Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN Sifilis adalah penyakit kelamin menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum spirochete.

Sifilis memiliki banyak penampilan dan banyak infeksi lain yang memiliki penampilan sama dengan sifilis. Sifilis juga memiliki kekebalan dalam stadium lanjut. Karena itu, Sir William Osler menyebut sifilis adalah "the great impostor. Banyak tokoh terkenal sepanjang sejarah diperkirakan telah menderita sifilis, termasuk Bram Stoker, Henry VIII, dan Vincent Van Gogh. Sejak penemuan penisilin pada pertengahan abad ke-20, penyebaran penyakit ini dapat dikendalikan, tetapi upaya untuk memberantas keseluruhan penyakit tersebut telah gagal. 1 DEFINISI Sifilis adalah salah satu Penyakit Menular Seksual (PMS) yang disebabkan oleh Treponema pallidum dan mempunyai beberapa sifat, yaitu perjalanan penyakitnya sangat panjang, dalam perjalanannya menyerang semua organ tubuh, dapat menyerupai macam-macam penyakit, dan dapat terjadi relaps. Sifilis ditularkan melalui luka, tranfusi, jarum suntik, hubungan seksual, dan melalui ibu ke janinnya. Jika cepat terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat kelamin. 2,3 EPIDEMIOLOGI Pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa, sesudah tahun 1860 morbilitas sifilis di Eropa menurun cepat, mungkin karena perbaikan sosio-ekonomi. Selama Perang Dunia Kedua insidennya meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946, kemudian menurun. Laporan dari WHO (1982) insiden sejak tahun 1958 di Venezuela, Polandia, Kuba, dan Srilangka tinggi, sedangkan di beberapa negeri yang lain yakni Amerika Serikat, Denmark, Inggris, Republik Demokrasi Jerman, dan Hongkong lebih rendah.

Insiden di Indonesia kian menurun. Diantara penyakit kelamin, sifilis menduduki tempat kedua setelah gonore dan uretritis non gonore. Stadium yang masih terlihat ialah sifilis stadium I, kadang-kadang sifilis stadium II, dan yang sangat jarang ialah sifilis kongenita.4 ETIOLOGI Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 m, lebar 0,15 m, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam. 3 Klasifikasi sangat sulit dilakukan, karena spesies Treponema tidak dapat dibiakkan in vitro. Sebagai dasar diferensiasi terdapat 4 spesies yaitu Treponema pallidum sub species pallidum yang menyebabkan sifilis, Treponema pallidum sub species pertenue yang menyebaban frambusia, Treponema pallidum sub speciesendemicum yang menyebabkan bejel, Treponema carateum menyebabkan pinta. 5 Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir (misalnya di vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam, bakteri akan sampai kekelenjar getah bening terdekat, kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Sifilis juga bisa menginfeksi janin selama dalam kandungan dan menyebabkan cacat bawaan. 6 PATOFISIOLOGI A. Stadium Dini T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel- sel plasma, terutama di perivaskular, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T. Pallidum dan sel-sel radang. Treponema tersebut terletak di antara endotelium kapiler dan jaringan perivaskular di sekitarnya. Enarteritis pembuluh

darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. 3 Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II, yang terjadi enam sampai delapan minggu sesudah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.3 Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenital. 3 B. Stadium Lanjut Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, dimana treponema didapatkan dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sewaktu-waktu berubah, sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor predisposisi. Pada saat itu muncullah S III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah mengalami masa laten yang bervariasi guma tersebut timbul di tempat-tempat lain. 3 GAMBARAN KLINIS A. Sifilis Primer (S I) Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut chancre ), tetapi bisa juga terdapat tukak lebih dari satu. 5,7

Tukak dapat terjadi di daerah genitalia eksterna manapun, 3 minggu setelah kontak. Lesi awal biasanya berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras karena terdapat indurasi. Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Ukurannya bervariasi dari beberapa mm sampai dengan 1- 2 cm. Bagian yang mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi bakteri lain, maka akan berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri. Kelainan tersebut dinamakan afek primer. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronarius, sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus.3 Pada pria selalu disertai pembesaran kelenjar limfe inguinal medial unilateral/bilateral. 5 Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer.Kelenjar tersebut solitar, indolen, tidak lunak, besamya biasanya lentikular, tidak supuratif, dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut. 3

Gambar 1. Lesi sifilis primer

Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu. Istilah syphilis d'emblee dipakai, jika tidak terdapat afek primer. Kuman masuk ke jaringan yang lebih dalam, misalnya pada transfusi darah atau suntikan. 3 B. Sifilis Sekunder (S II) Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S I dan sejumlah sepertiga kasus masih disertai S I. Lama S II dapat sampai sembilan bulan. Berbeda dengan S I yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada S II dapat disertai gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak berat, berupa anoreksia, turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan artralgia. 3 Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit, selaput lendir, dan organ tubuh. Dapat disertai demam dan malaise. Adanya kelainan kulit dan selaput lendir dapat diduga sifilis sekunder, bila ternyata pemeriksaan serologis reaktif. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula, papul, folikulitis, papula-skuamosa, dan pustul. Jarang dijumpai keluhan gatal. Lesi vesikobulosa dapat ditemukan pada sifilis kongenital. 5 Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the great imitator. Selain memberi kelainan pada kulit, SII dapat juga memberi kelainan pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf. 3 Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah,demam dan anemia. 6

Gambar 2. Sifilis sekunder di daerah sekitar mulut dan genital Pada S II yang masih dini sering terjadi kerontokan rambut, umumnya bersifat difus dan tidak khas, disebut alopecia difusa. Pada S II yang lanjut dapat terjadi kerontokan setempat, tampak sebagai bercak yang ditumbuhi oleh rambut yang tipis, jadi tidak botak seluruhnya, seolah-olah seperti digigit ngengat dan disebut alopesia areolaris. 3,7 Gejala dan tanda sifilis sekunder dapat hilang tanpa pengobatan, tetapi bila tidak diobati, infeksi akan berkembang menjadi sifilis laten atau sifilis stadium lanjut. 8 C. Sifilis Laten Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan

tetapi pemeriksaan serologis reaktif. Dalam perjalanan penyakit sifilis selalu melalui tingkat laten, selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Akan tetapi bukan berarti penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis lanjut, berbentuk gumma, kelainan susunan saraf pusat dan kardiovaskuler.5 Tes serologik darah positif, sedangkan tes likuor serebrospinalis negatif. Tes yang dianjurkan ialah VDRL dan TPHA. 3,5 Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius kembali muncul . 6 D. Sifilis Lanjut

Perbedaan karakteristik sifilis dini dan sifilis lanjut ialah sebagai berikut: 5 1. Pada sifilis dini bersifat infeksius, pada sifilis lanjut tidak, kecuali kemungkinan pada wanita hamil. 2. Pada sifilis dini hasil pemeriksaan lapangan gelap ditemukan T. pallidum, pada sifilis lanjut tidak ditemukan. 3. Pada sifilis dini tidak bersifat destruktif, sedangkan pda sifilis lanjut destruktif. 4. Pada sifilis dini hasil tes serologis selalu reaktif dengan titer tinggi, setelah diberi pengobatan yang adekuat akan berubah menjadi non reaktif atau titer rendah, sedangkan pada sifilis lanjut umumnya reaktif, selalu dengan titer rendah dan sedikit atau hampir tidak ada perubahan setelah diberi pengobatan. Titer yang tinggi pada sifilis lanjut dijumpai pada gumma dan paresis. E. Sifilis Laten Lanjut Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes serologik. Lama masa laten beberapa tahun hingga bertahun-tahun, bahkan dapat seumur hidup. Likuor serebrospinalis hendaknya diperiksa untuk menyingkirkan neurosifilis asimtomatik. Demikian pula sinar-X aorta untuk melihat, apakah ada aorititis. 3 F. Sifilis Tersier (S III) Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun setelah S I. Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak, dan destruktif. 3 Besar guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur ayam. Kulit di atasnya mula-mula tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakkan. Setelah beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta melekat

terhadap guma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinolen, pada beberapa kasus disertai jaringan nekrotik. 3 Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, bentuknya lonjong/bulat, dindingnya curam, seolah-olah kulit tersebut terdorong ke luar. Beberapa ulkus berkonfluensi sehingga membentuk pinggir yang polisiklik. Jika telah menjadi ulkus, maka infiltrat yang terdapat di bawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi datar. Tanpa pengobatan guma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun. Biasanya guma solitar, tetapi dapat pula multipel, umumnya asimetrik. Gejala umum biasanya tidak terdapat, tetapi jika guma multipel dan perlunakannya cepat, dapat disertai demam. 3 Selain guma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus. Mula- mula di kutan kemudian ke epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan umumnya meninggalkan sikatriks yang hipotrofi. Nodus tersebut dalam perkembangannya mirip guma, mengalami nekrosis di tengah dan membentuk ulkus. Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik. Perbedaannya dengan guma, nodus lebih superfisial dan lebih kecil (miliar hingga lentikular), lebih banyak, mempunyai kecenderungan untuk bergerombol atau berkonfluensi, selain itu tersebar (di semi-nata). Warnanya merah kecoklatan. 3 Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat tumbuh secara serpiginosa. Bagian yang belum sembuh dapat tertutup skuama seperti lilin dan disebut psoriasiformis. Kelenjar getah bening regional tidak membesar. Kelainan yang jarang ialah yang disebut nodositas juxta articularis berupa nodus-nodus subkutan yang fibrotik, tidak melunak, indolen, biasanya pada sendi besar. 3 S III pada mukosa Guma juga ditemukan di selaput lendir, dapat setempat atau menyebar. Yang setempat biasanya pada mulut dan tenggorok atau septum nasi. Seperti biasanya akan melunak dan membentuk ulkus, bersifat destruktif jadi dapat merusak tulang rawan septum nasi atau palatum mole hingga terjadi perforasi. Pada lidah yang tersering ialah guma yang nyeri dengan fisur-fisur tidak teratur serta leukoplakia. 3

S III pada tulang Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, fibula, dan humerus. Gejala nyeri, biasanya pada malam hari. Terdapat dua bentuk, yakni periostitis gumatosa dan osteitis gumatosa, kedua-duanya dapat didiagnosis dengan sinar-X. 3 S III pada alat dalam Hepar merupakan organ intra abdominal yang paling sering diserang. Guma bersifat multipel, jika sembuh terjadi fibrosis, hingga hepar mengalami retraksi, membentuk lobus-lobus tidak teratur yang disebut hepar lobatum. 3 Esofagus dan lambung dapat pula dikenai, meskipun jarang. Guma dapat menyebabkan fibrosis. Pada paru juga jarang, guma solitar dapat terjadi di dalam atau di luar bronkus, jika sembuh terjadi fibrosis dan menyebabkan bronkiektasi. Guma dapat menyerang ginjal, vesika urinaria, dan prostat, meskipun jarang. S III pada ovarium jarang, pada testis kadang-kadang berupa guma atau fibrosis interstisial, tidak nyeri, permukaannya rata dan unilateral. Kadang-kadang memecah ke bagian anterior skrotum. 3 G. Sifilis kardiovaskuler Sifilis kardiovaskular bermanifestasi pada S III, dengan masa laten 15-30 tahun. Umumnya mengenai usia 40-50 tahun. Insidens pada pria lebih banyak tiga kali daripada wanita.3 Biasanya disebabkan karena nekrosis aorta yang berlanjut ke arah katup. Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisma, berbentuk kantong pada aorta torakal. Bila komplikasi ini telah lanjut, akan sangat mudah dikenal. Secara teliti harus diperiksa kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis, penyakit jantung rematik sebelumnya. Aneurisma aorta torakales merupakan tanda sifilis kardiovaskuler. Bila ada insufisiensi aorta tanpa kelainan katup pada seseorang yang setengah umur disertai pemeriksaanserologis darah reaktif, pada tahap pertama harus diduga sifilis kardiovaskuler, sampai dapat dibuktikan lebih lanjut. Pemeriksaan serologis umumnya menunjukkan reaktif.5

H. Neurosifilis Pada perjalanan penyakit neurosifilis dapat asimtomatik dan sangat jarang terjadi dalam bentuk murni.3,5 Pada semua jenis neurosifilis terjadi perubahan berupa endarteritis obliterans pada ujung pembuluh darah disertai degenerasi parenkimatosa yang mungkin sudah atau belum menunjukkan gejala pada saat pemeriksaan. 5 Neurosifilis dibagi menjadi empat macam: 3, 5, 6 Neurosifilis asimtomatik. Sifilis meningovaskular (sifilis serebrospinalis), misalnya meningitis, meningomielitis, endarteritis sifilitika Sifilis parenkim: tabes dorsalis dan demensia paralitika. Guma

1. Neurosifilis Asimtomatik Diagnosis berdasarkan kelainan pada likuor serebro spinalis. Kelainan tersebut belum cukup memberi gejala klinis. 3 2. Sifilis Meningovaskular Terjadi inflamasi vaskular dan perivaskular. Pembuluh darah di otak dan medula spinalis mengalami endarteritis proliferatif dan infiltrasi perivaskular berupa limfosit, sel plasma, dan fibroblas.3 Pembentukan jaringan fibrotik menyebabkan terjadinya

fibrosis sehingga perdarahannya berkurang akibat mengecilnya lumen. Selain itu juga dapat terjadi trombosis akibat nekrosis jaringan karena terbentuknya guma kecil multipel. 3 Bentuk ini terjadi beberapa bulan hingga lima tahun sejak S I. Gejalanya bermacam-macam bergantung pada letak lesi. Gejala yang sering terdapat ialah: nyeri kepala, konvulsi fokal atau umum, papil nervus optikus
10

sembab,

gangguan

mental,

gejala-gejala

meningitis

basalis

dengan

kelumpuhan saraf-saraf otak, atrofi nervus optikus, gangguan hipotalamus, gangguan piramidal, gangguan miksi dan defekasi, stupor, atau koma. Bentuk yang sering dijumpai ialah endarteritis sifilitika dengan hemiparesis karena penyumbatan arteri otak. 3 3. Sifilis Parenkim Termasuk golongan ini ialah tabes dorsalis dan demensia paralitika : 3,5 Tabes Dorsalis Timbulnya antara delapan sampai dua betas tahun setelah infeksi pertama. Kira-kira seperempat kasus neurosifilis berupa tabes dorsalis. Kerusakan terutama pada radiks posterior dan funikulus dorsalis daerah torako-lumbalis. Selain itu beberapa saraf otak dapat terkena, misalnya nervus optikus, nervus trigeminus, dan nervus oktavus. Gejala klinis diantaranya ialah gangguan sensibilitas berupa ataksia, arefleksia, gangguan virus, gangguan rasa nyeri pada kulit, dan jaringan dalam. Gejala lain ialah retensi dan inkontinensia urin. Gejala tersebut terjadi berangsur-angsur terutama akibat demielinisasi dan degenerasi funikulus dorsalis. 3 Demensia Paralitika Penyakit ini biasanya timbul delapan sampai sepuluh tahun sejak infeksi primer, umumnya pada umur antara tiga puluh sampai lima puluh tahun. Sejumlah 10-15% dari seluruh kasus neurosifilis berupa demensia paralitika. Prosesnya ialah meningoensefalitis yang terutama mengenai otak, ganglia basal, dan daerah sekitar ventrikel ketiga. Lambat laun terjadi atrofi pada korteks dan substansi alba sehingga korteks menipis dan terjadi hidrosefalus.3 Gejala klinis yang utama ialah demensia yang terjadi berangsurangsur dan progresif. Mula-mula terjadi kemunduran intelektual, kemudian kehilangan dekorum, bersikap apatis, euforia, waham megaloman, dan dapat terjadi depresif atau maniakal. 3

11

Gejala lain di antaranya ialah disartria, kejang-kejang umum atau fokal, muka topeng, dan tremor terutama otot-otot muka. Lambat laun terjadi kelemahan, ataksia, gejala-gejala piramidal, inkontinensia urin, dan akhirnya meninggal. 3 4. Guma Umumnya terdapat pada meningens, rupanya terjadi akibat perluasan pada tulang tengkorak. Jika membesar akan menyerang dan menekan parenkim otak. Guma dapat solitar atau multipel pada verteks atau dasar otak.3 Keluhannya nyeri kepala, mual, muntah, dan dapat terjadi konvulsi dan gangguan visus. Gejalanya berupa edema papil akibat peninggian tekanan intrakranial, paralisis nervus kranial, atau hemiplegia. 3 I. Sifilis Kongenital Sifilis kongenital pada bayi terjadi jika ibunya terkena sifilis, terutama sifilis dini sebab banyak T. Pallidum beredar dalam darah. Treponema masuk secara hematogen ke janin melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat masa kehamilan 10 minggu.3 Sifilis yang mengenai wanita hamil gejalanya ringan. Pada tahun I setelah infeksi yang tidak diobati terdapat kemungkinan penularan sampai 90%. Jika ibu menderita sifilis laten dini, kemungkinan bayi sakit 80%, bila sifilis lanjut 30%.3 Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang kemudian menjadi berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan terjadi abortus pada bulan kelima, berikutnya lahir mati pada bulan kedelapan, berikutnya janin dengan sifilis kongenital yang akan meninggal dalam beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai tiga bayi yang hidup dengan sifilis kongenital. Akhirnya akan lahir seorang atau lebih bayi yang sehat. Keadaan ini disebut hukum Kossowitz.3 Pemeriksaan dengan mikroskop elektron tidak terlihat adanya atrofi lengkap. Hal yang demikian saat ini tidak dianut lagi sebab ternyata infeksi bayi dalam

12

kandungan dapat terjadi pada saat 10 minggu masa kehamilan. Setiap infeksi sebelum 20 minggu kehamilan tidak akan merangsang mekanisme imunitas, sebab sistem imun bayi yang dikandung belum berkembang dan tidak tampak kelainan histologi reaksi bayi terhadap infeksi. 5 Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini (prekoks), sifilis kongenital lanjut (tarda), dan stigmata.2,3 Batas antara dini dan lanjut ialah dua tahun. Yang dini bersifat menular, jadi menyerupai S II, sedangkan yang lanjut ber- bentuk guma dan tidak menular. Stigmata berarti jaringan parut atau deformitas akibat penyembuhan kedua stadium tersebut. 3 Sifilis Kongenital Dini Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir ialah bula bergerombol, simetris pada telapak tangan dan kaki, kadang-kadang pada tempat lain di badan. Cairan bula mengandung banyak T. pallidum. Bayi tampak sakit. Bentuk ini adakalanya disebut pemfigus sifilitika. 3 Kelainan lain biasanya timbul pada waktu bayi berumur beberapa minggu dan mirip erupsi pada S II, pada umumnya berbentuk papul atau papulo-skuamosa yang simetris dan generalisata. Dapat tersusun teratur, misalnya anular. Pada tempat yang lembab papul dapat mengalami erosi seperti kondilomata lata. Ragades merupakan kelainan umum yang terdapat pada sudut mulut, lubang hidung, dan anus, bentuknya memancar (radiating). 3 Wajah bayi berubah seperti orang tua akibat turunnya berat badan sehingga kulit berkeriput. Alopesia dapat terjadi pula, terutama pada sisi dan belakang kepala. Kuku dapat terlepas akibat papul di bawahnya, disebut onikia sifilitika. Jika tumbuh kuku yang baru akan kabur dan bentuknya berubah.3 Pada selaput lendir mulut dan tenggorok dapat terlihat plaques muqueuses seperti pada S II. Kelainan semacam itu sering terdapat pada daerah mukoperiosteum dalam kavum nasi yang menyebabkan timbulnya rinitis dan disebut syphilitic snuffles. Kelainan tersebut disertai sekret yang mukopurulen atau seropurulen yang sangat menular dan menyebabkan sumbatan. Pernapasan dengan hidung sukar. Jika plaques

13

muqueuses terdapat pada laring suara menjadi parau. Kelenjar getah bening dapat membesar, generalisata, tetapi tidak sejelas pada S 11. Hepar dan lien membesar akibat invavasi T. Pallidum sehingga terjadi fibrosis yang difus. Dapat terjadi oedema dan sedikit ikterik (fungsi hepar terganggu). Ginjal dapat diserang, pada urin dapat terbentuk albumin, hialin, dan granular cast. Pada umumnya kelainan ginjal ringan. Pada paru kadang-kadang terdapat infiltrasi yang disebut "pneumonia putih". 3 Tulang sering diserang pada waktu bayi berumur beberapa minggu. Osteokondritis pada tulang panjang umumnya terjadi sebelum berumur enam bulan dan memberi gambaran khas pada waktu pemeriksaan dengan sinar-X. Ujung tulang terasa nyeri dan bengkak sehingga tidak dapat digerakkan, seolah-olah terjadi paralisis dan disebut pseudo paralisis Parrot. Kadang-kadang terjadi komplikasi berupa terlepasnya epifisis, fraktur patologik, dan artritis supurativa. Pada pemeriksaan dengan sinar-X terjadi gambaran yang khas. Tanda osteokondritis menghilang setelah dua belas bulan, tetapi periostitis menetap. Koroiditis dan uveitis jarang. Umumnya terdapat anemia berat sehingga rentan terhadap infeksi. 3 Neurosifilis aktif terdapat kira-kira 10%. Akibat invasi T . P a l l i d u m p a d a otak waktu intrauterin menyebabkan perkembangan otak terhenti. Bentuk neurosifilis meningovaskular yang lebih umum pada bayi muda menyebabkan konvulsi dan defisiensi mental. Gangguan nervus II terjadi sekunder akibat korioditis atau akibat meningitis karena guma. Destruksi serabut traktus piramidalis akan menyebabkan hemiplegia/diplegia. Demikian pula dapat terjadi meningitis sifilitika akuta. 3 Sifilis Kongenital Lanjut Umumnya terjadi antara umur tujuh sampai lima belas tahun. Guma dapat menyerang kulit, tulang, selaput lendir, dan organ dalam. Yang khas ialah guma pada hidung dan mulut. Jika terjadi kerusakan di septum nasi akan terjadi perforasi, bila meluas terjadi destruksi seluruhnya hingga hidung mengalami kolaps dengan deformitas. Guma pada palatum mole dan durum juga sering terjadi sehingga menyebabkan perforasi pada palatum. 3

14

Periostitis sifilitika pada tibia umumnya mengenai sepertiga tengah tulang dan menyebabkan penebalan yang disebut sabre tibia. Osteoperiostitis setempat pada tengkorak berupa tumor bulat yang disebut Parrot nodus, umumnya terjadi pada daerah frontal dan parietal. 3 Keratitis interstisial merupakan gejala yang paling umum, biasanya terjadi antara umur tiga sampai tiga puluh tahun, insidensnya 25% dari penderita dengan sifilis kongenital dan dapat menyebabkan kebutaan. Akibat diserangnya nervus VIII terjadi ketulian yang biasanya bilateral. 3 Pada kedua sendi lutut dapat terjadi pembengkakan yang nyeri disertai efusi dan disebut Glutton's joints. Kelainan tersebut terjadi biasanya antara umur sepuluh sampai dua puluh tahun, bersifat kronik. Efusi akan menghilang tanpa meninggalkan kerusakan.3 Neurosifilis berbentuk paralisis generalisata atau tabes dorsalis. Neurosifilis meningovaskular jarang, dapat menyebabkan palsi nervus kranial, hemianopia, hemiplegia, atau monoplegia. Paralisis generalisata juvenilia biasanya terjadi antara umur sepuluh sampai tujuh betas tahun. Taber juvenilia umumnya terjadi kemudian dan belum bermanifestasi hingga dewasa muda. Aortitis sangat jarang terjadi.3 Stigmata Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh meninggalkan parut dan kelainan yang khas. Parut dan kelainan demikian merupakan stigmata sifilis kongenital, akan tetapi hanya sebagian penderita yang menunjukkan gambaran tersebut. 5 1. Stigmata lesi dini. 5 a. Gambaran muka yang menunjukkan saddle nose. b. Gigi menunjukkan gambaran gigi insisor Hutchinson dan gigi Mullberry c. Ragades d. Atrofi dan kelainan akibat peradangan

15

e. Koroidoretinitis, membentuk daerah parut putih dikelilingi pigmentasi pada retina 2. Stigmata lesi lanjut. 5 a. Lesi pada kornea: kekaburan kornea sebagai akibat ghost vessels b. Lesi tulang: sabre tibia, akibat osteoeriostitis c. Atrofi optik, tersendiri tanpa iridoplegia d. Ketulian syaraf

DIAGNOSA Diagnosa sifilis dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan serologis terhadap darah dan liquor serebrospinalis. Reaksi yang positif terhadap antigen nontreponemal misalnya terhadap RPR (rapid plasma reagine) atau terhadap tes VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) perlu dikonfirmasi lagi dengan pemeriksaan menggunakan antigen treponema seperti FTAAbs (Fluorescent treponemal antibody absorbed). Jika FTA-Abs ini tersedia, bermanfaat untuk menyingkirkan hasil pemeriksaan yang false-positive. Untuk melakukan skrining pada bayi baru lahir penggunaan serum 502 lebih baik daripada darah tali pusat, karena darah tali pusat lebih sering memberi hasil false-positive. Diagnosa sifilis primer dan sekunder dapat ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis dengan teknik lapangan gelap (dark field/dunkelfeld) atau dengan pemeriksaan fase kontras atau dengan teknik pengecatan antibodi FA dari eksudat yang diambil dari sampel atau aspirat kelenjar getah bening dengan catatan penderita belum diberi pengobatan antibiotika. Pemeriksaan serologis biasanya memberi hasil negatif pada awal stadium pertama walaupun pada saat itu Chancre (ulcus durum) masih ada. Pada saat masih ditemukan ada ulcus maka pemeriksaan mikroskopis menggunakan teknik lapangan gelap adalah yang paling baik lebih-lebih pada stadium awal sifilis primer yang biasanya memberikan hasil negatif pada pemeriksaan serologis.13

16

PENGOBATAN3 1. Penisilin Obat ini dapat menembus plasenta sehingga mencegah infeksi pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang terinfeksi, juga efektif untuk penyembuhan neurosifilis. Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin: a. Penisilin G prokain dalam aqua dengan lama kerja 24 jam, jadi bersifat kerja singkat. b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM), lama kerja 72 jam, bersifat kerja sedang. c. Penisilin G benzatin dengan dosis 2.4 juta unit akan bertahan dalam serum sampai 2-3 minggu, jadi bersifat kerja lama.

Sifilis Sifilis primer

Pengobatan 1.Penisilin G benzatin 4,8 juta unit secara I.M satu kali seminggu 2.Penisilin G prokain dalam akua 0,6 juta unit/hari selama 10 hari 3.PAM 1,2 juta unit/kali, 2 kali seminggu

Sifilis laten

1.Penisilin G benzatin dosis total 7,2 juta unit 2.Penisilin G prokain dalam akua 0,6 juta unit/hari 3.PAM 1,2 juta unit/kali, 2 kali seminggu 1.Penisilin G benzatin dosis total 9,6 juta unit 2.Penisilin G prokain dalam akua 0,6 juta unit/hari 3.PAM 1,2 juta unit/kali , 2 kali seminggu

Sifilis III

2. Antibiotik lain
17

a. Tetracyclin 4 x 500 mg/hari selama 30 hari b. Eritromisin 4 x 500 mg/hari selama 30 hari c. Doksisiklin 2 x 100 mg/hari selama 30 hari d. Sefaleksin 4 x 500 mg sehari selama 15 hari e. Sefaloridin I.M 2 gr sehari selama 10-14 hari f. Azitromisin 500 mg sehari sebagai dosis tunggal selama 10 hari

PROGNOSA Prognosis penyakit sifilis pada umumnya baik, dimana pada sifilis dini yang diobati angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14 hari dan pembesaran kelenjar bening akan menetap berminggu minggu. Sedangkan neurosifilis pada sifilis dini angka penyembuhan dapat mencapai 100%, neurosifilis asimtomatik pada stadium lanjut prognosisnya juga baik. Pada sifilis kongenital dini prognosisnya baik sedangkan pada yang stadium lanjut prognosisnya tergantung pada kerusakan yang telah ada. 5

18

DAFTAR PUSTAKA 1. http://emedicine.medscape.com/article/229461-overview 2. Peeling, R.W et al. Syphilis available at http//www.nature.com/reviews/micro. Accessedon May 14, 2010. 3. Natahusada, EC, Djuanda A. Sifilis dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. h:393413. 4. Harahap, Marwali. 1990. Sifilis dalam Penyakit Menular Seksual, h:13-14. Jakarta: PT Gramedia. 5. Hutapea, NO. Sifilis dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi Menular Seksual, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,2009. h:84-102. 6. Sifilis available at http//www.medicastore.com. Acccesed on May 14, 2010. 7. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Penerbit Hipokrates. Jakarta. 2000. h:170. 8. CDC National Prevention Information Network .Syphilis available

athttp//www.cdc.com. accessed on May 14, 2010. 9. Aprianti S, Pakashi RDN, Hardjoeno. Tes Sifilis dan Gonorrhoe dalam: Hardjoeno dkk. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik .Penerbit LETHAS, Makasar.2003.h:353-61. 10. Dugdale DC, Vyas JM, Zieve D.Syphilis available at

http//www.medlineplus.com.Accessed on may 14, 2010. 11. Wong T et al. Serological Treatment Response to Doxycycline/ Tetracycline versus Benzathine Penicillin.Am J Med 2008 Oct; 121:903. 12. Riedner G, Rusizoka M, Todd J, Maboko L, Hoelscher M, Mmbando D et al. Single- Dose Azithromycin versus Penicillin G Benzathine for the Treatment of Early Syphilis. NEJM 2005 Volume 353:1236-1244.

19

13. http://penyakitdalam.wordpress.com/2009/11/10/sifilis-2/

Dikoreksi oleh:

dr. Moh. Ifnudin, Sp.KK

20

Anda mungkin juga menyukai