Anda di halaman 1dari 3

Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagaikatalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis

bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Molekul awal yang disebut substratakan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter (Gaman dan Sherrington, 2002).

Menurut Hawab (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim: a. Konsentrasi enzim. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. b. Konsentrasi substrat. Dengan konsentrasi enzim yang tetap, perubahan substrat akan menambah kecepatan reaksi. c. Suhu. Kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi, sehingga bagian aktifnya terganggu, akibatnya konsentrasi spesifik enzim berkurang dan kecepatan reaksinya turun. d. Penagruh pH. Struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya, enzim dapat terbentuk ion (+) atau (-) atau bermuatan ganda (switter ion). pH dapat menyebabkan proses denaturasi yang dapat mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim. e. Pengaruh inhibitor. Dapat berupa hambatan inversibel yang disebabkan oleh terjadinya estruksi atau modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih, yang terdapat pada molekul enzim. Hambatan reversibel dapat berupa hambatan bersaing dan tak bersaing.
Enzim Diatase menurut Suseno (2007) adalah salah satu kelompok enzim hidrolase yang mengkatalisis pemecahan pati menjadi maltose dengan bantuan air. Diatase pertama ditemukan oleh Anselme Payen dan Jean-Francois Persoz seorang ahli kimia dari Perancis. Nama diastase berasal dari bahasa Yunani diastasic (diastasis) yang berarti memisah. Enzim diastase memiliki suhu optimum sebesar 400 C dan pH optimum 6. Menurut Hendrawan (2005) Enzim diastase sangat sensitif terhadap kenaikan suhu. Semakin tinggi suhu, maka semakin rendah aktivitas enzim diastase. Pemanasan zat pada suhu tertentu yang konstan selama jangka waktu tertentu dapat mengembalikan nilai diastase yang telah turun. Artinya nilai diastase dapat meningkat kembali dengan meningkatnya waktu pemanasan, kecuali dipanaskan pada suhu 100oC dimana aktifitas diastase sama sekali tidak dapat kembali. Setiap enzim memiliki pH optimum , yaitu pH pada saat gugus penerima atau pemberi proton pada sisi katalitik enzim berada pada tingkat ionisasi yang diinginkan. Pada percobaan ini dilakukan dengan cara mencampur larutan buffer pH 4, pH 6 dan pH 8 dengan 1 ml amilum 1% ke dalam 3 tabung reaksi kemudian ditambah 1 ml diastase dan diinkubasi pada suhu 40 0 C selama 12 menit dan setiap 4 menit diamati dengan meneteskan larutan Iod 0,01N. pada laruatan buffer pH 4, 6 dan 8 terlihat bahwa semakin lama waktu inkubasi, warna larutan akan semakin terang. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim diastase meningkat. Namun dari hasil pengamtan, diantara pH 4, 6, dan 8 Perubahan warna yang paling terang terjadi pada pH 6. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa besar pH yang paling baik untuk enzim diastase adalah 6. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Suseno (2007) bahwa pH optimum enzim diastase adalah 6.

Faktor yang mempengaruhi kerja enzim selain pH adalah suhu. percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim diastase. lama pemanasan mempunyai pengaruh terhadap aktivitas dan intensitas warna enzim. Semakin lama waktu pemanasan, maka intensitas warnanya akan semakin gelap karena aktivitas enzim akan semakin turun dan enzim akan memecah sehingga aktivitas enzim akan berhenti yang ditandai dengan warna larutan yang semakin gelap. Percobaan dilakukan dengan menggunakan 1 ml amilum 1 % dan 1 ml diastase yang diinkubasi pada suhu 400C dengan waktu 30 menit, 1000C dengan waku 10 menit,dan pada suhu kamar dengan waktu 30 menit kemudian setelah diinkubasikan masing-masing ditambah 1ml iodine 0,01 N. Hasil dari percobaan adalah adanya perubahan warna. Pada suhu 40 0C warnanya berubah menjadi ungu kehitaman. pada suhu 1000C warnanya juga berubah menjadi ungu kehitaman namun lebih pekat dibandingkan pada suhu 400C. Sedangkan pada suhu kamar warna berubah mjd ungu. Dapat dilihat dari percobaan bahwa warna ungu dengan tingkat kepekatan yang berbeda-beda menunjukkan bahwa adanya aktivitas enzim dengan tingkat kecepatan yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Pada percobaan uji pengaruh suhu terhadap aktivitas diastase didapatkan bahwa suhu optimum berada pada suhu kamar. Hal ini dapat dilihat dari warna ungu yang paling terang, ini berarti tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan Suseno (2007) bahwa suhu optimum enzim diastase adalah 400C. Sedangkan pada suhu 1000 C enzim mengalami denaturasi, dengan warna yang terbentuk adalah warna ungu kehitaman yang sangat pekat. Hal ini menunjukkan bahwa enzim telah rusak / pecah dimana enzim juga mengalami perubahan struktur molekulnya sehingga aktivitasnya terhambat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin besar suhu maka aktivitas enzim diastase akan mengalami penurunan. Percobaan terakhir ditujukan untuk mengetahui pengaruh enzim terhadap perkembangan fisiologis tanaman. percobaan ini didapatkan dari 1 ml ekstrak kacang hijau dan 1ml ekstrak taoge yang masing-masing ditambah 3ml amilum 1% dan 1 ml lautan buffer pH 6 kemudian diinkubasi pada suhu 400 C. pada menit ke-0 dan ke-20 ditetesi larutan Iod 0,01 N serta diamati perubahan warna yang terjadi pada ekstrak kacang hijau maupun ekstrak taoge. Pada percobaan ini digunakan ekstrak kacang hijau dan tauge karena pada masa perkecambahan (tauge) terjadi hidrolisis karbohidrat, protein, dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga mudah dicerna. Karbohidrat sebagai bahan persediaan makanan dirombak oleh enzim diastase dari pati menjadi maltosa dan akhirnya maltosa diubah menjadi glukosa dan fruktosa. Selama perkecambahan, kandungan glukosa dan fruktosa meningkat 10 kali lipat. Jadi kandungan patinya lebih banyak dibandingkan media yang lain, itulah mengapa digunakan ekstrak kacang hijau dan tauge. dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa semakin lama waktu inkubasi maka warna yg dihasilkan akan semakin terang, menunjukkan bahwa aktivitas enzim meningkat. Namun warna yang dihasilkan dari ekstrak tauge lebih terang daipada warna yang dihasilkan dai ekstrak kacang hijau. Hal ini dikarenakan kandungan amilum pada kacang hijau lebih besar dibanding tauge. Hasil pengamatan ini Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Anthony (2010) bahwa aktivitas enzim pada taoge lebih besar daripada media lain termasuk ekstrak kacang hijau. Hal tersebut dikarenakan amilum pada taoge sudah terhiodrolisis untuk keperluan pertumbuhan kecambah. Taoge telah terdapat kecambah untuk pertumbuhan sehingga enzim amilase pada taoge sudah aktif, sedangkan pada ekstrak biji kacang hijau belum terdapat kecambah karena masih dalam bentuk biji yang masih berada pada masa dorman atau masa istirahat sehingga enzim diastase belum aktif.

dapus

Anthony.2010.Keunggulan Pangan Putih . keluargasehat.wordpress.com Diakses pada Minggu 14 April 20103 pukul 10.35 WIB

Gaman, P. M. and K. B Sherington. 2002. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh Ir. Murdijati Gardjito, dkk. Yogyakarta: UGM Press. Hawab, et al. 2001. Penuntun Praktikum Biokimia Lanjutan. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB Bogor.
Hendrawan,Ronny. 2005. Analisa Aktivitas Enzim Diastase Pada Madu yang Dipasarkan di Kota Malang. student-research.umm.ac.id Diakses pada minggu 14 April 2013 pukul 10.50 WIB. Suseno. 2007. Enzim Diastase, Aktivitas Enzim Diastase dan Kadar Sukrosa. Program Studi Analis Kimia. Universitas Setia Budi. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/52095158_0216163X.pdf diakses pada senin 15 April 2013 pukul 16.55 WIB

Anda mungkin juga menyukai