Anda di halaman 1dari 5

Studi Tentang:

PROSPEK SWASEMBADA KEDELE DAN INDUSTRI PENGOLAHANNYA DI INDONESIA 2013


Maret 2013

Memasuki pertengahan tahun 2012, komoditas kedelai kembali mengejutkan bangsa Indonesia seperti yang pernah terjadi di tahun 2008. Impor kedelai dari Amerika Serikat terlambat datang di Indonesia, sehingga para perajin tempe dan tahu terpaksa berhenti berproduksi. Akibatnya, selain jutaan penduduk berhenti makan tempe dan tahu selama beberapa hari, para perajin dan pengusaha pengolahan kedelai juga mengalami kerugian besar. Sebenarnya, ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor telah berlangsung lama. Tahun 1990, Indonesia telah mengimpor kedelai lebih dari 500 ribu ton. Jumlah impor tersebut setiap tahun terus meningkat, sehingga pada tahun 2011 mencapai lebih dari 2 juta ton. Tingginya volume impor disebabkan kebutuhan kedelai di dalam negeri sangat besar. Pada tahun 2011, kebutuhan kedelai Indonesia sebanyak 2,4 juta ton, sementara produksi di dalam negeri hanya 850 ton. Berulangnya gejolak kelangkaan kedelai menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia tidak belajar dari pengalaman aksi demo perajin tempe dan tahu tahun 2008. Pemerintah tidak bisa menjamin ketersediaan kedelai dari dalam negeri ketika negara pemasok kedelai kekurangan produksi. Pemerintah justru hanya melindungi sekelompok importir yang membeli kedelai dari luar dan menjualnya di dalam negeri dengan harga seenaknya. Sinyalemen tersebut sempat memunculkan dugaan adanya kartel impor kedelai oleh beberapa importir besar. Dengan kekuatan modalnya, mereka dapat mempermainkan pasokan dan harga kedelai di pasar domestik. Penurunan produksi kedelai di Indonesia memang berkorelasi dengan berkurangnya luas areal panen. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sejak tahun 2000 luas areal panen kedelai di Indonesia mengalami penurunan setiap tahunnya. Jika tahun 2000 luas areal panen kedelai masih 825 ribu hektar, di tahun 2004 luasnya tinggal 550 ribu hektare. Setelah melewati 2004, luas panen kedelai kembali bertambah, namun dalam tiga tahun terakhir kembali mengalami penurunan. Pada tahun 2009, luas panen kedelai masih 722.791 hektare, kemudian menurun di tahun 2010 menjadi 660.823 hektare, dan di tahun 2011 berkurang lagi menjadi 592.034 hektare. Menurut Menteri Pertanian, Suswono, jika Indonesia ingin mencapai swasembada pangan kedelai di tahun 2014 dengan jumlah produksi kedelai 2,7 juta ton, maka perlu tambahan lahan sekitar 2 juta hektare lagi. Bagi Indonesia, kedelai termasuk salah satu komoditas pangan strategis. Besarnya kebutuhan masyarakat terhadap komoditas ini, kapan saja dapat menimbulkan gejolak apabila kebutuhan tersebut mengalami defisit. Sebagian besar kedelai digunakan untuk makanan dan bahan baku pembuatan tempe dan tahu yang mencapai sekitar 80% dari kebutuhan nasional. Kebutuhan terbesar berikutnya untuk bahan baku industri kecap, tauco dan lainnya yang menyerap sekitar 15%. Selebihnya, kedelai digunakan sebagai benih dan pakan ternak. Prospek pasar industri pengolahan kedelai di dalam negeri cukup menjanjikan. Pada tahun 2011, industri tempe yang dikelola sekitar 32 ribu unit usaha perajin dan perusahan skala menengah ke atas, mempunyai nilai produksi sekitar Rp92,3 triliun dan memberikan nilai tambah sebesar

Rp37,3 triliun. Sementara industri kecap, diperkirakan memiliki market size sebesar Rp3-4 triliun. Nilai pasar industri pengolahan kedelai menjadi lebih besar apabila memperhitungkan industri produk lainnya seperti tahu, tauco, susu kedelai dan pakan ternak yang sulit dilacak besaran pasarnya. Kabar terbaru dari Badan Standardisasi Nasional (BSN), bahwa tempe berpeluang menjadi komoditas pangan dunia dan menjadi industri besar. Peluang itu terbuka setelah disetujuinya usulan standar tempe yang diajukan Indonesia pada sidang Codex Alimentarius Commission (CAC) ke-34 di Jenewa, Swiss, pada 4-9 Juli 2011. Indonesia diberi kepercayaan menyusun standar mutu dan teknis tempe internasional dengan memperhatikan kepentingan dan kemampuan industri nasional, serta mengacu kepada SNI Tempe yang telah dimiliki (SNI 3144:2009, Oktober 2009). Apabila Indonesia mampu meningkatkan standar tempe di level internasional, maka peluang Indonesia terbuka lebar untuk mengembangkan industri tempe modern di seluruh belahan dunia dengan standar yang dikembangkan sendiri. Oleh karena itu, sudah sepatutnya pemerintah memiliki komitmen yang kuat untuk meningkatkan produksi kedelai dan menjaga ketersediaannya di dalam negeri. Sebenarnya dengan menjalankan Roadmap Kedelai yang telah disusun, pemerintah dapat menjamin ketersediaan kedelai di dalam negeri sekaligus mengantisipasi gejolak yang sekali-kali dapat meletus. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai kondisi dan perkembangan agribisnis dan agroindustri kedelai di Indonesia, PT Media Data Riset telah melakukan kajian/studi hingga bulan Desember 2012 yang hasilnya disusun dalam bentuk buku laporan. Laporan studi ini ditawarkan kepada para investor serta pemangku kepentingan di sektor agribisnis dan agroindustri kedelai, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Harga buku laporan untuk versi Bahasa Indonesia sebesar Rp 6.500.000 (Enam Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) per copy, sedangkan untuk versi Bahasa Inggris US$900 (Sembilan Ratus US Dolar) per copy. Buku studi ini dapat dipesan langsung ke PT Media Data Riset melalui Telepon: 021-8096071, Fax : 021-8096071 atau melalui e-mail: sales@mediadata.co.id, info@mediadata.co.id. Formulir pemesanan kami lampirkan bersama ini. Pemesanan untuk luar negeri atau luar Jakarta akan ditambah biaya kirim. Jakarta, Maret 2013 PT MEDIA DATA RISET

Drs. Dudi Kusdian Direktur

DAFTAR ISI

PROSPEK SWASEMBADA KEDELE DAN INDUSTRI PENGOLAHANNYA DI INDONESIA 2013


Maret 2013 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2. Lingkup Pembahasan Studi 1.3. Sumber Data dan Informasi KONDISI DAN PERMASALAHAN PANGAN DI INDONESIA 2.1. Penduduk dan Kebutuhan Pangan 2.1.1. Jumlah dan pertumbuhan penduduk 2.1.2. Jumlah penduduk miskin 2.1.3. Kebutuhan pangan 2.1.3.1. Kebutuhan beras sebagai pangan utama 2.1.3.2. Konsumsi pangan non beras 2.1.4. Konsumsi nutrisi penduduk 2.1.4.1. Konsumsi kalori 2.1.4.2 Konsumsi protein 2.2. Kondisi Pangan Strategis 2.2.1. Padi/beras 2.2.2. Jagung 2.2.3. Kedelai 2.2.4. Gula 2.2.4.1. Gula kristal putih 2.2.4.2. Gula kristal rafinasi 2.2.5. Daging 2.3. Ketahanan Pangan 2.3.1. Program peningkatan ketahanan pangan 2.3.2. Kebijakan ketahanan pangan 2.3.3. Dana ketahanan pangan mencapai Rp 3 triliun 2.3.4 Persoalan pangan global di Indonesia GAMBARAN UMUM BUDIDAYA KEDELAI 3.1. Aspek Biologi Tanaman Kedelai 3.1.1. Asal-usul dan klasifikasi tanaman 3.1.2. Morfologi tanaman kedelai 3.2. Lingkungan Tumbuh Kedelai 3.2.1. Tanah 3.2.2. Iklim 3.2.2.1. Suhu 3.2.2.2. Panjang hari (photoperiod) 3.2.2.3. Distribusi curah hujan 3.2.2.4. Aspek budidaya 3.3. Aspek Nutrisi Kedelai 3.3.1. Pemanfaatan kedelai 3.3.2. Kandungan gizi kedelai 3.4.Varietas Kedelai 4. LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KEDELAI 4.1. Luas Areal Panen Kedelai 4.1.1. Perkembangan luas panen 4.1.2. Luas areal panen kedelai menurut provinsi 4.2. Produksi Kedelai 4.2.1. Perkembangan produksi 4.2.2. Produksi kedelai menurut provinsi 4.3. Produktivitas Kedelai 4.3.1. Perkembangan produktivitas 4.3.2. Produktivitas menurut provinsi 4.4. Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Kedelai 4.2.1. Ketersediaan lahan 4.2.2. Penyebaran lahan potensial menurut tata gunanya 4.2.3. Lahan potensial yang tersedia 4.4.4. Lahan potensial yang tersedia per kabupaten 4.4.5. Mempercepat alih fungsi lahan untuk kedelai

2.

3.

5. ROADMAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI 2010-2014 5.1. Pendahuluan 5.1.1. Latar belakang 5.1.2. Tujuan dan sasaran 5.2. Kondisi Kedelai Nasional 5.2.1. Luas panen, produktivias dan produksi 5.2.2. Produksi dan impor 5.2.3. Perkembangan harga 5.2.4. Profitabilitas usahasani 5.3. Potensi dan Kendala 5.3.1. Potensi peningkatan produksi 5.3.1.1. Proyeksi konsumsi 5.3.1.2. Potensi lahan 5.3.1.3. Potensi inovasi dan penerapan teknologi 5.3.2. Kendala 5.4. Kebijakan dan Strategi 5.4.1. Kebijakan 5.4.2. Strategi

5.4.3. Langkah operasional 5.4.3.1. Peningkatan produktivitas 5.4.3.2. Perluasan areal tanam 5.5. Dukungan Sarana Produksi & Pembiayaan 5.5.1. Sarana produksi 5.5.2. Pembiayaan 5.5.3. Dukungan dari instansi lain lingkup Departemen Pertanian 5.5.4. Dukungan yang diharapkan dari Departemen/ Lembaga terkait 5.6. Penutup 6. KONSUMSI KEDELAI DI INDONESIA 6.1. Perkembangan Konsumsi 6.1.1. Konsumsi kedelai hingga tahun 2004 6.1.2. Konsumsi kedelai pasca krisis 6.2. Konsumsi Kedelai Menurut Penggunaanya 6.3. Konsumsi Kedelai Indonesia di Peringkat Kesepuluh Dunia 6.4. Konsumsi Kedelai Mempengaruhi Asupan Nutrisi 6.5. Proyeksi Konsumsi Kedelai TATA NIAGA DAN DINAMIKA HARGA KEDELAI 7.1. Tataniaga Kedelai di Indonesia 7.1.1. Rantai tata niaga 7.1.2. Intervensi pemerintah terhadap tataniaga kedelai 7.2. Dinamika Harga Kedelai 7.2.1. Dinamika harga di pasar domestik 7.2.2. Penurunan tarif bea masuk impor 7.2.3. Dinamika harga di pasar internasional 7.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga kedelai IMPOR DAN EKSPOR KEDELAI 8.1. Indonesia Negara Importir Kedelai Peringkat Kedua di Dunia 8.2. Impor Kedelai 8.2.1. Impor Menurut HS Code 8.2.1.1. Kedelai HS Code 1201100000 8.2.1.2. Kedelai HS Code 1201900000 8.2.2. Impor Menurut Negara Asal 8.3. Ekspor Kedelai 8.3.1. Ekspor Menurut HS Code 8.3.1.1. Kedelai HS Code 1201100000

8.3.1.2. Kedelai HS Code 1201900000 8.3.2. Ekspor menurut negara tujuan 8.4. Dinamika Impor Kedelai 8.4.1. Jeratan IMF 8.4.2. Dominasi importir besar 8.4.3. Dugaan kartel dalam impor kedelai 9. PERFORMANS INDUSTRI PENGOLAHAN KEDELAI 9.1. Industri Pengolahan Kedelai 9.1.1. Pohon industri kedelai 9.1.2. Industri makanan dari kedelai skala besar dan sedang 9.1.3. Perajin tempe dan tahu 9.2. Produk Pangan Fermentasi dari Kedelai 9.2.1. Tempe 9.2.1.1. Performans tempe di Indonesia 9.2.1.2. Industri tempe 9.2.1.3. Peluang menjadikan tempe sebagai pangan dunia 9.2.2. Kecap 9.2.2.1. Standar mutu kecap Indonesia 9.2.2.2. Industri kecap 9.2.2.3. Persaingan pasar industri kecap 9.2.3. Tauco 9.2.3.1. Standar mutu tauco Indonesia 9.2.3.2. Kondisi industri tauco 9.3. Produk Pangan Non-Fermentasi dari Kedelai 9.3.1. Tahu 9.3.2. Susu kedelai 9.4. Minyak Kasar 9.5. Lesitin 9.6. Konsentrat Protein 9.7. Bungkil kedelai 10. PELUANG INVESTASI AGRIBISNIS DAN INDUSTRI PENGOLAHAN KEDELAI 11. KESMPULAN DAN PROSPEK 11.1. Kesimpulan 11.2. Prospek LAMPIRAN 1. Deskripsi 61 Varietas Kedelai di Indonesia 2. Daftar Alamat Stakeholders Kedelai, Institusi Pendukung dan Industri Terkait ***

7.

8.

FORMULIR PEMESANAN
Jl. SMA XIV No. 12 A, CawangUKI, Jakarta 13630 Phone : 021- 809 6071, Fax : 021- 809 6071 Website: www.mediadata.co.id, E-mail : info@mediadata.co.id

PT MEDIA DATA RISET

WS

Penawaran Studi PROSPEK SWASEMBADA KEDELE DAN INDUSTRI PENGOLAHANNYA DI INDONESIA 2013 Maret 2013 Edisi Bahasa Indonesia Nama (Mr/Mrs/Ms) Position Nama Perusahaan NPWP No. Alamat Telepon Tanda Tangan Tanggal Harga : Edisi Bhs. Indonesia - Rp 6.500.000,- (Enan juta lima ratus ribu rupiah ) Edisi Bhs. Inggris - US$900 (Sembilan Ratus US Dollar) Catatan : Harga belum termasuk pajak (10% PPn) Di luar Jakarta dan luar negeri; ditambah biaya pengiriman (Jasa Kurir) Pembayaran ( ) : Cash Cheque Transfer to - PT MEDIA DATA RISET AC. NO. 070 000 534 0497 BANK MANDIRI CAB. DEWI SARTIKA JAKARTA Fax :

Anda mungkin juga menyukai