dimakkah kemungkinan besar pada tahun IV atau awal hijriah ini berdasarkan pada awal turunya ayat riba. Para mufassir klasik berpendapat, bahwa makna riba disini adalah pemberian. Berdasarkan interpretasi ini, menurut Azhari dan Ibnu Mansur . riba terdiri dari dua bentuk yaitu riba yang dilarang dan yang tidak dilarang. Namun dalam kenyataannya istilah Riba hanya dipakai untuk memaknai pembebanan hutang atas nilai pokok yang dipinjamkan. Sedangkan dalam istilah al-Jurjani mendefinisikan riba dengan kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari kedua belah pihak yang membuat akad/transaksi Walaupun bnyak pendapat dari para ahli, saya mendefinisikan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bertentangan dengan prinsip ekonomi islam yang pernah saya ketahui, riba sangat tidak baik dan hukumnya haram, karna mengambil uang yang bukan uang usaha murni yang kita lakukan dengan kerja keras. Riba hanya berprinsip mendapatkan keuntungan yang lebih tanpa adanya dorongan usaha yang setimpal. Pastinya riba sangat dibenci oleh allah .

Mengenai hal ini Allah SWT mengingatkan dalam firmannya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bathil (Q.S An-Nisa : 29), menjelaskan : bahwa pengertian riba secara bahasa adalah tambahan (Ziyadah), namun yang dimaksud riba dalam ayat Al-Quran yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. dari penjelasan tentang pengertian riba dan bunga diatas, saya simpulkan bunga sama dengan riba. Mengapa demikian, dikarenakan secara riil operasional di perbankan konvensional, bunga yang dibayarkan oleh nasabah peminjam kepada pihak atas pinjaman yang dilakukan jelas merupakan tambahan. Karena nasabah melakukan transaksi dengan pihak bank berupa pinjam meminjam berupa uang tunai. Didalam Islam yang namanya konsep pinjam meminjam dikenal dengan naman pinjaman kebajikan. Dimana Allah SWT, berfirman : Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.(Q. S Al-Baqarah : 245) Pinjaman qardh(kebajikan) tidak ada tambahan, jadi seberapa besar yang dipinjam maka dikembalikan sebesar itu juga. Namun, berbeda apabila akad atau transaksi tersebut mengandung jual beli, sewa maupun bagi hasil. Jadi, Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secara konvensional si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam hal ini merupakan riba yang telah diharamkan oleh Allah SWT didalam Al-Quran dan Hadis.

A. Riba
Riba yang berasal dari bahasa Arab artinya tambahan (ziyadah, Arab/addition, Inggris), yang berarti : tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman.


Kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang membuat akad / transaksi. Ada yang membedakan antara riba dan bunga seperti bahwa riba adalah untuk pinjaman yang bersifat konsumtif, sedangkan riba untuk pinjaman yang bersifat produktif. Adapun dampak akibat praktek riba itu antara lain ialah : 1. Menyebabkan eksploitasi (pemerasan) oleh si kaya terhadap si miskin 2. Uang modal besar yang dikuasai oleh penguasa tidak disalurkan ke dalam usaha-usaha yang produktif, misalnya pertanian, perkebunan, industri, dan sebagainya yang dapat menciptakan lapangan kerja banyak, yang sangat bermanfaat bagi masyarakat dan juga bagi pemilik modal sendiri, tetapi modal besar itu justru disalurkan dalam perkreditan berbunga yang belum produktif. 3. Bisa menyebabkan kebangkrutan usaha dan pada gilirannya bisa mengakibatkan keretakan rumah tangga, jika si peminjam itu tidak mampu mengembalikan pinjaman dan bunganya. Karena melihat bahaya besar atau dampak negatif dari praktek riba itulah, maka Nabi Muhammad membuat perjanjian dengan kelompok Yahudi, bahwa mereka tidak dibenarkan menjalankan praktek riba dan Islam pun dengan tegas melarang riba. Di dalam al-Quran terdapat beberapa ayat yang membicarakan riba secara eksplisit. Pada periode Mekah sebelum hijrah, Allah berfirman dalam surat ar-Rum ayat 39, yang menerangkan bahwa bagi Allah orang itu sebenarnya tidak melipat gandakan hartanya dengan jalan riba, melainkan dengan jalan zakat yang dikeluarkan karena Allah semata-mata.

Di dalam hadits-hadits Nabi, yang menegaskan bahwa riba itu termasuk tujuh dosa besar, yakni syirik, sihir, membunuh anak yatim, melarikan diri waktu pertempuran dan menuduh zina wanita yang baik-baik.

()
Allah mengutuk orang yang mengambil riba (orang yang memberi pinjaman), orang yang memberikan riba (orang yang utang), dua orang saksinya, dan orang yang mencatatnya. menerangkan bahwa riba ada dua macam, yaitu : a. Riba yang jelas, yang diharamkan karena adanya keadaan sendiri, yaitu riba nasiah (riba yang terjadi karena adanya penundaan pembayaran hutang). Riba nasiah ini hanya di perbolehkan dalam keadaan darurat. b. Riba yang samar, yang diharamkan karena sebab lain, yaitu riba yang terjadi karena adanya tambahan pada jual beli benda/bahan yang sejenis.

.
Hajat (keperluan yang mendesak/penting) itu menempati di tempat terpaksa, sedangkan keadaan darurat itu menyebabkan boleh melakukan hal-hal yang dilarang.

Disimpulkan bahwa walapun adanya 2 macam riba, yang namanya riba itu tidak dibenarkan dalam islam, karna riba itu haram dan dilarang keras oleh allah sebagai umatnya.dan apabila benar-benar tidak ada jalan laiiba yang dijalankan untuk mrnghindari adanya riba, dapat mengambil jalan dengan riba jelas (riba nasiah) yang mana riba yang dijalankan karna darurat atau terpaksa.

B. Bunga Bank
Bunga sebagai pendapatan akan mengalir pada umumnya kepada kelas yang berpendapat yang menghasilkan pendapatan dan menetapkan pembagian pendapatan nasional, benda modal dari pada asset yang menghasilkan pendapatan nilai benda-benda modal daripada aset tinggi, baik bunga itu berasal dari kredit produktif atau konsumsif.Tingkat bunga merupakan harga yang strategis dalam arti bahwa interest rate ini akan menentukan alokasi sumber-sumber mempengaruhi luas investasi,menetapkan nilai benda, dalam hal ini pengaruhnya tidak sehingga kadang-kadang dianggap kecil saja, namun demikian pengaruhnya adalahparvasive, kecuali itu bunga akan sllu mengintari peminjaman modal akan beban yang harus di bayar pada waktunya. Disini bunga bank bermakna bahwa setiap nasabah yang meminjam ke bank , akan dikenakan pembayaran yang dinamakan bunga bank atas peminjaman dana atau uang tersebut. Dalam maknanya sama dengan riba, bunga bank bermakna sama sama mengambil keuntungan sepihak karna kepepetan orang lain yang sangat membutuhkan pinjaman dana darinya, yang mana akan merugikan orang lain demi keuntungan sepihak.

C. Hukum Riba dan Bunga Bank


Seluruh ulama sepakat mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja. Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman; Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya

10

(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. [QS Al Baqarah (2): 275). Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok haingg hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (TQS Al Baqarah (2): 279) Dengan adanya firman allah dalm surah al-baqarah ditas dapt disimpulkan dan diambil maknanya bahwa hukum riba itu sudah jelas-jelas haram dan dilarang keras oleh allah, penjelasan riba dan bunga bank dapat dihukm dalam neraka yang ditegaskan allah dalam surahnya, ppenegasan itu tak hanya peringat tapi juga keharusan kita sebagai umat untuk meninggalkan larangan tersebut dengan kesadarn sendiri, karna riba dan bunga bank sifatnya memeres orang lain, dan sifat yang demikian sangat dibenci oleh allah. Maka jauhilah riba dan bunga bank, carilah keuntungan dengan jalan yang benar-benar di ridhoi allah.

D. Dampak Riba Dan Bunga Bank


Dampak Riba Terhadap Kehancuran Ekonomi Masyarakat
Firman Allah : Apa yang kamu berikan (pinjaman) dalam bentuk riba agar harta manusia betambah, maka hal itu tidak bertambah di sisi Allah (QS.ar-Rum : 39)

Menurut pandangan kebanyakan manusia, pinjaman dengan sistem bunga akan dapat membantu ekonomi masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat. Anggapan tersebut telah menjadi keyakinan kuat hampir setiap orang, baik ekonom, pemeritah maupun praktisi. Keyakinan kuat itu juga terdapat pada intelektual muslim terdidik yang tidak berlatar belakang pendidikan ekonomi. Karena itu tidak aneh, jika para pejabat negara dan direktur perbankan seringkali bangga melaporkan jumlah kredit yang dikucurkan untuk pengusaha kecil sekian puluh triliun rupiah. Begitulah pandangan dan keyakinan hampir semua manusia saat ini dalam memandang sistem kredit dengan instrumen bunga. Itulah pandangan
11

material manusia yang seringkali terbatas. Pinjaman (kredit) dengan sistem bunga tidak akan membuat ekonomi masyarakat tumbuh secara agregat dan adil. Pandangan Al-quran ini secara selintas sangat kontras dengan pandangan manusia kebanyakan. Manusia menyatakan bahwa pinjaman dengan sistem bunga akan meningkatkan ekonomi masyarakat, sementara menurut Allah, pinjaman dengan sistem bunga tidak membuat ekonomi tumbuh dan berkembang, karena riba secara empiris telah menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian, khususnya bila ditinjau dari perspektif makro Harus dicatat, bahwa Al-quran membicarakan riba (bunga) dalam ayat tersebut dalam konteks ekonomi makro, bukan hanya ekonomi mikro. Bahkan sisi ekonomi makro jauh lebih besar. Kesalahan umat Islam selama ini adalah membahas riba dalam konteks ekonomi mikro semata. Membicarakan riba dalam konteks teori ekonomi makro adalah mengkaji dampak riba terhadap ekonomi masyarakat secara agregat (menyeluruh), bukan individu atau perusahaann (institusi). Sedangkan membicarakan riba dalam lingkup mikro, adalah membahas riba hanya dari sisi hubungan kontrak antara debitur dan kreditur. Biasanya yang dibahas berapa persen bunga yang harus dibayar oleh si A atau perusahaan X selaku debitur kepada kreditur. Juga, apakah bunga yang dibayar debitur sifatnya memberatkan atau menguntungkan. Ini disebut kajian dari perspektif ekonomi mikro. Padahal dalam ayat, Al-Quran menyoroti praktek riba yang telah sistemik, yaitu riba yang telah menjadi sistem di mana-mana, riba yang telah menjadi instrumen ekonomi, sebagaimana yang diyakini para penganut sistem ekonomi kapitalisme.Dalam sistem kapitalis ini, bunga bank (interest rate) merupakan jantung dari sistem perekonomian. Hampir tak ada sisi dari perekonomian, yang luput dari mekanisme kredit bunga bank (credit system). Mulai dari transaksi lokal pada semua struktur ekonomi negara, hingga perdagangan internasional. Jika riba telah menjadi sistem yang mapan dan telah mengkristal sedemikian kuatnya, maka sistem itu akan dapat menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian secara luas. Dampak sistem ekonomi ribawi tersebut sangat membahayakan perekonomian. Sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana sepanjang sejarah, sejak tahun 1930 sampai saat ini. Sistem ekonomi ribawi telah membuka peluang para spekulan untuk melakukan spekulasi yang dapat mengakibatkan volatilitas ekonomi

12

banyak negara. Sistem ekonomi ribawi menjadi punca utama penyebab tidak stabilnya nilai uang sebuah negara. Karena uang senantiasa akan berpindah dari negara yang tingkat bunga riel yang rendah ke negara yang tingkat bunga riel yang lebih tinggi akibat para spekulator ingin memperoleh keuntungan besar dengan menyimpan uangnya dimana tingkat bunga riel relatif tinggi. Usaha memperoleh keuntungan dengan cara ini, dalam istilah ekonomi disebut dengan arbitraging. Tingkat bunga riil disini dimaksudkan adalah tingkat bunga minus tingkat inflasi. di bawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstant, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Data IMF menunjukkan bagaimana kesenjangan tersebut terjadi sejak tahun 1965 . Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan terciptanya pengangguran. Semakin tinggi suku bunga, maka investasi semakin menurun. Jika investasi menurun, produksi juga menurun. Jika produksi menurun, maka akan meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinan. Teori ekonomi makro juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh bunga adalah inflasi yang terjadi akibat ulah tangan manusia. Inflasi seperti ini sangat dibenci Islam, sebagaimana ditulis Dhiayuddin Ahmad dalam buku Al-Quran dan Pengentasan Kemiskinan. Inflasi akan menurunkan daya beli atau memiskinkan rakyat dengan asumsi cateris paribus. Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara berkembang kepada ebakan hutang yang dalam, sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi bersama pokoknya. Dalam konteks Indonesia, dampak bunga tidak hanya sebatas itu, tetapi juga berdampak terhadap pengurasan dana APBN. Bunga telah membebani APBN untuk membayar bunga obligasi kepada perbakan konvensional yang telah dibantu dengan BLBI. Selain bunga obligasi juga membayar bunga SBI. Pembayaran bunga yang besar inilah yang membuat APBN kita defisit setiap tahun. Seharusnya APBN kita surplus setiap tahun dalam mumlah yang besar, tetapi karena sistem moneter Indonesia menggunakan sistem riba, maka tak ayal lagi, dampaknya bagi seluruh rakyat Indonesia sangat mengerikan. Dengan fakta tersebut, maka benarlah Allah yang mengatakan bahwa sistem bunga tidak menumbuhkan ekonomi masyarakat, tapi justru menghancurkan sendi-sendi perekonomian negara, bangsa dan masyarakat secara luas. Itulah sebabnya, maka lanjutan ayat tersebut pada
13

ayat ke 41 berbunyi :Telah nyata kerusakan di darat dan di laut, karena ulah tangan manusia, supaya kami timpakan kepada mereka akibat dari sebagian perilaku mereka. Hal itu terlihat dengan jelas pada praktek perbankan konvensional yang menganut sistim ribawi. Tingkat bunga dijadikan acuan untuk meraih keuntungan para pemberi modal. Bank tidak mau tahu apakah para peminjam memperoleh keuntungan atau tidak atas modal pinjamannya, yang penting para peminjam harus membayar modal pinjamannya plus bunga pinjaman. Semakin tinggi tingkat bunga dalam sebuah negara, maka semakin tinggi tingkat keuntungan yang diperoleh para pemberi modal dan semakin merusak sendi-sendi ekonomi umat akibat dampak negatif sistim ekonomi ribawi dalam masyarakat. Demikian pula, akibat terlalu tingginya tingkat bunga yang dibebankan kepada para peminjam, maka semakin sukarnya para peminjam untuk melunasi bunga pinjamannya. Apalagi dalam sistim ekonomi konvensional, biasanya pihak bank tidak terlalu selektif dalam meluncurkan kreditnya kepada masyarakat. Pihak bank tidak mau tahu apakah uang pinjamannya itu digunakan pada sektor-sektor produktif atau tidak, yang penting bagi mereka adalah semua dana yang tersedia dapat disalurkan kepada masyarakat. Sikap bank yang beginilah yang menyebabkan semakin tingginya kredit macet dalam ekonomi akibat semakin menunggaknya hutang peminjam modal yang tidak sanggup dilunasi ketika jatuh tempo kepada pihak bank. Akibatnya, bank-bank akan memiliki defisit dana yang dampaknya sangat mempengaruhi tingkat produksi dalam masyarakat. Sistem ekonomi ribawi juga menjadi penyebab utama tidak stabilnya nilai uang sebuah negara. Karena uang senantiasa akan berpindah dari negara yang tingkat bunga riel yang rendah ke negara yang tingkat bunga riel yang lebih tinggi akibat para spekulator ingin memperoleh keuntungan besar dengan menyimpan uangnya dimana tingkat bunga riel relatif tinggi. Usaha memperoleh keuntungan dengan cara ini, dalam istilah ekonomi disebut dengan arbitraging. Tingkat bunga riel disini dimaksudkan adalah tingkat bunga minus tingkat inflasi. Menurut saya, inilah yang sedang berlaku di Indonesia, dimana jangankan businessman asing, para businessman dalam negeripun lebih cenderung membeli Dolar atau mata uang asing lainnya dengan menjual Rupiah di pasar valuta asing. Ini juga bermakna semakin berkurangnya dana asing yang masuk ke Indonesia, ditambah lagi dengan larinya dana dalam negeri ke luar sehingga akan sangat mempengaruhi ketersediaan dana yang memadai sebagai modal
14

pembangunan ekonomi. Hal ini jelas semakin memperparah penurunan nilai mata uang Rupiah dan semakin minimnya dana asing dan lokal yang tersedia untuk pembangunan ekonomi, yang pada gilirannya, akan menyebabkan krisis ekonomi terjadi berkepanjangan. Memang, harus diakui bahwa semakin rendahnya nilai Rupiah, maka semakin memperkuat daya saing komoditas eksport Indonesia di pasar internasional karena relatif murahnya harga komoditas eksport tersebut di pasar internasional bila dibeli dengan mata uang asing. Tetapi, penurunan nilai Rupiah ini tidak akan memberi pengaruh signifikan sebab kebanyakan komposisi bahan mentah komoditas eksport Indonesia adalah terdiri dari bahan mentah yang diimport dari negara luar. Dengan kata lain, kenaikan harga barang mentah akibatnya tingginya nilai mata uang (appresiasi) asing jelas akan menyebabkan biaya untuk memproduksikan komoditas eksport tersebut akan bertambah mahal sehingga produk akhir komoditas itu harus dijual dengan harga yang mahal pula. Ini menunjukkan bahwa penurunan nilai Rupiah tidak akan memberi kelebihan daya saing eksport Indonesia di pasar internasional. Permasalahan di atas, sebenarnya, tidak pernah terjadi kalau sistim ekonomi Islam diadopsi dalam sistim ekonomi negara. Kenapa tidak? Karena nilai uang tidak akan dipengaruhi oleh perbedaan tingkat bunga riil, sebab ekonomi Islam tidak mengenal sistim bunga (riba). Inilah yang menyebabkan nilai uang dalam ekonomi tanpa bunga tidak mengalami volatilitas yang membahayakan Di Indonesia, sistem ekonomi ribawi telah menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi perekonomian Indonesia. Dana APBN kita setiap tahun dikuras untuk kepentingan membayar bunga dalam jumlah yang besar, baik untuk bunga pinjaman luar negeri, terlebih untuk membayar bunga obligasi rekap kepada bank-bank sistem ribawi. 1. Bagi jiwa manusia

hal ini akan menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri. Riba ini menghilangkan jiwa kasih sayang, dan rasa kemanusiaan dan sosial. Lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain.

15

2.

Bagi masyarakat

Dalam kehidupan masyarakat hal ini akan menimbulkan kasta kasta yang saling bermusuhan. Sehingga membuat keadaan tidak aman dan tentram. Bukannya kasih sayang dan cinta persaudaraan yang timbul akan tetapi permusuhan dan pertengkaran yang akan tercipta dimasyarakat.

Dampak Riba Secara Keseluruhan


Dalam Islam, riba merupakan dosa besar yang banyak dikecam oleh Al-quran maupun Sunnah. Al-quran secara tegas mengancam pelaku riba dengan masuk neraka yang mereka kekal di dalamnya . Al-Quran juga secara ekplisit menyebut riba sebagai perbuatan yang zalim .Selain Alquran, banyak pula hadits Nabi yang dengan tegas mengutuk pelaku riba, justru tulis dan para saksinya. Riba menurut Nabi Saw lebih besar dosanya dari 33 kali berzina. Bahkan dikatakan oleh Nabi Saw, Bahwa Riba memiliki 73 tingkatan, yang paling ringan daripadanya ialah seperti seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri .Nabi di tengah masyarakat Arab pada waktu itu. Sejarah mencatat, bahwa perekonomian jazirah Arabia, ketika itu adalah ekonomi dagang, bukan ekonomi yang berbasis sumber daya alam. Minyak bumi belum ditemukan dan sumberdaya alam lainnya terbatas. perekonomian Arab pada waktu itu sudah tergolong maju dan kaya. Kota Mekkah ketika itu menjadi kota dagang internasional yang dilalui tiga jalur besar perdagangan dunia, Pertama, lalu lintas perdagangan antara Romawi dan India yang melalui Arab, dikenal sebagai jalur dagang Selatan. Kedua, jalur dagang Romawi dan Persia disebut sebagai jalur dagang Utara, Ketiga, jalur dagang Sam dan Yaman disebut jalur Utara-Selatan. Oleh karena Mekkah sebagai pusat dagang internasional, maka tidak heran jika mayoritas penduduk Mekkah berprofesi sebagai pedagang. Berdasarkan kenyataan itu, dapat saya dipastikan bahwa perekonomian Arab, khususnya Mekkah sudah maju dan berkembang. Perekonomian di zaman Rasulullah bukanlah ekonomi terbelakang yang hanya mengenal barter, tetapi jauh dari gambaran seperti itu.Salah satu tradisi bisnis dalam kegiatan perdagangan yang dilakukan orang-orang Mekkah sebelum kenabian Muhammad adalah praktek ekonomi ribawi. Jadi adalah tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa praktek riba yang terjadi di masa Nabi hanya untuk kebutuhan konsumtif. Pinjaman produktif
16

untuk keperluan modal dagang dipastikan terjadi secara massif di kota Mekkah dan jazirah Arab lainnya. Praktek riba inilah yang dihilangkan Nabi Muhammmad saw secara bertahap dalam kurun watu itu. Ajaran Al-quran maupun hadits yang melarang riba meniscayakan praktek ekonomi yang diajarkan Rasulullah adalah sistem ekonomi bebas riba. Kemudian sistem ekonomi anti riba dilanjutkan oleh beberapa ekomnom.Praktek ekonomi bebas riba tersebut harus diaktualkan dan dipraktekkan kembali di tengah semaraknya sistem ekonomi ribawi saat ini.

E. HADIS-HADIS TENTANG RIBA


Hadits Pertama: Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam menceritakan tentang berbagai kejadian yang mendahului kebangkitan hari Kiamat, beliau bersabda: Akan diperintahkan (oleh Allah) kepada bumi: tumbuhkanlah buah-buahanmu, dan kembalikan keberkahanmu, maka pada masa itu, sekelompok orang akan merasa cukup (menjadi kenyang) dengan memakan satu buah delima, dan mereka dapat berteduh di bawah kulitnya. Dan air susu diberkahi, sampai-sampai sekali peras seekor onta dapat mencukupi banyak orang, dan sekali peras susu seekor sapi dapat mencukupi manusia satu kabilah, dan sekali peras susu seekor domba dapat mencukupi satu cabang kabilah. Demikianlah ketika keberkahan telah Allah turunkan, sehingga rezeki yang sedikit jumlahnya akan tetapi manfaatannya amat banyak, sampai-sampai satu buah delima dapat mengenyangkan segerombolan orang, dan susu hasil perasan seekor sapi dapat mencukupi kebutuhan orang satu kabilah. Hadits Kedua: Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu, ia menuturkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahwasannya beliau bersabda, Seandainya kalau bukan karena ulah Bani Israil, niscaya makanan tidak akan pernah basi dan daging tidak akan pernah membusuk. Para ulama menjelaskan, bahwa tatkala Bani Israil diberi rezeki oleh Allah Taala berupa burung-burung salwa (semacam burung puyuh) yang datang dan dapat mereka tangkap dengan
17

mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan daging-daging burung tersebut. Setiap pagi hari, mereka hanya dibenarkan untuk mengambil daging yang akan mereka makan pada hari tersebut. Akan tetapi mereka melanggar perintah ini, dan mengambil daging dalam jumlah yang melebihi kebutuhan mereka pada hari tersebut, dan kemudian mereka simpan. Akibat perbuatan mereka ini, Allah menghukumi mereka, sehingga daging-daging yang mereka simpan tersebut menjadi busuk. Hadits Ketiga: Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu anhu, ia mengisahkan, Pada suatu saat aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan beliaupun memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliau kembali memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliaupun kembali memberiku, kemudian beliau bersabda, Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini bak buah yang segar lagi manis, dan barang siapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (tama atau atas kerelaan pemiliknya), maka akan diberkahi untuknya harta tersebut.

Dari beberapa hadis tersebut, riba adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan nabi karna dibenci oleh allah, sebisa mu jauhi lah riba, lakukanlah hal positif yang dapat disukai oleh allh sehingga dapat diridhoi oleh-NYA.karna menurut nabi SAW, riba hukumannya 33x lebih besar dari berzina, maka jauhilah riba karna hukumnya sangat besar, yaitu jauh dari neraka jahanam balasan untuk berbuat riba.

18

f. IJMA ULAMA TENTANG KEHARAMAN BUNGA BANK


Adalah keliru besar, jika ada orang yang mengatakan bahwa ulama saat ini berbeda pendapat tentang hukum bunga bank. Juga sangat keliru pendapat yang membedakan bunga dan riba. Penelitian ilmiah oleh para pakar ekonomi Islam dunia telah menyimpulkan bahwa bunga dan riba benar-benar sama/identik. Bahkan bunga bank yang dipraktekkan saat ini jauh lebih zalim dari riba jahiliyah. Namun, sebagian kalangan masyarakat awam, masih menyangka bahwa persoalan hukum bunga bank masih khilafiyah. Yang dimaksudkan awam dalam hal ini adalah awam dalam ilmu ekonomi dan moneter Islam, meskipun mereka intelektual muslim dalam bidang agama. Tulisan ini ingin mengetengahkan pembahasan tentang telah terjadinya ijma ulama dunia mengenai keharaman bunga bank. Menurut para ulama yang ahli ilmu ekonomi, semua ulama ijma tentang keharaman bunga bank. Hal itu tidak diragukan lagi. Ulama (pakar) yang mengatakan ijmanya ulama tentang keharaman bunga bank bukan sembarang ulama dan bukan satu dua orang. Mereka adalah para ulama yang ahli ilmu ekonomi yang umumnya mereka sarjana ekonomi Barat. Kapasitas mereka sebagai ilmuwan ekonomi Islam tidak diragukan sedikitpun, karena latar belakang keilmuwan mereka sejak awal adalah ilmu ekonomi konvensional, tetapi mehami syariah. Jumlah mereka sangat banyak. Hasil karya intelektual mereka tentang ekonomi Islam yang telah dipublikasikan. Karena kesepakatan para pakar ekonomi Islam itulah, maka Prof.Dr.M.Umer Chapra mengatakan bahwa mereka ijma tentang keharaman bunga bank. Chapra adalah ahli ekonomi Islam paling terkemuka saat ini dan sangat produktif menulis tema-tema ekonomi Islam. Karena itu ia mendapat Award Faisal dari kerajaan Saudi Arabia, lantaran karya-karyanya yang spektakuler di bidang ekonomi Islam. Menurut M.Umer Chapra, ulama saat ini sesungguhnya telah ijma tentang keharaman bunga bank. Dalam puluhan kali konferensi, muktamar, simposium dan seminar, para ahli ekonomi Islam dunia, Chapra menemukan terwujudnya kesepakatan para ulama tentang bunga bank. Artiya tak satupun para pakar yang ahli ekonomi itu yang mengatakan bunga syubhat atau boleh.

19

Jadi, dalam penelitian Umer Chapra, tak sartu pun ulama yang ditemuinya membolehkan bunga bank. Dalam merespon pernyataan Umer Chapra tersebut, kita tentu bertanya. Bukankah ada ulama yang membolehkan bunga.? Nah, dalam pandangan Umer Chapra, kalaupun ada tokoh yang membolehkan bunga, misalnya Ahmad Khan (India) pada abad 19. Tokoh itu dinilainya tidak berkapasitas sebagai ahli ekonomi. Dan tak memilki keimuan yang memadai tentang ilmu ekonomi, khususnya ilmu moneter. Sedangkan utntuk memustuskan suatu hukum, haruslah orang itu ahli di bidang hukum yang diputuskannya itu. Demikian pula misalnya Ahmad Hasan dari Indonesia, dia bukanlah seorang ekonom yang faham tentang ilmu moneter dan ekonomi makro atau ekonomi pembangunan. Jadi dalam kerangka pemikiran Umer Chapra segelintir tokoh-tokoh itu, sama sekali tak memilki keimuan yang memadai tentang ilmu moneter dan oleh karena itu pendapat mereka tidak mutabar (diakui). Demikian pula segelintir ahli fikih tak memahami bagimana dampak riba terhadap spekuluasi dan volatilitas keuangan suatu negara yang mengakibatkan instabilitas ekonomi dan krisis ekonomi yang dahsyat. Mereka juga belum bisa merumuskan konsep profit and loss sharing secara aplikatif di lembaga keuangan, lengkap dengan ilmu akuntansi dan manajemen keuangannya. Kedangkalan ilmu mereka tentang moneter, ekonomi makro, dll, disebabkan karena mereka bukan berasal dari disiplin ilmu ekonomi dan tak menekuni kajian ekonomi Islam. Maka wajar jika pengetahuan mereka tentang ekonomi moneter sangat terbatas. Kalau tidak ingin mengatakan tidak ada sama sekali. Jadi, makanya ada segelinitir orang yang membolehkan bunga bank karena kedangkalan ilmunya tentang ekonomi moneter. Mereka ini tidak dipandang oleh Prof.Dr. M.Akram dan Umer Chapra sebagai ahli ekonomi, sebab disiplin keilmuan mereka dan kapasitas keilmuan mereka jauh dari ahli ekonomi Islam yang sesungghny. Dengan demikian, tidak ada lagi perbedaan pendapat tentang keharaman bunga bank. Perdebatan tentang halal-haramnya bunga bank telah selesai tahun-tahun yang lalu. Kalau ada ummat Islam masih mempersoalkan hukum bunga bank, berarti ia terlambat tahun-tahun.

20

BAB III
KESIMPULAN
Dapat diambil kesimpulan, bahwasanya riba itu hukumnya haram dan tidak diperbolehkan dan hukum bunga bank konvensional hukumnya sama dengan riba dan bank Islam sistemnya bagi hasil yang diperbolehkan agama.

Sudah jelaslah bagiamana riba itu dilarang dengan tahapan tahapan yang sama dengan pengharaman arak. Dari uraian diatas dapat penulis ambil kesimpulan bahwa: y Riba dengan kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari kedua belah pihak yang membuat akad/transaksi sedangkan Bunga bank adalah sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal y Dalam pandangan Fiqh Muamalah dan Ekonomi Islam bahwa antara riba dan bunga bank adalah sama. Mengapa demikian, dikarenakan secara riil operasional di perbankan konvensional, bunga yang dibayarkan oleh nasabah peminjam kepada pihak atas pinjaman yang dilakukan jelas merupakan tambahan. Karena nasabah melakukan transaksi dengan pihak bank berupa pinjam meminjam berupa uang tunai. y Dalam pandangan Fiqh Muamalah dan Ekonomi Islam bahwa hukum antara riba dan bunga bank adalah haram. Karena hukum asal riba adalah haram baik itu dalam Al-Quran, Hadis, dan Ijtihad. Seluruh ummat Islam wajib untuk meninggalkannya, serta menjauhinya yakni dengan cara bertaqwa kepada Allah. y Dampak akan bahayanya bunga bank terhadap kehidupan manusia; (1). Bagi jiwa manusia : hal ini akan menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri. (2).Bagi masyarakat : Dalam kehidupan masyarakat hal ini akan menimbulkan kasta kasta yang saling bermusuhan. Serta, Bagi ekonom : Dari segi ekonomi, hal ini akan menyebabkan manusia dalam dua golongan besar yaitu orang miskin sebagai pihak yang tertindas dan orang kaya sebagai pihak yang menindas.

21

PENUTUP
Hal yang dijelaskan diatas sangat terlihat beda tentang riba dan bunga bank yang sama-sama sesuatu yang tidak dapat dipandang suatu yang baik dalam prospek islam dan bagi setiap kalangan yang terlibat rugi dalam perekonomian khususnya. Bagi kalangan-kalangan tertentu mungkin riba adalah suatu cara untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, tapi coba lah pandang baik atau buruknya untung yang kita peroleh tersebut, menurut saya jika memang seseorang atau suatu perusahaan kaya karna dengan riba, maka keuntungan yang diperolehnya tersebut sangatlah sia-sia dan hanya untuk keuntungan yang sesaat.karna untung yang dimakannya adalah keuntungan yang sangat diharamkan oleh allah. Jika nanti untung tersebut tidak lagi dapat diperoleh, maka tugi lah bagi orang-orang yang mencari hidupnya dari keharaman yang dikatakan dalam pandangan perekonomian islam. Jika memang ingin hidup kaya atau berlimpah ruah harta kekayaan, hendaklah mereka mencoba atau berusaha sungguh-sungguh dengan apa yang diingin dicapainya tersebut. Sesuatu yang diperolehnya dengan sungguh-sungguh dan kerja keras pasti akan berbuah manis bagi orang-orang yang sabar mendapatkan kesungguhan tersebut. Dan dia pun akan bahagia dan tentram kehidupannya dalam menjalankan kehariannya. Dan semuanya haram atau tidak haramnya riba atupun bunga bank, menurut saya itu tergantung bagaimana seseorang menjalankan dan memknainya .jika memang bunga bank hukumnya tidak dibenarkan dalam pandangn isalam, bagi sebagian orang mungkin bunga bank adalah suatu nilai tambah yang patut diberikan kelebihan, karna pasalnya bunga bank juga merupakan bagian terpenting dalam perekonomian isalm .Dengan adanya bunga bank tersebut sebuah perusahaan ataupun perusahaan publik yang dalam masa-masa kritis dalam sumber SDA nya yang terutama alam bagian kas nya kan sangat membantu perusahaan tersebut terbantu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang semakin lebih baik.karna dapat kita ketahui bahwa saat ini kita tlah jauh tertinggal oleh malaysia yang lebih kurang 25 tahun pertumbuhan ekonominya meninggalkan indonesia. Jadi tak ada salahnya dengan adanya bunga bank atau sistem riba jika memang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi indonesia yang saat ini, walupun itu tidak akan mungkin dapat mengalahkan negara-negara dunia yang pertumbuhannya berkembang pesat, setidaknya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan berangsur-angsur meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa ini.

22

DAFTAR PUSTAKA
Saeed,adullah.2003. Bank Islam Dan Bunga.Jakarta: Pustaka pelajar furqon,arief. 2002.islam untuk disiplin ilmu ekonomi.jakarta: depertemen agama RI. Surai,abdu abdul hadi.1993. Bunga bank dalam islam.surabaya: Al-ikhlas. Muhammad. 2002. Manajemen bank syariah. Yogyakarta: UPP AMY YKPN

23

Anda mungkin juga menyukai