Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

Cairan tubuh total secara umum dibagi ke dalam 2 kompartemen utama, yaitu cairan yang berada di dalam sel (intracellular fluid, ICF) dan cairan yang membungkus sel (extracellular cell, ECF). Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat beberapa kation dan anion (elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Ada dua kation yang penting, yaitu natrium dan kalium. Keduanya mempengaruhi tekanan osmotik cairan intaraseluler dan ekstraseluler dan berhubungan langsung dengan fungsi sel. Kation utama dalam cairan ekstraseluler adalah natrium dan kation utama dalam cairan intrasel adalan kalium. Cairan dan elektrolit menciptakan lingkungan intraseluler dan ekstraseluler bagi semua sel dan jaringan tubuh, sehingga ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi pada semua golongan penyakit. Natrium berperan dalam menentukan status volum air dalam tubuh. Konsentrasi normal dari Na+ dalam serum adalah 135-145 meq/L. Kadar natrium dalam plasma bergantung pada hubungan antara jumlah natrium dan air pada cairan tubuh. Kadar yang tidak seimbang antara natrium dan air akan berakibat pada terjadinya kondisi hipernatrium dan hiponatrium. Hiponatremia adalah suatu kondisi dimana kadar sodium atau natrium dalam plasma lebih rendah dari 135 mEq/L.1 Hiponatremi merupakan gangguan elektrolit yang paling sering dijumpai di rumah sakit yaitu 15-20 %.2 Hiponatremi terbagi atas tiga yaitu, hiponatremi ringan, sedang dan berat. Insidensi hiponatremi ringan ( natrium plasma < 135 mEq/L) yaitu 15-22 %, hiponatremi sedang ( natrium plasma < 130 mEq/L) yaitu 1-7 % dan hiponatremi berat ( natrium plasma < 120 mEq/L) yaitu sekitar < 1% dari pasien yang berobat ke rumah sakit.3 Hiponatremi ringan-sedang biasanya bersifat asimptomatik. Kondisi hiponatremi penting untuk diketahui karena (1) hiponatremi akut berat dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas, (2)

peningkatan mortalitas pada pasien yang memiliki penyakit dengan kondisi hiponatremi dan (3) terapi yang terlalu cepat pada pasien hiponatremi kronik dapat menyebabkan kerusakan neuron dan kematian.4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi dan klasifikasi Hiponatremia adalah suatu kondisi dimana kadar sodium atau natrium dalam plasma lebih rendah dari 135 mEq/L.1 Hiponatremi dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok: 1. Berdasarkan osmolalitas plasma a. Isotonik hiponatremi Jika konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L dan osmolalitas plasma normal yaitu 280-285 mOsm/Kg/H2O. Contoh : pseudohiponatremi pada hiperlipidemia dan hiperproteinemia. b. Hipotonik hiponatremi Jika konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L dan osmolalitas plasma normal yaitu < 280 mOsm/Kg/H2O. Hipotonik hiponatremi selalu menggambarkan ketidakmampuan ginjal dalam mengekskresikan cairan yang masuk. Berdasarkan jumlah cairan intravaskular hipotonik hiponatremi dapat dibagi menjadi 3 yaitu: Hipovolemia Jika konsentrasi natrium urin > 20 mEq/ L menandakan hiponatremi terjadi karena natrium keluar melalui ginjal (diuretik, insufisiensi renal, asidosis tubular ginjal, nephropaty salt-wasting). Jika konsentrasi natrium urin < 10 mEq/L maka kehilangan natrium terjadi di luar ginjal ( diare, muntah, melalui kulit/ keringat, lung losses, third space pada pankreatitis)

Isovolemia Jika konsentrasi natrium urin > 20 mEq/ L maka telah terjadi gagl ginjal, SIADH, hipotiroid. Jika konsentrasi natrium urin < 10 mEq/L kemungkinan karena polidipsi. Hipervolemia Jika konsentrasi natrium urin > 20 mEq/ L menandakan gagl ginjal akut atau kronik. Jika konsentrasi natrium urin < 10 mEq/L kemungkinan karena nefrosis, sirosis, gagal jantung. Penyebab deplesi (hipovolemik) hiponatremi

Penyebab dilusi (euvolemik dan hipervolemik) hiponatremi

c. Hipertonik hiponatremi Jika konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L dan osmolalitas plasma normal yaitu > 285 mOsm/Kg/H2O. Contoh : hiperglikemia dan pemberian cairan hipertonik seperti manitol. 2. Berdasarkan konsentrasi natrium plasma a. Hiponatremi ringan Konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L b. Hiponatremi sedang Konsentrasi natrium plasma < 130 mEq/L c. Hiponatremi berat Konsentrasi natrium plasma < 120 mEq/L 3. Berdasarkan konsentrasi ADH a. Hiponatremi dengan ADH meningkat Peningkatan sirkulasi ADH dikarenakan deplesi Na volume keluar

efektif

yang

menyebabkan

berlebihan dari tubuh yaitu ginjal

(diuretik, renal

salt wasting, , hipoaldosteron) dan non ginjal seperti diare. Peningkatan ADH tanpa disertai deplesi volume misalnya pada SIADH b. Hiponatremi dengan ADH tertekan fisiologis Polidipsi primer atau gagal ginjal merupakan keadaan dimana eksresi cairan lebih rendah dibanding asupan cairan yang menimbulkan respon fisiologis menekan sekresi ADH 4. Berdasarkan waktu a. Hiponatremi akut Disebut akut bila kejadian hipnatremi berlangsung kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini akan terjadi gejala yang berat seperti penurunan kesadaran dan kejang. Hal ini terjadi akibat adanya edema sel otak karena air dari ekstrasel masuk ke intrasel yang

osmolalitasnya lebih tinggi. Kelompok ini disebut juga hiponatremi simptomatik atau hiponatremi berat. b. Hiponatremi kronik Disebut kronik bila kejadian hiponatremi berlangsung lambat yaitu lebih dari 48 jam. Pada keadaan ini tidak terjadi gejala yang berat seperti penurunan kesadaran ataupun kejang. Gejala yang terjadi seperti mengantuk dan lemas. Kelompok ini disebut juga hiponatremi asimptomatik atau hiponatremi ringan.

2. Patofisiologi hiponatremi Osmolalitas tubuh diatur oleh sekresi arginin vasopresin (AVP) dan rangsangan haus. AVP merupakan hormon antidiuretik yang dihasilkan oleh hipotalamus dan di transportasikan melalui axon ke hipofisis posterior. AVP berperan dalam mengatur homeostasis. Ativasi reseptor AVP menyebabkan ekskresi cairan berkurang, regulasi AVP juga diatur oleh baroresptor di sistem saraf pusat dan sistem kardiopulmonal. Natrium serum merupakan hasil bagi dari jumlah natrium dengan volume plasma. Osmolalitas plasma normal yaitu 280-285 mOsm/Kg/H20. 1. Isotonik hiponatremi Pada kondisi ini jumlah natrium plasma sebenarnya dalam keadaan normal.Isotonik hiponatremi terjadi pada keadaan hiperlipidemia ataupun hiperproteinemia. Plasma tersusun atas cairan dan solut (zat terlarut). Hiperlipidemia dan hiperproteinemia meningkatkan solut plasma dan menurunkan jumlah cairan plasma, sehingga pada keadaan ini terjadi pseudohiponatremi. Dimana denominator dalam

penghitungan jumlah natrium plasma menjadi lebih tinggi sehingga kadar natrium plasma menjadi turun.

2. Hipotonik hiponatremi Osmolalitas antara cairan intaseluler sama dengan cairan ekstraseluler. Pada keadaan hiponatremi hipotonik, jumlah cairan plasma lebih besar dibandingkan jumlah solut sehingga osmolalitas plasma menjadi turun.

a. Isovolemia hipotonik hiponatremi Hal ini terjadi karena intake cairan yang erlebihan sedangkan ginjal tidak mampu untuk mengeksresikan. Hal ini dapat terjadi pada keadaan dibawah ini: SIADH ( syndrome inappropiate anti diuretic hormon) konsentrasi natrium yang rendah karena kelenjar hipofisis di dasar otak mengeluarkan terlalu banyak hormon antidiuretik Sindroma nefrogenik Defisiensi glukokortikoid Hipotiroid Pada hipotiroid terjadi peningkatan resistensi vaskular dan penurunan curah jantung yang menyebakan gangguan perfusi ginjal. Keringat yang berlebihan

Biasanya terjadi pada atlet maraton. Intake solute yang rendah Pada pasien yang mengkonsumsi bir beer potomania dalam jangka waktu yang lama. Polidipsi primer Polidipsi primer terjadi pada 20 % pasien psikiatrik khusunya skiofrenia. Pada kondisi ini intake cairan berlebihan tidak diikuti dengan diurnal diuresis. b. Hipovolemia hipotonik hiponatremi Pada kondisi ini terjadi penurunan jumlah CES dan deplesi solut. Hiponatremi dengan deplesi volume dapat terjadi pada berbagai keadaan seperti yang ditunjukkan tabel 1. Gejala klinis dari deplesi volume yaitu penurunan tekanan darah ortostatik, peningkatan denyut nadi, keringnya membran mukosa dan turgor kulit menurun. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan blood urea nitrogen (BUN), kreatinin dan peningkatan asam urat. Gangguan gastrointestinal Diare dan muntah yang berlebihan dan tidak langsung diberi cairan pengganti dapat menyebabkan kehilangan sejumlah cairan dan natrium. Pada pemeriksaan laboratorium akan ditemukan penurunan natrium urin pada keadaan diare, tetapi mungkin dapat meningkat pada pasien dengan muntah yang berlebihan sehingga pemeriksaan laboratorium yang baik dalam menggambarkan deplesi volume yaitu Cl-. Keringat yang berlebihan Aktifitas fisik yang berlebihan seperti maraton dapat menyebabkan deplesi volume, kehilangan natrium dan klorida pada keringat yang berlebihan.

Penggunaan diuretik yang berlebihan Menurut literatur, 73 % kasus hiponatremi disebabkan karena penggunaan thiazid, 20% karena kombinasi thiazid dengan antikaliuretik dan 7 % disebakan oleh furosemid.

Cerebral salt wasting (CSW) CSW merupakan suatu sindroma yang terjadi setelah prosedur neurosurgikal ataupun setelah terjadi trauma kepala. Pada kondisi ini AVP disekresikan karena stimulasi baroresptor. Defisiensi mineralokortikoid Pada kondisi ini terjadi kegagalan dalam menekan pelepasan AVP akibat hipoosmolaliti. c. Hipervolemia hipotonik hiponatremi Terjadi karena kegagalan ginjal dalam mengkeksresikan cairan. Pada pasien ini ditemukan udem karena retensi cairan dan natrium. Gagal jantung Hiponatremia hipervolemik pada gagal jantung berakar dari penurunan curah jantung dan tekanan darah, yang menstimulasi vasopressin, katekolamin dan poros rennin-angiotensin-aldosteron. Kadar vasopressin yang meningkat telah dilaporkan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri sebelum gagal jantung muncul.

Pada

pasien

gagal

jantung

yang

memburuk,

berkurangnya stimulasi mekanoreseptor di ventrikel kiri, sinus karotis, arkus aorta dan arteriol aferen ginjal memicu peningkatan aktivitas simpatis, system RAS, dan pelepasan vasopressin tanpa rangsang osmotik, ditengah-tengah berbagai neurohormon lain. Walaupun total air tubuh meningkat, peningkatan aktivitas simpatis ikut menyebabkan retensi natrium dan air. Pelepasan vasopresin yang bertambah menyebabkan bertambahnya jumlah saluran akuaporin di duktus koligentes ginjal. Ini memacu retensi air yang bersifat abnormal dan hiponatremia hipervolemik. Sirosis Hiponatremi yang terjadi pada pasien sirosis

dikarenakan gagal jantung, pelepasan AVP. Sindroma nefrotik, gagal ginjal akut dan kronik 3. Hipertonik hiponatremi Terjadi jika osmolalitas plasma > 285 mOsm/Kg/H2O. Hipertonisitas bisa terjadi karena peningkatan zat terlarut yang tidak bebas keluar masuk kompartemen, contohnya glukosa manitol, gliserol, atau sorbitol sehingga terjadi perpindahan cairan dari ICF ke ECF sehingga menurunkan kadar natrium ECF. Hiponatremia jenis ini biasanya dihubungkan dengan peningkatan osmolalitas. Contohnya, pada pasien hiperglikemia setiap kenaikan glukosa 3 mmol/L, natrium serum turun 1 mmol/L. 4. Gejala klinis hiponatremi Gejala klinis hiponatremi tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Secara umum gejala klini pada hiponatremi dapat dilihat dibawah ini.

Sistem tubuh Sistem Saraf Pusat Muskuloskeletal Gastrointestinal Cardiovascular Jaringan Ginjal

Hiponatremia Sakit kepala, confusion,hiper atau hipoaktif refleks tendon dalam, kejang, koma, peningkatan tekanan intrakranial. Weakness, fatigue, muscle cramps/twitching Anoreksia, nausea, vomiting, diare cair Hipertensi dan bradikardia secara signifikan meningkatkan tekanan intrakranial Lakrimasi, salivasi Oligouria

3. Penatalaksanaan hiponatremi Penatalaksanaan pada hiponatremi dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu derajat hiponatremi, onset hiponatremi dan status volume. 1. Derajat hiponatremi Pada hiponatremi berat/hiponatremi simptomatik yang berhubungan dengan keadaan hipoksia dan telah terjadi penurunan kesadaran, maka natrium plasma harus segera dikoreksi yaitu 8- 10 mEq/L dalam 4-6 jam dengan menggunakan cairan salin hipertonik. 2. Onset hiponatremi Pada hipnatremi akut serum natrium sebaiknya dikoreksi sebesar 2 mEq/L/ jam sampai terjadi perbaikan gejala klinis. Koreksi dapat dicapai dengan memberikan cairan salin hipertonik dengan kecepatan 1-2 mEq/L/jam. Jika pada pasien terdapat gejala hiponatremi berat seperti kejang maka dapat diberikan cairan salin hipertonik dengan kecepatan 4-6 mEq/L/jam dan selama terapi pasien harus dimonitoring ketat. Pemeriksaan kadar elektrolit di cek rata-rata tiap 2 jam. 3. Status volume 1. Dehidrasi hipertonik, terapi: Dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,45 % atau 5 % Dextrose in half strength Ringers lactate atau

fase I : 20 ml/kg NaCl 0,9 % atau RL fase II : Dekstrosa 5 % dalam NaCL 0,45 % diberikan 48 jam agar tidak terjadi edema otak dan kematian Kelebihan Na+ : ( X 140 ) x BB x 0,6 = mg Defisit cairan : {( X 140) x BB x 0,6}:140 = L Kecepatan koreksi maksimal 2 mEq/L/jam 2. Dehidrasi isotonik, terapi: NaCl 0,9 % atau Dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,225 %, 20 ml/kg NaCl 0,9 % atau RL 3. Dehidrasi hipotonik, terapi: NaCl 0,9 % disertai Dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,225 % untuk the rest of fluid deficit atau

Fase I: 20 ml/kg 0,9 % NaCl atau RL Fase II: tambahkan defisit natrium Koreksi defisit Na+ = ( Na+ yang diinginkan Na+ aktual ) x 0,6 x BB Koreksi Na+ diberikan > 24 jam, agar tidak terjadi injuri susunan saraf pusat.

Anda mungkin juga menyukai