Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ILMU KONSERVASI I

DISUSUN OLEH: 1. Anand Retanam 2. Janesti A 3. Yuan Ardila 4. Irene Cynthiadi S 5. Annisa Nurul F 6. Femi Zulhima H 7. Yogi Gladi P 8. Kadek Asri A 9. Yasmine Putri C 10. Dewinta Lastri 11. Angelina Putri 12. Vita Prima D 13. Muhammad Eldo 14. Afra An Nisaa (8173) (8273) (8305) (8311) (8623) (8625) (8627) (8629) (8631) (8633) (8635) (8639) (8641) (8643) 15. La Ode Muhammad (8645) 16. Ira Damayanti 17. Dyah Ayu Yoanita 18. Dessy Pratiwi S 19. Rahma Arifah 20. Indria Kusuma W 21. Intan Kartika 22. Hayu Qommaru Z 23. Amalia Perwitasari 24. Bramita Beta A 25. Yusvina Qoriatur 26. Nyayu Wulan Tri 27. Cindy Noni Barita 28. Lynda Milsa N (8647) (8649) ( 8651) (8659) (8665) (8669) (8671) (8677) (8683) (8689) (8691) (8685) (8697)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2012

BAB I PENDAHULUAN

A. SKENARIO KASUS

Pemeriksaan Subjektif Pasien datang dengan keluhan gigi belakang kiri atas terasa ngilu bila minum/ kumur air dingin Gigi tersebut pernah ditambal beberapa tahun lalu namun setelahnya masih terselip sisa makanan. Akhir-akhir ini terjadi lobang di sela-sela gigi Belum pernah sakit spontan Pasien ingin ditambal sewarna gigi, tetapi tidak seperti tambalan sebelumnya sering

Pemeriksaan Objektif Gigi molar satu atas kiri terdapat kavitas didaerah mesial dan sebagian tumpatan yang telah hilang, dengan kedalaman dentin. Sondasi : (+) Perkusi : (-) Palpasi : (-) C.E. : (+).

Gigi premolar dua kiri atas, terdapat kavitas pada sisi distal dengan kedalaman dentin Gigi molar dua atas kiri terdapat kavitas di proksimal dengan kedalaman dentin Untuk kedua gigi tersebut Sondasi , perkusi, palpasi : (-) C.E. : (+)

B. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Karies Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin, dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun demikian, mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini pentakit ini dapat diperhatikan. (Kidd, 1991) Aktivitas karies terbukti dengan demineralisasi dan hilangnya struktur gigi, ini sangat bervariasi, dan karena perjalanan lesi individu tidak selalu dapat diprediksi. Lesi karies hanya terjadi di bawah massa bakteri mampu menghasilkan lingkungan yang cukup asam untuk demineralisasi struktur gigi. Sebuah massa agar bakteri menempel pada permukaan gigi yang disebut plak gigi. Bakteri plak memetabolisme karbohidrat untuk energi dan menghaasilkan asam organik sebagai produk. Asam dapat menyebabkan lesi karies dengan melepaskan kristal struktur gigi. (Roberson et al, 2002)

Etiologi Karies Perkembangan karies gigi tergantung pada hubungan yang antara permukaan gigi, diet karbohidrat, dan bakteri mulut spesifik. Proses pembusukan dimulai dengan demineralisasi permukaan luar gigi, karena pembentukan asam organik selama fermentasi bakteri diet karbohidrat. Lesi yang baru mulai, mula-mula tampak seperti titik putih yang buram dengan hilangnya jaringan gigi secara progresif, sehingga terjadilah rongga. (Arvin, 1996) Karies gigi mempunyai spesifitas pada bakteri dimana potensi kariogenik terdapat pada golongan streptokokus mulut yang secara kolektif disebut Streptococcus mutans. Data ilmiah menunjukan bahwa organisme ini memulai sebagian besar kasus karies gigi pada permukaan email. Apabila permukaan email berlubang, bakteri mulut lainnya terutama laktobasilus menerobos ke dentin dibawahnya dan menyebakan penghancuran struktur gigi yang lebih lanjut melalui infeksi bakteri campuran. (Arvin, 1996) Dari segi etiologi karies gigi yang penting yaitu berhubungan dengan frekuensi konsumsi karbohidrat. Sebenarnya, frekuensi pemasukan karbohidrat merupakan penentu yang lebih penting pada perkembangan karies gigi daripada jumlah karbohidrat yang dikonsumsi. (Arvin, 1996) Beberapa jenis karbohidrat dapat diragikan oleh bakteri dan membentuk asam sehingga pH akan menurun sampai dibawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses karies pun dimulai. Dibawah ini digambarkan empat lingkaran yang menggambarkan paduan faktor penyebab karies. Karies baru akan timbul apabila keempat faktor penyebab tersebut bekerja secara simultan. (Kidd, 2008)

(Kidd, 1991) Klasifikasi Karies Lesi karies dapat di klasifikasikan menurut letak anatomisnya. Lesi dapat di temukan pada pit dan fissure atau pada permukaan yang licin. Lesi pada permukaan berawal dari email (karies email) atau mengenai akar, sementum, dan dentin (karies akar). (Kidd, 2008) Karies primer merupakan lesi yang berkembang secara alami. Permukaan gigi yang utuh dari lesi primer dapat berkembang di sekitar tambalan yang secara umum disebut sebagai karies rekuren atau karies sekunder. (Kidd, 2008) Rekuren karies merupakan lesi yang berkembang pada permukaan gigi di sekitar tambalan, yang berdasarkan etiologinya mirip dengan karies primer. Residual karies merupakan istilah yang secara tersirat berarti damineralisasi jaringan yang tertinggal sebelum dilakukannya penambalan. (Kidd, 2008) Karies sekunder adalah karies yang rekuren, karies yang timbul pada lokasi yang telah memiliki riwayat karies sebelumnya. Karies sekunder ini umumnya timbul pada lokasi ditepi tambalan yang lama. Karies ini biasanya disebabkan karena pengambilan jaringan mati (nekrotik) yang tidak bersih pada saat penambalan pertama sehingga pada

jaringan tersebut masih terdapat bakteri. Karies sekunder juga bisa terjadi karena tambalan yang bocor (ada celah antara bahan tambalan dan gigi) sehingga sesuai proses berjalannya waktu, kuman dan adanya sisa makanan menyebabkan bertambah besarnya karies tersebut. (Kidd, 1990) Residual Caries adalah jaringan yang terdemineralisasi dan terinfeksi yang

disebabkan oleh dokter gigi selama preparasi kavitas. Tidak ada bukti bahwa bakteri yang terkubur ini melanjutkan proses kariesnya. Ketika tumpatan dihilangkan, karies residual terlihat sebagai noda hitam dan baik keras atau pun kering dan bertekstur rapuh. Apabila dikultur, beberapa mikroorganisme dapat ditemukan. (Kidd, 2005) Saat tumpatan diletakkan pada awalnya dentin dapat terasa lembut, lembab, dan terinfeksi berat. Tampaknya organisme telah mati karena sumber nutrisinya dari mulut telah ditutup oleh restorasi, dan dari pulpa, oleh sklerosis tubuler dan dentin tersier. (Kidd, 2005)

(Kidd, 2005) Dentin terbuka

Dentin vital yang terbuka dapat menjadi sumber rasa nyeri. Hal ini dapat disebabkan karena resesi gigiva dam hilangnya cementum atau melalui proses mekanik erosi dan abrasi. Meskipun metode transmittal stimulus nyeri melalui dentin belum secara pasti diketahui, stimulus dapat ditransmisikan. (Bricker et al,2002) Stimulus ini dapat berupa stimulus kimia atau fisik dan, jika cukup parah, dapat menyebabkan perubahan pada pulpa melalui aspirasi odontoblast da melalui perubahan karakteristik vaskular dari pulpitis awal. Kecuali perubahan vaskular terjadi secara besarbesaran, gigi akan bereaksi secara normal terhadap uji pulpa dengan panas, dingin, dan stimulasi elektrik. Radiograf hanya memperlihatkan perubahan yang diinduksi oleh struktur gigi yang hilang. Gigi yang erosi atau abrasi lebih sensitif apabila erosi dan abrasi dilapisi oleh plak. (Bricker et al,2002)

Mekanisme Terjadinya Nyeri Pulpa dan dentin merupakan struktur gigi yang mempunyai peran penting bagisensitifitas gigi, karena didalamnya terdapat saraf saraf yang sangat peka terhadapimpuls impuls dari luar. Pada pulpa, terdapat sel sel glia dan astrocytus yang akanteraktivasi ketika terjadi stimulasi nyeri, sel sel tersebut akan menghantarkan impulske nucleus nervus trigeminus yang kemudian akan dilanjutkan ke thalamus dan berakhir di otak sebelah kanan atas yang mengakibatkan sensasi nyeri. (Wright, 2008). Dentin merupakan struktur gigi yang mempunyai sifat sensitifitas secara alami, sensitifitas ini mirip dengan pulpa. Teori yang menyatakan tentang sensitifitas dentin adalah teori hidrodinamik, ketika suatu rangsangan terjadi,aliran cairan dentin yang ada pada tubulus dentinalis akan meningkat. Cairan tersebut mengarah ke ronggga pulpa,

menyebabkan terjadinya beda potensial yang kemudian di informasikan ke otak dan diterjemahkan sebagai rangsangan nyeri (Orchadson, dkk., 2006) Teori hidrodinamik pada sensitifitas dentin adalah proses penerusan perpindahan cairan dentin ke tubulus dentin, yang mana merupakan perpindahan kesalah satu arah yaitu ke arah luar (permukaan) atau ke arah dalam (pulpa) danmenstimulasi nervus sensoris pada dentin atau pulpa. Gerakan cairan sangat cepat danterjadi sebagai respon terhadap perubahan temperatur, tekanan, atau mekanik yangmenghasilkan deformasi mekanis pada odontoblas dan saraf di dekatnya. (Ingle, 2002) Teori hidrodinamik menjelaskan reaksi rasa sakit pulpa terhadap panas,dingin, pemotongan dentin, dan probing dentin. Panas mengembangkan cairan dentin,sedang dingin mengerutkan cairan dentin, memotong tubuli dentin memungkinkan cairan dentin keluar, dan melakukan probing pada permukaan dentin yang dipotongatau terbuka dapat merusak bentuk tubuli dan menyebabkan gerakan cairan. Semua rangsangan ini mengakibatkan gerakan cairan dentin dan menggiatkan ujung saraf. .(Grossman,1995) Teori hidrodinamik mempostulasikan bahwa pergerakan cairan yang cepat didalam tubulus dentin (keluar dan kedalam) yang akan mengakibatkan distrosi ujung saraf di daerah pleksus saraf subodontoblas (pleksus Raschkow) yang akan menimbulkan impuls saraf dan sensasi nyeri. Ketika dentin dipotong, atau ketika larutan hipertonik diletakkan di atas permukaan dentin yang terpotong, cairan akan bergerak keluar dan mengawali nyeri. (Walton, 2003) Prosedur yang menyumbat tubulus, seperti mengaplikasikan resin di permukaan dentin atau membuat kristal di dalam dumen tubulus, akan menginterupsi aliran cairan dan mengurangi sensitivitas. Pada gigi yang utuh, aplikasi dingin dan panas pada permukaan gigi menimbulkan kecepatan kontraksi yang berbeda dalam dentin dan cairan

dentin; hal ini mengakibatkan pergerakan cairan dan diawalinya rasa nyeri. Respons ini akan menghebat jika dentinnya terbuka. (Walton, 2003)

Penegakan diagnosis terhadap gigi yang mengalami nyeri spontan Usri (2006) menyatakan bahwa terdapat 3 macam pulpitis. Ketiga macam pulpitis tersebut antara lain adalah: Reversible pulpitis (pulpitis awal) adalah Kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang yang bersifat reversible bila stimuli ditiadakan yang ditandai dengan ngilu atau rasa sakit sekejap bila makan/minum dingin atau panas, keluhan tidak timbul secara spontan. Perawatannya dengan cara menambal dengan amalgam, SIK, dan resin komposit. Bila dentin sudah tipis sebelum ditambal dilakukan dahulu perawatan Pulp Capping. Irreversible pulpitis (pulpitis akut). Inflamasi pulpa yang preresisten yang bersifat simptomatik atau asimptomatik disebabkan oleh stimulus noksius. Pasien mengalami paroksisma (sakit yang hebat) terutama bila ada perubahan temperature ke arah dingin, makanan yang terlalu asam atau manis, makanan masuk ke dalam kavitas, penghisapan, dan sikap berbaring. Rasa sakit berlanjut walau penyebab dihilangkan, menusuk tajam, dan menyentak-nyentak pada kondisi parah yang menyebabkan pasien tidak dapat tidur.Perawatannya dengan pemberian antibiotic, analgesic, dan perwatan endodontic. Hyperplastic pulpitis (pulpitis kronis) Inflamasi pulpa produktif yang disebabkan oleh meluasnya karies sehingga mengenai pulpa muda, biasanya terjadi pada anak-anak dan orang muda. Pasien mengeluh sakit pada saat makan karena pada saat makan tekanan bolus makanan dapat menyebabkan sakit, ada jaringan polipoid berupa masa pulpa yang kemerahan mengisi kamar pulpa atau kavitas bahkan dapat sampai keluar dari batas gigi (pulpa polip), jaringan ini kurang sensitive dibanding pulpa normal, tetapi sensitive daripada gingival dan mudah berdarah.

Berdasarkan pendapat Usri (2006) tersebut, nyeri spontan yang terjadi pada pasien ini dapat digolongkan sebagai pulpitis reversibel. Gigi pernah ditambal tetapi setelahnya masih sering terselip sisa makanan Makanan masih dapat terselip setelah dilakukan penambalan karena kemungkinan adanya kesalahan dalam peletakan bahan tambal dan finishing dan polishing yang kurang sempurna sehingga terjadi undercontur atau overcontur. Selain itu pembentukan embrassur yang kurang baik dapat menyebabkan makanan masih dapat terselip sekalipun telah dilakukan penambalan pada gigi. Klasifikasi kavitas Menurut Black, lesi karies diklasifikasikan menjadi: Kelas I: mengenai pits dan/atau fissure serta berhubungan dengan lesi karies Kelas II: mengenai permukaan proksimal gigi posterior Kelas III: mengenai permukaan proksimal gigi anterior Kelas IV: mengenai permukaan proksimal gigi anterior dan melibatkan sudut incisal Kelas V: mengenai permukaan servikal (Qualtrough et al, 2005)

Pemeriksaan Extraoral: Penampilan umum, tonus kulit, asimetri wajah, pembengkakan, perubahan warna, kemerahan, jaringan parut extra oral atau saluran sinus, dan kepekaan atau membesarnya nodus limfe servikal atau facial adalah indikator bagi status fisik pasien. (Walton,2003) Pemeriksaan intraoral:

Jaringan lunak: Pemeriksaan jaringan lunak rongga mulut biasanya dilaksanakan secara visual atau dengan palpasi secara lengkap dan teliti. Yang diperiksa melalui bibir,mukosa oral,pipi,lidah,palatum,dan otot-otot serta semua ke abnormalan yang di temukan. Periksalah pula mukosa alveolus dan gingiva cekat untuk melihat apakah daerah tersebut mengalami perubahan warna,terinflamasi,mengalami ulserasi,atau mempunyai saluran sinus. (Walton,2003) Gigi Geligi: Pemeriksaan gigi geligi dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan warna, fraktur, abrasi, erosi, restorasi yang luas atau abnormalitas lain. Mahkota yang berubah warna sering merupakan tanda adanya penyakit pulpa atau merupakan akibat perawatan saluran akar yang dilakukan sebelumnya. (Walton,2003)

BAB II PEMBAHASAN

A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF Dari pemeriksaan subyektif didapatkan bahwa gigi belakang kiri atas terasa ngilu bila kumur atau minum air dingin. Sensasi dingin menyebabkan cairan pada tubuli dentin bergerak lebih cepat dibandingkan pada dentin, sehingga cairan bergerak ke arah luar dentin. Pergerakan cairan yang cepat didalam tubulus dentin (ke luar dan ke dalam) yang akan mengakibatkan distrosi ujung saraf di daerah pleksus saraf subodontoblas (pleksus Raschkow) yang akan menimbulkan impuls saraf dan sensasi nyeri. Hal ini juga dapat disebabkan karena adanya kalkulus akibat pengunyahan pada satu sisi. Pasien belum pernah mengalami sakit yang spontan. Hal ini dapat diakibatkan adanya stimulus dingin yang menyebabkan nyeri pada pulpitis awal, namun belum mencapai pulpa.

Gigi pasien pernah ditambal namun ada sisa makanan yang terselip. Ini dapat diakibatkan oleh restorasi yang buruk yang menimbulkan tidak sempurnanya bentuk anatomis gigi seperti timbulnya lubang di sela-sela gigi sehingga makanan mudah terselip dan bakteri pun mudah terdeposisi.

Pasien ingin ditambal sewarna gigi, untuk gigi posterior dapat ditambal dengan resin komposit yang memiliki estetika yang baik juga baik untuk diagnosis karies.

B. PEMERIKSAAN OBYEKTIF Pada pemeriksaan objektif ditemukan bahwa sondasi (+) dan nyeri sesaat. Sondasi merupakan pemberian rangsangan taktil pada dentin. Jika tes sondasi ini (+) maka hal ini menunjukkan bahwa pada gigi tersebut sudah terdapat kavitas sampai pada daerah dentin. Tes perkusi dilakukan dengan mengetuk pelan permukaan oklusal atau incisal dari gigi yang diduga mengalami karies dan gigi di sebelahnya menggunakan ujung tangkai kaca mulut untuk mendeteksi adanya nyeri. Hasil tes perkusi (-) maka hal ini menunjukkan luka atau kavitas yang ada tidak sampai ke membran periodontal dari pulpa, atau bisa diartikan juga tidak menimbulkan inflamasi. Sedangkan palpasi dilakukan dengan meraba jari telunjuk sepanjang mukosa fasial dan lingual di atas regio apikal gigi. Target utama dari palpasi adalah adanya kelainan pada gingiva nya. Suatu abses pada tulang alveolar stadium lanjut atau penyakit periapikal lainnya dapat menyebabkan nyeri terhadap palpasi. Palpasi juga dapat menunjukkan pembengkakan yang tidak disertai nyeri. Hasil tes palpasi adalah (-) maka hal ini menunjukkan bahwa kavitas yang ada tidak menyebabkan kelainan pada gingiva giginya. Untuk mengetahui vitalitas gigi, dilakukan uji vitalitas dengan CE. Stimulus dingin dilakukan dengan membasahi kapas dengan ethyl chloride dan diaplikasikan pada gigi. Hasil tes CE menunjukkan (+) maka dapat diartikan bahwa suplai saraf dan darah masih utuh.

C. DIAGNOSIS

Dari hasil pemeriksaan subyektif, didapatkan : Pasien datang dengan keluhan gigi belakang kiri atas terasa ngilu bila minum/ kumur air dingin , dapat di diagnosis sebagai karies kedalaman dentin. Gigi tersebut pernah ditambal beberapa tahun lalu namun setelahnya masih diagnosis bahwa terdapat karies proksimal di gigi M1 dan di distal P2 Belum pernah sakit spontan, dapat di diagnosis sebagai karies kedalaman dentin Pasien ingin ditambal sewarna gigi, tetapi tidak seperti tambalan sebelumnya, dapat di diagnosis bahwa tambalan sebelumnya kemingkinan amalgam Dari hasil pemeriksaan obyektif, didapatkan : Gigi molar satu atas kiri terdapat kavitas didaerah mesial dan sebagian tumpatan yang telah hilang, dengan kedalaman dentin. Sondasi : (+) nyeri sesaat, dapat di diagnosis sebagai karies kedalaman dentin Perkusi : (-), dapat di diagnosis bahwa tidak ada kerusakan jaringan periodontal disekitarnya Palpasi : (-) C.E. : (+) nyeri sesaat, dapat di diagnosis bahwa gigi masih vital sering

terselip sisa makanan. Akhir-akhir ini terjadi lobang di sela-sela gigi, dapat di

Gigi premolar dua kiri atas, terdapat kavitas pada sisi distal dengan kedalaman dentin, gigi molar dua atas kiri terdapat kavitas di proksimal dengan kedalaman dentin ,untuk kedua gigi tersebut : Sondasi , perkusi, palpasi : (-) , dapat di diagnosis sebagai karies kedalaman email CE. : (+) , dapat di diagnosis bahwa gigi masih vital Pada skenario terdapat karies proksimal di antara gigi M1-M2 dan M1-P2 yang disebabkan oleh tersangkutnya debris atau bolus makanan pada area proksimal. Dengan adanya daerah yang tidak memiliki self cleansing yaitu pada area kontak

akan mengakibatkan bolus makanan atau debris tersangkut di daerah tersebut kemudian akan terjadi proses pembusukan sehingga menyebabkan terjadinya karies. Selain itu, teknik restorasi yang tidak baik yang menyebabkan tumpatan menjadi undercontour dapat menimbulkan adanya celah interdental yang besar. Celah yang interdental yang besar menyebabkan makanan akan terselip ( food impaction) pada bagian proksimal sehingga menyebabkan karies sekunder. Karies sekunder tersebut mengakibatkan sebagian tumpatan bagian proksimal terlepas. Karies sekunder lebih sering terjadi pada tumpatan kelas II dan kelas IV yang melibatkan proksimal. Kegagalan dalam restorasi daerah proksimal dapat menyebabkan makanan terselip. Hal ini dikarenakan kontur dan marginal ridge pada restorasi yang tidak sesuai dengan anatomi gigi yang asli yang mengakibatkan makanan tersangkut di daerah tersebut Diagnosis umum : terdapat karies kedalaman dentin untuk gigi 26 dan terdapat karies kedalaman email yang terletak di bagian distal gigi 25 dan proksimal gigi 27 .

D. PERAWATAN Prinsip minimal intervensi dapat diartikan sebagai perawatan terhadap karies dengan mengambil jaringan gigi yang terdemineralisasi saja dan mengarah kepada pemeliharaan struktur gigi yang sehat sebanyak mungkin. Pada dasarnya terdiri dari penyingkiran jaringan karies dan pengisian kavitas dengan bahan adhesive. Pada enamel dapat terjadi remineralisasi melalui penggunaan flourida selama permukaan enamel halus dan tidak terakumulasi oleh plak. Sedangkan pada demineralisasi dentin masih terdapat beberapa mineral yang melekat pada matriks kolagen dan cukup untuk mengisolasi lesi dari aktivitas bakteri dengan menggunakan bahan restorative bioaktif sehingga akan terjadi remineralisasi. Pemilihan bahan restorasi yang dapat digunakan untuk perawatan karies sekunder dan perolehan efek estetik yang diinginkan: a. Resin Komposit

Resin komposit didefinisikan sebagai gabungan dua atau lebih material berbeda dengan sifat-sifat yang unggul. Material restoratif resin komposit yang digunakan dalam kedokteran gigi mempunyai komponen utama yaitu matriks resin, yang menggunakan monomer Bis-GMA dari reaksi antara bisphenol-A dan glycidylmethacrylate; filler anorganik dan bahan coupling (Van Noort, 2007). Suatu bahan coupling diperlukan untuk memberikan ikatan antara bahan pengisi anorganik dan matriks resin, juga aktivator-inisiator diperlukan untuk polimerisasi resin. Sejumlah kecil bahan tambahan lain meningkatkan stabilitas warna (penyerap sinar ultraviolet) dan mencegah polimerisasi dini (hidroquinon), dan mengandung pigmen untuk memperoleh warna yang cocok dengan struktur gigi (Anusavice, 2003). Resin komposit merupakan material pewarna gigi (tooth-colored material) yang sangat popular dan sering digunakan dalam kedokteran gigi, karena bahan ini dapat menggantikan semen silikat dan resin akrilik (Roberson et al, 2002). Menurut American Dental Association (ADA) indikasi resin komposit digunakan untuk pit and fissure sealent, preventive resin, lesi awal kelas I dan II menggunakan modifikasi konservatif preparasi gigi, restorasi moderat kelas I dan II, restorasi untuk kepentingan estetik dan restorasi pada pasien yang alergi atau sensitive terhadap logam (Roberson, 2002) . Radiopak adalah sifat yang penting dari bahan restorasi posterior. Penambahan stronsium dan kaca barium dalam bahan pengisi (filler) dengan jumlah yang cukup membuat komposit berbasis resin memiliki sifat radiopak. Karakteristik tersebut sangat penting karena karies disekitar atau dibawah restorasi dapat menjadi lebih mudah dalam intepretasi secara radiografi, sehingga memudahkan dalam diagnosis karies sekunder terutama untuk gigi posterior (Roberson et al, 2002; Anusavice, 2003). Karakeristik estetik dari resin komposit yaitu memiliki warna yang sama dengan warna gigi. Untuk mencocokkan dengan warna gigi, komposit kedokteran gigi harus memiliki warna visual (shading) dan translusensi yang dapat

menyerupai struktur gigi. Warna dapat diperoleh dengan menambahkan pigmen yang berbeda, sering kali terdiri dari oksida logam yang ditambahkan dalam jumlah sedikit (Anusavice, 2003). Berdasarkan petunjuk American Dental Association (ADA) untuk komposit berbasis resin yang digunakan dalam restorasi posterior harus memenuhi kriteria tidak lebih dari 10% bernilai charlie dalam mempertahankan warna dan tidak lebih dari 5% bernilai charlie untuk karies sekunder (Sakaguchi and Power, 2006).

Kelebihan resin komposit: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Memunyai nilai estetik Sifat yang baik dalam hal pemakaian Memiliki resistensi yang baik terhadap keadaan kelas IV Mempunyai daya absorpsi air yang rendah Melekat dengan mudah pada permukaan gigi Warna yang mudah disesuaikan karena translusensi cahaya yang rendah Mudah dimanipulasi (Susanto, 2005)

Kekurangan resin komposit: 1. 2. 3. 4. Adanya efek pengerutan polimerisasi (shrinkage polymerisation) Elastisitas rendah Dapat terjadi fraktur pada marginal ridge Dapat terjadi kebocoran tepi pada resin komposit (Roberson et al, 2002)

b. Semen Ionomer Kaca Semen Ionomer Kaca merupakan sekelompok bahan yang menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam oliakrilat. Penggunaan semen ionomer kaca telah

meluas antara lain sebagai bahan perakat, pelapik, bahan restorative untuk restorasi konservatif kelas I dan II, serta untuk penutupan pit dan fissure. Semen ini menghasilakan ikatan adhesi yang sangat kuat dengan struktur gigi, akan sangat berguna untuk restorasi konservatif pada daerah yang tererosi. Selain itu, ion-ion florida yang dilepaskan dari bahan restorasi bergabung dengan kristal-kristal hidroksiapatit dari struktur gigi didekatnya, untuk membentuk suatu struktur seperti fluoroapatit yang sedikit lebih tahan terhadap dekalsifiksi karena asam (Anusavice, 2003).

Semen ionomer kaca dapat melepaskan fluoride dan ion perak dengan segera ke lingkungan rongga mulut dan memberikan efek antibakteri. Penghilangan plak dari area aproksimal menggunakan restorasi semen ionomer kaca mengahasilkan level bakteri yang lebih rendah dibandingkan tumpatan dengan amalgam (Martin and Mars, 1992).

Kelebihan SIK: 1. Dapat berikatan secara kimiawi dengan dentin dan email. 2. Dapat melepas fluoride, yang dapat memberi proteksi terhadap terjadinya karies sekunder.

Kekurangan SIK: 1. Ikatan kimiawi SIK dengan enamel tidak lebih kuat disbanding ikatan fisis antara resin komposit dengan email yang telah dietsa asam. 2. SIK tidak sekuat atau tahan abrasi seperti resin komposit atau amalgam, sehingga ini menjadi alasan SIK tidak cocok digunakan pada area yang medapat tekanan oklusal. Meskipun terdapat versi SIK yang mengandung bubuk perak yang dinyatakan lebih

tahan terhadap abrasi, ini tetap tidak cocok digunakan pada bagian approksimal pada gigi posterior. (Kidd and Smith, 1990)

c. Teknik Penumpatan dalam Perawatan Karies Sekunder Karies sekunder dapat terjadi pada gigi yang telah direstorasi. Biasanya jaringan gigi yang sehat. Dapat juga di sebabkan karena bagian isthmus pecah sehingga menjadi pitu masuk bagi saliva, sisa makanan dan bakteri. Preparasi yang tidak tepat pada daerah proksimal hingga ke bagian yang mudah di bersihkan (self cleansing) juga mendorong terjadinya karies sekunder. Patah pada isthmus Daerah isthmus pada tumpatan kelas II adalah daerah sempit yang menghubungkan dua daerah tumpatan yang lebih besar, sehingga apabila patah pada daerah ini menyebabkan lepasnya dinding proksimal. Pencegahan terhadap patah di daerah isthmus dapat dilakukan dengan memperhatikan letak pembuatan isthmus, yaitu pada sepertiga atau seperempat lebar kuspid mesio-distal dan lebar isthmus ideal sekitar sepertiga jarak buko-lingual. Dasar kavitas pada perbatasan dinding aksial dan oklusal dibuat bevel untuk memberi ketebalan uang cukup (untuk bahan amalgam) sehingga mampu menahan beban kunyah. Restorasi lepas seluruhnya Retensi sangat dibutuhkan pada setiap restorasi terutama kelas II. Untuk menghindari lepasnya restorasi karena kekuatan tarik maka pada bentuk kavitas klas II harus dibuat dovetail (Pradopo dan Saskianti, 2007).

Pencegahan dengan teknik preventif resin komposit:

Retensi diperoleh dari kontak yang rapat antara bahan resin dengan enamel yang dietsa sehingga dapat mengurangi kebocoran mikro sepanjang dengan resin dengan demikian menurunkan insiden karies sekunder Jika terjadi kerusakan pada restorasi maka tumpatan lama dihilangkan sebanyak mungkin, kemudian ulangi pengetsaan dan aplikasi kembali bahan penutup fisur.

KESIMPULAN

Diagnosis umum : terdapat karies kedalaman dentin untuk gigi 26 dan terdapat karies kedalaman email yang terletak di bagian distal gigi 25 dan proksimal gigi 27

Perawatan yang dilakukan terdiri dari penyingkiran jaringan karies dan pengisian kavitas dengan bahan adhesive ( bahan restorasi)

Pemilihan bahan restorasi yang dapat digunakan untuk perawatan karies sekunder dan perolehan efek estetik yang diinginkan: o Resin Komposit o Semen Ionomer Kaca

DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, Kenneth J. 2003. Phillips Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Edisi 10. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta Arvin BK. 1996. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol II. WB Saunders Company : Philadelphia Kidd, Edwina A.M & Smith, B.G.N., 1990. Pickards Manual of Operative Dentistry. Oxford University Press: Oxford Kidd Edwina AM & Joyston Sally. 1991. Dasar-Dasar Karies: Penyakit dan Penanggulangannya. EGC : Jakarta Kidd Edwina A.M & Ole Fejerkovs. 2008. Dental Caries: The Disease and Its Clinical Management. Blackwell Munksgaard : UK----NISA Martin, M. V., Marsh, P. D., 1999. Atlas of Oral Pathology. 4th ed. Elsevier: London Pradopo, S., Saskianti, T., 2007. Mengatasi Kegagalan Restorasi Kelas II Pada Gigi Sulung. Dentika Dental Journal. Vol. 12: 75-80 Qualtrough, A.J.E., Satterthwaite, J.D., Morrow, L.A., Brunton, P.A.. 2005. Principles of Operative Dentistr. Blackwell Munksgaard: Great Britain Roberson Theodore M et.al . 2002.Sturdevants Art & Science of Operative Dentistry Fourth edition. Mosby : St.Louis Sakaguchi, R.L., Power, J. M., 2006. Craigs Restorative Dental Material. 12th Ed. Mosby Elsevier: St. Louis, Missouri

Susanto, A.A., 2005. Pengaruh Ketebalan Bahan Dan Lamanya Waktu Penyinaran Terhadap Kekerasan Permukaan Resin Komposit Sinar. Maj. Ked. Gigi (Dent. J.). Vol. 38: 32-35 Van Noort, Richard. 2007. Introduction to Dental Material. 3th ed. Mosby Elsevier: St. Louis, Missouri Walton,Richard E.,Mahmod Torabinejad,2003.Prinsip & Praktek Ilmu Endodonsia Edisi III. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai