Anda di halaman 1dari 6

ARTIKEL MEMBANGUN KEMANDIRIAN PETANI

Disusun untuk memenuhi Tugas Terstruktur Praktikum Pertanian Berlanjut Aspek Sosial Ekonomi Pertanian

Disusun oleh: Nama NIM Kelas : Risna Aulia Fibrianti : 105040101111071 : Agribisnis G

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

Kuswana, Membangun Kemandirian Petani


Selasa, 22 Mei 2012 13:11 Dipacunya produksi padi melalui pemakaian pupuk, obat-obatan, dan input kimia lain telah menjebak petani pada ketergantungan selama bertahun-tahun. Dengan pendekatan pertanian organik, Kuswana membantu mengurangi ketergantungan itu.

Pupuk dan obat-obatan kimia racun bagi tanah. Penggunaan secara terusmenerus, dari musim ke musim, menurunkan mutu tanah sekaligus menggerogoti kantong petani, ujar Kuswana. Guna memperbaiki kandungan hara tanah dan unsur lainnya, petani harus membeli pupuk dan obat-obatan, terutama pada awal musim tanam. Proses seperti itu berlangsung bertahun-tahun. tanah pun berangsur lapuk. Kuswana menyebutnya tanah yang sakit karena miskin hara, mikroorganisme pengurai, dan daya dukung lingkungan. Pemakaian obat dan pestisida kimia juga membuat ekosistem kian tak seimbang. Keong, kepik, laba-laba, serangga, capung, dan ular, yang sebenarnya musuh alami bagi hewan lain, ikut terbunuh. Berangkat dari keprihatinan itu, Kuswana membidani lahirnya paguyuban petani pada Juli 2005. Sejumlah petani bergabung untuk secara spesifik mengaplikasi pola pertanian organik. Pola itu dinilai tepat untuk mengatasi menurunnya mutu lahan pertanian, mengurangi ketergantungan pada produk kimia, menghemat ongkos produksi, serta mengantisipasi cuaca yang kian sulit ditebak. Kuswana menuntun petani mengganti pupuk kimia dengan pupuk kandang, mengembangkan mikrobakteri pengurai untuk mempercepat pembusukan organik,

membuat

pestisida

nabati

dari

bahan-bahan

yang

tersedia

di

alam,

serta

mengembangbiakkan musuh alami hama. Pada tahun-tahun awal, luas lahan anggota paguyuban yang digarap secara organik mencapai 24 hektar. Jumlah itu meningkat hingga lebih dari 120 hektar saat ini. Jumlah petani yang tergabung pada paguyuban yang bermarkas di Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, itu juga bertambah dari 40 orang pada tahun 2005 kini menjadi lebih dari 200 petani. Peningkatan itu tidak lepas dari keberhasilan anggota menekan ongkos produksi hingga 60 persen lebih dari rata-rata Rp 3 juta per hektar. Hal itu juga mendongkrak produksi dari 1,5-2 ton gabah kering panen per hektar pada awal aplikasi organik menjadi 6-7 ton. Segala permasalahan di sawah harus diupayakan dengan pendekatan organik. Kuswana meyakinkan bahwa prinsip itu bukan isapan jempol. Saat padi milik anggota terserang penyakit hawar daun atau biasa disebut kresek (bacterial leaf blight), misalnya, dia memperkenalkan Coryne, bakteri antagonis bagi Xanthomonas campestris pv oryzae yang memicu penyakit kresek. Sifatnya yang patogen mampu menekan serangan dan mengurangi risiko kerusakan tanaman. Bersama pengurus paguyuban yang lain, seperti Endang Muharam, Endang Yarmedi dan Hasan, Kuswana menjembatani kebutuhan informasi petani. Kuswana dan PPO Purwakarta juga mengembangkan Trychogramma spp, agen hayati parasitoid bagi hama penggerek batang, serta Trychoderma sp bagi jamur tumbuhan. Selain bakteri dan mikroorganisme menguntungkan, Kuswana juga mendorong paguyuban untuk terus mencari formula pestisida nabati baru yang lebih ampuh. Beragam bahan dari alam, seperti lengkuas, serai, bengkuang, daun saga, berenuk, rimpang pangkay, daun mimba, ubi gadung, daun sirsak, buah maja, hingga air seni kambing, telah biasa mereka pakai sebagai pestisida nabati. Fungsi pupuk urea, SP 36,

NPK, dan jenis lainnya digantikan dengan jerami, pohon pisang, serbuk gergaji, sekam, dan beragam kotoran hewan. Kuswana juga mengajak petani mengembangkan sendiri mikroorganisme pengurai. Kini sejumlah petani telah mahir. Jika berlebih, mereka dengan senang hati membagikannya kepada petani lain yang butuh. Di kalangan petani organik Purwakarta, produk buatan sendiri itu biasa disebut moretan, singkatan dari mikroorganisme rekan petani. Dengan beragam upaya itu, petani menjadi lebih Mandiri. Mereka tak perlu membeli pupuk, pestisida, dan mikroorganisme pengurai. Mereka dapat menghemat modal lebih dari 50 persen atau kurang dari Rp 2 juta per hektar. Pada musim tanam kelima dan seterusnya dengan pola organik, petani bahkan dapat menekan ongkos produksi hingga kurang dari Rp 1 juta per hektar seiring dengan membaiknya kualitas tanah. Kepada petani baru, Kuswana senantiasa mempromosikan keuntungan menerapkan pola organik. Saat harga beras non-organik di pasar-pasar tradisional Purwakarta Rp 4.900-Rp 5.800 per kilogram, petani anggota paguyuban dapat menjual beras hasil panennya dengan harga Rp 7.000-Rp 10.000 per kilogram. Kini, sejumlah petani organik anggota paguyuban telah memiliki pelanggan. Para pelanggan itu antara lain pegawai negeri di pemerintah daerah, karyawan swasta, juga pedagang dan kenalan di Jakarta atau Bandung. Tiga tahun terakhir, demplot dan sawah milik paguyuban sering dikunjungi petani dan petugas pertanian dari luar Purwakarta untuk studi banding. Paguyuban pun berkembang. Kelompok Tani Mukti, salah satu anggota paguyuban, misalnya, dipercaya memproduksi pupuk kandang untuk mendukung program go organic yang dicanangkan pemerintah pada tahun ini. (*/Kompas Cetak) Sumber: http://www.ciputraentrepreneurship.com/entrepreneur/nasional/sosial/17057-kuswanamembangun-kemandirian-petani.html

Kesimpulan:

Berdasarkan artikel tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa petani di Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat masih sangat ketergantungan dalam pemakaian pupuk, obat-obatan, dan input kimia lain selama bertahun-tahun, yang berakibat pada penurunan mutu tanah dan juga tingkat produktivitas petani. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dilakukan dengan pendekatan pertanian organik, dimana pola ini dinilai tepat untuk mengatasi menurunnya mutu lahan pertanian, mengurangi ketergantungan pada produk kimia, menghemat ongkos produksi, serta mengantisipasi cuaca yang kian sulit ditebak. Hal ini dilaksanakan dengan pengarahan kepada petani untuk mengganti pupuk kimia dengan pupuk kandang, mengembangkan mikrobakteri pengurai untuk mempercepat pembusukan organik, membuat pestisida nabati dari bahan-bahan yang tersedia di alam, serta mengembangbiakkan musuh alami hama. Segala permasalahan yang ada di sawah tersebut diupayakan dengan pendekatan organik. Dengan beragam upaya itu, petani bisa menjadi lebih Mandiri. Mereka tak perlu membeli pupuk, pestisida, dan mikroorganisme pengurai. Definisi dari pola pertanian organik ini sendiri merupakan sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Penggunan sistem pertanian organik ini mempunyai banyak kelebihan, antara lain sebagai berikut:

Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah, air maupun udara, serta produknya tidak mengandung racun.

Tanaman organik mempunyai rasa yang lebih manis dibandingkan tanaman nonorganik.

Produk tanaman organik lebih mahal, sehingga keuntungan petani lebih besar. Menghasilkan makanan yang cukup, aman dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat. Disamping itu, produk pertanian organik juga mempunyai kandungan vitamin C, Kalium, dan beta karoten yang lebih tinggi.

Membuat lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani, karena petani akan terhindar dari paparan (exposure) polusi yang diakibatkan oleh digunakannya bahan kimia sintetik dalam produksi pertanian.

Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani; karena: (1) Biaya pembelian pupuk organik lebih murah dari biaya pembelian pupuk kimia; (2) Harga jual hasil pertanian organik seringkali lebih mahal; (3) Petani dan peternak bisa mendapatkan tambahan pendapatan dari penjualan jerami dan kotoran ternaknya; (4) Bagi peternak, biaya pembelian pakan ternak dari hasil fermentasi bahan organik lebih murah dari pakan ternak konvensional; (5) Pengembangan pertanian organik berarti memacu daya saing produk agribisnis Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar internasional akan produk pertanian organik yang terus meningkat. Ini berarti akan mendatangkan devisa bagi pemerintah daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani.

Meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian. Karena pertanian organik: (1) Menghindari penggunaan bahan kimia sintetis dan (2) Memanfaatkan limbah kegiatan pertanian seperti kotoran ternak dan jerami sebagai pupuk kompos.

Meningkatkan dan menjaga produktivitas lahan pertanian dalam jangka panjang serta memelihara kelestarian alam dan lingkungan. Pemakaian kompos, misalnya, akan menciptakan lingkungan tanah, air dan udara yang sehat yang merupakan syarat utama bagi tumbuhnya komoditi pertanian yang sehat karena: (1) Memperbaiki struktur tanah sehingga sesuai untuk pertumbuhan perakaran tanaman yang sehat; (2) Menyediakan unsur hara, vitamin dan enzim yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh sehat; (3) Menyediakan tempat (inang) bagi berbagai hama dan penyakit tanaman sehingga tidak menyerang tanaman.

Meningkatkan dan menjaga produktivitas lahan pertanian dalam jangka panjang, serta memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan;

Menghasilkan makanan yang cukup, aman, dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat dan sekaligus daya saing produk agribisnis;

Anda mungkin juga menyukai