Anda di halaman 1dari 15

Classification of antiplatelet agents

The figure below shows how antiplatelet drugs can be classified according to their mechanism of action. Drug classes include: ADP antagonists (Thienopyridines), COX-1 inhibitors (the only member of this class is aspirin), phosphodiestherase inhibitors and GPIIb/IIIa antagonists.

Classification of antiplatelet agents

Aspirin
Mechanism of action As shown in the figure, aspirin inhibits platelet cyclooxygenase, a key enzyme in thromboxane A2 (TXA2) generation. Thromboxane A2 triggers reactions that lead to platelet activation and aggregation, aspirin acts as a potent antiplatelet agent by inhibiting generation of this mediator. These effects last for the life of the anucleate platelet, approximately 7 to 10 days.

Aspirin inhibition of COX-1 decreases TXA2 production. Source: Gasparyan, A. Y. et al. J Am Coll Cardiol 2008;51:1829-1843 Therapeutic considerations Aspirin is indicated as prophylaxis against transient ischemic attacks, myocardial infarction and thromboembolic disorders. It is also used for the treatment of acute coronary syndromes and in the prevention of reoclusion in coronary revascularization procedures. Since side effects such as GI bleeding and acute renal insufficiency are dose dependent, the recommended antiplatelet dose ranges from 75 mg to 325 mg. A related post in this blog reviews some relevant aspects about aspirin pharmacokinetics.

ADP-receptor blockers: thienopyridines


Mechanism of action

Thienopyridines block ADP receptors. Source:Harvey, R; Champe, P Lippincott illustrated reviews: Pharmacology, 4th edition. LWW: 2009. Thienopyridines act by inhibiting the ADP-dependent pathway of platelet activation. These drugs have no direct effect on prostaglandin metabolism. Therapeutics Ticlopidine is the oldest thienopyridine currently available. It is approved for secondary prevention of thrombotic strokes in patients intolerant of aspirin and for prevention of stent thrombosis in combination with aspirin. Serious adverse effects of ticlopidine therapy are mainly hematologic and include: neutropenia, thrombocytopenia and thrombotic thrombocytopenic purpura. Clopidogrel is approved for prevention of atherosclerotic events following recent myocardial infarction, stroke or established peripheral arterial disease. It is also approved for use in acute coronary syndromes that are treated with either PCI or coronary artery bypass grafting. It has a better safety profile than ticlopidine. Recent studies have shown that PPIs interact with clopidogrel, leading to a reduced effectiveness of the latter. New antiplatelet drugs: Prasugrel is a recently approved ( July 2009) agent in this class. Like ticlopidine and clopidogrel, prasugrel requires a loading dose to achieve a maximal antiplatelet effect rapidly.

Phosphodiesterase inhibitors
Dipyridamole is acts as vasodilator and antiplatelet agent. It inhibits adenosine uptake and cyclic GMP phosphodiesterase activity, this decreases platelet aggregability. Dipyridamole alone has little antiplatelet effect, it is currently used in combination with aspirin or warfarin in the prophylaxis of thromboembolic disorders. It is also used in stress testing for myocardial perfusion imaging.

GPIIb/IIIa inhibitors
The glycoprotein IIb/IIIa inhibitors are used parenterally in patients with acute coronary syndromes by specialists, this class of drugs is not used in an outpatient setting by non-specialists.

Mechanism of action

IIb/IIIa receptor binding to fibrinogen. Source: www.integrilin.com Platelet membrane GPIIb-IIa receptors constitute the final common pathway of platelet aggregation, the integrin GPIIb/IIIa antagonists prevent cross-linking of platelets. Their action is independent of the aggregation-inducing stimulus. Therapeutic considerations Abciximab is a chimeric human-murine monoclonal antibody directed against GPIIb/IIIa, current indications include unstable angina that does not respond to conventional therapy in patients that undergo percutaneous coronary intervention. The peptide derivatives, eptifibatide and tirofiban are more selective towards the GPIIb/IIIa receptor and have a shorter effect than abciximab. The most serious adverse effects of GPIIB-IIIa antagonists include major bleeding, intracerebral hemorrhage and thrombocytopenia.

Video review on antiplatelet drugs


Dr. Paul, from www.usmlevideos.net reviews antiplatelet therapy, focusing on ticlopidine and clopidogrel.
References and further reading on antiplatelet therapy

Golan, David E (editor). Principles of Pharmacology: The Pathophysiologic Basis of Drug Therapy, 2nd edition. LWW: 2008.

Harvey, R; Champe, P (series editors). Lippincott illustrated reviews: Pharmacology, 4th edition. LWW: 2009. Brunton, L.B., Lazo, J.S., & Parker, K.L. (Eds.). Goodman & Gilmans the pharmacological basis of therapeutics, 11th edition. New York: McGraw-Hill:2005.

ANTIPLATELET Platelet diproduksi oleh megakariosit sumsum tulang belakang (Liesner, R.J and Machin, S.J 2003). Fungsi platelet diregulasi oleh substansi-substansi yang dibagi menjadi tiga kategori. Kelompok yang pertama zat-zat yang berada Universitas Sumatera Utara

diluar platelet yang berinteraksi dengan reseptor membran platelet seperti katekolamin, kolagen, thrombin dan prostasiklin. Sedangkan kategori yang kedua terdiri dari zat-zat yang berada di dalam platelet yang berinteraksi dengan reseptor membran seperti adenosine diphosphate (ADP), prostaglandin D2, prostaglandin E2 dan serotonin. Dan kelompok ketiga yaitu zat-zat yang berada di dalam platelet dan berinteraksi dengan platelet yaitu prostaglandin endoperoksida dan tromboxane A Gambar 1. Fungsi Platelet

Dikutip dari : Liesner, R.J and Machin, S.J. 2003. Platelet Disorders. In : Provan, D. ABC of Clinical Haematology second edition. BMJ Books, Spain. P.35-39

Obat antiplatelet telah direkomendasikan untuk pengobatan stroke dan transient ischemic attack untuk mengurangi resiko stroke berulang dan kejadian vaskular lainnya. Berdasarkan prosedur penatalaksanaan pemberian obat antiplatelet sebagai pilihan dapat digunakan aspirin, clopidogrel, dipyridamole dengan aspirin (Hills dkk, 2007). Aspirin merupakan obat antiplatelet yang 2 (TXA2) , ion kalsium (Katzung, 2003). Universitas Sumatera Utara

pertama digunakan untuk mencegah stroke. Akan tetapi dua dekade terakhir beberapa jenis obat antiplatelet lainnya dan kombinasi antara obat antiplatelet telah dievaluasi untuk digunakan dalam memperbaiki keefektifan dan keamanan dari penggunaan aspirin (ODonnel dkk, 2008). Beberapa percobaan penelitian telah dilakukan untuk menilai efikasi dari pengobatan dengan antiplatelet, terutama penggunaan aspirin untuk mencegah kejadian vaskular. The Antiplatelet Trialists Collaboration (APTC) termasuk dalam meta-analisis untuk menentukan efek dari obat antiplatelet dengan berbagai jenis obat antiplatelet pada populasi dengan resiko vaskular. Berdasarkan 17 percobaan penelitian ditemukan pengobatan dengan antiplatelet mengurangi kejadian stroke, infark miokard dan kematian akibat gangguan vaskular (Sacco dkk, 2000). 2.1 ASPIRIN 2.1.1. Kimia Aspirin merupakan prototipe dari prostaglandin tromboxane A2 yang memproduksi arakhidonat sehingga mengakibatkan perubahan bentuk dari platelet untuk mengeluarkan granul dan melakukan agregasi (Katzung, 2003). 2.1.2. Farmakokinetik Aspirin diabsorbsi sebanyak 100 % dengan bioavailabilitasnya 68 %. Waktu paruh aspirin selama 15 menit dan dieliminasi di ginjal bergantung pada pH. Ikatan protein plasma 50-80 %, makin tinggi dosis, makin rendah ikatan protein plasma (Sigit, J.I, 2003). Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Cara Kerja Aspirin menghambat sintesis tromboxane A2 (TXA2) di dalam trombosit dan prostacyclin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel enzim siklooksigenase. Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut (Katzung, 2003), (Blann, A.D dkk, 2003), (Dewoto, 2007). Dikarenakan platelet tidak dapat melakukan regenerasi terhadap siklo-oksigenase, efek daripada aspirin sepanjang jangka hidup dari platelet (secara umum selama 10 hari) (Katzung, 2003), (Blann, A.D dkk , 2003). Gambar 2. Cara Kerja Obat Antiplatelet

Dikutip dari : Blann, A.D.; Landray, M.J.; Lip, G.Y.H. 2003. An of overwiew of antithrombotic therapy. In : Lip,G.Y.H, Blann, A.D. ABC of Antithrombotic Therapy. BMJ Publishing Groups. Spain. P.10-13

2.1.4. Penggunaan dan Dosis Terapeutik Aspirin merupakan satu-satunya obat antiplatelet yang diberikan pada stroke iskemik akut dan direkomendasikan untuk diberikan segera dengan dosis 160-325 mg per hari (Lip, G.Y.H dkk, 2003). Sedangkan Food and Drug Administration (FDA) menyetujui pemberian aspirin 325 mg per hari untuk profilaksis primer infark miokard (Katzung, 2003). Dosis yang digunakan pada beberapa percobaan klinis bervariasi, dimulai dari dosis kurang dari 50 mg sampai >1200 mg per hari (Blann, A.D dkk, 2003). Universitas Sumatera Utara

Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan TXA2, sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit. Dosis yang lebih tinggi selain meningkatkan toksisitas (terutama perdarahan) juga menjadi kurang efektif karena selain menghambat TXA 2 juga menghambat pembentukan prostasiklin (Dewoto, 2007). 2.1.5. Efek Samping Efek samping dari penggunaan aspirin adalah rasa tidak enak di perut, mual dan perdarahan saluran cerna, ruam kulit, purpura dan alopesia (Blann, A.D dkk, 2003), (Dewoto, 2007). 2.1.6. Kontraindikasi Kontraindikasi pemberian aspirin dibagi menjadi dua yaitu absolut pada kondisi ulkus gastrointestinal yang aktif, hipersensitivitas dan trombositopenia. Sedangkan yang relatif yaitu adanya riwayat ulkus atau dispepsia, penyakit dengan perdarahan dan pemberian warfarin (Blann, A.D dkk, 2003). 2.2. CILOSTAZOL 2.2.1. Kimia Cilostazol merupakan 6-[4-(1-cyclohexyl-1H-tetrazol-5-yl)butoxy]-3, 4-dihydro-2-(1H)-quinolinone dapat meningkatkan siklik AMP intraselular dengan menghambat hidrolisis phospodiesterase tipe IIII (Lee dkk, 2003). 2.2.2. Farmakokinetik Cilostazol secara cepat diabsorbsi dan mencapai puncak konsentrasi plasma dalam waktu 2,4 jam setelah pemberian secara oral. Dan kebanyakan cilostazol berikatan dengan protein 95-98%, yang paling utama adalah albumin. Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan studi in vitro pada sitokrom P450, cilostazol di metabolisme di hati melalui sitokrom P450. (Yoo dkk, 2010). 2.2.3. Cara Kerja Cilostazol menghambat phospodiesterase 3, meningkatkan konsentrasi cAMP dan akibatnya adalah menghambat agregasi platelet. Obat ini juga memiliki efek vasodilator yang menghambat proliferasi otot polos vaskular dan melindungi dinding vaskular serta endothelium (Shinohara dkk, 2010). Dan yang terbaru cilostazol juga menghambat lipopolisakarida yang dapat menginduksi apoptosis pada sel endothelium. Berdasarkan hasil observasi cilostazol memiliki efek neuroproteksi ( Lee dkk, 2003 2.2.4. Penggunaan Dosis dan Terapeutik Pemberian cilostazol yang direkomendasikan adalah 100 mg sebanyak dua kali sehari atau 50 mg sebanyak dua kali sehari. Pasien biasanya respon selama dua atau empat minggu setelah pemberian terapi (Lee dkk, 2003) (Katzung, 2003). 2.2.5. Efek Samping Efek samping yang muncul adalah nyeri kepala, dizzines dan takikardia (Furie, 2010). 2.2.6. Kontraindikasi Pada kondisi gagal jantung, kelainan hemostasis atau pasien yang mengalami perdarahan seperti perdarahan lambung dan perdarahan intrakranial (Lee dkk , 2003). Universitas Sumatera Utara

2.3. CLOPIDOGREL 2.3.1. Kimia Clopidogrel merupakan turunan dari derivat thienopyridine yang menghambat agregasi platelet (Katzung, 2003). 2.3.2. Farmakokinetik Clopidogrel dengan waktu paruh obat selama 8 jam dan biasanya dieliminasi melalui feses atau ginjal (Sigit, J.I, 2003). 2.3.3. Cara Kerja Clopidogrel secara kompetitif dan ireversibel menghambat adenosine diphospate (ADP) P2Y12 reseptor. Adenosine diphosphate yang berikatan dengan PY1 reseptor menginduksi perubahan ukuran platelet dan kelemahan serta agregasi platelet yang sementara (Nguyen, 2005). Tidak seperti aspirin obat ini tidak memiliki efek terhadap metabolisme prostaglandin (Katzung, 2003). Gambar 3. Cara Kerja Clopidogrel

Dikutip dari : Nguyen, T.A.; Diodati, J.G; Pharand, C. 2005. Resistance to Clopidogrel : A Review of The Evidence. J Am Coll Cardiol.45:1157-64.

Universitas Sumatera Utara

2.3.4. Penggunaan Dosis dan Terapeutik Pada beberapa percobaan dilaporkan efikasi penggunaan clopidogrel dalam pencegahan transient ischemic attack, stroke dan unstable angina pectoris. Efek antithrombotik dari clopidogrel tergantung kepada dosis, didalam 5 jam setelah pemberian secara oral dosis awal clopidogrel 300 mg, aktivitas platelet sebanyak 80% dapat dihambat. Dosis 75 mg merupakan maintenance dose , dimana dapat mencapai inhibisi platelet maksimum. Durasi efek antiplatelet 7-10 hari (Katzung, 2003). 2.3.5. Efek Samping Memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan ticlopidine yaitu supresi sumsum tulang belakang yaitu neutropenia (Katzung, 2003) (Blann, A.D. dkk, 2003) dan thrombotic thrombocytopenia purpura pada beberapa kasus (Katzung, 2003). 2.3.6. Kontraindikasi Clopidogrel kontraindikasi diberikan pada gangguan hati berat, kecenderungan perdarahan dan pada wanita hamil (Sigit, J.I, 2003). 3. OUTCOME STROKE Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairment, disabilitas dan handicaps. WHO membuat batasan sebagai berikut (Caplan,2000) : Universitas Sumatera Utara 1. Impairment adalah suatu kehilangan atau abnormalitas psikologis, fisiologis atau fungsi atau struktur anatomis. 2. Disabilitas adalah setiap keterbatasan atau ketidakmampuan untuk melakukan suatu aktivitas dengan cara atau dalam rentang yang dianggap normal untuk orang sehat. 3. Handicap adalah gangguan yang dialami oleh individu akibat impairment atau disabilitas tersebut, yang membatasi perannya sebagai manusia normal.

Penelitian klinis tentang stroke secara rutin menggunakan mortalitas sebagai outcome, namun terdapat outcome lainnya yang penting untuk investigasi klinis dan relevan dengan pasien, mencakup perubahan fungsi tubuh dan disabilitas. Sejumlah instrumen untuk menilai fungsi dan disabilitas telah dikembangkan. Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel Index dan Modified Rankin Scale umumnya digunakan untuk menilai outcome karena mudah digunakan dan merupakan pengukuran yang sensitif terhadap derajat keparahan stroke (Weimar dkk, 2002). Modified Rankin Scale mengukur tingkat ketergantungan, baik mental maupun adaptasi fisik yang digabungkan dengan defisit neurologis. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu dari 0-5, dimana 0 berarti tidak ada gejala dan 5 berarti cacat/ketidakmampuan yang berat (Weimar dkk,2002). National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) digunakan untuk menilai impairment, yang terdiri dari 12 pertanyaantingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria dan inatensi. Universitas Sumatera Utara

Skala ini telah banyak digunakan pada berbagai penelitian tentang terapi stroke akut dan merupakan pemeriksaan standar dalam penelitian klinis. (Meyer dkk,2002; Schlegel dkk,2003). Skor ini tidak hanya membantu untuk mengukur derajat defisit neurologis,namun juga untuk memfasilitasi komunikasi antara penyedia layanan kesehatan, mengidentifikasi kemungkinan lokasi oklusi pembuluh darah, menyediakan prognosis awal, dan membantu mengidentifikasi eligibilitas pasien untuk berbagai intervensi dan potensial komplikasi. (Adams dkk, 2007). Penilaian retrospektif untuk menilai keparahan stroke dengan NIHSS menunjukkan bahwa skor ini reliable dan tidak bias bahkan jika elemen pemeriksaan fisik ada yang hilang dari rekam medis pasien (Williams dkk, 2000) Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai