Anda di halaman 1dari 14

BAB II TINJUAN PUSTAKA

2.1. VARICOCELE A. Definisi


Varicocele adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. (Basuki,2007)

B. Etiologi Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur penunjang/atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif pleksus pampiniformis. Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior. Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis internus kiri berlawanan dengan kedalam v. spermatika interna kiri. Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika . Tekanan v. spermatika interna meningkat letak sudut turun v. renalis 90 derajat. Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis. (Anonym,2012)

C. Pathogenesis Varicocele dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara, antara lain: 1. Terjadi aliran darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia karena kekurangan oksigen. 2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.

3. Peningkatan suhu testis. 4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas. (Kandell, Fouad R,2007)

D. Patofisiologi Beberapa mekanisme telah menjadi hipotesa untuk menjelaskan fenomena dari subfertilitas yang ditemukan pada pria dengan varicocele unilateral atau bilateral, termasuk peningkatan suhu skrotal yang menyebabkan disfungsi gonadal bilateral, refluks renal, metabolit adrenal dari vena renalis, hipoksia, dan akumulasi gonadotoksin. (Kandell, Fouad R,2007) Disfungsi Bilateral Seperti aspek lainnya dari varicocele, penyebab disfungsi testikular bilateral disamping varicocele unilateral masih dalam studi. Aliran darah retrograd sisi kanan didapatkan pada pria dengan varicocele sisi kiri dan menjadi mekanisme yang memungkinkan. Zorgniotti dan MacLeod membuat hipotesa pada era tahun 1970an, dengan data yang disebutkan pada pria dengan oligosperma dengan varicocele memiliki temperarur intraskrotal dimana 0.60C lebih tinggi dibandingkan pada pasien dengan oligosperma tanpa varicocele. Saypol dkk dan Green dkk keduanya mendeskripsikan peningkatan aliran darah testikular bilateral dan peningkatan temperatur pada eksperimen dengan binatang yang dibuat varicocele artifisial unilateral. Sebagai tambahan, dilakukan perbaikan dari varicocele tersebut dengan hasil normalisasi dari aliran dan temperatur. Setelah itu, peneliti mendemonstrasikan bahwa aktivitas DNA polimerase dan enzim DNA rekombinan pada sel germ sensitif terhadap temperatur, dengan suhu optimal kira- kira 330C. Temperatur optimal untuk sintesis protein pada spermatid berkisar antara 340C. Proliferasi sel germ mungkin dipengaruhi dari peningkatan suhu dari varicocele akibat inhibisi 1 atau lebih dari enzim enzim yang penting.
2

Trauma hipertermi konsisten dengan penurunan jumlah spermatogonal akibat adanya apoptosis yang ditemukan dari biopsi sampel pasien dengan varicocele. Disamping temuan ini, tidak semua peneliti menemukan adanya hubungan antara meningkatnya temperatur intratestis dan varicocele. (Kandell, Fouad R,2007)

Refluks dari Metabolit Vasoaktif Karena adrenal kiri dan vena gonadal menuju ke proksimitas terdekat satu sama lain dari vena renalis, MacLeod menyebutkan bahwa derivat derivat dari ginjal atau adrenal dapat menuju ke vena gonadal. Jika metabolit ini bersifat vasoaktif (mis: prostaglandin), maka dapat menjadi berbahaya pada fungsi testis. Hasil dari beberapa studi tidak mensuport teori ini, tetapi peningkatan jumlah norepinefrin, prostaglandin E dan F, adrenomedulin (vasodilator poten) ditemukan pada vena spermatika pria dengan varicocele. Metabolit lainnya seperti renin, dehidroepiandrosteron, atau kortisol tidak ditemukan. Beberapa penulis menyebutkan dengan adanya metabolit, refluks tidak mengubah/mempengaruhi spermatogenesis. (Kandell, Fouad R,2007) Hipoksia Pada era 1980an, Shafik dan Bedeir berteori bahwa perbedaan gradien tekanan (dan gradien oksigen subsekuen) antara vena renalis dan gonadal dapat menyebabkan hipoksia diantara vena gonadal. Dua teori hipoksia lainnya yaitu: peningkatan tekanan vena dengan olahraga dapat menyebabkan hipoksia, dan stasis dari darah menyebabkan penurunan tekanan oksigen. Menurut Tanji dkk, pria dengan varicocele memiliki atrophy pattern muskulus kremaster dari studi histokimia. Disamping penemuan ini, tidak ada perbedaan yang signifikan diantara kontrol dan tekanan gas oksigen, yang dilakukan percobaan pada binatang. (Kandell, Fouad R,2007) Gonadotoksin
3

Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa pria yang merokok memiliki efek samping yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok. Perokok setidaknya memiliki insiden 2 kali lebih tinggi untuk terkena varicocele, dan yang telah memiliki varicocele setidaknya 10 kali terjadi peningkatan insiden oligospermia jika dibandingkan dengan pria varicocele yang tidak merokok. Nikotin memiliki implikasi sebagai kofaktor pada patogenesis varicocele. Cadmium, gonadotoksin yang mudah dikenal sebagai penyebab apoptosis, ditemukan secara signifikan pada konsentrasi testikular yang lebih tinggi dan penurunan spermatogenesis pada pria dengan varicocele daripada pria dengan varicocele dengan normal spermatogenesis atau obstruktif azoospermia.
(Kandell, Fouad R,2007)

E. Manifestasi Klinik Varicocele memiliki beberapa tanda dan gejala yang sering dijumpai, yaitu: 1. Nyeri jika berdiri terlalu lama. Hal ini terjadi karena saat berdiri, maka beban untuk darah kembali ke arah jantung akan semakin besar, dan akan semakin banyak darah yang terperangkap di testis. Dengan membesarnya pembuluh darah, maka akan mengenai ujung saraf, sehingga terasa sakit. 2. Masalah kesuburan. Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa 40% dari pria-pria infertile merupakan penderita varicocele (hal ini akan dijelaskan lebih lanjut)
3. Atrofi testis. Atrofi testis banyak ditemukan pada penderita varicocele, namun setelah

perawatan lebih lanjut biasanya akan kembali ke ukuran normal. (Kandell, Fouad R,2007) F. Diagnosis Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri. 1. Anamnesa
4

Pada pemeriksaan dasar kelainan di dalam skrotum terlebih dahulu harus dijawab tiga pertanyaan: a. Apakah kelainan jelas terbatas di sebelah atas. Kelainan yang tidak terbatas di sebelah proksimal biasanya merupakan hernia inguinalis, sedangkan bila kelainan terbatas di sebelah atas, pasti terdapat suatu kelainan di dalam struktur skrotum. b. Apakah kelainan bersifat kistik atau padat. Kista kecil kadang tidak menunjukkan fluktuasi, sedangkan tumor padat yang lunak sekali dapat memberi kesan adanya fluktuasi. Yang menentukan ialah pemeriksaan transiluminasi karena cairan jernih selalu bersifat tembus cahaya.
c. Pertanyaan menyangkut letak dan struktur anatomin kelainan yang harus diperiksa

secara palpasi. Skrotum terdiri atas kulit yang membentuk kantung yang mengandung funikulus spermatikus, epididimis, dan testis. Karena untuk spermatogenesis testis membutuhkan suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu tubuh kulit skrotum tipis sekali tanpa jaringan lemak di subkutis, yaitu lapisan isolasi suhu. Keadaan ini memungkinkan palpasi ketiga struktur di dalam skrotum secara teliti. Anulus inguinalis selalu dapat diraba di dinding perut bagian bawah. Funikulus spermatikus dapat ditentukan karena keluar dari anulus inguinalis eksternus. Sebaiknya pemeriksaan funikulus bilareral sekaligus untuk membandingkan kiri dengan kanan. Di dalam funikulus dapat diraba vas deferens karena sebagian besar dindingnya terdiri atas otot. Prosesus vaginalis di dalam funikulus pada anak mungkin teraba seperti lapisan sutra, yang mungkin menjadi tanda diagnostik untuk hernia inguinalis pada anak. Struktur lain di dalam funikulus adalah pembuluh arteri dan vena serta otot kremaster yang sukar diraba sendiri, kecuali bila didapatkan bendungan pleksus pampiniformis yang merupakan varicocele. (Kandell, Fouad R,2007) 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang hangat dengan pasien dalam posisi berdiri tegak, untuk melihat dilatasi vena. Skrotum haruslah pertama kali dilihat, adanya distensi kebiruan dari dilatasi vena. Jika varicocele tidak terlihat secara visual, struktur vena harus dipalpasi, dengan valsava manuever ataupun tanpa valsava. Varicocele yang dapat diraba
5

dapat dideskripsikan sebagai bag of worms, walaupun pada beberapa kasus didapatkan adanya asimetri atau penebalan dinding vena. Pemeriksaan dilanjutkan dengan pasien dalam posisi supinasi, untuk membandingkan dengan lipoma cord (penebalan, fatty cord ditemukan dalam posisi berdiri, tapi tidak menghilang dalam posisi supinasi) dari varicocele. Palpasi dan pengukuran testis dengan menggunakan orchidometer (untuk konsistensi dan ukuran) dapat juga memberi gambaran kepada pemeriksa ke patologi intragonad. Apabila disproporsi panjang testis atau volum ditemukan, indeks kecurigaan terhadap varicocele akan meningkat. Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varicocele secara klinis meskipun terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varicocele. Untuk itu pemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Varicocele yang sulit diraba secara klinis seperti ini disebut varicocele subklinik. Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan membandingkan testis kiri dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal. Untuk menilai seberapa jauh varicocele telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen pada varicocele menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered). (Anonym,2012) Klasifikasi varicocele

Grade Grade I Grade II

Temuan dari pemeriksaan fisik Ditemukan dengan palpasi, dengan valsava Ditemukan dengan palpasi, tanpa valsava, tidak terlihat dari kulit
6

skrotum Grade III Dapat dipalpasi tanpa valsava, dapat terlihat di kulit skrotum
Table 1. Derajat Varicocele (Anonym,2012)

Gambar 3 Orchidometer (sumber : http://www.pubertyadvice.com/images/orchidometer.gif&imgref )

Gambar 4 Varicocele grade III

G. Penatalaksanaan Tatalaksana yang dapat dilakukan adalah : a. Varicocelectomy, pembuluh darah yang mengalami dilatasi diangkat untuk mengatasi masalah. Biasanya dilakukan di antara tiga tempat, yaitu inguinal, retroperitoneal, dan di subinguinal. (Robert J.D. Beecroft,2007) b. Embolisasi prinsipnya adalah aliran darah balik dihambat. Caranya, catheter dimasukkan ke vena di daerah paha, lalu dengan dibantu oleh X-ray, catheter diarahkan ke tempat varicocele. Setelah itu, coil (gulungan) akan dilewatkan melalui catheter dan akan mengarahkan darah dari vena yang rusak ke vena yang baik. Embolisasi lebih aman dibandingkan varicocelectomy. (Robert J.D. Beecroft,2007)

Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan operasi pada varicocele. Di antara mereka berpendapat bahwa varicocele yang telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi. (Robert J.D. Beecroft,2007) Indikasi Tindakan Operasi Kebanyakan pasien penderita varicocele tidak selalu berhubungan dengan infertilitas, penurunan volume testikular, dan nyeri, untuk itu tidak selalu dilakukan tindakan operasi. Varicocele secara klinis pada pasien dengan parameter semen yang abnormal harus dioperasi dengan tujuan membalikkan proses yang progresif dan penurunan durasidependen fungsi testis. Untuk varicocele subklinis pada pria dengan faktor infertilitas tidak ada keuntungan dilakukan tindakan operasi. Varicocele terkait dengan atrofi testikular ipsilateral atau dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap hari, harus dilakukan operasi segera. Ligasi varicocele pada remaja dengan atrofi testikular ipsilateral memberi hasil peningkatan volume testis, untuk itu tindakan operasi sangat direkomendasikan pada pria golongan usia ini. Remaja dengan varicocele grade I II tanpa atrofi dilakukan pemeriksaan tahunan untuk melihat pertumbuhan testis, jika didapatkan testis yang menghilang pada sisi varicocele, maka disarankan untuk dilakukan varicoceleektomi. (Robert J.D. Beecroft,2007)
8

Alternatif Terapi Untuk pria dengan infertilitas, parameter semen yang abnormal, dan varicocele klinis, ada beberapa alternatif untuk varicoceleektomi. Saat ini terdapat teknik non-bedah yaitu percutaneous radiographic occlusion dan skleroterapi. Teknik ini menggunakan kateter yang dimasukkan melalui vena femoralis kemudian memasang coil pada vena spermatika interna. Terdapat pula tindakan pemasangan kateter perkutan dari vena pampiniformis skrotum dan injeksi agen sklerotik. Teknik ini memiliki keberhasilan yang tinggi jika dibandingkan dengan yang teknik pemasangan coil, hanya berisiko trauma pada arteri testikular. Radiographic occlusion juga meiliki komplikasi seperti migrasi coil menuju ke vena renalis yang mengakibatkan rusaknya ginjal dan emboli paru, tromboflebitis, trauma arteri, dan reaksi alergi dari pemberian kontras. (Robert J.D. Beecroft,2007)

EMBOLISASI Embolisasi merupakan tindakan non-bedah, pengobatan yang dilakukan oleh ahli radiologi intervensi menggunakan pencitraan untuk membimbing kateter atau instrumen lain dimasuk kedalam tubuh. Melalui anestesi lokal, pasien santai dan bebas rasa sakit selama prosedur kurang lebih dua jam. (Robert J.D. Beecroft,2007) Tehnik embolisasi Embolisasi varicocele dilakukan dengan lokal anestesi. Angiokateter kecil dimasukkan ke sistem vena, dapat lewat vena femoralis kanan atau vena jugularis kanan. Kateter dimasukan dengan panduan fluoroskopi ke vena renalis kiri (karena kebanyakan varicocele terdapat di sisi kiri) dan kontras venogram.
Beberapa ahli menganjurkan venography ginjal kiri awal untuk melihat refluks kontras ke pembuluh darah spermatika internal kiri karena katup yang tidak kompeten, serta untuk melihat sirkulasi collateral. 9

Venography dilakukan untukmendokumentasikan posisi kateter sebelum memulai embolisasi, serta menilai ukuran vena spermatika internal

Kateter kemudian dimanuever ke bawah vena menuju kanalis inguinalis internal. Jika menggunakan coil, embolisasi dimulai pada tahap ini, coil ditempatkan dalam vena spermatika interna yang lebih proksimal agar dekat dengan percabangan vena renalis kiri atau vena cava inferior sehingga coil menutup cabang utama dan seluruh cabang collateral. Untuk meminimalkan risiko kekambuhan.

Jika sclerosing agent yang digunakan, tekniknya adalah serupa, tetapi perlu adanya tekanan di lipatan inguinal sewaktu menyuntik sklerosing, hal ini untuk mencegah refluks ke dalam pleksus pampiniformis.

Jika kombinasi

coil

dan sklerosing

agent yang bagian untuk

digunakan, coil distal

ditempatkan di

dalam vena spermatika internal atas ligamentum inguinalis. Tujuan dalam pleksus pampiniformis.

tepat

adalah

mencegah refluks sklerosan ke

Sklerosan kemudian disuntikkan perlahan-lahan sepanjang vena spermatika internal dengan menarik kateter perlahan, diikuti dengan penempatan coil dalam vena spermatika internal bagian proksimal.

Dibutuhkan tekanan manual pada daerah tusukan selama 10 menit, untuk mencapai hemostasis.

Pasien diamati selama

2-3 jam pasca prosedur sebelum

pulang rumah.

Pasien biasanya dapat kembali bekerja pada hari berikutnya, namun disarankan untuk menghindari angkat berat dan olahraga selama 5-7 hari. (Robert J.D. Beecroft,2007)

10

Gambar 12. Left gonadal vein reflux and large left varicocele (sumber : http://rad.usuhs.edu/medpix/cow_image.html)

Gambar 13. Coils within the distal left gonadal vein (sumber : http://rad.usuhs.edu/medpix/cow_image.html)

11

Gambar 14. Coils within the distal left gonadal vein (sumber : http://rad.usuhs.edu/medpix/cow_image.html)

Gambar 15. No contrast reflux past the most proximal coils (sumber : http://rad.usuhs.edu/medpix/cow_image.html)

12

Gambar 16. No contrast reflux past the most proximal coils and the varicocele no longer seen (sumber : http://rad.usuhs.edu/medpix/cow_image.html)

Keberhasilan Embolisasi untuk Varicocele Dalam studi baru ini diterbitkan, tingkat keberhasilan teknis 92,4%-96% dengan angka Kekambuhan < 2% antara mereka dirujuk untuk infertilitas. Pada populasi anak dan remaja, tingkat kekambuhan jangka panjang adalah 5% - 11% . Berkaitan dengan hasil dalam pengobatan varicocele pada populasi infertil atau subfertile, terjadi perbaikan dalam parameter mani dan hasil kehamilan yang setara pada pasien yang telah menjalani bedah ligation. (Robert J.D. Beecroft,2007)

Komplikasi Komplikasi jarang terjadi, dalam literatur terbaru dilaporkan sekitar 5% -11% .

13

1. Thrombophlebitis dari pleksus pampiniformis merupakan komplikasi potensial ketika

sclerosants digunakan. Wunsch dan rekan melaporkan kejadian tersebut pada 0,5% kasus, dan memerlukan pengobatan dengan obat anti-inflamasi dan antibiotik. Hal ini dicegah dengan kompresi di lipatan inguinal atau dengan menggunakan coil pada permulaan.
2. Migrasi coil 3. Paparan radiasi pengion yang cukup lama

REFERENSI

1. Purnomo, Basuki B. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Sagung Seto:2007. h 143-5 2. James A. Daitch and Anthony J. Thomas. Varicocele. In: Resnick, Martin I. Andrew C. Novick. Urology Secrets. 3rd Ed. Hanley&Belfus Inc:2003 p 223-6 3. Robert J.D. Beecroft. Percutaneous varicocele embolization. From the Division of Vascular and Interventional Radiology, Department of Medical Imaging, University Health Network, Mount Sinai Hospital, Toronto, Ont. 2007. Diunduh dari [http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2422968/] pada tanggal 1 Mei 2012 4. Anonym. Buku saku urologi. Diunduh dari: [http://jowo.jw.lt/books/Kesehatan/Buku_saku_urologi_txt.txt] pada tanggal 1 Mei 2012 5. Kandell, Fouad R. Male Reproductive Dysfunction, Pathophysiology and Treatment . CRC Press. 2007

14

Anda mungkin juga menyukai