1.1 Latar Belakang Pengawasan produk obat harus dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanannya. Salah satu jenis pengawasan mutu tersebut adalah analisis kadar senyawa aktif dalam proses pengendalian mutu obat. Penentuan kadar senyawa aktif memerlukan suatu metode analisis dengan ketelitian dan ketepatan yang cukup baik (Wulandari, 2007:1). Penentuan kadar senyawa aktif sebagai salah satu bentuk pengukuran analitik pada prinsipnya bertujuan untuk mencari nilai sebenarnya dari suatu parameter kuantitas kimiawi. Nilai sebenarnya adalah nilai yang
mengkarakterisasi suatu kuantitas secara benar dan didefinisikan pada kondisi tertentu yang eksis pada saat kuantitas tersebut diukur. Nilai sebenarnya dapat diperoleh dengan baik jika metode yang dipakai merupakan standar baku, serta menggunakan instrumen yang telah terkalibrasi dan keduanya telah memenuhi parameter-parameter validasi. Spektrofotometri ultraviolet merupakan salah satu metode yang lazim digunakan untuk penetapan kadar parasetamol dalam sediaan obat analgesik dan antipiretik yang mengandung parasetamol. Beberapa metode lainnya seperti titrimetri dan kromatografi cair yang tercantum dalam farmakope Indonesia (1995:649), dapat pula diaplikasikan dalam penetapan parasetamol dalam bentuk bahan baku serta dalam bentuk sediaan. Dalam bentuk kompleks/kombinasi dengan obat lainnya, parasetamol dapat ditentukan kadarnya dengan spektrofotometri, voltametri, spektrometriFTIR ( Fourier Transform Infrared ), HPLC (High Pressure Liquid Chromatography), dan elektroforesis (Sinan Suzen, et al, 1998:94). Sebagai suatu analisis kuantitatif, spektrofotometer Ultraviolet ini
dapat dijadikan sebagai metode alternatif dalam pengawasan mutu obat analgesik dan antipiretik dengan senyawa aktif parasetamol, dengan berbagai keuntungan yang dimilikinya seperti; cepat, mudah, murah, dan tanpa adanya
tahap pemisahan. Metode analisis penentuan kadar parasetamol dapat digunakan untuk analisis rutin jika telah tervalidasi. Analisis parasetamol ini dilakukan karena parasetamol merupakan obat analgesik-antipiretik yang banyak digunakan khususnya di fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, praktikan berkeinginan untuk melakukan analisis kadar parasetamol secara spektrofotometri UV-Vis.
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Instruksional Umum 1.2.1.1 Mahasiswa mampu melakkan penetapan kadar parasetamol dalam tablet dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis. 1.2.2 Tujuan Instruksinal Khusus 1.2.2.1 Membuat kurva hubungan konsentrasi parasetamol dan absorbansi pada panjang gelombang maksimum. 1.2.2.2 Membuat persamaan regresi linier 1.2.2.3 Menentukan kadar parasetamol dengan dalam kurva tablet dengan dan
spektrofotometri
UV-Vis
kalibrasi
2.1 Parasetamol Nama kimianya dikenal N-asetil-4-aminofenol dengan rumus molekul C8H9NO2. Parasetamol merupakan metabolit aktif fenasetin yang bertanggung jawab bagi efek analgesiknya. Ia menghambat prostaglandin yang lemah dan efek antiinflamasinya tidak bermakna. Asetaminofen di Indonesia dikenal dengan nama parasetamol dan diberikan secara per oral, parasetamol kurang mengiritasi lambung dan karena itu secara umum lebih disukai (Anonim, 2009). Parasetamol merupakan zat aktif pada obat yang banyak digunakan dan dimanfaatkan sebagai analgesik dan antipiretik. Selain itu, zat aktif ini biasa digunakan sebagai alternatif pengganti aspirin yang dapat diperoleh tanpa adanya resep dari dokter sekalipun (Anonim, 2009). Parasetamol yang juga dikenal sebagai asetaminofen telah digunakan secara klinis sejak tahun 1893. Parasetamol tergolong kedalam kelompok besar obat antiinflamasi nonsteroid ( Non Steroid Antiinflamatory
Drugs/NSAID) yang merupakan antipiretik efektif dengan dosis yang relatif rendah. Sedangkan kemampuan efisiensi analgesiknya sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan NSAIDs (Anonim, 2009). Asetaminofen (parasetamol) sebagai analgesik, digunakan luas pada penderita sakit gigi dan sakit kepala. Efek penggunaan parasetamol mulai dapat dirasakan setelah 30 menit konsumsi obat dan kerjanya berlangsung selama 3 jam. Asetaminofen dapat berkonjugasi dengan asam glukuronat atau sulfat dalam kelompok hidroksil fenolik, yang kemudian terjadi penghilangan konjugatnya di dalam lambung. Pada dosis kecil, sebagian konjugat dioksidasi menjadi N-asetil-benzoquinonimine . Konsumsi dosis yang tinggi (sekitar 10 g) dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Kerusakan pada hati dapat dihindari dengan pemberian N-asetilsitein yana diberikan secara intravena. Konsumsi asetaminofen yang rutin dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal (Lullman, et al, 2000: 198 dalam Anonim, 2009).
Dalam Farmakope Indonesia Edisi IV (1995:649-650), parasetamol memiliki beberapa sinonim yaitu paracetamolum, asetaminofen dan 4hidroksiasetanilida. Dengan rumus kimia C8H9NO2 dan berat molekul 151,16 , senyawa ini berwujud serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau dengan rasa sedikit pahit. Parasetamol bersifat mudah larut dalam etanol, air mendidih serta dalam natrium hidroksida 1 N (Anonim, 2009). 2.2 Struktur Parasetamol Parasetamol atau asetaminofen adalah turunan a-para-aminophenol memiliki khasiat sebagai analgesik, antipiretik, dan aktivitas antiradang yang lemah. Parasetamol merupakan analgesik non-opioid sering dicoba pertama untuk pengobatan gejala berbagai tipe sakit kepala termasuk migrain dan sakit kepala tipe tensi (Sweetman, 1982). Parasetamol (C8H9NO2) mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket Pemerian parasetamol berupa serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Kelarutan, larut dalam 70 bagian air, 7 bagian (85%), 13 bagian aseton P, 40 bagian gliserol dan 9 bagian propilenglikol P serta larut dalam alkali hidroksida (Dirjen POM, 1979 dalam
http://www.tarleton.edu/Faculty/alow/1084exp2.htm). 2.3 Spektrofotometer Ultraviolet Spektroskopi merupakan studi antaraksi radiasi elekromagnetik dengan materi. Radiasi elektromagnetik adalah suatu bentuk dari energi yang diteruskan melalui ruang dengan kecepatan yang luar biasa. Dikenal berbagai bentuk radiasi elektromagnetik dan yang mudah dilihat adalah cahaya atau sinar tampak. Daerah sinar tampak mulai dari warna merah pada panjang gelombang 780 nm sampai warna ungu pada panjang gelombang 380 nm (kisaran frekuensi 12800 26300 cm-1). Sedangkan daerah ultraviolet berkisar dari 380 nm sampai 180 nm (kisaran frekuensi 2630 55500 cm-1). Energi pada daerah ultraviolet dan sinar tampak berkisar dari 140 sampai 660 kj/mol (Mudzakir dan Soja Fatimah, 2008: 62-65 dalam Gusnil, 2010). Teknik spektroskopi pada daerah ultraviolet dan sinar tampak biasa disebut spektroskopi UV-Vis atau spektrofotometer UV-Vis. Dari spekrum absorbsi dapat diketahui panjang gelombang dengan absorbansi maksimum
dari suatu unsur atau senyawa. Konsentrasi suatu unsur atau senyawa juga dengan mudah dapat dihitung dari kurva standar yang diukur pada panjang gelombang dengan absorbansi maksimum yang telah ditentukan (Gusnil, 2010). Radiasi yang berasal dari ultraviolet-visibel diabsorbsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron- terkonjugasi dan atau atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron dari orbit terluarnyadari tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi yang lebih tinggi. Besarnya absorbansi radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorbsi dan dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, dkk, 2004:87). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometer ultraviolet, diantaranya (Teknologi Kimia, 2011) : a. Pemilihan panjang gelombang maksimum Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk
memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. b. Pembuatan kurva kalibrasi Kurva kalibrasi dibuat seri dari larutan baku zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai absorbansi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lamber-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus. c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal.
3.1 Alat dan Bahan A. Alat 1. Spektrofotometri UV-Vis 2. Kuvet 3. Labu takar 10 mL, 25 mL, dan 100 ml 4. Pipet volume 1 mL, 2 mL, 5 mL, dan 10 mL 5. Gelas beaker 6. Botol vial 7. Pipet tetes 8. Corong gelas 9. Sendok tanduk 10. Batang pengaduk 11. Sudip 12. Timbangan 13. Mortar dan stemper 14. Tissue 15. Lap 16. Kertas perkamen 17. Kertas saring
3.2 Langkah Kerja 1. Cara Pembuatan Larutan a. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N 2 gr NaOH padat Dilarutkan dengan sedikit air bebas CO2 Labu takar 500 mL Ditepatkan dengan air bebas CO2 sampai batas Larutan NaOH 0,1 N
Labu ukur 100 mL Ditambahkan NaOH 1 N hingga batas Larutan Stok Baku Paracetamol 0,01 mg/mL
*karena tidak bisa dilakukan penimbangan paracetamol sebanyak 1 mg maka dilakukan pengenceran dari larutan kadar 1 mg/mL (1000 g/mL) menjadi 0,01 mg/mL (10 g/mL)
Pengenceran dari Larutan Kadar 1 mg/mL (1000l) menjadi 0,01 mg/mL (10g/mL) Dipipet 1 mL larutan baku paracetamo1 mg/mL (1000 g/mL) Ditambahkan NaOH samapi 100 mL Larutan baku paracetamol 0,01 mg/mL (10 g/mL)
c. Pengukuran Panjang Gelombang maksimum paracetamol Untuk menentukan panjang gelombang maksimum paracetamol dilakukan perhitungan konsentrasi larutan pada absorbansi 0,434 dimana pada absorbansi tersebut terjadi kesalahan terkecil. Perhitungan dilakukan dengan rumus : A= .b.c A = 0,434 = 715 b=1 Sehingga, diperoleh konsentrasi sebesar 6,07 g/mL Untuk memperoleh konsentrasi tersebut maka dipipet dari larutan baku
0,01 mg/mL (10 g/mL), melalui rumus : V1N1=V2N2 Sehingga, yang harus dipipet dari larutan baku 0,01 mg/mL (10 g/mL) adalah 6,07 mL
d. Pembuatan Larutan Standar Untuk Uji Linieritas Dibuat beberapa larutan standar yang memberikan nilai absorbansi dalam rentang 0,2-0,8 . Melalui perhitungan diperoleh konsentrasi pada absorbansi minimum dan maksimum yaitu : Absorbansi minimum A= . b . c 0,2 = 715 . 1. C C = 2,8 g/mL= 0,0028 mg/mL Absorbansi maksimum A= . b . c 0,8 = 715 . 1. C C = 11 g/mL= 0,0011 mg/mL
Kemudian, dibuat beberapa larutan standar : larutan baku paracetamo1 0,01 mg/mL (10g/mL)
Diencerkan dengan 10 mL NaOH
0,0028
0,004
0,005
0,006 mg/mL
0,007 mg/mL
0,008 mg/mL
0,009 mg/mL
0,01 mg/mL
Tabel Volume yang harus dipipet dari larutan baku paracetamo1 0,01 mg/mL (10 g/mL) Larutan Standar (g/mL) 0,0028 0,004 0,005 0,006 0,007 0,008 0,009 0,01 Volume yang dipipet (mL) 2,8 4 5 6 7 8 9 10
10
Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum Dibuat kurva kalibrasi (konsentrasi vs absorbansi)
Dimasukkan ke dalam labu ukur 200 mL dan ditambahkan 100 mL NaOH 0,1 N Dihomogenkan selama 10 menit Ditambahkan NaOH 0,1 N sampai batas tanda Larutan disaring
11
g. Menetapkan Kadar Paracetamol dalam Tablet Hasil ekstraksi paracetamol dimasukkan ke dalam kuvet
12
4.1 Hasil Pengamatan Tabel 1 : Pengukuran Absorbansi Larutan Parasetamol untuk Penentuan Panjang Gelombang Maksimum pada Panjang Gelombang 220230 nm Panjang Gelombang 220 223 226 229 232 235 238 241 244 247 250 253 256 259 262 265 268 271 274 277 280 283 286 289 292 295 298 Absorbansi
13
14
15