Anda di halaman 1dari 16

Biomassa Dalam Memenuhi Kebutuhan Energi Yang Berwawasan Ramah Lingkungan Budi Hardiyatno NIM :120120204006 Program Studi

Ketahanan Energi Abstrak Dengan meningkatnya perkembangan teknologi didunia saat ini maka kebutuhan akan energy semakin meningkat, hal ini juga dipengaruhi oleh perkembangan angka kelahiran, pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya status negara sedangkan cadangan sumber daya alam kondisinya semakin berkurang. Sumber daya alam untuk memenuhi keperluan energy bisa meliputi semua yang terdapat di bumi baik yang hidup maupun benda mati, berguna bagi manusia, terbatas jumlahnya dan pengusahaanya memenuhi kriteria-kriteria teknologi, ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam memenuhi kebutuhan akan energy diperlukan suatu terobosan-terobosan baru yaitu dengan memanfaatkan biomassa sebagai alternatif nya karena biomassa sebagai energy alterenatif yang ramah terhadap lingkungan dan sisa dari penggunaannya dapat dipergunakan untuk pupuk tanaman sebagai contoh adalah cangkang kelapa sawit, kotoran hewan, limbah padat perkotaan dan lain-lain. Kata kunci : biomassa, kebutuhan energy dan lingkungan. PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya perkembangan teknologi di dunia, maka kebutuhan energi juga mengalami peningkatan. Sedangkan cadangan bahan bakar fosil semakin hari jumlahnya semakin terbatas. Mengingat penggunaan bahan bakar fosil menghasilan emisi gas-gas seperti CO, SO, NO yang menyebabkan polusi udara dan mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan maupun kesehatan manusia, maka kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup masih menjadi issu utama. Agar kebutuhan energi tetap terpenuhi maka sumber energi terbarukan mulai mendapatkan perhatian. Salah satu sumber energi terbarukan adalah biomassa. Biomassa adalah materi organik yang berasal dari bahan-bahan biologis merupakan salah satu sumber energi alternatif terbarukan, biomassa berpeluang besar dikembangkan di Indonesia karena potensi sumber biomassa di Indonesia melimpah. Tetapi, potensi tersebut tersebar karena Indonesia merupakan negara kepulauan. Dari segi
1

lingkungan, penggunaan biomassa sebagai bahan bakar memiliki dua pengaruh positif yaitu bersifat mendaur ulang CO2 sehingga emisi CO2 ke atmosfir secara netto berjumlah nol dan sebagai sarana pemanfaatan limbah industri khususnya limbah pertanian. Salah satu teknologi potensial untuk pemanfaatan limbah biomassa adalah teknologi gasifikasi. Proses ini berlangsung di dalam suatu alat yang disebut gasifier. Ke dalam alat ini dimasukkan bahan bakar biomassa yang mengalami reaksi oksidasi parsial dengan udara, oksigen,uap air atau campurannya. Reaksi heterogen antara gas dan padatan di dalam gasifier dibedakan atas dasar pengontakan yaitu reaktor unggun tetap dan reaktor unggun terfluidakan. Reaktor unggun tetap tersusun oleh tumpukan padatan tetap selama reaksi berlangsung dan reaktor unggun terfluidakan tersusun oleh padatan terfluidisasi sehingga padatan bergerak seiring dengan gerakan fluida. Kinerja reaktor unggun tetap berpotensi memerlukan energi berlebih karena adanya tumpukan padatan yang menyebabkan hilang tekan dan berpengaruh pada proses pengaliran reaktan yang berupa fluida. Jadi, pengumpanan biomassa ke dalam gasifier diperlukan pengolahan awal seperti: pengeringan, pemotongan atau

pemampatan. Di samping itu aliran biomassa harus cukup selama periode operasi, nilai ekonomisnya rendah, dan memiliki spesifikasi sesuai dengan operasi tersebut. Arang kayu, batok kelapa, cangkang sawit, batok kelapa, batang ketela pohon, dan serbuk gergaji merupakan biomassa yang mendekati persyaratan tersebut. Bentuk dan ukuran bahan bakar biomassa yang berbeda dapat menyebabkan kemacetan aliran bahan akan semakin besar yang selanjutnya akan berpengaruh pada tekanan dalam reaktor serta aliran gas keluar. Untuk menghindari kemacetan kebutuhan akan gas yang dihasilkan dari biomassa, diperlukan bentuk dan ukuran bahan bakar yang relatif seragam. Unit gasifikasi biomassa diharapkan dapat membantu masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan baik energi listrik maupun energi panas. Tetapi, setiap unit gasifikasi memiliki karakteristik-karakteristik tertentu bergantung pada umpan biomassa yang berpengaruh terhadap kinerja unit tersebut sehingga diperlukan pengujian alat agar dapat diketahui kondisi operasi terbaiknya.
2

Untuk menghasilkan gas dari biomassa sebagai bahan bakar dapat membantu mengurangi terbentuknya CO secara signifikan. Dengan menggantikan penggunaan bahan bakar fosil sehingga emisi yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil terhindarkan dan kandungan CO dari bahan bakar yang diijinkan tetap didalam keseimbangan. Reduksi selanjutnya terjadi karena tanaman dan pepohonan membutuhkan CO untuk pertumbuhan dan mereka menyerap apa yang dibutuhkan dari atmosfir. Perumusan dan Pembatasan Masalah Perkembangan trend di Indonesia telah bergeser dari pertanian menjadi industri pertanian, seperti pada proses pangan, produksi minyak kelapa, produksi etanol dari molasses. Biomassa sebagai energi sekarang diperlukan untuk menggantikan sumber energi tidak terbarukan dunia yang jumlahnya sangat terbatas dan untuk mengurangi emisi gas-gas yang menyebabkan global warming. Bahan bakar cair seperti bioetanol mempunyai emisi lebih rendah, biodegradable dan dianggap ramah terhadap lingkungan Batasan masalah dari penulisan yang dilakukan adalah dilakukan secara referensi teori tentang Energi Terbaharukan. Tujuan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mempelajari bahwa cangkang kelapa sawit dapat menggantikan energy yang berasal dari fosil dan sisa dari pembakarannya masih dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Relevansi Bahan bakar merupakan kebutuhan utama baik pada masyarakat kota maupun desa. Dengan dikembangkan teknologi proses pembuatan bahan bakar dari cangkang kelapa sawit di daerah pedesaan yang disekitarnya banyak tanaman kelapa sawit dan tempat pengolahannya dan dengan menggunakan bahan baku hasil pertanian yang jumlahnya sangat melimpah, maka kebutuhan akan bahan bakar terutama untuk masyarakat desa maupun perkotaan tidak mengalami kesulitan.

Sedangkan dalam penerapan Iptek yang akan diimplementasi nanti adalah membuat suatu model dan prototipe untuk menghasilkan gas panas /dengan bahan baku dari cangkang kelapa sawit. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan penyelesaian dari pencemaran lingkungan dan pengganti bahan bakar sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi untuk keperluan rumah tangga maupun industri. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi bukan saja kepada pengembangan ilmu dan teknologi, tetapi juga dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat pedesaan untuk memenuhi penyediaan kebutuhan energi sebagai pengganti minyak tanah atau kayu bakar dan dapat mengurangi limbah padat hasil pertanian.

Pembahasan Darimana Sumber-sumber Energi Ini Berasal? Energi biomassa adalah bentuk energi yang paling alami dan dapat diperoleh dari tanaman mati, kulit dan patahan pohon, kotoran hewan, residu pabrik dan tempattempat lainnya. Sebagian besar merupakan sumber yang murah dan dengan demikian biaya produksi energi biomassa menjadi murah pula. Bahan bakar fosil seperti yang kita tahu diperoleh dari deposit fosil seperti batubara yang terkubur di bawah tanah selama berabad-abad. Mereka adalah sumber energi yang paling umum dewasa ini. Bahan bakar fosil tidak dapat ditemukan di setiap tempat dan hanya terdapat di beberapa negara seperti di wilayah Middle East Asia yang memiliki cadangan energi yang melimpah. Ketersediaan Bahan Bakar Biomassa dan Fosil Sekitar 79% kendaraan di dunia yang berjalan menggunakan bahan bakar fosil dan sebagian lainnya menggunakan Liquid Petroleum Gas. Jangkauan energi Biomassa belum seluas bahan bakar fosil. Banyak orang di dunia ini yang masih belum menyadari keuntungan energi Biomassa. Sumber biomassa yang banyak didapati berasal dari limbah pertanian/perkebunan dan hutan, seperti jerami, sekam padi, serbuk gergaji, tongkol jagung, ampas tebu, cangkang kakao, sabut dan cangkang kelapa sawit. Hasil
4

limbah ini masih belum dimanfaatkan secara optimal dan masih banyak dibuang begitu saja. Biomassa tersebut sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar/sumber energi alternatif pengganti minyak tanah untuk kebutuhan masyarakat pada umumnya Memang, sekarang ini energi biomassa sudah banyak tersedia, namun pemanfaatannya belumlah optimal. Sebuah statistik menarik di AS mengatakan bahwa hanya 3% dari energi yang digunakan di negara-negara di seluruh dunia berasal dari Biomassa. Hal ini sangat disayangkan mengingat biaya produksi energi biomassa yang rendah. Mana Yang Lebih Baik? Biomassa seperti yang kita tahu adalah sumber energi yang 100% alami. Biomassa dihasilkan dari bahan hijau yang ramah lingkungan dan tidak akan menyebabkan kerugian apapun. Bahan bakar fosil di sisi lain adalah penyebab utama polusi. Seperti yang kita ketahui, polusi berasal dari kendaraan yang hilir mudik di depan mata kita, dan juga polusi berasal dari proses industri. Banyak industri yang menggunakan bahan bakar fosil untuk memanaskan air dan dengan demikian melepaskan sejumlah besar zat berbahaya ke lingkungan. Jadi, bahan bakar biomassa umumnya lebih baik daripada bahan bakar fosil dan kita harus mengambil langkah-langkah untuk menjadikannya sebagai sumber energi utama. Dari berbagai macam biomassa yang bisa dijadikan biobriket seperti cangkang sawit, sampah, dan lain-lain. Cangkang kelapa sawit dan sampah organik merupakan biomassa yang belum luas penggunaannya sehingga pemanfaatan biomassa tersebut untuk pembuatan biobriket memberikan solusi untuk pengganti bahan bakar alternatif. Dalam pembuatan biobriket komposisi biomassa dan perekat diduga mempengaruhi laju pembakaran, nilai kalor yang dihasilkan dan kekuatan dari biobriket yang terbentuk, dan untuk melihat pengaruh komposisi bahan baku terhadap karakteristik biobriket yang dihasilkan mak diperlukan suatu komposisi perekat terhadap karakteristik biobriket yang akan dihasilkan. Akan tetapi perlu dicatat, bahwa komposisi biomassa yang paling besar dalam angka 21,5% adalah kayu bakar dan limbah kelapa sawit yang dibakar langsung, sedangkan limbah biomassa pertanian seperti jerami dan sekam padi yang jumlahnya

melimpah belum memberikan kontribusi sama sekali terhadap kebutuhan energi nasional. Biobriket Biobriket merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan sebagian dari kegunaan minyak tanah. Biobriket merupakan bahan bakar yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa bahan organik. Bahan baku pembuatan arang biobriket pada umumnya berasal dari, tempurung kelapa, serbuk gergaji, dan bungkil sisa pengepresan biji-bijian. Kriteria briket biomassa Sebagai bahan bakar untuk rumah tangga dan industri kecil, briket biomassa harus dapat memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Mudah dinyalakan 2. Tidak mengeluarkan asap yang berlebihan (smokeless) 3. Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun secara fisik harus kuat atau tidak mudah pecah untuk memudahkan dalam penanganan dan pengangkutan sampai radius maksimum 200 km 4. Kedap air dan tidak berjamur atau tidak mengalami degradasi jika disimpan dalam kurun waktu yang lama 5. Menunjukkan unjuk kerja pembakaran (waktu, laju pembakaran dan suhu puncak pembakaran) yang baik 6. tidak berbau (oderless) 7. efisiensi pancaran panasnya tinggi, 8. teksturnya sebaiknya seragam, 9. kadar abu sebaiknya dibawah 8 %, 10. kadar zat terbang tidak kurang dari 3 % dan tidak lebih besar dari 20 %

Pembuatan briket dan pengepresan Campuran biomassa yang telah diaduk sampai homogen kemudian dibriket berbentuk selinder atau kubus. Karena adanya perekat dalam campuran biomassa tersebut, maka pembriketan hanya dibutuhkan tekanan pengepresan yang rendah, yaitu 200 kg/cm3 (Suprapto, 2006). Meskipun demikian, mengingat biomassa bersifat
6

mudah meregang (plastisitas tinggi), maka pada proses pembriketannya tidak cukup hanya dengan menambahkan bahan pengikat, namun juga memerlukan tekanan pengepresan yang tinggi, sekitar 2 ton/cm2 (Permen ESDM, 2006). Selanjutnya tinggi rendahnya kadar air dan kehalusan penggerusan biomassa sangat berpengaruh terhadap tingkat pengepresan (Yaman dkk, 2001).

Pembuatan briket dan pengepresan Campuran biomassa yang telah diaduk sampai homogen kemudian dibriket berbentuk selinder atau kubus. Karena adanya perekat dalam campuran biomassa tersebut, maka pembriketan hanya dibutuhkan tekanan pengepresan yang rendah, yaitu 200 kg/cm3 (Suprapto, 2006). Meskipun demikian, mengingat biomassa bersifat mudah meregang (plastisitas tinggi), maka pada proses pembriketannya tidak cukup hanya dengan menambahkan bahan pengikat, namun juga memerlukan tekanan pengepresan yang tinggi, sekitar 2 ton/cm2 (Permen ESDM, 2006). Selanjutnya tinggi rendahnya kadar air dan kehalusan penggerusan biomassa sangat berpengaruh terhadap tingkat pengepresan (Yaman dkk, 2001). Teknologi sederhana Alternatif lain yang dapat dimanfaatkan untuk mengolah limbah padat kelapa sawit yang paling sederhana adalah menjadikannya briket arang. Caranya dengan pemadatan melalui pembriketan, pengeringan, dan pengarangan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit telah berhasil merancang bangun paket teknologi untuk produksi briket arang ini, baik dari bahan TKKS maupun cangkang sawit. Karena sifat bahan yang berbeda, bahan TKKS memerlukan tungku tipe vertikal, sedang untuk cangkang diperlukan tungku horizontal guna menghasilkan arang bermutu tinggi (Nilai Kalor > 5000 kalori/gram). Proses pembriketan dapat dilakukan dengan mesin pembriket tipe ulir dengan kapasitas satu ton per hari. Mesin ini menghasilkan briket arang berbentuk silinder dengan diameter 5 cm dan panjang 10-30 cm sesuai dengan ukuran briket arang komersial dari serbuk gergaji. Keunggulan produk arang ini antara lain karena permukaannya halus dan tidak meninggalkan warna hitam bila dipegang. Pengujian Biomassa Uji Kalor Pengukuran nilai kalor pembakaran dilakukan pada akir penelitian guna melihat nilai kalor yang terbaik dari berbagai variasi yang dilakukan. Abu hasil pembakaran briket tersebut digunakan untuk analisa kalor menggunakan alat DSC 60. Saat dilakukan uji nilai kalor digunakan sampel reference berupa alumina silika. Uji Kuat Tekan
8

Uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari biobriket yang dihasilkan untuk menahan beban tertentu. Uji Index Shatter Pada percobaan uji index shatter digunakan media air untuk merendam briket dengan volume sebesar 500 ml. Digunakan air dengan suhu kamar, selanjutnya ditunggu sampai struktur briket perlahan lahan hancur (Yaman, 2000).

Karakteristik Cangkang kelapa sawit Parameter Kadar air (moisture in analysis)Kadar abu (ash content) Kadar yang menguap (volatile matter) Karbon aktif murni (fixed carbon) Hasil ( % ) 7.8 2.2 69.5 20.5 Ditinjau dari karakteristik bahan baku, jika dibandingkan dengan tempurung kelapa biasa, cangkang kelapa sawit memiliki banyak kemiripan. Perbedaan tang mencolok adalah pada kadar abu yang biasanya mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan oleh cangkang kelapa sawit. Untuk mengetahui daya panas suatu bahan bakar adalah dengan mengetahui besarnya kalor yang dikandungnya. Proses pengarangan dilakukan dalam suhu 400 C, 500 C, dan 600 C, masing -masing selama waktu pengarangan 2 - 3 jam dengan hasil nilai kalor 7.032,22 - 7.177,87 kal/g, kadar karbon 66,79 - 77,73%, kadar air 0,29 - 0,53%, kadar abu 7,90 - 16,44%, kadar sulfur negatif, dan kadar zat terbang 11,93 - 19,99%. Tabel dibawah ini adalah nilai kalori yang dikandung oleh cangkang kelapa sawit (berdasarkan berat kering) Kisaran (kJ/kg) Rata-rata calorific value (kJ/kg) TKKS Serat Cangkang Batang Pelepah 18 000 19 920 18 800 19 580 19 500 20 750 17 000 17 800

18 795 19 055 20 093 17 471 15 719

Cangkang sawit merupakan produk sampingan dari Crude Palm Oil yang banyak dipakai oleh industri sebagai bahan bakar pengganti batubara. Tidak hanya itu saja, cangkang sawit ini memiliki kelebihan dibandingkan bahan bakar industri lainnya, yakni lebih ramah kepada lingkungan, dan tidak mencemarkan lingkungan sehingga masyarakat sekitar industri bebas dari infeksi saluran pernapasan akut. Di website ini, anda akan lebih diperkenalkan lebih lanjut mengenai kegunaan dan kelebihan cangkang sawit sebagai bahan alami yang memiliki banyak manfaat bagi berbagai industri dan tentunya dengan biaya yang lebih rendah. Kulit atau tempurung yang telah dihancurkan disebut Palm Kernel Shells (PKS) atau cangkang sawit, suatu biomassa murni dengan nilai kalori tinggi (4000-4.600 abt khas NCVAR Kcal / kg - ASTM D5865 - 02). Palm Kernel Shells atau cangkang sawit memiliki konten level abu yang sangat rendah serta belerang dengan konten sebagai berikut : Konten abu (biasanya dengan berat abt 3%) Konten belerang (biasanya dengan berat abt 0,09%)

Palm Kernel Shells adalah merupakan butiran alami dan bahan bakar padat kelas tinggi yang dapat diperbarui untuk pembakaran, baik bersama-sama dengan uap batubara atau dibakar di biomassa pembangkit tenaga listrik, yang biasanya dicampur dengan tingkatan lain dari biomassa, seperti potongan kayu. Tahapan pekerjaan
Pengambilan contoh limbah tempurung (Sampling palm shell waste) Suhu 6000C 2 jam, 3 jam, 4 jam (Temperature 6000C, Two hours, three hours, four hours)

Pengeringan limbah tempurung (Drying palm shell waste)

Suhu 5000C 2 jam, 3 jam, 4 jam (Temperature 5000C, Two hours, three hours, four hours)

(Drying palm shell waste


Pengarangan (CarbonizationDrying palm shell waste)

Suhu 4000C 2 jam, 3 jam, 4 jam (Temperature 4000C,Two hours, three hours, four hours)

Analisa sifat kimia (Analysis of chemistry properties

10

Analisis Data dari hasil analisis kimia antara lain: nilai kalor, kadar karbon, kadar abu, kadar air, sulfur, dan zat terbang ditabulasi dan dilakukan analisis statistik dengan rancangan acak faktorial 2 faktor yaitu suhu (A) yang terdiri dari 400 C (a1), 500 C (a2), dan 600 C (a3), dengan waktu pengarangan (B) yang terdiri atas 2 jam (b1), 3 jam (b2) dan 4 jam (b3), dengan model rancangan menurut Sudjana (1985), yaitu Y = + A + B + AB + E = Nilai rata-rata harapan A = Pengaruh perlakuan A pada tingkat ke-i B = Pengaruh perlakuan B pada tingkat ke-j AB = Interaksi AB pada tingkat ke-i (A), tingkat ke-j (B) E = Kesalahan percobaan Setiap perlakuan dilakukan ulangan sebanyak tiga kali. Analisis lanjutan dilakukan terhadap analisis persamaan regresi dan uji beda nyata jujur (BNJ). Data analisa kimia dari hasil percobaan juga dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk arang tempurung kelapa dan arang kayu. Mutu Arang Kadar air yang dikandung arang hasil pirolisis cangkang kelapa sawit rata-rata sebesar 4,02%. Nilai kadar air pada arang ini lebih rendah dibandingkan dengan kadar air pada arang bubuk tempurung kelapa sesuai SNI-06-4369-1996 (BSN, 1996). Hal ini berarti bahwa arang cangkang kelapa sawit bermutu baik. Kadar air arang yang dikehendaki pada suatu arang harus bernilai sekecil-kecilnya sehingga pengembangannya menjadi briket atau arang aktif akan menghasilkan produk bermutu tinggi. Kadar air yang terkandung dalam arang dapat dipengaruhi oleh jumlah uap air di udara, lama proses pendinginan, penggilingan, dan pengayakan. Sampel yang bersifat higroskopis mudah menyerap uap air di udara karena struktur arang yang terdiri atas 6 atom C pada sudut heksagonal sehingga memungkinkan uap H2O terperangkap di dalamnya dan tidak dapat dilepas pada kondisi pengeringan dengan ovenpada suhu 105C. Hal ini sesuai

11

dengan pernyataan Sudradjat (1985) bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi maka jumlah air yang menguap akan semakin banyak. Kadar zat menguap rata-rata pada arang cangkang kelapa sawit sebesar 20,44% Kandungan zat menguap cenderung menurun mengikuti peningkatan suhu Karbonisasinya. Semakin tinggi suhu karbonisasi suatu bahan semakin rendah kandungan zat menguapnya sehingga mutu arang yang dihasilkan lebih baik. Tingginya kadar zat menguap pada penelitian ini disebabkan arang tersebut diperoleh pada suhu pirolisis 378C. Kadar zat menguap tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kadar zat menguap bubuk arang tempurung kelapa sesuai SNI-06-4369-1996 (BSN, 1996) sehingga arang ini dikategorikan bermutu lebih rendah. Hal ini juga didukung dari data hasil identifikasi gugus fungsi dengan FTIR yang menunjukkan masih ada gugus fungsi yang terikat pada permukaan arang. Penetapan kadar abu bertujuan untuk menentukan kandungan oksida logam yang terdapat di dalam arang. Kadar abu pada arang cangkang kelapa sawit rata-rata 17,46% . Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan ketentuan kadar abu yang ditetapkan pada bubuk arang tempurung kelapa sesuai SNI-06-4369-1996 (BSN, 1996). Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada cangkang kelapa sawit terdapat sejumlah mineral seperti kalium, magnesium, dan kalsium yang diperkirakan berasal dari tanah atau pupuk yang diberikan (Fauzi et al., 2002). Hal ini sesuai dengan pendapat Tanaike dan Inagaki (1999) yang mengatakan bahwa kadar mineral yang terdapat dalam abu seperti kalsium oksida, natrium oksida, magnesium oksida, dan kalium oksida akan menyebar di dalam kisi-kisi arang sehingga sangat berpengaruh pada kemampuan penyerapannya baik terhadap molekul-molekul gas maupun larutan. Ratarata kadar karbon terikat yang terkandung pada arang cangkang kelapa sawit adalah 62,10% . Kadar karbon terikat ini sangat dipengaruhi oleh kadar zat menguap dan kadar abu. Semakin besar kadar zat menguap dan kadar abu maka akan menyebabkan turunnya kadar karbon terikat (Hendra dan Darmawan, 2000). Kadar karbon terikat pada briket arang yang dibuat dari arang cangkang kelapa sawit lebih baik dibandingkan dengan briket arang dari ampas tebu, yaitu berkisar 65,3-66,4% (Jamradloedluk dan Wiriyaumpaiwong, 2007). Pengukuran nilai kalor dari suatu bahan umumnya bertujuan untuk mengukur tingkat
12

energi yang dapat ditimbulkan pada saat bahan tersebut dibakar. Nilai kalor menjadi salah satu kriteria mutu bagi arang yang akan digunakan sebagai bahan bakar. Ratarata nilai kalor yang terdapat pada arang cangkang kelapa sawit sebesar 6.118 kalori/g Semakin tinggi nilai kalor semakin baik kualitas arangnya. Nilai kalor yang tinggi dari suatu arang sangat bergantung pada tingginya kadar karbon terikat yang dikandungnya. Hal ini didukung oleh pernyataan Hendra dan Winarni (2003), bahwa semakin tinggi kadar karbon terikat yang dikandung pada suatu bahan akan semakin tinggi pula nilai kalornya, karena setiap terjadi reaksi oksidasi akan menghasilkan kalori. Arang yang mempunyai nilai kalor tinggi sangat efisien digunakan sebagai bahan bakar karena tidak membutuhkan bahan yang terlalu banyak Kesimpulan Ada banyak keuntungan dalam memproduksi energi dari biomassa dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar fosil untuk produksi energi. Terutama mengingat bahwa bahan bakar fosil merupakan sumber utama bagi polusi lingkungan. Harga bahan bakar yang terus meroket di seluruh dunia telah meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai perlunya untuk menghemat bahan bakar. Tapi sekedar melakukan penghematan bahan bakar saja tidak akan membuat masalah ini terselesaikan. Jika kita terus menggunakan bahan bakar fosil, bahkan dalam jumlah yang rendah, suatu saat bahan bakar fosil pasti akan lenyap dari muka bumi. Satu-satunya cara untuk membuat generasi di masa depan dapat menikmati dunia seperti yang sekarang ini (bahkan lebih baik) adalah dengan menemukan bentukbentuk energi baru. Energi biomassa merupakan energi yang relatif baru bagi kita, sementara bahan bakar fosil telah digunakan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Keduanya memiliki keuntungan serta kerugian tersendiri. Kadar karbon dan nilai kalor arang tempurung kelapa sawit terbesar diperoleh pada pengarangan suhu 600 C selama 2 - 3 jam, sebaliknya arang tempurung kelapa sawit yang mempunyai kadar air rendah adalah pada pengarangan suhu 600 C selama 4 jam. Untuk rata-rata arang tempurung kelapa sawit yang mempunyai kadar abu terkecil adalah pada proses pengarangan suhu 400 C dengan waktu pengarangan 2

13

jam dan untuk mendapatkan arang tempurung kelapa sawit dengan mutu yang baik (nilai kalor dan kadar karbon yang tinggi, kadar air rendah, kadar abu dan zat terbang cukup rendah) maka suhu pengarangan dapat digunakan antara 500 - 600 C, dengan waktu pengarangan 2 - 3 jam. Rata-rata rendemen arang hasil pirolisis cangkang kelapa sawit pada suhu 378C adalah sebesar 38,81% (w/w). Hasil karakterisasi menunjukkan arang ini mengandung 4,02% air, 20,44% zat menguap, 17,46% abu, 62,10% karbon terikat, dan nilai kalor 6.118 kalori/g. Hasil analisis FTIR menunjukkan pada arang teridentifikasi gugus fungsi OH, C=O, dan C-H aromatik dan berdasarkan hasil analisis arang dengan SEM diketahui pada arang ini mempunyai jumlah pori yang banyak, namun masih tertutupi olehpengotor. Hasil identifikasi dengan py-GCMS menunjukkan pada arang ini masih terdapat 25 senyawa. Oleh karena belum ada standar mutu untuk arang ini, maka jika dibandingkan dengan bubuk arang tempurung kelapa sesuai SNI-06-43691996, maka mutu arang ini tergolong rendah, tetapi berdasarkan data hasil karakterisasinya menguntungkan jika dikembangkan menjadi briket maupun arang aktif.

14

Daftar Pustaka BSN (1996). Bubuk Arang Tempurung Kelapa, SNI 06-4369-1996. Jakarta. Fauzi, Y dkk (2002). Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha, dan Pemasaran (Edisi Revisi). Penebar Swadaya, Jakarta. Hendra, D. dan Winarni, I. (2003). Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang Campuran Limbah Kayu Gergajian dan Sebetan Kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 21(3). 211-226. Jamradloedluk, J. dan Wiriyaumpaiwong, S. (2007). Production and Characterization of Rice Husk Based Charcoal Briquettes. KKU Engineering Journal. 33(3). 391-397. Tanaike, O. dan Inagaki, M. (1999). Degradation of Carbon Materials by Intercalation. Carbon. 37. 1759-1769. Sudradjat, R. (1985). Pengaruh Beberapa Faktor Pengolahan Terhadap Sifat Arang Aktif. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 2(2). 1-4. Hendra, D. dan Darmawan, S. (2000). Pembuatan Briket Arang Serbuk Gergajian Kayu Dengan Penambahan Tempurung Kelapa Nasir Abdul dkk, Peralihan Sistem Energi dari Konvensional menuju Sistem Energy Modern, Bokornas ltmi pb.hmi, Jakarta,2005. Kasmungin Sugianto, Pengetahuan Tentang Sumber Daya Alam materi Matrikulasi Prodi Energy Sekurity TA 2012/2013, Jakarta, 2012. Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Manusia Republik Indonesia, Pelaksanaan Kegiatan Fisik Pemanfaatan Energi Baru Dan Energi Terbarukan, Nomor 10 Tahun 2012, Jakarta: Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 10 Mei 2012. Saepudin Aep, Jurnal Ilmiah : Energi Terbarukan (Biogas) dan Limbah Kelapa Sawit, LIPI,2010. Hidayati Umi, Jurnal Ilmiah Karet : Pemanfaatan Arang Cangkang Kelapa Sawit Untuk Memperbaiki Sifat Fisik Tanah Yang Mendukung Pertumbuhan Tanaman Karet, 2008; 26(2); 166-175. Tirono M. & Ali Sabit, Jurnal Ilmiah Neutrino : Efek Suhu Pada Proses Pengarangan Terhadap Nilai Kalor Arang Tempurung Kelapa, April 2011; Vol 3, no 2. Amirta Rudianto dkk, Jurnal Ilmiah : Pemanfaatan Limbah Pada Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Bio- Pellet Energy Dalam Rangka Mitigasi dan adaptasi perubahan Iklim di Kalimantan Timur , Simposium Nasional Mitigasi,Adaptasi dan Pendanaan Perubahan Iklim. Unversitas Mulawarman, Balikpapan,2011.

15

Vidian Fajrin, Gasifikasi Tempurung Kelapa Menggunakan Updraf Gasifier pada Beberapa Variasi laju Alir Udara Pembakaran, Jurnal Teknik Mesin Vol 10 no.2, Oktober 2008:88-93..

16

Anda mungkin juga menyukai