T 59 tahun ke poli klinik kulit dengan keluhan tahi lalat diwajahnya semakin lama semakin membesar, terasa sakit, dan berdarah. Klien bekerja sebagai buruh tani sehingga hampir setiap hari tubuhnya terpapar matahari. A. Anatomi dan Fisiologi Kulit 1. Lapisan kulit terdiri dari a. Epidermis adalah bagian terluar kulit. Bagian ini tersusun dari jaringan epitel skuamosa bertingkat yang mengalami keratinisasi; jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah; dan sel-selnya sangat rapat. Bagian epidermis mengalami stratifikasi berikut: 1) Stratum basalis (germinativum) adalah lapisan tunggal sel-sel yang melekat pada jaringan ikat dari lapisan kulit di bawahnya (dermis). Pembelahan sel yang cepat berlangsung pada lapisan ini, dan sel baru di dorong masuk ke lapisan berikutnya. 2) Stratum spinosum adalah lapisan sel spina atau tanduk, disebut demikian karena sel-sel tersebut disatukan oleh tonjolan yang menyerupai spina. Spina adalah bagian penghubung intraselular yang disebut desmosome. 3) Stratum granulosum terdiri dari tiga atau lima lapisan sel dengan granulagranula keratohialin yang merupakan prekursor pembentukan keratin. a) Keratin adalah protein keras dan resilien, anti air serta melindungi permukaan kulit yang terbuka. b) Keratin pada lapisan epidermis merupakan keratin lunak yang berkadar sulfur rendah, berlawanan dengan keratin yang ada pada kuku dan rambut. c) Saat keratohialin dan keratin berakumulasi, maka nukleus sel berdisintegrasi, menyebabkan kematian sel. menjadi lima lapisan
4) Stratum lusidum adalah lapisan jernih dan tembus cahaya dari sel-sel gepeng tidak bernukleus yang mati atau hampir mati dengan ketebalan empat sampai tujuh lapisan sel. 5) Stratum korneum adalah lapisan epidermis teratas, terdiri dari 25 sampai 30 lapisan sisik tidak hidup yang sangat terkeratinisasi dan semakin gepeng saat mendekati permukaan kulit. a) Permukaan terbuka dari stratum korneum mengalami proses
pergantian ulang yang konstan atau deskuamasi. b) Ada pembaharuan yang konstan pada sel yang terdeskuamasi melalui pembelahan sel di
lapisan basalis. Sel tersebut bergerak ke atas, ke arah permukaan, mengalami keratinisasi, dan kemudian mati. Dengan demikian seluruh permukaan tubuh terbuka ditutup oleh lembaran sel epidermis mati. c) Keseluruhan lapisan epidermis akan diganti dari dasar ke atas setiap 15-30 hari. (i)
Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis. Melanosit mensintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respon terhadap rangsangan hormone hipofisis anterior. Melanin adalah pigmen hitam yang menyebar ke seluruh epidermis untuk melindungi sel dari radiasi ultraviolet. Sel-sel imun, yang disebut sel Langerhans, terdapat di seluruh epidermis. Sel Langerhans mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk ke kulit, dan memberi sinyal pada limfosit T atas keberadaan partikel atau mikroorganisme tersebut untuk memulai suatu serangan imun. Sel Langerhans mungkin bertanggung jawab mengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit displastik atau neoplastik. Sel Langerhans secara fisik berhubungan dengan saraf-saraf simpatis, yang
melawan infeksi atau mencegah kanker kulit. Radiasi ultraviolet dapat merusak sel Langerhans, mengurangi kemampuannya mencegah kanker.(ii) b. Dermis dipisahkan dari lapisan epidermis dengan adanya membran dasar, atau lamina. Membran ini tersusun dari dua lapisan jaringan ikat. 1) Lapisan papilar adalah jaringan ikat areolar renggang dengan fibroblas, sel mast, dan makrofag. Lapisan ini
mengandung banyak pembuluh darah, yang memberi nutrisi pada epidermis di atasnya. Papila dermal serupa jari, yang mengandung reseptor sensorik taktil dan pembuluh darah, menonjol ke dalam lapisan epidermis. 2) Lapisan reticular terletak lebih dalam dari lapisan papilar. Lapisan ini tersusun dari jaringan ikat iregular yang rapat, kolagen dan serat elastik. Sejalan dengan penambahan usia, deteriorasi normal pada simpul kolagen dan serat elastic mengakibatkan pengeriputan kulit. c. Lapisan subkutan atau hypodermis (fasia superfisial) mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang terdapat di bawahnya. Lapisan ini mengandung jumlah sel lemak yang beragam, bergantung pada area tubuh dan nutrisi individu, serta berisi banyak pembuluh dan ujung saraf. d. Derivatif kulit berupa kuku, rambut, kelenjar keringat serta kelenjar sebasea. 2. Fungsi Kulit a. Proteksi/ perlindungan. Kulit melindungi tubuh dari mikroorganisme, penarikan atau kehilangan cairan, dan dari zat iritan kimia maupun mekanik. Pigmen melanin yang terdapat pada kulit memberikan perlindungan selanjutnya terhadap sinar ultraviolet matahari. b. Pengaturan suhu tubuh. Pembuluh darah dan kelenjar keringat dalam kulit berfungsi untuk mempertahankan dan mengatur suhu tubuh. c. Ekskresi. Zat berlemak, air, ion-ion, seperti Na+ diekskresi melalui kelenjar-kelenjar pada kulit.
d. Metabolisme. Dengan bantuan radiasi sinar matahari atau sinar ultraviolet, proses sintesis vitamin D yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tulang, dimulai dari sebuah molekul precursor (dehidrokolesterol-7) yang ditemukan di kulit. e. Komunikasi 1) Semua stimulus dari lingkungan diterima oleh kulit melalui sejumlah reseptor khusus yang mendeteksi sensasi yang berkaitan dengan suhu, sentuhan, tekanan, dan nyeri. 2) Kulit merupakan media ekspresi wajah dan refleks vaskular yang penting dalam komunikasi.(i)
B. Kanker Kulit 1. Pengertian Kanker kulit adalah kanker pada kulit yang menyebabkan berbagai akibat. kanker kulit biasanya tumbuh di epidermis (lapisan paling luar kulit), sehingga tumor dapat terlihat dengan jelas, sehingga kanker kulit merupakan kanker yang stadium awalnya paling mudah diketahui.(iii) Kanker kulit adalah penyakit di mana kulit kehilangan kemampuannya untuk regenerasi dan tumbuh secara normal. Sel-sel kulit yang sehat secara normal dapat membelah diri secara teratur untuk menggantikan sel-sel kulit mati dan menumbuhkan kulit baru. Sel-sel abnormal dapat tumbuh di luar control dan membentuk kanker.(iv)
2. Klasifikasi Terdapat tiga jenis kanker kulit yaitu sel basal, sel skuamosa dan melanoma maligna. Karsinoma sel basal adalah kanker superfisial selsel epitel imatur. Tumor ini biasanya tumbuh lambat dan jarang bermetastasis walaupun dapat
menyebabkan kerusakan jaringan lokal. Jenis kanker kulit yang paling sering terjadi ini disebabkan oleh pajanan kumulatif radiasi UV dari sinar matahari. Faktor genetik mungkin ikut berperan.
4
Karsinoma sel skuamosa adalah kanker sel-sel epidermis, yang dapat menyebar secara horizontal di kulit atau secara vertikal ke dalam dermis. Penyebaran dapat agresif atau lambat. Karsinoma sel skuamosa dapat bermetastasis ke bagian lain tubuh. Karsinoma sel skuamosa paling sering timbul pada lansia dan terjadi akibat pajanan sinar matahari yang berkepanjangan. Tumor ini sering timbul di daerah-daerah kulit yang
memperlihatkan lesi-lesi prakanker, misalnya keratosis (pertumbuhan bersisik), dermatitis aktinik, atau di daerah kulit yang pernah berubah warnanya, dan di bekas jarinagn parut misalnya jaringan parut luka bakar. penggunaan obat penekan imun (imunosupresif) memicu timbulnya tumor ini pada pasien transplant karena sensitivitas akibat obat terhadap radiasi UVA dan UVB. Melanoma maligna adalah suatu tumor agresif sel-sel penghasil melanin di dasar epidermis. Melanoma maligna dapat timbul dari bekas tahi lalat (nevus) atau timbul scara spontan dari kulit sehat. Kanker kulit jenis ini sering dijumpai pada usia pertengahan atau usia senja dan timbul akibat luka bakar hebat disertai lepuh yang didapat sepanjang waktu. Kulit terang, pecah-pecah, dan rambut berwarna kuning terang merupakan faktor beresiko lain. Kanker kulit meliputi 4% melanoma maligna tetapi 79% merupakan kanker yang mematikan. (ii) Jenis Kanker Kulit Karsinoma sel basal Ciri-Ciri Nodus berwarna seperti daging atau pink, biasanya cekung di tengah-tengahnya dan dapat terus membesar. Warnanya
mengkilat/ seperti lilin, paling sering terlihat pada area yang terpajan sinar matahari di telinga, wajah, dan tangan. Karsinoma sel skuamosa Lesi bersisik dan sedikit menonjol, disertai ulkus pada area tengah lesi. batas lesi tidak beraturan dan mengeras pada tahap lanjut. paling sering mengenai area yang terpajan sinar matahari, biasanya diwajah atau area jaringan parut.
Melanoma maligna
Lesi yang tumbuh dengan cepat dan membentuk de novo atau tumbuh dari mole yang sebelumnya di derita. Biasanya menonjol, berwarna hitam, atau cokelat, atau terkadang muncul dalam bermacam-macam warna. Batas tidak beraturan, tidak simetris, dan dapat mengeluarkan darah. Paling sering ditemukan pada area terpajan sinar matahari, namun dapat tumbuh di area kulit lain. Berhubungan dengan lesi akibat terbakar sinar matahari.
C. Melanoma Maligna 1. Definisi Proliferasi melanosit ganas ke intra-epidermal dengan atau tanpa perluasan ke lapisan subkutan. (v)
2. Tipe-Tipe Melanoma : a. Melanoma yang menyebar ke superfisial (superfisial spreading melanoma) Sekitar 70% dari melanoma kulit ganas adalah jenis melanoma menyebar di permukaan (SSM) dan sering timbul dari nevus displastik berpigmen. SSMs biasanya berkembang setelah perubahan nevus yang stabil dan berjangka waktu lama; perubahan khas termasuk ulserasi, pembesaran, atau perubahan warna. SSM dapat ditemukan pada setiap permukaan tubuh, terutama kepala, leher, dan alat kelamin laki-laki dan bagian ekstremitas bagian bawah perempuan. b. Melanoma lentiginus akral (acral lentiginous melanoma) Melanoma lentiginous acral adalah satu-satunya melanoma yang memiliki frekuensi sama antara orang kulit hitam dan putih. Melanoma terjadi pada telapak tangan, telapak kaki, dan daerah subungual.
Melanoma subungual sering disalahartikan sebagai subungual hematoma (perdarahan yang berbentuk seperti pecahan/serpihan). Seperti NM, ALM sangat agresif, dengan perkembangan yang pesat dari radial ke fase pertumbuhan vertical. c. Lentigo maligna Lentigo maligna melanoma (LMMs) juga
insidensinya sekitar 10-15% dari kasus melanoma. Mereka biasanya ditemukan di daerah terkena sinar matahari (misalnya, tangan, leher). LMMs memiliki area hipopigmentasi dan seringkali cukup besar. LMMs timbul dari lesi lentigo maligna yang sebelumnya. d. Melanoma nodular Melanoma nodular (NMS) insidensnya sekitar 10-15% dari kasus melanoma dan juga sering ditemukan pada semua permukaan tubuh, terutama alat kelamin laki-laki. Lesi ini yang paling simetris dan seragam dari melanoma dan berwaena coklat gelap atau hitam. Fase pertumbuhan radial mungkin tidak jelas dalam NMS, namun, jika fase ini terlihat jelas, itu hanya sebentar karena tumor berkembang pesat ke fase pertumbuhan vertikal, sehingga membuat NM sebagai lesi berisiko tinggi. Sekitar 5% dari semua NMS adalah melanoma amelanotic. (vi)
3. Etiologi a. Pajanan sinar matahari (sinar UV) b. Kurangnya produksi pigmen melanin dalam kulit
4. Faktor Resiko a. Pajanan matahari : pajanan matahari yang intens intermitten (terutama luka bakar matahari berulang ketika masa kanak-kanak) memiliki resiko tertinggi (luka bakar akibat sinar matahari pada individu berusia 15-20 meningkatkan resiko sebesar 2,2 kali lipat).
b. Sifat pigmen : mata biru, kulit putih, rambut merah, noda-noda hitam, mudah terbakar sinar matahari. c. Nevi : jumlah total nevi melanositik jinak berhubungan dengan peningkatan resiko melanoma sampai 10 kali lebih besar; nevi displastik merupakan lesi prekursor melanoma; sindrom nevus diplastik merupakan sifat yang diturunkan yang berhubungan dengan 26-75, nevi ini per individu dan merupakan resiko tinggi melanoma. d. Riwayat keluarga : seorang kerabat = beresiko 2 kali lipat; dua kerabat = beresiko 14 kali lipat e. Genetika : lokus yang rentan terhadap melanoma telah teridentifikasi pada kromosom 9 (p16 atau CDKN2A), 12 (CDK400), 1, dan 6; mutasi gen penekan tumor melanoma telah teridentifikasi pada kromosom 11; abnormalitas gen didapat meliputi gen yang berhubungan dengan diferesiansi melanoma (mda-7) dan kehilangan aktifitas p53. f. Imunosupresi : resiko meningkat 4 sampai 8 kali lipat
5. Patofisiologi a. Radiasi ultraviolet dapat berperan sebagai agen inisiator, promotor, karsinogen, dan agen imunosupresi b. Fungsi melanin mengabsorpsi proton ultraviolet, kulit yang sedikit mengandung melanin lebih rentan terhadap kerusakan ultraviolet; melanoma cenderung muncul pada daerah yang tidak biasa terkena sinar matahari, tetapi secara berkala mengalami luka bakar matahari secara berat (misal batang tubuh pada pria, tungkai pada wanita). c. Radiasi UVA dan UVB diabsorbsi oleh asam deoksiribonukleat (DNA) mengakibatkan mutasi DNA, proliferasi melanosit, peningkatan deposisi melanin dalam keratinosit, dan penebalan kulit. d. Melanosit memiliki protein anti-apoptotik Bcl-2 berkadar tinggi, sehingga mutasi mengakibatkan berkurangnya apoptosis dan melanosit yang rusak akan terus membelah diri dengan sedikit perbaikan atau tanpa perbaikan DNA sama sekali. e. Melanosit yang mengalami mutasi menghasilkan faktor pertumbuhan fibrinogen dasar (basic fibrinogen growth factor, bFGF) berkadar tinggi yang menstimulasi
8
proliferasi melanosit otoimun; peningkatan aktivitas bFGF berhubungan dengan mutasi p53. f. Berbagai faktor pertumbuhan autokrin atau parakrin lain semakin jauh menstimulasi proliferasi sel melanoma, termasuk interleukin 1,8, dan 10, faktor pertumbuhan yang diturunkan dari trombosit, faktor pertumbuhan epidermal, faktor pertumbuhan endotel vascular, dan faktor angiogenesis. Faktor nekrosis tumor dan interleukin 2 dan 6 menghambat pembelahan malanosit. g. Mutasi lokus CDK4 mengakibatkan inaktivasi inhibitor pembelahan melanosit. h. Sel melanoma sering mengekspresikan antigen tumor spesifik, seperti antigen MAGE. i. Gangguan cross-talk selular oleh reseptor kadherin, konneksin dan adhesi mengakibatkan abnormalitas pertumbuhan dan diferensiasi sel, apoptosis dan migrasi sel. j. Proliferasi melanosit maligna secara intra-epidermal (fase pertumbuhan radial) diikuti oleh sarang-sarang sel maligna dan penyebaran sel tunggal keluar dan menuruni dermis dan ke lemak subkutan. k. Fase intra-epidermal tidak ada hubungannya dengan metastasis; begitu
pertumbuhannya vertikal (nodular dengan penetrasi ke dermis) maka kemungkinan besar terjadi metastasis. l. 30% melanoma muncul dari nevi diplastik yang muncul dalam sekitar 10% populasi Kaukasia; terdapat progresi bertingkat dari makula simetris yang berpigmen secara merata ke lesi yang semakin asimetris, berbeda warna, meninggi dengan atipia, dan invasi limfosit berbercak.(v)
6. Manifestasi Klinis a. Biasanya timbul di daerah terpajan matahari, atau di telapak tangan, kaki atau mukosa vagina/mulut. (ii) b. Adanya nevi yang muncurigakan. c. Perubahan yang baru, berlokasi di tempat yang tidak biasa (telapak tangan, telapak kaki, di bawah payudara).
d. Batas asimetri, batas tidak teratur; perubahan warna dari coklat kehitaman dengan daerah putih ( regresi di daerah perifer); ukuran lebih dari 6 mm; nodularitas; perdarahan atau keropeng.(v) e. Melanoma maligna adalah tipe kanker kulit ketiga dan dipertimbangkan lebih serius daripada jenis kanker kulit non-melanoma. Melanoma biasanya berwarna coklat kehitaman. f. Kanker ini dapat dicirikan dengan ABCD, yaitu A=Asimtrik, bentuknya tak beraturan, B=Border/pinggirannya yang tidak rata, C=Color/warna yang bervariasi dari satu area ke area yang lainnya. Bisa coklat sampai hitam. Bahkan dalam kasus tertentu ditemukan berwarna putih, merah, dan biru, D=Diameternya lebih besar dari 6 mm. (vii)
7. Klasifikasi Untuk Penentuan Stadium Melanoma Maligna a) Klasifikasi TNM Klasifikasi T untuk menentukan ketebalan tumor. T1 = lesi-lesi 0,75 mm atau kurang T2 = 0,76-1,5 mm T3 = 1,5-4 mm T4 = >4 mm atau telah menginvasi jaringan subkutan Klasifikasi N N0 = metastasis ke limfe nodus regional negative N1 = limfe nodus regional positif, ukuran 3 cm/ kurang N2 = limfe nodus regional positif ukuran 3 cm/ lebih/ adanya lesi intrasit b) Pengelompokan stadium dibagi sesuai dengan keterlibatan limfenodus. Stadium 1 = tumor lebih kecil (T1 dan T1) dengan limfenodus negative Stadium 2 = tumor lebih besar (T3 dan T4) dengan limfenodus negative Stadium 3 = tiap tumor dengan limfenodus positif Stadium 4 = tiap tumor dengan adanya metastase jauh (viii)
10
c) Klasifikasi tingkat invasi menurut Clark Clark (1975) membagi melanoma maligna menurut kedalaman invasinya didalam lapisan kulit atas 5 tingkat Tingkat 1 : sel melanoma terletak diatas membrane basalis epidermis (melanoma insitu/intraepidermal) Tingkat 2 : invasi sel melanoma sampai dengan lapisan papilaris dermis (dermis superficial), tapi tidak mengisi papilla dermis Tingkat 3 : sel melanoma mengisi papilla dermis dan meluas sampai taut dermis papiler dan retikuler Tingkat 4 : invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikuler dermis Tingkat 5 : invasi sel melanoma sampai dengan jaringan subkutan d) Klasifikasi kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow Breslow (1975) membagi melanoma maligna 3 golongan: Golongan 1 : dengan kedalaman (ketebalan) tumor <0,76 mm Golongan 2 : dengan kedalaman (ketebalan) tumor antara 0,76-1,5 mm Beberapa penulis mengemukakan variasi sebagai berikut : Kedalaman (ketebalan) tumor <0,85 mm Kedalaman (ketebalan) antara 0,85-1,69 mm Kedalaman (ketebalan) tumor antara 1,70-3,64 mm Kedalam (ketebalan) tumor > 3,65 mm Kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow, diukur secara langsung menggunakan micrometer okuler, dari atas lapisan granuler sampai sel-sel melanoma yang paling dalam, serta merupakan metode obyektif untuk menentukan prognosis, sedangkan tingkat invasi menurut Clark merupakan cara pengukuran ketebalan tumor secara tidak langsung.(ix)
11
8. Komplikasi a. Invasi lokal dan kerusakan jaringan pada semua jenis kanker kulit. b. Dapat terjadi metastasis ke kelenjar limfe regional di seluruh tubuh (karsinoma sel basal sangat kecil kemungkinan untuk bermetastasis, sedangkan karsinoma sel skuamosa berpotensi sedang) (ii)
9. Pemeriksaan Penunjang a) Biopsi punch dengan ketebalan penuh untuk lesi yang besar; biopsi eksisi dengan batas 1 mm sampai 2 mm untuk lesi kecil atau medium. b) Penentuan indikator prognostik Clark dan Breslow c) Limfo-skintigrafi untuk mengidentifikasi basin limfatik yang mengaliri melanoma primer, diikuti biopsi nodus sentinel; sensitivitasnya sangat tinggi (terutama dengan pewarnaan khusus padaa spesimen nodus) dan bila positif, diseksi limfonodi (lymph node dissection, LND) regional secara komplet (LND) diindikasikan pada sebagian besar pasien d) Deteksi reaksi rantai polimerasi (polymerase chain reaction, PCR) pada penanda melanoma dapat mendeteksi miikrometastasis nodul (dapat juga menggunakan PCR untuk mendeteksi sel melanoma yang bersirkulasi didalam darah) e) Foto rontgen dada; uji fungsi hepar hitung darah lengkap. f) CT scan atau MRI dada, kepala, abdomen diindikasikan hanya untuk evaluasi gejala yang mungkin berhubungan dengan metastasis g) Tomografi emisi prositron (TEP) dapat digunakan untuk mengevaluasi melanoma berulang, kegunaannya pada diagnosis primer belum bisa ditentukan.
10. Pencegahan a) Penghindaran terhadap sinar matahari yang berlebihan b) Penggunaan tabir surya c) Pemeriksaan kulit menyeluruh pada diri sendiri (trought skin self exam, TSSE) direkomendasikan dan dalam sebuah penelitian ternyata dapat mengurangi mortalitas melanoma sampai 63%
12
d) Asuhan primer teratur atau penipisan dermatologis memungkinkan lesi terdiagnosis pada stadium yang lebih awal (dini).(v)
11. Penatalaksanaan a. Stadium 1 klinik melanoma maligna Sampai saat ini metode pembedahan dengan eksisi luas masih tetap merupakan cara pengobatan melanoma maligna yang terbaik. Penentuan batas tepi eksisi batas optimal dan pertimbangan pengangkatan kelenjar limfe regional sebagai tindakan profilaksis, terutama tergantung, pada jenis dan lokasi melanoma maligna, tingkat invasi Clark dan kedalaman (ketebalan) Breslow. Rekomendasi terakhir yang dilaporkan oleh Day dkk (1982) dan Sober (1983), menganjurkan batas tepi eksisi sebagai berikut: - Untuk lesi dengan kedalaman (ketebalan) lebih dari 0,85 mm adalah 3 cm - Untuk kedalaman (ketebalan) kurang dari 0,85 mm adalah 1,5 cm - Untuk lesi kedalaman (ketebalan ) antara 0,85-1,69 mm, dan lesi tersebut tidak terletak di region bans, yaitu bagian atas punggung, bagian postero-lateral lengan, leher, atau kulit kepala, ditentukan batas tepi eksisi adalah 1,5 cm Pengangkatan kelenjar limfe regional ( profilaksi ) terutama dilakukan pada semua lesi melanoma maligna dengan kedalaman (ketebalan) 0,9 mm atau lebih pada semua tingkat infasi (Clark). Pengankatan kelenjar limfe regional (profilaksi), biasanya tidak dilakukan pada keadaan sebagai berikut; - Penderita dengan usia lanjut - Penderita yang sangat lemat dengan penyakit yang sering kambuh-kambuhan - Sudah ada metastasis jauh Alternative lain adalah bedah mikrografik mohs. Sedangkan radioakterapi tidak efektif untuk pengobatan lesi melanoma maligna pada kulit, karena radioresisten.
13
Namun penggunaannya dapat dipertimbangkan bagi penderita lanjut usia dan pada lesi metastasis (otak dan hati). Dosis yang dianjurkan adalah 4500-500 rads. b. Stadium klinik II melanoma maligna Eksisi luas disertai pengangkatan kelenjar limfe regional. c. Stadium klinik III melanoma maligna 1) Kemoterapeutik sistemik Agen kemoterapeutik tradisional yang terbaik yaitu Dacarbazine/Dimetil Triazeno Imidazole Carboxamide (DTIC). Dapat diberikan tersendiri atau dikombinasi dengan obat kemoterapeutik sistemik lainnya. Respon pengobatan dengan DTIC terjadi pada 20-25% penderita Kemoterapeutik sistemik yang direkomendasikan adalah: DTIC : 200-300 mg/m2 (intravena) selama 5 hari , diulang tiap3-4 minggu . Nitrosourea : 200-300 mg/m2 dosis tunggal (oral), diulang tiap 6 minggu . Atau kombinasi DTIC dan Nitrosourea 2) Immonoterapi BCG merupakan immunoterapi aktif non spesifik, terutama digunakan untuk pengobatan melanoma maligna yang mengadakan metastasis ke kulit . diberikan secara intralesi dan memberikan pengaruh yang cukup bermanfaat. Hasilnya tidak menentu, tergantung pada sistem imunitas penderita. Akhir-akhir ini dilakukan imunoterapi adoptif, dengan memakai lekaferesis untuk mendapatkan limfosit dari kanker pasien, kemudian sel itu diinkubasi dengan interleukin-2, untuk membentuk sel pembunuh yang mengaktifkan limfokin (LAK), dan kemudian sel-sel LAK diinfuskan kembali bersam pemberian interleukin -2. (x)
12. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Pengkajian terhadap pasien melanoma maligna dilakukan berdasarkaan riwayat pasien dan gejalanya. Pasien ditanya khususnya tentang : gejala pruritus, nyeri tekan,
14
rasa sakit (perubahan yang terjadi pada nevus yang sudah ada sebelumnya), pertumbuhan lesi baru berpigmen (pada orang-orang yang beresiko harus diperiksa dengan cermat). DO : Pasien tampak menunjukan wajah kesakitan Terlihat tahi lalat di wajah pasien Pasien nampak menutupi bagian wajahnya DS : Pasien mengatakan tahi lalat semakin membesar Pasien mengatakan rasa sakit Pasien mengatakan tahi lalat di wajahnya sering berdarah Pasien bekerja sebagai buruh tani dan sering terpapar matahari b. Diagnosa Keperawatan(xi) Nyeri kronis b/d ketidakmampuan fisik kronis misalnya kanker metastasis Gangguan citra tubuh b/d penyakit c. Intervensi Keperawatan Diagnosa & Data penunjang Nyeri kronis b/d ketidakmampuan fisik kronis misalnya kanker metastasis DO : Tujuan & Kriteria Rencana tindakan Hasil Tujuan : Mandiri Setelah dilakukan Kaji dan tindakan keperawatan dokumentasikan diharapkan nyeri efek-efek yang diderita pasien penggunaan akan berkurang pengobatan Kriteria Hasil : jangka panjang Setelah dilakukan Pasien tampak tindakan keperawatan menunjukan maka diharapkan : wajah kesakitan Kaji dampak Tidak pengalaman nyeri mengekspresi pada kualitas DS : kan nyeri hidup (misalnya; secara verbal tidur, nafsu Pasien atau non mengatakan tahi makan,dll) verbal lalat yang semakin Tidak ada membesar kegelisahan Ajarkan tindakan Pasien Frekuensi mengatakan rasa nyeri dan pengurangan sakit lamanya untuk membantu episode nyeri pengobatan nyeri Pasien Rasional Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi. informasi memberikan data apakah nyeri yang dirasakan berdampak pada yang lainnya
(misalnya, tehnik relaksasi, massase punggung,dll). Tingkatkan istirahat/tidur yang adekuat untuk memfasilitasi pengurangan nyeri
kontrol
kolaborasi Kembangkan rencana manajemen nyeri dengan pasien dan dokter Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri
pasien/orang terdekat harus aktif menjadi partisipan dalam manajemen nyeri penggunaan agensagens farmakologi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
Diagnosa & Data penunjang Gangguan citra tubuh b/d penyakit DO : Nampak tahi lalat diwajah pasien
Rencana tindakan Mandiri Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan nonverbal pasien tentang tubuh pasien Pantau frekuensi pernyataan yang mengkritik diri
Rasional
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat mengembalikan persepsi yang positif Pasien nampak terhadap penampilan menutupi bagian dan fungsi tubuh sendiri wajahnya Kriteria Hasil : Setelah dilakukan DS : tindakan keperawatan Pasien mengatakan tahi lalat maka diharapkan pasien mampu :
Informasi memberikan data dasar untuk mengetahui penolakan pasien terhadap bagian tubuh yang sakit Pemantauan bertujuan untuk mengetahui penerimaan pasien terhadap bagian tubuhnya
16
yang semakin membesar di wajahnya Pasien mengatakan tahi lalat diwajahnya sering berdarah
Mengidentifikasi kekuatan personal Mengungkapan aspek positif yang dimilki dirinya Menunjukan penerimaan terhadap bagian tubuh yang sakit
Dengan pengungkapan perasaan, dapat memudahkan perawat untuk melakukan tindakan keperawatan Mekanisme koping yang tepat efektif untuk penanganan masalah Dengan selalu menjaga privasi pasien dalam setiap tindakan keperawatan akan menimbulkan rasa percaya pasien terhadap perawat sehingga memudahkan tercapainya tujuan Dengan penerimaan keluarga atau orang terdekat pasien akan penyakitnya akan meningkatkan rasa percaya diri pasien
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi mekanisme koping Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, pelihara privasi dan martabat pasien
kolaborasi Libatkan keluarga atau orang terdekat untuk mengembalikan rasa percaya diri pasien
17
DAFTAR PUSTAKA
i
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC.
ii
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
iii
Jakarta : EGC.
iv
Rafizar, Olwin Nainggolan. 2010. Jurnal Faktor Determinan Tumor/Kanker Kulit di Pulau
Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Keshatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiolgi : Pemeriksaan & Manajemen. Jakarta :
EGC.
vi
http://www.google.com/journal/dermatology.cdlib.org/111/melanoma-vaccine/yeh.html
vii
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
viii
ix
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin. Hipokrates. Jakarta.
xi
Wilkinson, M Judith.2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan kriteria hasil NOC. Edisi 7. Jakarta: EGC.
18