Anda di halaman 1dari 27

REFERAT EPILEPSI

Pembimbing : dr. TUMPAL SIAGIAN , SpS

Disusun oleh : ROBERTUS ARIS MAHARYADY 0861050046

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF PERIODE 3 Februari 3 Maret 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA 2013

I. PENDAHULUAN Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan. Data WHO menunjukan epilepsi menyerang 1% penduduk dunia, nilai yang sama dengan kanker payudara pada perempuan dan kanker prostat pada pria. Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa batasan ras dan sosial ekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang yang mencapai 114(70-190) per 100.000 penduduk pertahun. Angka yang tinggi dibandingkan dengan negara yang sudah berkembang di mana angka kejadian epilepsi berkisar antara 24-53 per 100.000 penduduk pertahun. Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah penyandang epilepsi baru 250.000 pertahun. Angka prevalensi penyandang epilepsi aktif berkisar antara 4-10 per 1000 penyandang epilepsi. Dari banyak studi diperkirakan prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi 8,2 per 1000 penduduk. Berkaitan dengan umur, grafik prevalensi epilepsi menunjukan pola bimodal. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia lanjut. Umumnya penyakit ini dapat diobati; data penelitian menemukan 55-68% kasus berhasil menunjukan remisi dalam jangka waktu yang cukup panjang. Di kalangan masyarakat awam, terutama di negara berkembang masih terdapat pandangan yang keliru (stigma) terhadap epilepsi, antara lain dianggap sebagai penyakit akibat kutukan, guna-guna, kerasukan, gangguan jiwa / mental, dan dianggap penyakit yang dapat ditularkan melalui air liur. Hal ini berpengaruh negatif terhadap upaya pelayanan penyandang epilepsi. Selain hal tersebut di atas, pelayanan penyandang epilepsi masih menghadapi banyak kendala. Beberapa kendala yang telah teridentifikasi antara lain keterbatasan dalam hal tenaga medik, sarana pelayanan, dana dan kemampuan masyarakat. Berbagai keterbatasan tadi dapat menurunkan optimalisasi penanggulangan epilepsi. Epilepsi berpotensi untuk menimbulkan masalah sosio-ekonomi dan medikolegal yang secara keseluruhan dapat menurunkan atau mengganggu kualitas hidup penyandang epilepsi. Masalah tersebut meliputi kesempatan untuk memperoleh hak pekerjaan, pendidikan, perkawinan dan memperoleh tanggungan asuransi. 2

Di samping hal-hal tersebut di atas, epilepsi menawarkan masalah bagi para dokter, baik dokter spesialias saraf, dokter umum, maupun dokter spesialis di luar disiplin neurologi. Apabila tawaran tadi tidak ditanggapi sebagaimana mestinya oleh para praktisi medik maka epilepsi akan berlalu begitu saja, dengan arti bahwa epilepsi merupakan gangguan neurologik yang tidak menarik perhatian dan dengan demikian penatalaksanaannya tidak memerlukan landasan yang kokoh dalam bentuk pedoman penatalaksanaan. Sebaliknya, apabila para praktisi medik terutama para dokter spesialis saraf- tertarik dengan tawaran tadi maka epilepsi akan dipandang sebagai suatu gangguan neurologik yang serius dan memerlukan pendekatan tatalaksana yang sistematik dan komprehensif. Salah satu upaya pendekatan tadi adalah membangun kesepakatan dalam hal penatalaksanaan epilepsi secara mendasar yang secara operasional disebut sebagai pedoman tatalaksana epilepsi Upaya lainnya dapat berbentuk penelitian dan continuing professional development (CPD) sebagai pengejawantahan proses belajar sepanjang hayat (life long learning). II. DEFINISI Epilepsi adalah manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, namun dengan gejala tunggal yang khas yaitu serangan berkala yang disebabkan lepas- muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dan paroksismal. Definisi tersebut menunjukkan bahwa dasar serangan epilepsi ialah kelainan pada lepas-muatan (eksitasi; excitation) listrik sejumlah besar neuron otak. Gangguan lepas-muatan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yang mempengaruhi metabolisme neuron-neuron otak. Gambaran klinis suatu serangan epilepsi bergantung pada fungsi daerah otak yang mencetuskan lepas muatan listrik abnormal serta jalur-jalur yang dilampaui oleh lepas muatan tersebut, sehingga serangan epilepsi dapat menjelma menjadi serangan beraneka ragam dan kompleks. III. ETIOLOGI Ditinjau dari penyebabnya, epilepsi dibagi menjadi 2 golongan yakni (1) epilepsi primer atau epilepsi idiopatik, (2) epilepsi sekunder, yaitu yang diketahui penyebabnya. Pada epilepsi primer tidak terdapat kelainan organik pada jaringan otak; kelainan diduga terdapat pada keseimbangan zat kimiawi neuron-neuron otak 3

yang kemudian mencetuskan lepas-muatan listrik yang berlebihan sehingga menimbulkan gejala. Pada epilepsi sekunder, terdapat kelainan organik pada jaringan otak. Dengan pemeriksaan otak misalnya CT scan atau otopsi dapat dilihat kelainan struktural. Kelainan ini dapat merupakan bawaan lahir (kongenital) atau didapat. Penyebab spesifik dari epilepsi yang telah diketahui antara lain : 1. Kelainan genetik, misalnya tuberous sclerosis, sindrom cincin kromosom 20, neurofibromatosis ensefalotrigominal, fenilketonuria, dan hipoparatiroidisme. 2. Komplikasi selama kehamilan atau kelahiran. 3. Stroke. 4. Trauma kranioserebral. 5. Komplikasi operasi bedah saraf. 6. Ensefalitis bakterial atau viral. 7. Infeksi parasit. 8. Alkohol dan obat-obatan yang diketahui dapat mencetuskan kejang. Selain itu diketahui juga adanya faktor presipitasi, yaitu faktor yang mempermudah terjadinya serangan, antara lain : 1. Faktor sensoris: cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas. 2. Faktor sistemis: demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu golongan fenotiazin, klorpropamid, hipoglikemia, kelelahan fisik. 3. Faktor mental: stress, gangguan emosi.

Tabel 3.1 Obat-obat yang diketahui dapat mencetuskan kejang


Antim ikroba / antivira l Be ta -la cta m da n turuna nnya Kuinolon Asiklovir Isonia zid Ga nciclovir Ane ste tikum da na na lge tikum Mepe ridine Tram a dol Aneste tik lokal Class 1B a ge nts Im unom odula tor Cyclosporine OKT3 (a ntibodi m onoklona l te rhada p se l T) Ta crolim us (FK-506) Interfe ron
*)

Psikotropika Antide pre sa n Antipsikotik Lithium Za t kontra s ra diogra fi Te ofilin Putus oba t hipnotik-se da tif Alkohol Barbitura t Benzodia ze pin Sa lah guna oba t Am fe ta m in Koka in Phe ncyclidine Me thylphe nida te *) Flum a ze nil

Pada pasien tergantung benzodiazepin

IV. KLASIFIKASI Tahun 1981 International League Against Epilepsy (ILAE) membuat suatu klasifikasi internasional mengenai kejang dan epilepsi yang membagi kejang menjadi 2 golongan utama : serangan parsial ( partial onset seizures) dan serangan umum (generalized-onset seizures). Serangan parsial dimulai pada satu area fokal di korteks serebri, sedangkan serangan umum dimulai secara simultan di kedua hemisfer. Serangan lain yang sulit digolongkan dalam satu kelompok dimasukkan dalam golongan tak terklasifikasikan (unclassified). ILAE kemudian membuat klasifikasi yang diperbarui menggunakan diagnosis multiaksial pada tahun 1989, kemudian disempurnakan lagi pada tahun 2001, namun klasifikasi tahun 1981 tetap masih sering digunakan.

Tabel 4.1 Klasifikasi ILAE 1981


1. Se ra nga n pa rsia l (foka l) a . Se ra nga n pa rsia l sede rha na (de nga n ge ja la motorik, se nsorik, otonom ,a ta u psikis) b. Sera nga n pa rsia l kompleks c. Se ra nga n pa rsia l de nga n ge nera lisa si sekunde r 2. Se ra nga n umum a . Abse ns (p e tit m a l) b. Tonik-klonik (g ra n dm a l) c. Tonik d. Atonik e . Mioklonik 3. Se ra nga n epilepsi ta k terkla sifika sika n a . Ke ja ng neona tus (n e o n a ta ls e izu re ) b. Spa sme infa ntil

V. PATOFISIOLOGI Mutasi pada gen-gen tertentu telah dikaitkan pada beberapa tipe epilepsi. Beberapa gen yang mengkode sub unit protein kanal-kanal ion yang diperantarai voltase dan ligand (voltage-gated dan ligand-gated ion channels) dikaitkan dengan bentuk-bentuk serangan umum dan sindrom kejang infantil. Beberapa kanal ion diperantarai ligand dihubungkan dengan tipe-tipe epilepsi frontal dan umum. Mutasi berkaitan epilepsi pada gen yang tidak berhubungan dengan kanal ion juga telah diidentifikasi. Salah satu temuan menarik pada hewan percobaan ialah bahwa perangsangan listrik tingkat rendah yang berulang pada beberapa tempat di otak dapat menyebabkan peningkatan suseptibilitas pada epilepsi secara permanen. Dengan kata lain, terjadinya penurunan ambang kejang secara permanen. Fenomena ini dikenal sebagai kindling (dianalogikan seperti membakar ranting-ranting kecil untuk membuat api besar), ditemu-kan oleh Dr. Graham Goddard tahun 1967. Perangsangan kimiawi juga dapat mencetuskan kejang; pemaparan berulang terhadap beberapa jenis pestisida dapat mencetuskan kejang baik pada hewan maupun manusia. Mekanisme yang diusulkan untuk hal ini dinamakan eksitotoksisitas (excitotoxicity). Peran kindling dan eksitotoksisitas pada epilepsi masih panas diperdebatkan. Secara umum diketahui bahwa dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi sinaps. Aktivitas listrik neuron tergantung pada

ada-nya potensial membran sel yang tergantung pada permeabilitas selektif membran terhadap ion-ion K, Ca, Na dan Cl. Di ekstrasel konsentrasi K+ tinggi sedangkan Ca2+, Na+ dan Cl- rendah, demikian sebaliknya di intrasel. Perbedaan konsentrasi inilah yang menimbulkan potensial membran. Membran sel normalnya dalam keadaan polarisasi yang dipertahankan oleh adanya proses metabolik aktif (pompa Na) yang mengeluarkan Ca dan Na dari dalam sel. Arsitektur neuron dengan ujung terminal yang berhubungan dengan dendrit dan badan neuron-neuron lain membentuk sinaps sehingga dapat mengubah potensial membran neuron yang berdekatan melalui perantaraan neurotransmiter. Neurotransmiter yang memudahkan depolarisasi yakni neurotransmiter eksitasi antara lain glutamat, aspartat, dan ACh, sedangkan neurotransmiter yang menimbulkan hiperpolarisasi atau neurotransmiter inhibisi antara lain gamma-amino butiric acid (GABA) dan glisin. Bila kedua jenis neurotransmiter dalam keadaan seimbang dalam fungsi maupun konsentrasi, akan timbul potensial aksi yang fisiologis pada keadaan tertentu yang membutuhkan transmisi sinaps. Berbagai proses patologik yang dapat mengubah fungsi normal membran neuron dapat mengakibatkan gangguan permeabilitas sehingga mudah dilampaui ion Ca2+ dan Na+ dari ruangan ekstra ke intrasel. Influks Ca 2+ akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik yang berlebihan, tidak teratur dan tak terkendali. Lepas muatan listrik yang demikian oleh sejumlah besar neuron merupakan dasar dari serangan epilepsi. Sifat khas epilepsi yaitu setelah beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar fokus epileptik. Klasifikasi Bangkitan Kejang Berdasarkan Klasifikasi ILAE 1981 1. Kejang Parsial ( fokal, local ) a. Parsial sederhana Dapat dengan manifestasi motor, autonomic, somatosensori, psikik b. Parsial kompleks Dapat gangguan kesadaran sejak onset Onset parsial sederhana diikuti penurunan kesadaran

c. Kejang parsial menjadi tonik klonik umum secara sekunder Parsial sederhana menjadi tonik klonik umum

2. Kejang Umum

Parsial kompleks menjadi tonik klonik umum

a. Kejang lena ( Absance ) Lena tidak khas ( Atypical absence ) b. Kejang mioklonik c. Kejang klonik d. Kejang tonik e. Kejang tonik klonik f. Kejang atonik 3. Kejang yang tak terklasifikasikan.

VI. MANIFESTASI KLINIS


Penyebab Epilepsi Simptomatik Di bawah ini akan dijelaskan beberapa hal yang dapat menyebabkan atau mencetuskan epilepsy simtomatik. Epilepsi pasca cedera otak Cedera otak di daerah temporal dapat mengakibatkan serangan kejang pada bagian tubuh sisi kontralateral. Kemungkinan untuk menjadi epilepsy akan meningkat bila selaput otaknya ikut terobek atau tertembus, maka kemungkinan untuk menjadi epilepsy 30 50 %. Pada trauma kepala tertutup yang selaput duramaternya tidak robek, maka kemungkinan epilepsinya adalah 5 %. Pada sebagian besar penderita yang menjadi epilepsy, bangkitan epilepsy pertama muncul dalam jangka waktu 2 tahun setelah terjadinya trauma. Satu hal yang baik dari epilepsy pasca trauma ini adalah kecenderungannya untuk sembuh spontan. Semakin banyak frekuensi serangan semakin sedikit kemungkinan epilepsinya sembuh. Epilepsi pasca trauma jenis grand mal lebih besar kemungkinannya untuk sembuh dibanding jenis fokal. Epilepsi akibat tumor di otak Tumor di otak dapat menyebabkan epilepsy. Kadang kadang merupakan gejala pertama daripada tumor di otak. Didapatkan pada 25 40 % penserita tumor

otak. Tumor otak yang jinak lebih sering mengkibatkan epilepsy dibanding yang ganas. Dipengaruhi oleh letak dan jenis tumor. Tumor daerah frontal lebih sering menyebabkan epilepsy daripada tumor daerah oksipital. Epilepsi akibat penyakit pembuluh darah di otak Penyakit pembuluh darah di otak menyebabkan berkurangnya aliran darah di otak ( iskemia ) atau perdarahan di otak. Kejadian ini dapat timbul mendadak dan kejadian ini disebut Stroke. Bila iskemianya berlangsung lama atau berat dapat terjadi kematian sebagian jaringan otak ( infark ). Iskemia umum atau iskemia setempat di otak dapat menyebabkan bangkitan epilepsy, bergantung kepada beratnya iskemia serta kepekaan otak terhadap bangkitan kejang ( ambang kejang ). Kejang fokal atau kejang umum dapat terjadi pada fase akut atau pada fase kronis daripada infark otak. Cacat bawaan pembuluh darah dapat juga menyebabkan epilepsy, demikian juga halnya dengan penyakit pembuluh darah kolagen. Epilepsi akibat radang susunan saraf pusat Radang otak dapat mengakibatkan terjadinya bangkitan epilepsy dan dapat pula menyebabkan kerusakan pada otak yang kemudian menjadi sumber bangkitan epilepsy. Radang ini disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit. Semasa akutnya radang otak, bangkitan kejang dapat disebabkan oleh berbagai factor, di antaranya dapat disebut sumbatan pembuluh darah di otak, sembab otak, akibat toksin, suhu yang meningkat, perubahan kimiawi dan metabolisme pada dan di sekitar sel-sel saraf. Sebelum ditemukannya obat antibiotic, sebagian besar penderita radang otak atau radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri meninggal. Saat ini sebagian terbesar dari mereka terhindar dari kematian, namun banyak diantara mereka menjadi cacat, yang disebabkan oleh kerusakan sebagian jaringan otak. Cacat ini dapat berupa kelumpuhan anggota gerak, buta, tuli, bodoh dan epilepsy. Tanda Khas Epilepsi Parsial Sederhana Aktivitas motorik merupakan gejala yang paling lazim pada epilepsi parsial sederhana. Gerakan ditandai dengan gerakan klonik atau tonik yang tidak sinkron, dan 9

mereka cenderung melibatkan wajah, leher dan tungkai. Kejang versify terdiri atas pemutaran kepala dan gerakan mata gabungan adalah sangat lazim. Automatisme tidak terjadi pada epilepsy parasial sederhana tetapi beberapa penderita mengeluh aura ( misal, dada tidak enak dan nyeri kepala), yang dapat merupakan satu satunya manifestasi kejang. Sayangnya anak mengalami kesukaran dalam menggambarkan aura, dan sering menyebutnya sebagai perasaan lucu atau sesuatu merayap di dalam saya. Rata rata kejang berlangsung selama 10 22 detik. Kejang parsial sederhana dapat terancukan dengan gerenjit ( tic ), namun gerenjit ditandai dengan pengangkatan bahu, mata berkedip kedip dan wajah menyeringai serta terutama melibatkan wajah dan bahu. Gerenjit dapat tertekan sebentar, tetapi kejang parsial tidak dapat dikendalikan. EEG dapat menunjukkan gelombang paku atau gelombang tajam unilateral atau bilateral, atau gambaran paku multifokal pada penderita dengan kejang parsial sederhana, gelombang paku ombak di daerah temporal tengah ( daerah Rolandik ). Jenis epilepsy ini mempunyai kekhususan tersendiri, yaitu prognosisnya baik. Serangannya mudah diobati, dicegah dengan antikonvulsan, dan umumnya akan sembuh pada umur 15 tahun. Ciri dan jenis epilepsy ini adalah : 1. Serangan pertama biasa terjadi antara usia 5 10 tahun. 2. Serangan terutama terjadi sewaktu tidur. 3. Respon terhadap obat antikonvulsan baik. 4. Prognosis baik. 5. Sumber ( focus ) epilepsinya adalah di daerah temporal tengah, pada satu sisi atau pada kedua sisi di otak. 6. Serangan serangan kejang akan menghilang atau berhenti bila mencapai usia remaja, demikian juga halnya dengan gelombang paku di daerah temporal tengah yang terlihat pada pemeriksaan EEG akan menghilang. Anak dengan jenis epilepsy ini mempunyai inteligensi, tingkah laku, dan kemampuan bersekolah yang tidak berbeda dengan populasi umum. Jenis epilepsy ini cukup sering dijumpai.

10

Tanda Khas Epilepsi Parsial Kompleks Kejang jenis ini disebut juga kejang psikomotor. Kejang ini dapat didahului oleh kejang parsial sederhana dengan atau tanpa aura, disertai dengan gangguan kesadaran atau sebaliknya, mulainya kejang parsial kompleks ini dapat bersama dengan keadaan kesadaran yang berubah. Aura terdiri dari rasa tidak enak, samar samar, sedikit rasa tidak enak epigastrium, atau ketakutan pada sekitar sepertiga anak. Kejang parsial ini sukar didokumentasikan pada bayi dan anak, frekuensi hubungannya dengan kejang parsial kompleks mungkin kurang terestimasi. Kesadaran terganggu pada anak dan bayi sukar dinilai. Mungkin ada tatapan kosong singkat atau penghentian atau pause mendadak dalam aktivitas yang sering terabaikan orang tua ( aura ), atau menjadi pucat. Lagipula anak tidak mampu berkomunikasi atau menggambarkan masa masa kesadaran terganggu pada kebanyakan kasus. Akhirnya masa kesadaran terganggu mungkin singkat atau tidak sering, dan hanya pengamat yang berpengalaman atau EEG yang mungkin mampu mengenali kejadian abnormal. Automatisme merupakan tanda kejang kompleks parsial yang lazim pada bayi dan anak, terjadi pada sekitar 50 75 % kasus ; makin tua anak akan makin besar frekuensi automatisme. Automatisme berkembang pasca kehilangan kesadaran dan dapat menetap ke dalam fase pasca kejang, tetapi automatisme tidak dapat diingat kembali oleh anak. Perilaku automatisme yang dapat diamati pada bayi ditandai dengan automatisme saluran cerna, termasuk menggigit bibir, mengunyah, menelan, mengecap ngecap dan ludah berlebihan. Gerakan ini dapat menggambarkan perilaku bayi normal dan sukar dibedakan dari automatisme. Automatisme saluran pencernaan yang lama dan berulang yang disertai dengan menatap kosong atau dengan kekurangan tanggap hampir selalu menunjukkan kejang parsial kompleks pada bayi. Perilaku automatisme pada anak yang lebih tua terdiri dari bertujuan setengah setengah, tidak terkoordinasi, dan automatisme yang tidak terencana, termasuk memilih dan menarik pakaian atau seprei, mengusap atau memeluk obyek, dan berjalan atau berlari tanpa tujuan dan berulang dan sering ketakutan, menggosok gosok tangan, menepuk badan, menendang nendang, mengucapkan kata tanpa tujuan. Automatisme ini dapat berlangsung 1 2 menit, jarang lebih dari 5 menit.. Penyebaran discharge ( rabas ) epileptiformis selama kejang parsial kompleks dapat mengakibatkan generalisasi sekunder dengan konvulsi tonik klonik. Selama 11

penyebaran discharge ( rabas ) kejang melalui hemisfer, pemutaran kepala khusus kontralateral, postur distonik, dan gerakan tonik atau klonik tungkai dan wajah termasuk kedipan mata dapat ditemukan. Kejang parsial kompleks yang disertai gelombang tajam atau paku paku setempat EEG antar kejang lobus temporalis anterior, dan paku multifokus merupakan temuan yang sering. Sekitar 20 % bayi dan anak dengan kejang parsial kompleks mempunyai EEG antar kejang rutin normal. Daerah yang terkena kejang parsial kompleks lebih luas dibandingkan dengan kejang parsial sederhana dan biasanya didahului dengan aura. Tanda Khas Epilepsi Parsial Kemudian Menjadi Umum Bentuk kejang ini disebut juga status epilepsy fokal atau epilepsy parsial kontinu. Bentuk kejang biasanya kejang klonik ( kelojotan ). Tiap bagian tubuh dapat terlibat, misalnya tangan, muka, dan kaki. Kejang ini dapat terbatas dan dapat pula menjalar ke bagian tubuh lainnya. Bila kejang bermula di ibu jari, ia dapat menjalar ke jari lainnya, kemudian ke pergelangan tangan, ke lengan bawah, lengan atas, muka, kemudian ke tungkai dan kaki. Bila kejang bermula di kaki, ia dapat menjalar naik ke tungkai, ke lengan, tangan dan muka. Penjalaran kejang fokal dapat pula meluas menjadi kejang umum ( grandmal ). Sesekali dijumpai serangan yang berlangsung lama dan beruntun. Sehabis kejang sesekali dijumpai bahwa otot yang terlibat lemah. Kelemahan ini umumnya pulih setelah beberapa menit atau jam. Ada pula bentuk kejang fokal yang agak lain, yaitu penderitanya seolah olah membuat gerakan berputar. Jenis ini disebut jenis adversif.

12

Tanda Khas Epilepsi Tonik Klonik Umum

Bangkitan grandmal

disebut juga bangkitan tonik klonik umum atau

bangkitan mayor ( serangan besar ). Bangkitan grandmal merupakan jenis epilepsy yang sering dijumpai. Serangan grandmal yang khas adalah sebagai berikut : Penderita secara mendadak menghilang kesadarannya, disertai kejang tonik (badan dan anggota gerak menjadi kaku ), yang kemudian diikuti oleh kejang klonik (badan dan anggota gerak berkejut - kejut, kelojotan ). Bila penderita sedang berdiri sewaktu serangan mulai, ia akan jatuh seperti benda mati. Pada fase tonik badan menjadi kaku. Bila kejang tonik ini kuat, udara dikeluarkan dengan kuat dari paru-paru melalui pita suara sehingga terjadi bunyi yang disebut sebagai jeritan epilepsy ( epileptic cry ). Sewaktu kejang tonik ini berlangsung, penderita menjadi biru ( sianosis ) karena pernafasan terhenti dan terdapat pula kongesti ( terbendungnya ) pembuluh darah balik vena. Biasanya fase kejang tonik ini berlangsung selama 20 60 detik. Kemudian disusul oleh fase klonik. Pada fase ini terjadi kejang klonik yang bersifat umum, melibatkan semua anggota gerak. Semua anggota gerak pada fase klonik ini berkejang klonik ( kelojotan ) juga otot pernafasan dan otot rahang. Pernafasan menjadi tidak teratur, tersendat - sendat, dan dari mulut keluar busa. Lidah dapat tergigit waktu ini dan penderita dapat pula mengompol. Bila penderita terbaring pada permukaan yang keras dan kasar, kejang klonik dapat mengakibatkan luka luka karena kepala digerak gerakkan sehingga terantuk antuk dan luka. Biasanya fase klonik ini berlangsung kira kira 40 detik, tetapi dapat lebih lama. Setelah fase klonik ini penderita terbaring dalam koma. Fase koma ini biasanya berlangsung kira kira 1 menit. Setelah itu penderita tertidur, yang lamanya bervariasi, dari beberapa menit sampai 1 3 jam. Bila pada saat tidur ini dibangunkan ia mengeluh sakit kepala, dan ada pula yang tampak bengong. Lama keadaan bengong ini berbeda beda. Ada penderita yang keadaan mentalnya segera pulih setelah

13

beberapa menit serangan selesai. Ada pula yang lebih lama, sampai beberapa jam atau hari. Sebagian besar penderita merasakan sakit kepala setelah serangan, yang dapat berlangsung sampai satu atau dua hari, dan berkurang setelah dibawa tidur. Bila serangan berlangsung singkat, penderita biasa mampu melanjutkan aktivitasnya setelah beberapa menit serangan selesai. Pada serangan yang hebat, yang berlangsung lama, maka setelah fase klonik penderita berlanjut ke dalam keadaan koma dan kemudian tidur dalam. Sewaktu berangsur pulih dari tidur dalam ini penderita dapat pula menunjukkan berbagai gejala, misalnya omongan kacau, anggota gerak terasa lemah, dan merasa nyeri di kepala. Kelemahan umum, enek, muntah, nyeri kepala hebat, pegal otot, gelisah, mudah tersinggung, dan berbagai perubahan tingkah laku merupakan gejala pasca serangan yang serign dijumpai. Gangguan pasca serangan ini dapat berlangsung beberapa saat, namun dapat juga sampai beberapa jam. Serangan grandmal dapat berlangsung singkat namun dapat pula berlangsung lama. Ada yang berlangsung kurang dari satu menit, namun ada pula yang lamanya melebihi satu jam. Frekuensi serangan grandmal sangat bervariasi. Ada penderita yang mengalami serangan beberapa kali sehari, ada pula yang hanya satu kali seminggu, satu kali setahun, atau satu kali dalam beberapa tahun. Sesekali dijumpai keadaan dimana serangan grandmal timbul secara beruntun, berturut turut sebelum penderita pulih dari serangan sebelumnya. Hal ini merupakan keadaan gawat darurat, dan disebut status epileptikus. Dapat berakibat fatal, memautkan dan dapat pula mengakibatkan terjadinya cacat pada penderitanya. Tanda Khas Epilepsi Tonik Umum Kejang ini biasanya terdapat pada BBLR dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan pada bayi dengan komplikasi perinatal berat misalnya perdarahan intraventrikuler. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstremitas, atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai sikap deseberasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Juga ditemukaan adanya epileptic cry. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus dibedakan dengan sikap opistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningeal karena infeksi selaput otak atau kernikterus.

14

Tanda Khas Epilepsi Klonik Umum Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan permulaan fokal dan multifokal yang berpindah pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1-3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio serebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan, atau oleh ensefalopati metabolic. Kejang klonik fokal sering diduga sebagai suatu keadaan gemetar ( jitteriness ). Pada BBL dengan kejang klonik fokal hendaknya dilakukan pemeriksaan USG dan penatahan kepala untuk mengetahui apakah terjadi perdarahan otak. Apabila pemeriksaan tersebut normal tetapi terdapat kelumpuhan salah satu tungkai setelah kejang berhenti, penatahan kepala harus diulangi 1 minggu kemudian untuk mencari kemungkinan terjadinya infark serebri. Bentuk kejang ini merupakan gerakan klonik pada satu atau lebih anggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misalnya kejang klonik lengan kiri diikuti dengan kejang klonik tungkai bawah kanan. Kejang yang satu dengan yang lain sering berkesinambungan, seolah-olah memberi kesan sebagai kejang umum. Tanda Khas Epilepsi Absence

Jenis epilepsy ini dikenal juga dengan nama Petit mal. Jenis ini jarang dijumpai. Nama lainnya ialah lena khas, lena sederhana ( simple absence ) atau lena murni ( pure absence ). Serangan petit mal berlangsung singkat hanya beberapa detik 5-15 detik.

15

Pada serangan petit mal terdapat hal berikut: 1. Penderita tiba-tiba berhenti melakukan apa yang sedang ia lakukan ( misalnya makan, bermain, berbicara, membaca ) 2. Ia memandang kosong, melongo ( staring ). Pada saat ini ia tidak bereaksi bila diajak bicara atau bila dipanggil, karena ia tidak sadar. 3. Setelah beberapa detik ia kemudian sadar dan melanjutkan lagi apa yang sedang ia lakukan sebelum serangan terjadi. Jadi pada serangan petit mal didapatkan menghilangnya kesadaran yang berlangsung mendadak dan singkat. Waktu serangan terjadi penderita tidak jatuh, biasanya ia agak terhuyung. Tidak didapatkan aura, dan pasien tidak ngompol sewaktu serangan. Serangan pertama petit mal biasanya terjadi pada usia 4 12 tahun. Pada usia 21 tahun kira kira 75 % penderita tidak lagi mengalami serangan serangan petit mal, namun lebih dari 50 % penderita petit mal berubah menjadi grand mal. Perubahan ini biasanya mulai pada usia 10 13 tahun. Pada sebagian kecil penderita, bangkitan petit mal dapat berlanjut sampai dewasa, namun frekuensi serangan menjadi jauh berkurang. Frekuensi serangan petit mal mempunyai variasi yang besar sekali dalam 2 3 bulan sampai beberapa ratus kali dalam sehari. Faktor turunan ( hereditas ) besar peranannya pada petit mal. Pada 75 % anak kembar satu telur yang menderita petit mal kembarannya juga menderita petit mal. Kira kira sepertiga penderita petit mal mempunyai anggota keluarga yang juga petit mal atau grandmal terutama saudara kandung dan orang tuanya. Tanda Khas Epilepsi Atonik Biasanya disebut juga dengan bangkitan akinetik ( serangan jatuh ). Epilepsi ini biasanya mulai antara 2 5 tahun. Pada jenis ini sewaktu serangan penderitanya tiba tiba secara mendadak jatuh. Hal ini dapat menyebabkan giginya patah dan kepalanya luka. Bila misalnya penderita sedang duduk di depan meja sewaktu serangan datang, maka ia dapat secara mendadak tidak berdaya dan kepala terbentur pada meja. Pada serangan atonik ini didapatkan menghilangnya secara mendadak tenaga otot otot yang mempertahankan sikap. Pada serangan ini tenaga otot otot yang mempertahankan sikap secara mendadak hilang yang berlangsung singkat. Bila penderita kebetulan sedang berdiri pada waktu serangan datang, maka ia akan jatuh. Serangan ini disebut juga serangan jatuh ( drop attack ). 16

Tanda Khas Epilepsi Mioklonik Epilepsi masa anak ditandai dengan kejang berulang yang terdiri dari kontraksi otot sebentar, sering kontraksi otot simetris dengan kehilangan tonus tubuh dan jatuh atau menelungkup ke depan. Ada 5 jenis epilepsy mioklonik yaitu : Mioklonus Benigna Masa Bayi Mulai semasa bayi dan terdiri dari kelompok gerakan mioklonik yang terbatas pada leher, badan dan tungkai. Aktivitas mioklonik dapat terancukan dengan spasme infantile. Pada penderita mioklonus benigna EEG normal. Prognosis baik. Epilepsi Mioklonik Khas Masa Anak Awal Anak yang berkembang, epilepsy mioklonik khas adalah hampir normal sebelum mulainya kejang dengan kehamilan, persalinan, dan kelahiran yang tidak luar biasa dan tanda perkembangan utuh. Rata rata mulai umur dua setengah tahun, tetapi berkisar 6 bulan sampai 4 tahun. Frekuensi kejang bervariasi. Beberapa menderita kejang demam atau kejang afibril tonik klonik menyeluruh yang mendahului mulainya epilepsi mioklonik. EEG menunjukkan kompleks gelombang paku cepat dan latar belakang irama normal. Epilepsi Mioklonik Kompleks Terdiri dari kelompok penyakit yang heterogen dengan prognosis yang secara seragan buruk. Secara khas kejang tonik klonik setempat atau menyeluruh mulai selama umur tahun pertama mendahului mulainya epilepsy mioklonik. Kejang kejang menyeluruh sering disertai dengan infeksi saluran pernafasan atas dan demam rendah serta sering berkembang menjadi status epileptikus. Epilepsi Mioklonik Juvenil Biasanya umur 12 16 tahun. Penderita merasa jingkatan mioklonik yang sering pada saat jaga, yang membuat sukar menyisir rambut. EEG menunjukkan tonjolan dan pola gelombang 4 6 per detik tidak teratur, yang diperbesar dengan rangsangan cahaya.

17

Epilepsi Mioklonik Progresif Perburukan mental merupakan tanda khas dan menjadi nyata dalam 1 tahun dari mulainya kejang. Kelainan neurologis terutama tanda serebelum dan ekstrapiramidalis, merupakan temuan yang menonjol. EEG menunjukkan discharge ( rabas ) gelombang poli paku, terutama pada daerah oksipital dengan pelambatan progresif dan latar belakang yang kacau. Jingkatan mioklonik sukar dikendalikan, tetapi kombinasi asam valproat dan benzodiazepine efektif dalam mengendalikan kejang menyeluruh. iagnosis Untuk menentukan apakah seorang menderita bangkitan kejang atau epilepsi biasanya tidak sukar, asal kita dapat menyaksikan sendiri serangan tersebut atau dapat memperoleh anamnesis yang dapat dipercaya. Kesukarannya ialah menentukan penyakit atau kelainan yang menyebabkan terjadinya bangkitan kejang atau epilepsi. Tiap penderita harus diperiksa secara teliti dengan melakukan anamnesis , pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan. VII. DIAGNOSA Anamnesis Mengenai bangkita kejang yang timbul perlu diketahui mengenai pola serangan, keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan, lama serangan, frekuensi serangan, waktu serangan terjadi atau keadaan yang dapat memprovokasi atau menimbulkan serangan. Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengakp mengenai pola serangan, agar dapat diketahui fokus serta klasifikasinya. Ditanyakan apakah ada gejala prodromal, aura, keadaan selama serangan (dimana atau bagaimana kejang mulai, bagaimana perjalanannya) dan keadaan sesudah kejang (parase Todd, nyeri kepala, segera sadar, mengacau, keadaan menurun). Ditanyakan pula lama (duration) masing-masing keadaan tersebut, waktu serangan (pagi, siang, malam, waktu mau tidur, sedang tidur, mau bangun, sedang bangun). Apakah ada rangsang tertentu yang dapat menimbulkan (provokasi) serangan, misalnya melihat televisi, bernafas dalam, lapar, letih, menstruasi, obatobat tertentu dan sebagainya.

18

Riwayat keluarga. Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita kejang, penyakit saraf dan penyakit lainnya. Hal ini misalnya perlu untuk mencari adanya faktor hereditas. Riwayat masa lalu (past history). Ditanyakan mengenai keadaan ibu waktu hamil (riwayat kehamilan), misalnya penyakit yang dideritanya, perdarahan pervaginam, obat yang dimakan. Secara teliti ditanyakan pula mengenai riwayat kelahirang penderita, apakah lekuk kepala, letak sungsang mudah atau sukar, apakah digunakan cunam atau vakum ekstraksi atau seksio kaeser, apakah terdapat perdarahan anterpertum, ketuban pecah dini, asfiksia. Penyakit apa saja yang pernah diderita (trauma kapatis, radang selaput otak atau radang otak, ikterus, reaksi terhadap imunisasi, kejang demam). Bagaimana perkembangan (milestones) kecakapan mental dan motorik. Pemeriksaan Jasmani Pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan secara pediatris dan neurologis. Diperiksa keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, jantung, paru, perut, hati dan limpa, anggota gerak dan sebagainya. Pemeriksaan neurologis kesadaran, kecakapan, motorik dan mental, tingkah laku, berbagai gejala proses intrakranium, fundus okuli, penglihatan, pendengaran, saraf otak lain, sistem motorik (kelumpuhan, trofik, tonus, gerakan tidak terkendali, koordinasi, ataksia), sistem sensorik (parastesia, hipotesia, anestesia), refleks fisiologis dan patologis.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksan laboratorium Pemeriksaan darah. Dilakukan pemeriksaan darah tepi rutin. Pemeriksaan lain sesuai dengan indikasi (misal kadar gula dalam darah, elektrolit). Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan, berdarah, xantroxom, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula, NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.

19

Pemeriksaan Elektroensefalogram (EEG) Elektroensefalogram (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat memasukkan diagnosis epilepsi bila ditemukan pola EEG yang bersifat khas epileptik baik terekam saat serangan maupun di luar serangan berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing lambat, paku lambat. Pola-pola EEG yang khas untuk epilepsi dengan berbagai etiologi ialah sebagai berikut: (1) (2) (3) (4) (5) (6) Disritmia bilateral sinkron dengan pola klasik yang terdir dari kompleks gelombang runcing lambat, yang khas untuk grand mal. Disritmia derajat 3 dengan gelombang tajam fokal yang mengarah kepada epilepsi fokal, akibat lesi atrofik. Disritmia derajat 1 atau 2 dengan gelombang delta fokal, yang mungkin menunjuk kepada lesi neoplasmatik. Pola kompleks gelombang runcing-lambat 3 spd, yang khas untuk petit mal. Pola hipsaritmia dengan gelombang tajam dan runcing yang menyeluruh. Disritmia dengan munculnya gelombang runcing lambat yang tidak khas dengan letupan yang terdiri dari dari gelombang-gelombang runcing, yang mengarah ke miklania epileptik. Pada gelombang patologik teridiri dari 5 jenis, yaitu: (1) Gelombang runcing (spike) yaitu gelombang yang meruncing dan terlalu cepat (kurang dari 20 mil perdetik). Sering ia muncul secara polifasik, yaitu dengan defleksi keatas dan kebawah secara berselingan. (2) Gelombang tajam (sharp wave), yaitu gelombang yang meruncing tetapi ia berlalu lebih lama dari 60 milidetik. Juga gelombang tajam timbul secara polifasik. (3) Gelombang runcing lambat (spike wave) ialah kompleks yang terdiri dari gelombang yang runcing yang langsung disusul oleh gelombang lambat. Kompleks tersebut muncul dengan frekuensi 3 spd, secara teratur, sinkron bilateral dan hilang timbul secara tiba-tiba. (4) Gelombang runcing multiple, ialah ledakan dari sejumlah gelombang runcing yang bangkit sekali atau berkali-kali dan biasanya disusul oleh gelombang lambat.

20

(5)

Hipsaritmia, ialah komplek yang terdiri dari gelombang lambat yang bervolatasi tinggi dan iramanya tidak teratur dimana terbaur gelombang runcing dan tajam. Walaupun EEG dapat menyumbangkan informasi untuk menegakkan

diagnosis namun EEG tidak dijadikan alat yang menyodorkan diagnosis dan juga tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis epilepsi. Apabila ada keraguraguan berdasarkan pertimbangan klinis, keragu-raguan itu tidak dapat diselesaikan oleh EEG secara mutlak.

Pemeriksaan Radiologis Pada foto tengkorak diperhatikan simetri tulang tengkorak, destruksi tulang, klasifikasi intrakranium yang abnormal (yang dapat disebabkan oleh tumor, hematoma sela tursika. menahun, tuberosklerosis. Toksoplasmosis, anomali vaskular, humagioma), tanda peninggian tekanan intrakranial seperti pelebaran sutura, erosi

Pemeriksaan Psikologis Dan Psikiatris Tidak ada jarang anak yang tidak menderita epilepsi mempunyai tingkat kecerdasan yang rendah (retardasi mental), gangguan tingkah laku (behaviour disorders), gangguan emosi, hiperaktif.

VII. PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya epilepsi tanpa mengganggu kapasitas fisik dan intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi pengobatan medikamentosa dan pengobatan psikososial. Pengobatan Medikamentoasa Penderita epilepsy umumnya cenderung untuk mengalami kejang secara spontan tanpa factor provokasi yang kuat atau yang nyata. Tidak dapat diramalkan kapan kejang akan timbul. Timbulnya serangan kejang ini harus dicegah, karena hal itu dapat menimbulkan cedera atau kecelakaan, di samping kejang itu sendiri dapat 21

mengakibatkan kerusakan pada otak. Untuk maksud ini, pada penderita epilepsy diberikan obat antikonvulsan secara rumat. Dosis serta macam antikonvulsan yang digunakan bersifat individual , bergantung kepada hasil pengobatan. Sebaiknya mulai dengan 1 macam antikonvulsan dengan dosis rendah. Bila hasilnya kurang memuaskan dapat ditinggikan. Beberapa jenis obat antikonvulsan untuk pengobatan rumat: 1. Fenobarbital Paling sering digunakan, harganya murah, toksisitasnya rendah, dan dapat diperoleh di semua apotik. Dapat digunakan pada hampir semua jenis epilepsy. Efek samping berupa rasa mengantuk, biasanya berkurang atau menghilang setelah beberapa hari pengobatan. Pada anak sering mengakibatkan hiperaktivitas. 2. Difenihidantoin ( Phenytoin, Dilantin ) Berkhasiat baik pada epilepsy jenis grandmal, jenis fokal dan psikomotor, juga bentuk kejang lainnya kecuali pada jenis petit mal, kejang demam dan mioklonik atau akinetik. Kurang menyebabkan rasa kantuk. Efek samping sedasi, nistagmus, ataksia, bercak merah di kulit. 3. Karbamazepin ( Tegretol, Temporol ) Antikonvulsan yang terutama selektif terhadap epilepsy jenis psikomotor, grand mal, dan jenis fokal motor. Tidak berkhasiat pada jenis petit mal. Efek samping berupa rasa capek, nistagmus, vertigo, gangguan koordinasi motorik ( ataksia ), bicara pelo dan diplopia. Bisa juga leukopeni dan trombositopeni. 4. Diazepam ( Valium, Stesolid ) Status epilepsy, biasanya digunakan untuk jenis kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi ) atau serangan epilepsy yang timbul secara beruntun ( status epilepsy). Diberikan melalui intravena dan per rectum. 5. Valproat ( Epilim, Depakin, Leptilan ) Berkhasiat pada jenis absence ( lena ), bisa juga pada jenis lainnya dan kejang demam. Efek samping berupa rasa mual dan mengantuk, ataksia, tremor, rambut rontok.

22

Berikut dapat dilihat beberapa jenis lain obat antikonvulsi yang dapat dipakai dalam pengobatan epilepsy : Obat Fenobarbital Tipe Kejang Dosis (mg/kgBB/hari) Efek samping Semua bentuk 38 Mengantuk kejang Karbamazepin Psikomotor Grandmal Fokal motor 10 20 Dilantin Semua bentuk 5 10 12 25 20 60 Diazepam Valproat Semua kejang Petit mal bentuk 0,2 0,5 30 40 Hiperaktif Iritabilitas SJS Vertigo Mengantuk Diplopia Anemia Leucopenia Sedasi Nistagmus Ataksia Mengantuk Hiperaktif Leukopeni Ruam kulit

kejang kecuali petit mal, mioklonik Pirimidon Semua mal Petit mal bentuk kejang kecuali petit Etoksuksimid

Disfungsi hati Pemakaian sukar Penambahan berat Alopesia Hepatotoksisitas Tremor Mengantuk Pusing Ataksia Tremor

Gabapentin

Parsial kompleks Menyeluruh

100 300

23

Nitrazepam Mioklonik Spasme infantile 0,2 1

Muntah Nistagmus Mengantuk Iritabilitas Depresi Saliva berlebih

Pada epilepsi simtomatis dimana epilepsi yang timbul adalah manifesatasi penyebabnya seperti tumor otak, maka disamping pemberian obat anti epilepsi diperlukan juga terapi kausal. Beberapa prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pada epilepsi yang sangat jarang dan dapat dihilangkan faktor pencetusnya. Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan. Obat yang diberikan disesuaikan dengan jenis epilepsi. Sebagiknya menggunakan monoterapi Dosis obat disesuaikan secara individual Evaluasi hasilnya. Bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya: Salah etiologi: kelainan metabolisme, neoplasma yang tidak terdeteksi, adanya pengobatan degeneratis susunan saraf pusat. 7. Pemberian obat anti epeleipsi yang kurang tepat. Kurang penerangan: menelan obat tidak teratur. Faktor emosional sebagai pencetus. Termasuk intractable epilepsy.

Pengobatan dihentikan setelah epilepsi hilang selama 2-3 tahun. Pengobatan

dihentikan secara berangsur dengan menurunkan dosisnya.

Pengobatan Psikososial

24

Pasien diberikan penerangan dengan pengobatan yang optimal sebagain besar akan terbebas dari epilepsi. Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya sehingga dapat bebas dari epilepsi dan dapat belajar, bekerja dan bermasyarakat secara normal.

STATUS EPILEPTIKUS

Status epileptikus adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus-menerus lebih dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran. Status mengancam adalah serangan yang kedua yang terjadi dalam waktu 30 menit tanpa pulihnya kesadaran di antara serangan.

Penatalaksanaan 1. Lima menit pertama Pastikan diagnosis dengan observasi aktivitas serangan atau satu serangan berikutnya. Beri oksigen lewat kanul nasal atau masker, atau posisi kepala dan jalan nafas, intubasi bila perlu bantuan ventilasi. Tanda-tanda vital dan EKG, koreksi bila ada kelainan Pasang jalur intravena dengan NaCl 0,9%, periksa gula darah, kimia darah, hematologi dan kadar OAE (bila ada fasilitas dan biaya). 2. Menit ke-6 hingga ke-9 Jika hipoglikemia/gula darah tidak diperiksa, berikan 50 ml glukosa 50% bolus intravena (pada anak : 2 ml/kgBB/glukosa 25% disertai 100 mg tiamin intravena. 3. Menit ke-10 hingga ke-20 Pada dewasa berikan 0,2 mg/kgBB/diazepam dengan kecepatan 5 mg/menit samapai harus diikuti dengan dosis rumat fenitoin. 4. Menit ke-20 hingga ke-60

25

Berikan fenitoin 20 mg/kgBB dengan kecepatan < 50 mg/kgBB permenit pada anak: monitor EKG dan tekanan darah selama pemberian. 5. Setelah 60 menit Jika status berkelanjutan setelah fenitoin 20 mg/kg maka berikan fenitoin tambahan 5 mg/kg sampai maksimum 30 mg/kg. Jika status menetap, anastesia, anastesia umum dengan bantuan pentabarbiatal, midazolam propofol.

IX. PROGNOSIS
Pasien epilepsi yang berobat teratur,1/3 akan bebas serangan paling sedikit 2 tahun, dan bila lebih dari 5 tahun sedudah serangan terakhir obat dihentikan, pasien tidak mengalami epilepsi lagi, dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami remisi meskipun minum obat dengan teratur. Sesudah remisi kemungkinan munculnya seranga ulang paling sering didapat pada epilepsi tonik-klonik dan epilepsi parsial kompleks. Demikian pula lebih mudah mengalami relaps sesudah remisi.

26

DAFTAR PUSTAKA 1. Harsono et al (eds). Buku Ajar Neurologi Klinis Edisi Pertama. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 1999;199-45. 2. Harsono et all. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Jakarta. PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia). 2011. 3. Mahar Marjono, dkk. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat. 2009. 4. Lowenstein DH. Seizures and Epilepsy. In : Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL (ed). Harrisons Principles of Internal Medicine 15th Edition CD ROM. McGraw-Hill. 2001.

5.

Cavazos JE, Lum F. Seizures and Epilepsy: Overview and

Classification. www.emedicine.com/neuro/seizures_and_epilepsy.htm. Last updated December 5, 2005 6. International League Against Epilepsy (ILAE). International classification of seizure types (1981). http://www.ilae-epilepsy.org/Visitors/Centre/ctf/ seizure_types.cfm. 2007. 7. Yamanie N. Kedaruratan (status) Epilepsi. In : Harris S et al. Updates in Neuroemergencies. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 2004;55-64. 8. ODonoghue MF, Duncan JS, Sander JWAS. The subjective handicap of epilepsy : A new approach to measuring treatment outcome. Brain. 1998:121; 317343.

27

Anda mungkin juga menyukai