Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

Kasus
Bayi laki-laki usia 1 hari lahir BB 2900gr, PB 45cm, lahir cukup bulan, APGAR 8/9. Bayi tersebut mengalami cleft palatum. Bayi rewel, sulit minum. Ibu merasa cemas dan tidak mengerti tentang kondisi anaknya.

CLEFT PALATUM A. Pendahuluan


Celah bibir dan langit-langit adalah suatu kelainan bawaan berupa celah pada bibir, gusi dan langit-langit. Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang menganggu proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga menyebabkan kelainan ini akibat kekurangan nutrisi, obat-obatan, infeksi virus, radiasi, stress pada masa kehamilan, trauma dan faktor genetik.

B.

Defnisi
Celah bibir dan langit-langit (Cleft lip and palate) adalah suatu cacat atau kelainan bawaan

berupa celah bibir, gusi, dan langit-langit. Istilah CLP juga sesuai dengan ICD (International Code Diagnosis) Celah langit-langit adalah suatu saluran abnormal yang melewati langit-langit mulut dan menuju kesaluran udara di hidung. Celah bibir (Bibir sumbing) adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Celah dapat terjadi pada bibir, langit-langit mulut (palatum), ataupun pada keduanya. Celah pada bibir disebut labiochisis sedangkan celah pada langit-langit mulut disebut palatoschisis. Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

C. Insiden Angka Kejadian


CLP merupakan cacat pada wajah yang paling sering, ditemukan satu tiap 700 kelahiran hidup di seluruh dunia. Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Hardjo-Wasito dengan kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk. Di antara celah bibir dan langit-langit yang biasa diderita oleh pasien, diagnosis yang paling sering : Celah bibir dan langit-langit 46% Celah langit-langit 33% Celah bibir 21%.

Laki-laki lebih dominan dalam celah bibir dan langit-langit, sedangkan celah langit-langit terjadi lebih sering pada wanita. Pada populasi putih, bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit terjadi pada kira-kira 1 dalam 1.000 kelahiran hidup.

D. Klasifikasi Celah Bibir dan Langit-langit


Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu : Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar 1). Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang foramen insisivum (gambar 2). Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan bibir pada satu sisi (gambar 3). Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan bibir pada dua sisi (gambar 4).

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

Gambar 1. A. Celah pada langit-langit lunak saja. B. Celah pada langit-langit lunak dan keras. C. Celah yang meliputi langit-langit dan lunak keras juga alveolar pada satu sisi. D. Celah yang meliputi langit lunak dan keras juga alveolar dan bibir pada dua sisi. Klasifikasi dari American Cleft Association (1962) yaitu : Celah langit-langit primer Celah bibir : unilateral, median atau bilateral dengan derajat luas celah 1/3, 2/3 dan 3/3. Celah alveolar dengan segala variasinya.

Celah langit-langit sekunder Celah langit-langit lunak dengan variasinya. Celah langit-langit keras dengan variasinya.

Celah mandibula

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit menurut Kernahan dan Stark (1958) yaitu: Group I : Celah langit-langit primer. Dalam grup ini termasuk celah bibir, dan kombinasi celah bibir dengan celah pada tulang alveolar. Celah terdapat dimuka foramen insisivum. Group II : Celah yang terdapat dibelakang foramen insisivum. Celahlangit-langit lunak dan keras dengan variasinya. Celah langit-langit sekunder. Group III : Kombinasi celah langit-langit primer (group I) dengan langit-langit sekunder (group II).

Gambar 2. (A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir bilateral dengan celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

E.

Etiologi
Etiologi celah bibir adalah multifaktorial dan etiologi celah bibir belum dapat diketahui

secara pasti. Penyebab kelainan ini dipengaruhi berbagai faktor, disamping faktor genetik sebagai penyebab celah bibir, juga faktor non genetik yang justru lebih sering muncul dalam populasi, kontribusi komponen lingkungan dan kemungkinan terjadi satu individu dengan individu lain berbeda. Sejarah keluarga dengan celah bibir dan palatum dimana hubungan keluarga derajat pertama berpengaruh pada peningkatan resiko menjadi 1 dalam 25 kelahiran hidup. Faktor lingkungan terlibat dalam clefing (proses terbentuknya celah) termasuk epilepsy ibu hamil dan obat-obatan, sebagai contoh steroid, diazepam dan fenitoin, walaupun keuntungan suplemen asam folat antenatal adalah untuk mencegah celah bibir dan palatum tetap samar. Secara garis besar, faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya celah bibir dibagi dalam 2 kelompok, yaitu: 1) Faktor Herediter/Genetik 1. Mutasi Gen Ditemukan sejumlah sindroma/gejala yang diturunkan menurut hukum Mendel, baik secara otosomal dominan, resesif, maupun X-linked. Pada otosomal dominan, orangtua yang mempunyai kelainan ini menghasilkan anak dengan kelainan yang sama, sedangkan pada otosomal resesif kedua orangtua normal, tetapi sebagai pembawa gen abnormal. Pada kasus terkait X (X-linked), wanita dengan gen abnormal tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan sedangkan pada pria dengan gen abnormal menunjukkan kelainan ini (Albery, 1986). Gen-gen yang diketahui menjadi penyebab terjadinya isolated CLP diantaranya adalah IRF6 (sebagai gen yang berpengaruh dalam Van der Woude syndrome), P63, PVRL1, TGFA, TBX22, MSX1, FGFR1 dan SATB. Namun mutasi pada IRF6, MSX1, dan FGFR1 umumnya terkait dengan kelainan gigi dan CLP yang terjadi lebih dari satu kali dalam suatu silsilah keluarga, hal ini ada kemungkinan diturunkan. Gen-gen yang ditemukan mempunyai interaksi dengan paparan asap rokok dan menyebabkan timbulnya CLP adalah TGFA, MSX1, TGFB3, RARA, P450, GST, dan EPHX.
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

2. Kelainan Kromosom Celah bibir dan palatum terjadi sebagai suatu ekspresi bermacam-macam sindroma akibat penyimpangan dari kromosom, misalnya Trisomi 18 dan Trisomi 13 (Siggers, 1978). Beberapa studi melaporkan peningkatan resiko celah oral dengan peningkatan usia maternal (Shaw 1991). Bagaimanapun, studi yang lebih besar gagal mengidentifikasi kenaikan usia maternal sebagai faktor resiko untuk celah oral (Abramowicz 2003, Baird 1994, Viera 2002, Vallino-Napoli 2004). Sebaliknya, studi lainnya menemukan resiko lebih besar untuk terjadinya celah bibir diantara ibu-ibu lebih muda (DeRoo 2003, Reefhuis 2004). Ada perbedaan ras/etnik pada resiko untuk terjadinya celah oral. Diantara orangorang Asia sendiri, resiko untuk celah oral lebih tinggi diantara orang-orang Asia Timur (Jepang, Cina, Korea) dan Filipina dibandingkan orang-orang Kepulauan Pasifik (Yoon 1997). Populasi Indian Amerika di Amerika Utara telah ditemukan memiliki angka lebih tinggi dibandingkan populasi campuran lainnya (Vieira 2002). Faktor Genetik diyakini diperhitungkan pada beberapa kelainan, seringnya dalam kombinasi dengan satu atau lebih faktor-faktor lingkungan. Jenis kelamin janin mempengaruhi resiko celah oral. Pria lebih sering dibanding wanita untuk mendapat celah bibir dengan atau tanpa celah palatum, dimana wanita berada pada resiko lebih besar untuk celah palatum sendiri (Blanco-Davila 2003, Das 1995, Owens 1985, Shaw 1991). Sebuah studi mengindikasikan bahwa riwayat keluarga untuk kasus celah, urutan kelahiran, usia maternal saat kelahiran, maternal yang merokok pada trimester pertama dan konsumsi alkohol selama kehamilan tidak menjelaskan perbedaan jenis kelamin (Abramowicz 2003). Dalam sel palatum yang sedang berkembang terdapat reseptor tertentu yang bereaksi terhadap senyawa tertentu. Ahr (aryl-hydrocarbon receptor), misalnya, berperan sebagai reseptor dari senyawa aril hidrokarbon yang terdapat dalam asap rokok. Masuknya aril hidrokarbon ini jelas mempengaruhi perkembangan janin, walaupun ibu hamil hanya berperan sebagai perokok pasif. Selain teratogen, infeksi dan nutrisi juga berperan dalam perkembangan janin. Kekurangan
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

nutrisi asam folat misalnya, menjadi salah satu penyebab bayi lahir dengan cacat kongenital, seperti CLP. 2) Faktor Non Genetik Faktor non-genetik memegang peranan penting dalam keadaan krisis dari penyatuan bibir pada masa kehamilan. Beberapa hal yang berperan penyebab terjadinya : 1) Nutrisi Nutrisi yang kurang pada masa kehamilan merupakan satu hal penyabab terjadinya celah. Melalui percobaan yang dilakukan pada binatang dengan memberikan vitamin A secara berlebihan atau kurang. Yang hasilnya menimbulkan celah pada anak-anak tikus yang baru lahir. Begitu juga dengan defisiensi vitamin riboflavin pada tikus yang sedang dan hasilnya juga adanya celah dengan persentase yang tinggi, dan pemberiam kortison pada kelinci yang sedang hamil akan menimbulkan efek yang sama. Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit lebih tinggi pada masyarakat golongan ekonomi lemah. Penyebabnya diduga adalah kekurangan nutrisi (Sastrawinata, 1990) 2) Faktor usia ibu Menurut Siggers, dengan bertambahnya usia ibu waktu hamil, bertambah pula risiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kelainan trisomi. Peningkatan risiko ini diduga sebagai akibat bertambahnya umur sel telur yang dibuahi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak memproduksi gamet-gamet baru selama hidupnya. Oleh karena itu, jika seorang wanita berumur 35 tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun (Pai, 1987). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh tim dari Kanada mengatakan bahwa risiko mengandung anak dengan cacat bawaan tidak bertambah besar sesuai dengan bertambahnya usia ibu (Margretta, 1991). 3) Obat-obatan Pemberian obat pada wanita hamil menimbulkan persoalan bagi seorang dokter. Meskipun obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk mengobati penyakit ibu, tetapi
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

hampir selalu janin yang tumbuh akan menjadi penerima obat. Menurut Schardein (1985), penggunaan asetosal atau aspirin sebagai obat analgetik pada masa kehamilan trimeseter pertama dapat menyebabkan terjadinya celah bibir. Beberapa obat yang sebaiknya tidak dikonsumsi selama kehamilan adalah rifampisin, fenasetin, sulfonamid, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen, dan penisilamin. Beberapa obat antihistamin yang digunakan sebagai anti emetik selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya celah langit-langit . Obat-obat antineoplastik terbukti menyebabkan cacat ini pada binatang. Walaupun pada manusia belum terbukti, sebaiknya obat-obat ini tidak diberikan pada kehamilan. 4) Daya pembentukan embrio yang menurun Celah bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang mempunyai anak banyak. 5) Penyakit Infeksi Beberapa ahli menyatakan bahwa penyakit sifilis dan virus rubella dapat menyebabkan terjadinya celah bibir dan langit-langit, tetapi hanya sedikit kemungkinan dapat menyebabkan celah. 6) Stress Emosional Pada keadaan tersebut, korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebihan. Pada binatang percobaan, telah dibuktikan bahwa pemberian hidrokortison yang tinggi pada keadaan hamil menyebabkan celah bibir atau celah langit-langit.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

F.

Patoflow dan Keterangan Patofisiologisnya

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

Gambar 3
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

10

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

Gambar 4A: sketsa gambaran sagital dari kepala embrio pada akhir minggu ke-6 menunjukkan proses palatine media, atau palatum primer. B,D,E dan H: gambaran langit-langit mulut sejak usia ke-6 hingga 12 minggu yang menunjukkan perkembangan palatum. Garis terputus pada (D) dan (F) menunjukkan bagian yang menyatu pada proses palatina. Tanda panah menunjukkan proses pertumbuhan medial dan posterior dari palatina lateral. C,E dan G: gambar potongan frontal kepala menunjukkan proses penyatuan kedua palatina lateral dan septum nasal, dan sebagian besar nasal dan cavitas oral.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

11

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

PENJELASAN PATOFLOW Kelainan kongenital muncul dari gabungan antara faktor multigenetik dan faktor lingkungan. Isolated cleft disebabkan oleh multigen dan atau pengaruh faktor lingkungan. Walaupun gen memiliki peran penting, dalam embriogenesis wajah, faktor lingkungan berperan sama penting. Ada tiga kategori faktor lingkungan yang berpengaruh dalam pembentukan janin, yaitu teratogen, infeksi, dan nutrien serta metabolisme kolesterol. Ibu hamil yang merokok menjadi faktor penting penyebab CLP. Teratogen lainnya yang meningkatkan risiko CLP diantaranya adalah obat-obatan, seperti antikonvulsan phenytoin dan benzodiazepines, atau pestisida, seperti dioxin.2 Gen-gen yang diketahui menjadi penyebab terjadinya isolated CLP diantaranya adalah IRF6 (sebagai gen yang berpengaruh dalam Van der Woude syndrome), P63, PVRL1, TGFA, TBX22, MSX1, FGFR1 dan SATB. Namun mutasi pada IRF6, MSX1, dan FGFR1 umumnya terkait dengan kelainan gigi dan CLP yang terjadi lebih dari satu kali dalam suatu silsilah keluarga, hal ini ada kemungkinan diturunkan. Gen-gen yang ditemukan mempunyai interaksi dengan paparan asap rokok dan menyebabkan timbulnya CLP adalah TGFA, MSX1, TGFB3, RARA, P450, GST, dan EPHX. 2 Dalam sel palatum yang sedang berkembang terdapat reseptor tertentu yang bereaksi terhadap senyawa tertentu. Ahr (aryl-hydrocarbon receptor), misalnya, berperan sebagai reseptor dari senyawa aril hidrokarbon yang terdapat dalam asap rokok. Masuknya aril hidrokarbon ini jelas mempengaruhi perkembangan janin, walaupun ibu hamil hanya berperan sebagai perokok pasif. Selain teratogen, infeksi dan nutrisi juga berperan dalam perkembangan janin. Kekurangan nutrisi asam folat misalnya, menjadi salah satu penyebab bayi lahir dengan cacat kongenital, seperti CLP. 2 Selanjutnya, karena interaksi gen dengan lingkungan maka fenotip CLP muncul sebagai hasilnya. Apabila gen-gen tertentu telah membawa sifat CLP, namun tidak dipicu oleh faktor eksternal, ada kemungkinan fenotip CLP tidak muncul. Ada pula gen yang memang telah mengalami mutasi sejak awal, yaitu dari orang tuanya. Gen yang telah mengalami mutasi ini akan menurunkan sifat kepada keturunannya. Mutasi tertentu dapat diturunkan, dengan syarat terjadi pada sel gamet (ovum atau spermatozoa). Mutasi pada sel somatik tidak diturunkan. 2
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

12

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

Di dalam populasi prenatal, banyak fetus dengan CLP atau celah pada palatum sekunder yang memiliki abnormalitas pada kromosom atau cacat/kelainan lain yang tidak mendukung untuk bertahan hidup. Karena banyak dari fetus abnormal meninggal di dalam kandungan atau diakhiri, insiden CLP dan celah pada palatum sekunder pada populasi prenatal lebih tinggi dibanding populasi postnatal. 1 Embriologi Morfogenesis fasial dimulai dengan migrasi sel-sel neural crest ke dalam regio fasial, remodeling matriks ekstraseluler, proliferasi dan differensiasi sel-sel neural crest untuk membentuk jaringan otot dan pengikat, penggabungan antar komponen, dan pada bibir atas terjadi merger procesus maksilaris & nasalis medialis pada minggu VI kehamilan. Pembentukan palatum primer dari procesus nasalis medialis, dan pembentukan palatum sekunder dari procesus palatal sinistra & dekstra pada 8-12 minggu kehamilan.2 Embriogenesis dari palatum terbagi dalam dua fase yang terpisah : pembentukan palatum primer yang diikuti pembentukan palatum sekunder. Pertumbuhan palatum dimulai pada sekitar 35 hari usia kehamilan disertai timbulnya pembentukan wajah. Pada pembentukan palatum primer, penyatuan dari prosesus nasal medial (medial nasal process (MNP)) dan prosesus maksilaris (maxillary process (MxP)) diikuti penyatuan prosesus nasal lateral (lateral nasal process (LNP)) dengan MNP. Kegagalan dalam penyatuan atau gangguan dari proses penyatuan ini menyebabkan timbulnya celah (cleft) pada palatum primer. Asal usul dari palatum sekunder diawali dengan selesainya pembentukan palatum primer. Palatum sekunder timbul dari

lempengan yang tumbuh dari aspek medial MxP. Dua lempengan ini bertemu pada garis tengah dan proses penyatuan dimulai ketika lempengan tersebut bergerak ke arah superior. Gangguan pada penyatuan ini dapat menyebabkan celah pada palatum sekunder.
3

Struktur anterior dari foramen insisif, meliputi bibir dan bagian alveolus, yang merupakan palatum primer. Palatum sekunder membentuk posterior stuktur palatum hingga foramen insisif. Celah pada elemen palatum primer, dengan atau disertai celah pada palatum sekunder, dapat menyebabkan CLP. Hal tersebut merupakan akibat dari satu ataupun kedua prominens nasal medial untuk menyatu dan bergabung dengan prominens maksilari selama 4-6 minggu usia kehamilan; penyatuan palatum sekunder terjadi pada 8-12 minggu usia kehamilan.
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

13

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

Celah pada palatum sekunder sendiri memiliki etiologi yang berbeda dengan CLP dan terjadi hanya satu tiap 2.500 kelahiran hidup.
1

G. Gejala
Biasanya, sebuah celah atau takik di bibir atau palatum segera dapat diidentifikasi ketika lahir. Celah dapat muncul sebagai takik kecil pada bibir atau dapat meluas dari bibir melewati gusi atas dan palatum. Lebih jarang lagi, celah muncul hanya pada otot palatum molle (celah submukosa), yang terletak di belakang mulut dan ditutupi oleh garis mulut. Karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah seperti ini hanya dapat didiagnosa setelah beberapa saat lamanya.

H. Tes dan Diagnosa


Diagnosis Prenatal Deteksi prenatal dapat dilakukan dengan beragam teknik. Fetoskopi telah digunakan untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat invasif dan dapat menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Namun demikian, teknik ini mungkin tepat digunakan untuk konfirmasi pada beberapa cacat/kelainan pada kehamilan yang kemungkinan besar akan diakhiri. Teknik lain seperti ultrasonografi intrauterine, magnetic resonance imaging, deteksi kelainan enzim pada cairan amnion dan transvaginal ultrasonografi keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses CLP secara antenatal. Ultrasound transabdominal merupakan alat yang paling sering digunakan pada deteksi antenatal CLP, yang memberikan keamanan dalam prosedur, ketersediaannya, dan digunakan secara luas pada skrining anatomi antenatal. Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk menyiapkan diri terlebih dahulu terhadap suatu kenyataan bahwa bayi mereka akan memiliki suatu kelainan/cacat. Sehingga keluarga dapat mempersiapkan diri baik dalam pemberian nutrisi maupun kondisi psikologis. Selain itu dapat pula mempersiapkan diri untuk operasi pada minggu pertama kehidupan. Terdapat beberapa hal yang menarik perhatian dalam operasi fetus yang merupakan bentuk potensial dari pengobatan CLP. Meskipun persoalan teknik dan etika seputar konsep ini masih belum dapat dipecahkan. Pada operasi in utero manipulasi perlu dipertimbangkan, deteksi cacat/kelainan sedini mungkin diterapkan pada masa kehamilan.
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

14

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

Diagnosa Postnatal Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat kelahiran. Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang dari bibir hingga ke gusi atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah hanya terdapat pada otot palatum molle ( soft palate (submucous cleft), yang terletak pada bagian belakang mulut dan tertutupi oleh mouth's lining. Karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat didiagnosa hingga beberapa waktu.

Gambar 5. A. Incomplete cleft lip. B. Bilateral cleft lip. C. celah pada palatum, bibir dan rahang D. Isolated cleft palate. E. Oblique facial cleft. F. Midline cleft

I.

Penatalaksanaan
Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana,

melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli bedah plastik, ahli ortodonti, ahli THT untuk mencegah menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan anestesiologis. Speech therapist untuk fungsi bicara. 1. Terapi Non-bedah Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan cleft palate yaitu:
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

15

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

a. Intake makanan Intake makanan pada anak-nak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena ketidakmapuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak melewati bagian dari cavum oris. Pada bayi yang masih menyusu, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/dot khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup. Botol susu dibuatkan lubang yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapt dipasangkan obturator untuk menutup celah palatum agar dapat menghisap susu atau dengan sendok dengan posisi setengah duduk untuk mencegah susu melewati langit-langit yang terbelah atau memakai dot lubang kearah bawah ataupun dengan memakai dot yang memilki selang panjang untuk mencegah aspirasi.

b. Pemeliharaan jalan napas Permasalahan pernapasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah), fungsi muskulus genioglossus hilang dan lidah jatuh ke belakang sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat inspirasi. 2. Terapi Bedah Terapi pembedahan bisa dilakukan pada usia antara 12-18 bulang. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan matang pada proses penyembuhan luka hingga sebelim penderita mulai bicara. Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah palate, yaitu: a. Teknik Von Langenbeck
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

16

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan teknik operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang ada, dasar flap ini dibuat disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah palatum.

Gambar 6. Teknik Von Langenbeck

b. Teknik V-Y push back Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang diperbaiki.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

17

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

Gambar 7. A. Desain insisi. B. Flap mukoperiosteal Kepala penderita dalam posisi hiperekstensi dengan cara menyanggah bantal di punggung sehingga posisi palatum tampak datar. Kemudian dilakukan desinfeksi dan pemasangan rink. Dengan menggunakan tinta pewarna, digambarkan rencana insisi flap.

Gambar 8. A. pembebasan flap. B. arteri palatine mayor yang keluar daui foramen palatine. C. membebaskan mukosa.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

18

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

Gambar 9. A. penjahitan uvula dan mukosa nasal. B. penjahitan otot. c. Teknik Double Opposing Z-plasty Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan membuat suatu fungsi dari m.levator. Teknik ini merupakan cara penutupan palatum dengan satu tahap.

Gambar 10. Double opposing Z-plasty. d. Teknik Palatoplasty Two-flap Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

19

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

Gambar 11. Palatoplasty two flap e. Teknik Schweckendiek/ Velar closure Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek, dimana palatum molle ditutup (pada umur 6-8 bulan) dan palatum durum dibiarkan terbuka, di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si anak mendekati usia 18 bulan. 3. Speech Theraphy Speech terapi mulai dapat dilakukan setelah operasi palatoplasty, biasanya pada usia 2-4 tahun untuk melatih bicara yang benar dan meminimalkan timbulnya suara sengau setelah operasi karena suara sengau masih dapat terjadi. Suara sengau terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah sehingga ada mekanisme kompensasi
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

20

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia 4-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastik melakukan operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus. Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan minum dan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan makanan biasa. Jaga kebersihan oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan setelah makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama tiga hari. Pada orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa posisi tidur pasien harusnya dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan menyebabkan vasodilatasi dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari jebolnya daerah post operasi.

J.

Komplikasi Jika Tidak Dilakukan Pembedahan Pada CP


a. Masalah asupan makanan Masalah asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita celah bibir. Adanya celah bibir memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah refleks hisap dan refleks menelan pada bayi dengan celah bibir tidak sebaik normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Cara memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses menyusui bayi dan menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala dapat membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labiopalatochisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

21

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.

b. Masalah dental Anak yang lahir dengan celah bibir mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan kehilangan gigi, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk. c. Infeksi telinga Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius. d. Gangguan berbicara Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

22

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

K. Asuhan Keperawatan CP
Kasus: Bayi laki-laki usia 1 hari lahir dengan BB= 2900 gram, PB= 45 cm, lahir cukup bulan, APGAR 8/9. Bayi tersebut mengalami cleft palate. Bayi rewel, sulit minum. Ibu merasa cemas dan tidak mengerti tentang kondisi anaknya. Data Data objektif: 1. Bayi rewel 2. Bayi sulit minum 3. Bayi mengalami cleft palate 4. BB= 2900 gram 5. PB= 45 cm 6. Aterm 7. APGAR= 8/9 Data subjektif: Data objektif: 1. Bayi mengalami cleft palate Data subjektif: 1. Ibu tidak mengerti dengan kondisi anaknya Data objektif: 1. Bayi mengalami cleft palate Data subjektif: 1. Ibu merasa cemas Ansietas (00146) Perubahan dalam; status peran Defisiensi pengetahuan (00126) Keterbatasan kognitif Masalah Keperawatan Ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh (00002) Etiologi Defek fisik

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

23

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

No 1

Diagnosa Ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh b.d defek fisik

Tujuan dan KH Setelah mendapatkan asuhan keperawatan selama ...x24 jam bayi mampu mengkonsumsi nutrisi yang adekuat

Intervensi Mndiri: a. Beri diet sesuai usia b. Pantau BB bayi c. Bantu ibu dalam menyusui d. Posisikan dan stabilkan putting dengan baik di dalam rongga

Data objektif: 1. Bayi rewel 2. Bayi sulit minum 3. Bayi mengalami cleft palate 4. BB= 2900 gram 5. PB= 45 cm 6. Aterm 7. APGAR= 8/9 Data subjektif: i. KH: a. Bayi mengkonsumsi jumlah nutrisi yang adekuat (5-7 ml sekali minum) b. Bayi menunjukkan penambahan berat badan yang tepat

mulut e. Modifikasi teknik pemberian ASI untuk menyesuaikan dengan defek. f. Gendong bayi dalam posisi tegak (duduk) g. Gunakan alat makan khusus h. Cobalah untuk menyusui bayi dengan putting Posisikan putting di antara lidah bayi dan palatum yang ada j. Bila menggunakan alat tanpa putting (mis, dot Breck, spuit Asepto), letakkan formula di belakang lidah dan atur aliran sesuai penelanan bayi,. k. Sendawakan dengan sering

Defisiensi pengetahuan b.d keterbatasan pengetahuan

Setelah mendapatkan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ibu mampu menyatakan dan

a. Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar b. Berikan informasi tentang

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

24

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

Data objektif: 1. Bayi mengalami cleft palate Data subjektif: Ibu tidak mengerti dengan kondisi anaknya

merencenakan perubahan yang ada.

cara mempertahankan masukan nutrisi c. Identifikasi sumber

KH: a. Ibu mulai mencari informasi tentang pemberian nutrisi yang adekuat untuk bayinya b. Menyatakan pemahaman kebutuhan c. Membuat tujuan dan rencana tindak lanjut untuk pencapaian tujuan

informasi lain d. Identifikasi alternatif tindakan sesuai prosedur

Ansietas b.d perubahan dalam; status peran

Setelah mendapatkan asuhan keperawatan selama 1x24 jam bayi mampu mengkonsumsi

a. Berikan ibu pemahaman mengenai kondisi yang ada b. Tentukan sikap Ibu/keluarga kearah penerimaan dan harapan c. Kaji tingkat ansietas ibu

Data objektif: 1. Bayi mengalami cleft palate Data subjektif: Ibu merasa cemas

nutrisi yang adekuat

KH: a. Ibu tampak rileks b. Ibu mampu mengatasi masalah dan menggunakan sumber secara efektif

d. Berikan waktu untuk mendengarkan Ibu mengenai masalah dan dorong ekspresi perasaan e. Akui realita situasi dan perasaan ibu

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

25

KEPERAWATAN ANAK 2 KELAINAN KONGENITAL CLEFT PALATUM Pita-Adis-Ayi-Sulcha-Febty-Laras-Agung

DAFTAR PUSTAKA
1. Stroustrup S, Estrof JA, Barnewolt CE ,, Mulliken JB and Levine D. Prenatal Diagnosis of Cleft Lip and Cleft Palate Using MRI. 2004. 2. Agatha. Faktor Hereditas dan Kaitannya Dengan Aspek Biologi Molekuler Pada Kasus Cleft Lip and Palate (Labiognathopalatoschisis). 3. Sadler, T.W. Langmans Medical Embryology. 8th edition. Montana: Twin Bridges. 2000. p. 392-7.

4. Wong, Donna l. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. 5. Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien ed. 3.Jakarta: EGC 6. Herdman, T. Heather.2012.Diagnosis Keperawatan: definisi dan klasifikasi 20122014.Jakarta. EGC 7. http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Bayi/Gizi+dan+Kesehatan/berapa.banyak.asi.untuk. bayiku/001/001/2143/1 8. Muscari, Mary E.. 2005. Panduan Belajar : keperawatan pediatric. Jakarta : EGC 9. Cecily Lynn Betz. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC 10. Murray, Jeffrey C, and Schutte, Brian C. 2004. Cleft palate: players, pathways, and pursuits. http://www.jci.org/articles/view/22154 11. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2. 2000. EGC: Jakarta 12. http://www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/sek-2.htm 13. Young & Greg. Cleft lip and palate. http://www2.utmb.edu/otoref/Grnds/Cleft-lippalate-9801/Cleft-lip-palate-9801. 2 December 2011.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

26

Anda mungkin juga menyukai