Anda di halaman 1dari 8

Leukimia ialah kegnasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi (maturation arrest) pada berbagai

tingkatan sel induk hemopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok (clone) sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik. Leukimia dapat diklasifikasikan menurut berbagai cara: 1. Garis turunan sel (cell line) yang mengalami transformasi ganas. 2. Onset penyakit : akut atau kronik. Dengan demikian didapatkan klasifikasi, seperti yang terlihat pada tabel dibawah. Klasifikasi yang lain adalah klasifikasi MIC (morphology, immunophenotyping, cytogenetics). Klasifikasi ini memerlukan pemeriksaan morfologi konvensiaonal, tetapi juga memerlukan pemeriksaan imunofenotipe dan pemeriksaan sitogenetik yang memerlukan pemeriksaan yang lebih canggih.

Epidemiologi Leukimia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi hanya meerupakan sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan. Beberapa data epidemiologi yang terkumpul menunjukkan hal-hal berikut: 1. Insiden Insiden leukemia di Negara Barat adalah 13/100.000 penduduk/ tahun. Leukimia merupakan 2,8 % dari seluruh kasus kanker. Belum ada angka pasti mengenai insiden leukemia di Indonesia. 2. Frekuensi relatif Frekuensi relatif leukemia di Negara Barat menurut Gunz:

Leukimia akut: 60 % CLL : 25 % CML : 15 % Di Indonesia frekuensi CLL sangat rendah, CML merupakan leukemia kronik yang paling sering dijumpai. 3. Umur Mengenai insiden menurut umur didapatkan data-data sebagai berikut: ALL: terbanyak pada anak-anak dan dewasa muda AML: pada semua umur, lebih sering pada orang dewasa CML: pada semua umur, tersering umur 40-60 tahun CLL: terbanyak pada orang tua 4. Jenis Kelamin Leukimia lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita dengan perbandingan: 1,2-2:1. Leukimia myeloid kronik (LMK) atau chronic myeloid leukemia (CML) merupakan leukemia kronik, dengan gejala yabg timbul perlahan-lahan dan sel leukemia berasal dari transformasi sel induk myeloid. CML termasuk kelainan klonal (clonal disorder) dari pluripotent stem dan tergolong sebagai salah satu kelainan mieloproliperatif (myeloproliperative disorder). Nama lain untuk leukemia myeloid kronik, adalah 1. Chronic myelogenous leukemia (CML) 2. Chronic myelocytic leukemia (CML) LMK terdiri atas enam jenis leukemia, yaitu:

a. Leukemia myeloid kronik, Ph positif (CML, Ph+) (chronic granulocytic leukemia, CGL) b. Leukemia myeloid kronik, Ph negative (CML, Ph-) c. Juvenile chronic myeloid leukemia d. Chronic neutrophilic leukemia e. Eosinophilic leukemia f. Chronic myelomonocytic leukemia (CMML) Tetapi sebagian besar (> 95 %) CML tergolong sebagai CML, Ph+. Epidemiologi 1. CML merupakan 15-20 % dari leukemia dan merupakan leukemia kronik yang paling sering dijumpai di Indonesia, sedangkan di Negara Barat leukemia kronik lebih banyak dijumpai dalam bentuk CLL. 2. Insiden CML di Negara Barat : 1-1,4/100.000/tahun. 3. Umumnya CML mengenai usia pertengahan dengan puncak pada umur 40-50 tahun. Pada anak anak dapat dijumpai bentuk juvenile CML.

Patogenesis Pada CML dijumpai Philadelphia chromosom (Ph I chr) suatu reciprocal translocation 9,22 (t 9;22). Pada (9;22) terjadi translokasi sebagian materi genetic pada lengan panjang kromosom

22 ke lengan panjang kromosom 9 yang bersifat resiprokal. Sebagai akibatnya sebagian besar onkogen ABL pada lengan panjang kromosom 9 mengalami juxtaposisi (bergabung) dengan onkogen BCR pada lengan panjang kromosom 22. Akibatnya terjadi gabungan onkogen baru (chimeric oncogen) yaitu bcr-abl oncogen. Gen baru akan menstrankropsikan chimeric RNA

sehingga terbentuk chimeric protein (protein 210 kd). Timbulnya protein baru ini akan mempengaruhi transduksi sinyal terutama melalui tyrosine kinase ke inti sel sehingga terjadi kelebihan dorongan proliferasi pada seri myeloid. Fase Perjalanan Penyakit Perjalanan penyakit CML dibagi menjadi 2 fase, yaitu: 1. Fase kronik: Fase ini berjalan selama 2-5 tahun dan responsive terhadap kemoterapi. 2. Fase akselerasi atau transformasi akut: a. Pada fase ini perangai klinik CML berubah mirip leukemia akut. b. Proporsi sel muda meningkat dan akhirnya masuk ke dalam blas crisis atau krisis blastik. c. Sekitar 2/3 menunjukkan sel blast seri myeloid, sedangkan 1/3 menunjukkan seri limfoid. Gejala Klinik Gejala klinik CML tergantung pada fase yang kita jumpai pada penyakit tersebut, yaitu: A. Fase kronik terdiri atas: B. 1. Gejala hiperkatabolik: berat badan menurun, lemah, anoreksia, berkeringat malam. 2. splenomegali hampir selalu ada, sering massif 3. hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan 4. gejala gout, gangguan penglihatan, dan priapismus 5. Anemian pada fase awal sering hanya ringan 6. kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan pada saat check up atau pemeriksaan untuk penyakit lain. B. Fase transformasi akut terdiri atas:

1. Perubahan terjadi pelan-pelan dengan prodromal selama 6 bulan, disebut sebagai fase akselerasi. Timbul kelainan baru: demam, lelah, nyeri tulang (sternum) yang semakin progresif. Respon terhadap kemoterapi menurun, leukosistosis meningkat dan trombosit menurun dan akhirnya menjadi gambaran leukemia akut. 2. Pada sditar sepertiga penderita, perubahan terjadi secara mendadak, tanpa didahului masa prodromal keadaan ini disebut krisis blastik (blast crisis). Tanpa pengobatan aekuat penderita sering meninggal dalam 1-2 bulan. Kelainan laboratorik Pada kasus CML dapat dijumpai kelainan laboratorik berikut: 1. Darah Tepi a. Leukositosis berat 20.000-50.000 pada permulaan kemudian biasanya lebih dari 100.000/mm3 b. Apusan darah tepi: menunjukkan spectrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit, promielosit, dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast kurang dari 5 %. c. Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut, bersifat normokromik normositer. d. Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih sering meningkat. e. Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phospatase (NAP) score) selalu rendah. 2. Sumsum tulang

Hiperselular dengan system granulosit dominan. Gambarannya mirip dengan apusan darah tepi. Menunjukkan spektrum lengkap seri mieloid, dengan komponen paling

banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30 %. Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat. 3. Sitogenetik: dijumpai adanya Philadelpia (Ph1) chromosome pada 95 % kasus. 4. Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat. 5. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric protein bcr-abl pada 99 % kasus. 6. Vitamin B12 serum dan B-12 binding capacity meningkat. 7. Kadar asam urat serum meningkat.

Tanda-Tanda Transformasi Akut Perubahan CML dari fas kronik ke fase transformasi akut ditandai oleh: 1. Timbulnya demam dan anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. 2. Respons penurunan leukosit terhadap kemoterpi yang semula baik menjadi tidak adekuat. 3. Splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil. 4. Blast dalam sumsum tulang > 10 %. Diagnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO adalah: 1. Blast 10-19 % dari WBC pada darah tepi dan/atau dari sel sumsum tulang berinti. 2. Basofil darah tepi > 20 %.

3. Trombositopenia persisten (<100x109/L) yang tidak dihubungkan dengan terapi, atau trombositosis (>1000x109/L) yang tidak responsif pada terapi. 4. Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsive pada terapi. 5. Bukti sitogenetik adanya evolusi klonal. Di pihak lain diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut WHO adalah: 1. Blast >20 % dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang berinti. 2. Proliferasi blast ekstrameduler. 3. Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsy sumsum tulang. Terapi Terapi CML tergantung pada fase penyakit, yaitu: 1. Fase Kronik: Obat pilihan: a. Busulphan (Myleran), dosis: 0,1-0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat dihentikan jika leukosit 20.000/mm3 . Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut. b. Hydroxiurea, memerlukan pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal. Dosis mulai dititrasi dari 500 mg sampai 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit dan bahaya. Keganasan sekunder hampir tidak ada.

c. interferon biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi hematologic pada 80 % kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5-10 % kasus. 2. Terapib fase akselerasi: sama dengan terapi leukimi akut, tetapi respons sangat rendah. 3. Transplantasi sumsum tulang : memberikan harapan penyembuhan jangka panjang terutama untuk penderita yang berumur kurang dari 40 tahun. Sekarang yang umum diberikan adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation. Modus terapi ini merupakan satu-satunya dapat memberikan kesembuhan total. 4. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler (targeted nding site of abl oncogen sehingga dapat menekan aktivitas tyrosine kinase sehingga menekan proliferasi seri mieloid. Pada trial fase II dan III terbukti imanitib lebih superior dibandingkan dengan interferon, di mana remisi hematologic tercapai pada 90 % kasus dan remisi sitogenetik pada 30 % - 50 % kasus.

Anda mungkin juga menyukai