Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ILMU KEDOKTERAN GIGI FORENSIK TOPIK 4

Brian Vensen Lika Carlo Febianto Dellyan Putra Mulia Dominikus Fernandy H. P. Eva Gracia D.

1006756944 1006658612 1006658625 1006658644 1006667195

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS INDONESIA 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepadaTuhan Yang Maha Esa, karena berkah dan rahmatNya kami dapat menyelesaikan Makalah Ilmu Kedokteran Gigi Forensik untuk Topik 4 mengenai Pemeriksaan Serologi dan DNA. Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membimbing dan membantu kami menyelesaikan makalah ini, di antaranya: 1. drg. Nurtami Soedarsono, Ph.D selaku fasilitator yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini, 2. Para penulis buku teks ilmu kedokteran gigi forensik yang telah membantu kami menjawab persoalan-persoalan yang ada di dalam Topik4 ini melalui buku, jurnal maupun tulisan mereka, 3. Orangtua dan teman-teman angkatan 2010 yang selalu membantu dan memberikan dukungan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini, serta 4. berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Kami menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini.Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan makalah berikutnya.Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan meningkatkan pengetahuan para pembaca.

Jakarta, 20 Maret 2013

Penyusun

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latas Belakang Pemeriksaan identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara baik pemeriksaan fisik yang melihat ciri ciri fisik dari orang tuanya, misalnya warna rambut, warna kornea, bentuk muka dan lainnya. Namun, pada pemeriksaan fisik tidak dapat ditentukan secara pasti. Oleh karena itu diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya misalnya pemeriksaan paternitas. Ilmu Kedokteran Forensik Molekuler adalah suatu bidang ilmu yang baru berkembang dalam dua dekade terakhir, merupakan bagian dari ilmu kedokteran forensik yang memanfaatkan pengetahuan kedokteran dan biologi pada tingkatan molekul atau DNA. Sebagai suatu bidang cabang ilmu kedokteran forensik yang baru, ilmu ini melengkapi dan menyempurnakan berbagai pemeriksaan identifikasi personal pada kasus mayat tak dikenal, kasus pembunuhan, perkosaan serta berbagai kasus ragu ayah (paternitas). Jika terdapat kasus yang meragukan untuk pembuktian apakah anak tersebut merupakan anak hasil hubungan dari pasien atau merupakan anak kandung dari pasien, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan lanjutan.

B. Rumusan Masalah 1. Apa saja informasi yang bisa diperoleh dari pemeriksaan serologi dan DNA? 2. Apa peran dokter gigi forensik saat identifikasi korban menggunakan pemeriksaan serologi dan DNA? 3. Bagaimana prosedur pemeriksaan serologi dan DNA?

C. Tujuan 1. Mengetahui informasi yang bisa diperoleh dari pemeriksaan serologi dan DNA. 2. Mengetahui peran dokter gigi forensik saat identifikasi korban menggunakan pemeriksaan serologi dan DNA. 3. Mengetahui prosedur pemeriksaan serologi dan DNA.

BAB II ISI

Identifikasi adalah prosedur penentuan identitas individu, baik dalam keadaan hidup ataupun mati, yang dilakukan melalui pembandingan berbagai data dari individu yang diperiksa dengan data dari orang yang disangka sebagai individu tersebut. Sebagai prinsip umum dapat dikatakan bahwa : 1. Pada identifikasi pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sebanyak mungkin metode identifikasi. 2. Jika ada data yang tidak cocok, maka kemungkinan tersangka sebagai individu tersebut dapat disingkirkan (eksklusi). 3. Setiap kesesuaian data akan menyebabkan ketepatan identifikasi semakin tinggi.

Ada beberapa cara untuk mengidentifikasi individu diantaranya adalah melalui pemeriksaan serologi (darah dan saliva) dan DNA.

2.1 Pemeriksaan Serologi Serologi forensik melibatkan identifikasi dari berbagai tipe cairan tubuh.Salah satu jenis pemeriksaan serologi adalah identifikasi golongan darah korban dan pelaku yang dapat dideteksi melalui suatu barang bukti seperti bercak darah ataupun darah kering pada kasus perlukaan, semen pada kasus pemerkosaan ataupun saliva pada kasus gigitan. Perbandingan dari antigen-antigen yang ditemukan pada sel-sel darah dan cairan tubuh manusia merupakan suatu bukti yang eksklusif yang dapat ditemukan untuk mengidentifikasi seseorang.Bukti macam ini digunakan untuk mengesampingkan seseorang dari suatu kasus jika ditemukan hasil yang negatif. Hasil positif sendiri hanya terbatas untuk menempatkan seseorang masuk dalam popilasi individu yang memiliki antigen serologik yang sama, namun belum tentu sifatnya spesifik. Dalam pemeriksaan darah, substansi antigen A, B, dan H dalam sistem ABO; substansi M, N, dan 5 substansi lainnya dalam sistem MN; serta komponenkomponen di dalam sistem Rhesus (Rh) dan sistem Lewis diterima secara universal untuk perbandingan medikolegal. Kemampuan manusia untuk mensekresikan antigen ABH di saliva dan cairan tubuh lainnya ditentukan secara genetik.Lebih dari 80% populasi masuk dalam kategori ini. Bahkan, dengan alat dan uji laboratorium yang memadai, cairan tubuh yang 3

sudah mengering pun (e.g. darah) dana dianalisis untuk mendapatkan penanda sebagai bukti. Meskipun tiap orang memiliki rantai DNA yang unik, cara identifikasi serologi yang mengarah pada uji DNA tidak dilakukan secara maksimal hingga tahun 1986, dimana sebenarnya cara ini dapat memberikan material identifikasi yang sangat akurat dalam penegakan hukum. Uji DNA ini memiliki prinsip laboratorium yang membatasi rantai DNA fragmen RFLP dan PCR.Kedua uji ini akurat, tepat, dan dapat direka ulang. 2.1.1 Tipe Bukti yang Diperiksa untuk Pemeriksaan Serologi Tipe bukti yang dikirimkan untuk dilakukan pemeriksaan serologi ataupun DNA adalah barang yang diduga mengandung cairan tubuh.Mayoritas kasus serologi atau DNA yaitu kasus kekerasan seksual.Barang bukti dari tipe kasus tersebut umumnya adalah baju korban, seprai, baju pelaku kekerasan, dan sebagainya. Contoh kasus lain yang membutuhkan pemeriksaan serologi dan DNA adalah kasus pembunuhan dan perampokan. Barang-barang yang umumnya dikirimkan untuk test darah adalah swabbing dari tempat kejadian perkara, pakaian, senjata atau barang-barang lainnya yang mengandung bercak darah. Jika barang bukti berukuran kecil, barang tersebut bisa dikirimkan secara utuh kepada

laboratorium.Tetapi, jika barang bukti berukuran besar, bercak darah atau cairan tubuh lainnya bisa dikumpulkan pada cotton swab yang steril atau menggunting barang tersebut lalu dikirimkan ke laboratorium. Selain itu, barang-barang lain yang bisa dikirimkan adalah barang-barang yang sudah berkontak dengan mulut individual seperti rokok, kaleng minuman, cangkir, botol, permen karet, permen, sikat gigi ataupun masker.Barang-barang tersebut umumnya mengandung DNA yang cukup untuk mengidentifikasi seseorang.Objek yang dipegang seperti setir mobil, senjata, telepon genggam ataupun sidik jari juga mengandung bukti biologis yang bisa dikumpulkan untuk analisis. Reference sample (sampel yang berasal sumber yang sudah diketahui ) digunakan untuk penentuan hubungan keluarga dan juga untuk keperluan perbandingan dengan sampelsampel dari barang bukti lainnya. Umumnya, darah atau saliva yang dikumpulkan dari individu yang hidup dapat digunakan sebagai sampel.Darah dikumpulkan secara intravena dan ditempatkan di tabung yang mengadung EDTA, sebuah pengawet untuk mencegah terdegradasinya DNA.Sedangkan, sampel saliva dapat dikumpulkan dengan mengunyah kasa steril atau sel epitel bisa dikumpulkan dengan melakukan swabbing pada mukosa bukal individu.Reference sample juga bisa dikumpulkan dari individu yang sudah meninggal dalam 4

bentuk darah, sampel jaringan atau sampel tulang, bergantung kepada keadaan dekomposisinya jenazahnya.

2.1.2. Pemeriksaan Darah Darah adalah suatu substansi cair yang mengandung basa, tersusun atas air, sel darah, enzim, protein, dan substansi inorganik lainnya yang bersirkulasi di dalam pembuluh darah, membawa nutrisi, oksigen, dan hasil metabolisme.Darah merupakan bukti yang paling umum dan mungkin paling penting dalam dunia kriminologi modern. Substansi ini tidak bisa digantikan, melihat fakta banyak yang bisa ditemukan dari darah (identitas, cara kematian, DNA, dll). Keberadaannya selalu menghubungkan tersangka dan korban berikut TKP.Darah menjadi bukti yang paling sering mematahkan kesaksian palsu, alibi, atau argumen dari pelaku.Oleh karenanya pelaku sangat sering berusaha menghapus jejak darah baik di TKP, tubuh pelaku, maupun senjata.Namun, hal ini tidak banyak membantu mengingat majunya teknologi membuat para ahli mampu mengidentifikasi darah, meskipun sudah dihapus.Bagian darah yang cair tersusun atas plasma darah dan serum (berwarna kekuningan dan mengandung sel darah putih dan platelet).Bagian darah yang padat tersusun atas sel darah merah.Serum dan sel darah merah menjadi poin penting yang didalami oleh ahli forensik.Khususnya serum, dimana dari substansi ini dapat ditentukan kesegaran sampel darah (durasi serum terpapar udara luar dan membentuk clot).Selain itu, serum juga mengandung antibodi. Di lain pihak, pada sel darah merah, para ahli akan mencari substansi yang lebih kecil, yakni antigen untuk memeriksa golongan darah maupun DNA. Di dalam hukum forensik, darah selalu dianggap sebagai suatu barang bukti. Hal ini dapat ditinjau dari bagaimana 2 orang yang kembar identik dengan pola DNA yang mirip namun memiliki profil antibodi serum yang berbeda (sederhananya memiliki golongan darah berbeda), membuat mereka dapat dibedakan satu sama lain secara serologi. Penggolongan darah pertama (sistem A-B-O) ditemukan pada tahun 1901 oleh Leindsteiner. Pada tahuntahun berikutnya ditemukan penggolongan darah yang lain, utamanya di bidang reaksi antigen-antibodi, yaitu ABH, MN, dan Rh. Saat ini, masyarakat mengenal sistem ABO dan sistem Rh (antigen D). Prinsip utama serologi adalah dalam setiap antigen selalu ada antibodi yang spesifik untuk antigen tersebut. Dalam penggolongan darah rutin, cukup diperlukan 2 antiserum saja: anti-A dan anti-B. Dengan meneteskan antiserum ini ke sampel darah, kita dapat melihat apakah sampel darah tersebut mengalami aglutinasi atau tidak dalam tampilan 5

mikroskop.Golongan darah A akan teraglutinasi oleh anti-A; golongan darah B oleh anti-B; golongan darah AB oleh keduanya; dan golongan darah O tidak teraglutinasi. Golongan darah O banyak dimiliki oleh masyarakat pribumi dan amerika latin. Golongan darah A dimiliki oleh ras kaukasoid dan keturunan eropa. Golongan darah B banyak ditemukan pada masyrakat afrika-amerika dan beberapa suku di Asia (e.g. Thai).Golongan darah AB paling banyak ditemui pada orang Jepang dan China.Selain sistem ABO, ditemukan juga individu dengan golongan darah langka.Sistem baru, dikenal dengan sistem Rhesus.Dalam sistem ini dibagi menjadi Rhesus positif dan negatif.Jika seseorang memiliki faktor positif, maka darahnya mengandung protein yang dapat ditemukan pada rhesus monyet.Sebagian besar masyarakat (85%) memiliki faktor positif dan karenanya, individu dengan rhesus negatif sangat diperhatikan karena langkanya individu dengan rhesus ini. Sistem ini jauh lebiih rumit daripada sistem ABO karena ada sekitar 30 kombinasi yang mungkin, membuat transfusi darah menjadi sangat krusial, meskipun untuk sederhananya lebih sering digunakan yang sistem positif dan negatif. Faktor Rh ditemukan menyelubungi sel darah merah. Pemeriksaan Golongan Darah Golongan darah adalah istilah yang diaplikasikan kepada antigen-antigen yang diturunkan dari kedua orang tua (inherited antigens) yang ditemukan pada permukaan sel darah merah.Pendeteksian golongan darah adalah salah satu metode identifikasi dalam penyelidikan forensik dan telah digunakan secara luas pada berbagai laboratorium forensik.Di antara bermacam-macam sistem golongan darah yang dikenal, sistem A, B, O adalah sistem yang terpenting dan digunakan secara luas. Pembagian sistem A, B, O didasarkan kepada ada tidaknya substansi antigen/aglutinogen yaitu antigen A dan antigen B yang terdapat pada permukaan sel darah merah manusia, sehingga golongan darah manusia terbagi ke dalam 4 golongan yang terdiri atas A, B, AB dan O.

Terdapat dua bentuk antigen yaitu : Antigen larut air (water-soluble form) Antigen ini tidak ditemukan pada sel darah merah dan serum, tapi pada sebagian besar cairan tubuh dan organ dari golongan sekretor. Antigen larut alkohol (alcohol-soluble form) Antigen ini terdapat pada seluruh jaringan tubuh, kecuali otak, dan juga terdapat di sel darah merah.Tetapi antigen ini tidak terdapat pada hasil sekresi. Antigen sistem ABO ini diturunkan secara genetik dibawah pengaruh empat lokus (lokus adalah lokasi gen pada kromosom), yaitu lokus ABO, lokus gen H, lokus gen Se dan lokus gen Le.Sistem ABO dikendalikan oleh 3 jenis gen yaitu, A,B dan O, yang masing-masing dapat menempati lokus ABO. Gen A dan B bersifat kodominan sedangkan gen O bersifat resesif atau amorf yang tidak menghasilkan antigen. Tiap orang tua akan menurunkan satu gen ABO pada anaknya, sehingga seorang anak memiliki sepasang gen (genotip) yang dapat dinyatakan dalam genotip AA,BB,AB,AO,BO dan OO. Pada penentuan golongan darah kita hanya memperhatikan antigen yang dihasilkan gen tersebut, bukan gennya. Sistem ABO juga dikendalikan oleh gen H dan h, yang akan menempati lokus gen H. Lokus gen H akan mengkode sintesis core pentasakarida (suatu bahan baku yang diperlukan untuk sintesis antigen A dan antigen B) sehingga gen H akan membentuk antigen H dan sedangkan gen H bersifat resesif. Hampir semua orang mewarisi dua gen H. Gen H terdapat pada semua golongan darah. Lokus gen Se menentukan apakah seseorang mensekresi antigen A, B atau H ke dalam serum dan cairan tubuh lainnya (saliva, semen dan urin). Hanya sel yang memiliki gen Se yang dapat mensekresi antigen ABH. Sedangkan lokus gen Le berfungsi sebagai prekursor gen H. Substansi antigen A, B dan H berhubungan satu dengan lainnya melalui mekanisme berikut: Jika individu diwarisi gen H, maka individu tersebut akan memiliki antigen H. Substansi antigen H adalah substansi yang mula-mula disintesis selama proses sintesis molekul-molekul golongan darah. Jika individu diwarisi gen O, gen tersebut tidak mengkode antigen apapun, sehingga antigen satu-satunya pada golongan darah ini adalah antigen H. Jika individu diwarisi gen A, gen tersebut akan mengkode enzim yang akan mengubah sebagian substansi H menjadi glikoprotein lain yang merupakan determinan antigenik dari golongan darah A. Sehingga kelompok ini akan memiliki antigen A dan antigen H. 7

Jika individu diwarisi gen B, gen tersebut akan mengkode enzim yang akan mengubah sebagian substansi H menjadi glikoprotein lain yang merupakan determinan antigenik dari golongan darah B. Sehingga kelompok ini akan memiliki antigen B dan antigen H.

Jika individu diwarisi kedua gen A dan B, kedua gen tersebut akan beraksi sehingga kelompok golongan darah ini memiliki antigen A, B dan H. Darah yang masih segar (basah) memiliki nilah lebih dibandingkan darah yang kering

karena lebih banyak uji yang bisa dilakukan (e.g. uji kandungan alkohol dan obat). Darah akan mulai mengering setelah 3 -5 menit terpapar udara. Darah yang kering ditandai dengan warna yang menjadi coklat dan akhirnya hitam.Dari darah dapat juga diekstraksi DNA (terutama jika dalam darah itu mengandung sel darah putih) selain dari saliva, spema, sumsum tulang, pulpa gigi, dan akar rambut. Cara uji DNA dari darah adalah sebagai berikut: 1. Sampel darah diambil 2. Sel darah putih dipisahkan dari sel darah merah (mesin sentrifugasi) 3. DNA diekstraksi dari nukleus sel darah putih 4. Enzim restriktif digunakan untuk memotong fragmen pita DNA 5. Fragmen DNA diletakkan di gel dengan elektroda 6. Arus listrik pada elektroda akan menyusun fragmen DNA 7. Hasil tes DNA ini direndam dalam larutan untuk dapat dilihat secara radiografis

2.1.3. Saliva a) Pendeteksian Golongan Darah Melalui Saliva Penggunaan saliva dalam ilmu forensik berdasarkan kepada keberadaan sekretor dari substansi golongan darah ABH di saliva dengan konsentrasi yang cukup tinggi.Identifikasi golongan darah korban melalui saliva harus menggunakan sediaan ulas pada TKP maupun pada korban yang masih terdapat saliva baik basah ataupun sudah kering.Identifikasi ini disebut pula sebagai Salivary Trace Evidence. Golongan Sekretor dan Non-Sekretor Individu yang termasuk golongan sekretor adalah individu yang memiliki gen Se-Se atau Sese, dimana mereka dapat mensekresikan antigen golongan darahnya pada cairan tubuhnya selain pada sel darah merah. Individu sekretor mensekresikan substansi antigen yang identik dengan substansi pada eritrositnya. Sedangkan individu non-sekretor hanya mensekresikan sedikit sekali atau tidak sama sekali antigen golongan darahnya ke cairan tubuhnya sehingga cairan tubuhnya tidak mengandung antigen tersebut. Menurut para ahli, substansi antigen 8

golongan darah tersebut tidak hanya terdapat pada sel darah merah dan saliva, tapi tersebar secara meluas pada seluruh tubuh manusia, baik pada jaringan lunak dan keras. Pada individu sekretor, penentuan golongan darah selain dilakukan menggunakan sampel darahnya, juga dapat dilakukan menggunakan sampel cairan tubuh seperti saliva.Sedangkan pada individu non-sekretor penentuan golongan darah hanya bisa dilakukan menggunakan sampel darahnya. Penentuan Status Sekretor Untuk menentukan status sekretor perlu dilakukan test, yakni test aglutinasi-inhibisi, yang prosesnya terdiri dari 2 tahap: Penetralan antibodi Pada tahap ini, saliva dicampur dengan antiserum komersial (anti-A atau anti-B) yang telah dilarutkan dengan aquades sehingga titer antibodinya akan mendekati level antigen di dalam saliva, kemudian diamkan beberapa waktu agar keduanya beraksi. Jika individu sekretor, maka antigen di dalam saliva akan menetralkan antibodi dalam antiserum. Aglutinasi-inhibisi Tahap selanjutanya adalah penambahan sel darah merah sesuai dengan golongan darah yang di tes ke dalam campuran tersebut. Jika individu sekretor, maka tidak akan terjadi aglutinasi karena tidak ada lagi antibodi yang tersisa untuk menggumpalkan sel darah merah (antibodi sudah bereaksi seluruhnya dengan antigen yang berada di saliva). Jika individunya non-sekretor, maka tidak ada antibodi di dalam antiserum tidak dinetralkan lalu akan bereaksi dengan sel darah merah yang ditambahkan sehingga akan terjadi penggumpalan. b) Barang Bukti yang Mengandung Saliva Saliva dapat ditemukan di berbagai objek pada tempat kejadian perkara kriminal, sehingga harus hati-hati agar barang bukti yang mengandung saliva tidak rusak atau terkontaminasi.Pada kasus gigitan manusia, saliva harus dikumpulkan sebelum dilakukan cetakan terhadap gigitan tersebut. Pengambilan sampel dengan swab harus dilakukan dari area yang berbeda dengan area gigitan dan juga harus ditulis catatan mengenai lokasi pengambilan sampel dalam hubungannya dengan jejak gigitan tersebut. Selain itu, daerah kulit korban yang tidak tereekspos saliva juga harus diambil sampelnya untuk digunakan sebagai kontrol. Banyak objek yang mengandung jejak saliva yang cukup untuk dilakukannya pemeriksaan, tapi ia tidak mengandung substrat yang bebas saliva yang berperan sebagai 9

kontrol. Objek tersebut seperti puntung rokok, dental floss, tusuk gigi, permen karet dan lainnya.Pada kasus tersebut, material yang mirip atau serupa bisa digunakan sebagai kontrol.Kontaminasi sampel saliva juga bisa terjadi disaat pengumpulan spesimen.Sentuhan kepada objek yang mengandung sampel saliva harus dihindari karena keringat atau sel kulit dari tangan investigator dapat mengontaminasi sampel saliva. c) Cara Membuat Sediaan Ulas dari Saliva Kapas steril kering/ cotton bud dibasahi dengan aqua destilata (akuades). Kapas dicelupkan dalam saline solution (NaCl 0,9%) Membuat sediaan ulas: kapas tersebut diulas setengah rotasi bolak balik di sekitar gigitan atau saliva yang terdapat di TKP setelah dilakukan pembersihan dengan kuas halus dari debu yang melekat. Sediaan ulas ini dubuat 2 kali sehingga terdapat 2 sediaan ulas yang masing-masing 23 kali diputar di sekitar saliva. Masukkan sediaan ke dalam test tube, hindari kontaminasi dengan dinding tabung. Tangkai sediaan ulas tersebut dicekatkan pada penutup tabung kemudian dimasukkan ke dalam kotak kardus kecil atau amplop khusus. Kirim ke laboratorium serologis yang terdekat. Kemudian pada kotak amplop tersebut dituliskan data-data sebagai berikut: a. Tanggal pembuatan sediaan ulas b. Tempat pembuatan sediaan ulas atau TKP c. Kode sediaan ulas d. Nama anggota tim identifikasi yang membuat sediaan ulas. Komunikasi dengan laboratorium serologis untuk memperoleh hasilnya. Maka akan diketahui golongan darah dari analisa air liur tersebut.

d) Penyimpanan Spesimen Saliva Jika analisis tidak mungkin dilakukan segera setelah pengumpulan ataupun jika sampel saliva masih diperlukan untuk dilakukan analisis kembali, maka sampel tersebut disimpan segera setelah pengumpulan.Saliva rentan terhadap perubahan kimiawi serta pertumbuhan bakteri.Hal tersebut dapat mempengaruhi validitas hasil analisis.Untuk mendapatkan hasil analisis spesimen saliva yang baik maka perlu diperhatikan faktor penyimpanan dan preservasi spesimen saliva.

10

Penyimpanan adalah penempatan suatu sampel pada wadah atau kontainer yang terjamin aman, bersih, tidak terkontaminasi dan tidak terdegradasi.Preservasi adalah mempertahankan integritas struktural dari suatu material biokimia serta stabilitas elemen inorganik dalam suatu sampel. Faktor yang perlu diperhatikan dalam preservasi dan penyimpanan sampel adalah temperatur dan durasi penyimpanan.Temperatur yang biasa digunakan untuk penyimpanan sampel adalah 4oC (lemari pendingin/kulkas) dan -5oC sampai -200C (freezer).Setelah itu spesimen harus dikembalikan ke temperatur 25oC sebelum dilakukan analisis.Temperatur tersebut merupakan temperatur yang optimal untuk berjalannya suatu reaksi kimia. Durasi penyimpanan adalah waktu dimana sampel biologis masih dapat digunakan setelah tahap pengumpulan tanpa mempengaruhi keakuratan analisis dan integritas spesimen.Idealnya, penyimpanan dilakukan sesingkat mungkin. e) Hasil Analisa Negatif Apabila hasil analisa saliva dalam identifikasi golongan darah diperoleh hasil yang tidak diharapkan maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu: Saliva dari pelaku bukan golongan sekretor. Apabila saliva telah mengering, mungkin sediaan ulas kurang mengandung saliva. Saliva tercemar oleh cairan lain sebelum dibuat sediaan ulas. Sediaan ulas terkontaminasi sebelum dilakukan analisa laboratoris. Kegagalan dari proses serologis di laboratorium, kemungkinan reagennya sudah rusak atau kadaluarsa atau konsentrasinya berubah.

11

2.2. Pemeriksaan DNA 2.2.1. DNA DNA (deoxyribonucleic acid) adalah material genetik kehidupan dan kode untuk produksi protein. Strukturnya berupa pasangan-pasangan nukleotida (Adenin-Timin; Guanine-Sitosin) dan berbentuk double helix. DNA terdapat pada 23 pasang kromosom yang terdiri dari 22 pasang autosom dan 1 pasang kromosom sex (XX female; XY male). Kromosomkromosom ini terdapat di dalam nukleus sel dan ada yang menyebutnya sebagai nuclear DNA (nucDNA). o Untuk individualisasi dapat ditentukan dengan memeriksa autosom o Untuk menentukan jenis kelamin ditentukan dengan memeriksa kromosom seks Pada manusia, terdapat genom yang terdiri dari mitochondrial DNA (mtDNA).mtDNA terdapat pada mitokondria, tidak di nukleus. Genome mtDNA ini diturunkan dari ibu, sehingga semua anak dari ibu yang sama akan memiliki mtDNA yang sama. Bisa dipakai untuk memeriksa hubungan maternal.

2.2.2. UJI DNA Proses DNA profiling ditemukan oleh Alec John Jeffreys di University of Leicester in 1985. Pada 1994, dianugerahi gelar ksatria oleh Ratu Elizabeth II. Uji DNA merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi seseorang. Keuntungan dari uji DNA ini adalah hasilnya sangat akurat dan hanya membutuhkan jumlah sampel yang relatif sedikit. Kerugiannya yaitu biaya dan alat yang digunakan relatif mahal.Uji DNA bisa berhasil apabila ada pembandingnya. Secara umum, DNA pembanding bisa diperoleh dari beberapa sumber berikut (nomer 1 makin bagus, nomer 2,3,4,... makin kurang bagus): a) Korban (sebelum kejadian dan sampel disimpan dengan baik) b) Orangtua biologis korban c) Anak biologis korban DAN orangtua biologis yang lain dari si anak d) Anak biologis korban e) Saudara korban dari orangtua yang sama (full siblings) f) Saudara jauh korban (half siblings) Bila hendak melakukan uji DNA, ada beberapa tahapan yang bisa dilalui: Planning Komunikasi dengan tim uji DNA (dokter forensik, dokter gigi forensik, antropologis, ahli DNA), membangun hubungan dengan lab sebelum terjadi 12

insiden, dan memiliki tim yang telah terlatih untuk memilih sampel analisis DNA dapat mencegah kesalahan yang tidak diinginkan. Berkaitan teknis pelaksanaan uji DNA itu sendiri

Evidence collection Kegiatan ini untuk mencari sampel DNA. Yang bisa berperan sebagai pengumpul sampel DNA (memahami operasi antara lain: dokter forensik, dokter gigi forensik, ahli antropologi. Investigator kematian dan staff medis kegawatdaruratan bisa menjadi alternative. Biasanya tim pengumpul sampel DNA akan mengambil sampel dari korban untuk memastikan atau mendukung hasil pemeriksaan identifikasi lain. Tim pengumpul sampel DNA memilih sampel mana yang paling bagus untuk dipakai dalam uji DNA.Selain itu tim pengumpul sampel juga bertugas mengambil sampel untuk pembanding uji DNA. Jenis sampel yang bisa dipakai untuk uji DNA antara lain: Darah, saliva Otot Tulang, gigi Sperma Rambut, kulit, jaringan lunak (mengandung jaringan lemak yang dapat mempersulit)
Proses pengumpulan difasilitasi dengan peralatan yang memadai dan mematuhi precaution. Gunakan barang sekali pakai jika memungkinkan. Penggunaan barang berulang kali pakai, seperti gunting, scalpel, tang, dan lain-lain harus dibersihkan tiap kali akan digunakan.

Transportation & Storage Sampel yang didapat 5-25 gram, dimasukkan ke tabung conical, ditutup lalu ditandai Tabung berisi sampel, dimasukkan ke kantong plastik zip lock. Jika terjadi kebocoran, akan membatasi kontaminasi terhadap sampel lain. Kantong berisi tabung sampel, dimasukkan ke cooler box. Antarkan ke laboratorium uji DNA. Sampel disimpan di lingkungan dingin, gelap, kering, dengan suhu -20oC (preferably) jika tidak bisa segera dikirim ke lab.

Data Management Tahapnya berada di lab uji DNA (oleh ahli DNA) 13

Dilakukan prosedur uji DNA Data yang diperoleh dikumpulkan dan diinterpretasi (membandingkan sampel dengan pembanding sampai menarik kesimpulan)

Proses uji DNA Extraction Tujuannya adalah untuk memisahkan molekul DNA dari sel. Pertama sampel dipersiapkan dulu.Tulang dan gigi biasanya dihaluskan menjadi bubuk. Rambut juga biasanya dihaluskan dan jaringan lunak dibuat finely minced. Caranya secara sederhana yaitu: sampel yang sudah dipersiapkan dicampur dengan garam penstabil dan detergen untuk merusak membran sel dan membongkar protein. Setelah itu, molekul DNA akan terlepas dari lokasi awalnya dan masuk ke campuran. DNA larut dalam air, sementara komponen lain dalam campuran lebih larut dalam pelarut organik. Maka, dengan memasukkan pelarut organik (fenol atau kloroform), bagian yang larut air dan karena itu mengandung DNA akan terpisah. Bagian ini dipisahkan dari campuran, lalu disentrifugasi melalui sekelompok filter untuk memperoleh DNA. Amplifikasi Sebelum amplifikasi, dilakukan penghitungan kuantitas DNA manusia yang terdapat dalam sampel. Jumlah DNA yang berlebih dapat mengganggu reaksi amplifikasi dan interpretasi data akhir. Jika kurang, DNA dapat menunjukkan sedikit profil atau bahkan tidak ada sama sekali. Ada beberapa cara yaitu dengan slot blot assay atau dengan PCR assay. Setelah itu, baru dilakukan amplifikasi dengan PCR. Ada beberapa langkah dalam proses amplifikasi PCR ini yaitu (1) denaturation, (2) annealing & (3) extension. Analisis (Electrophoresis, Deteksi, dan Interpretasi) Pertama yang bisa dilakukan yaitu electrophoresis Tujuannya untuk memisahkan nucDNA dan mtDNA Dilakukan kalau sampel diperiksa untuk analisis nucDNA atau analisis mtDNA Setelah itu ahli DNA akan mereview hasilnya, membandingkan data dari sampel dan pembanding, sampai menarik kesimpulan. Interpretasi data; semua puncak yang dihasilkan oleh instrument sebenarnya mewakili alel STR pada kasus nucDNA atau basis mitokondrial pada mtDNA.

14

2.2.3. Gigi sebagai Sampel DNA Gigi mampu bertahan dari sebagian besar kejadian postmortem, seperti pembusukan, autolisis, bahkan tahan panas sampai suhu 1100oC. Sel-sel terutama pada jaringan pulpa bisa berperan sebagai sumber DNA disaat jaringan tubuh lain rusak atau hilang.Cara pengambilan sampel DNA dari gigi: o Metode Smith dkk, dengan sectioning gigi di bagian CEJ, lalu bagian dentin dan pulpa diambil dengan bur steril o Metode Krzyzanska, dengan pompa mikrofluid yang memompa sel dari jaringan pulpa lewat orifice akar. Sel pulpa akan keluar melalui lubang-lubang kecil di permukaan oklusal gigi yang telah dipersiapkan sebelumnya o Seluruh bagian gigi dihaluskan menjadi bubuk Pemilihan metode pengambilan sampel ini dilakukan secara case by case

2.2.4. Saliva & Sel Mukosa Mulut sebagai Sampel DNA DNA dari saliva bisa didapat dari berbagai skenario dan dari berbagai macam benda seperti baju, makanan, rokok, sikat gigi, tempat minuman, gigi tiruan, perangko dan amplop.Sampel saliva untuk uji DNA bisa diambil dari bitemark atau melalui teknik buccal swab. Saliva utamanya tersusun dari air namun juga mengandung elektrolit, buffer, glikoprotein, antibodi, dan enzim. Tes awal untuk screening saliva adalah dengan mendeteksi satu kelompok enzim pada saliva yaitu enzim alpha amilase.

15

Selain itu bisa juga dilakukan screening secara visual untuk melihat bercak saliva. Screening secara visual ini menggunakan sumber cahaya yaitu laser dan cahaya intensitas tinggi yang difilter sehingga menghasilkan satu panjang gelombang

Yang menjadi target uji DNA dari sampel saliva adalah sel-sel yang terdapat didalamnya. Sel ini masuk ke saliva karena aktivitas lingkungan rongga mulut. Contohnya ada sel mukosa mulut yang tercampur dalam saliva karena turnover epitel dan aktivitas pengunyahan. Kemudian misalnya, ada sel darah putih yang didapat dari cairan sulkus gingiva saat adanya inflamasi.

a. Bekas Gigitan Metode pengambilan sampel saliva dari bekas gigitan di kulit bisa dengan metode double swabbing. Teknik ini membutuhkan dua cotton bud steril dan 3 ml air steril. Prosedurnya: o Basahi satu ujung cotton bud dengan air o Aplikasikan ujung cotton bud ini ke daerah dimana terdapat saliva dengan gerakan memutar dan tekanan ringan o Biarkan cotton bud pertama ini mengering di lingkungan bebas kontaminasi selama paling tidak 30 menit o Segera setelah swab pertama diambil, aplikasikan ujung cotton bud kedua yang kering ke daerah bekas saliva yang sudah dibasahi oleh cotton bud pertama. Gunakan gerakan memutar dan tekanan ringan o Biarkan cotton bud kedua ini mengering di lingkungan bebas kontaminasi selama paling tidak 30 menit o Setelah kering, kedua cotton bud dimasukkan ke satu tempat, ditutup dan ditandai o Sampel bisa dikirim ke laboratorium untuk diuji Penting selain mengambil sampel dari kulit korban, perlu juga diambil sampel DNA dari korban sendiri untuk membedakan hasil uji DNA. Intinya untuk membedakan apakah sampel saliva itu berasal dari korban atau dari orang lain. b. Mukosa oral Pengambilan sampel dari mukosa mulut bisa menggunakan teknik buccal swab.Targetnya adalah sel epitel pipih berlapis (squamous epithelial cells) yang bisa diperoleh dari mukosa di bukal, namun biasanya ada sejumlah saliva yang juga terambil.Teknik buccal swab ini: o Sederhana dan tidak sakit 16

o Mudah dilakukan sendiri o Donor lebih nyaman Pengambilan swab dilakukan dengan cotton bud steril. Pertama kita mencatat identitas donor atau memberi label nomer sampel. Pakai glove dan hindari mengkontaminasi swab. Prosedur buccal swabnya kemudian: o Minta donor untuk berkumur dengan air (bila diperlukan*) o Lap satu sisi mukosa bukal dengan kain kasa steril (bila diperlukan*) o Aplikasikan ujung cotton bud dengan mantap di daerah mukosa 10 kali, dengan sedikit memutar ujung cotton bud setiap kali melakukan swab o Ulangi langkahnya dari awal pada mukosa bukal di kontralateral o Biarkan kedua swab mengering di lingkungan bebas kontaminasi selama paling tidak 30 menit o Masukkan kedua swab di pembungkus, kemudian masukkan ke container yang sejuk, kering, bebas sinar UV. o Sampel siap dikirim ke laboratorium (*)Berkumur sebelum mengambil sampel bertujuan untuk mengurangi sisa makanan dan bahkan mengurangi kontaminasi dari sumber DNA lain (bakteri atau jamur, dll).Mengelap mukosa juga membantu membersihkan debris seperti plak. (*)Jadi, berkumur dan mengelap mukosa bukal jangan dilakukan apabila korban diduga mengalami pemerkosaan dan diduga terjadi seks oral. Pada kondisi ini, pemeriksaan DNA dari buccal swab lebih bertujuan untuk mencari identitas dari si pelaku

2.2.5. Pemeriksaan DNA Fingerprint Pemeriksaan sidik DNA pertama kali diperkenalkan oleh Jeffreys pada tahun 1985. Pemeriksaan ini didasarkan atas adanya bagian DNA manusia yang termasuk daerah noncoding atau intron (tak mengkode protein) yang ternyata merupakan urutan basa tertentu yang berulang sebanyak n kali. Bagian DNA ini tersebar dalam seluruh genom manusia sehingga dinamakan multilokus. Bagian DNA ini dimiliki oleh semua orang tetapi masing-masing individu mempunyai jumlah pengulangan yang berbeda-beda satu sama lain, sedemikian sehingga kemungkinan dua individu mempunyai fragmen DNA yang sama adalah sangat kecil sekali. Bagian DNA ini dikenal dengan nama Variable Number of Tandem Repeats (VNTR) dan umumnya tersebar pada bagian ujung kromosom. Seperti juga DNA pada umumnya, VNTR 17

ini diturunkan dari kedua orangtua menurut hukum Mendel, sehingga keberadaanya dapat dilacak secara tidak langsung dari orangtua, anak maupun saudara kandungnya. Jeffreys dan kawan - kawan menemukan bahwa suatu fragmen DNA yang diisolasi dari DNA yang terletak dekat dengan gen globin manusia ternyata dapat melacak VNTR ini secara simultan. Pelacak DNA (probe) multilokus temuannya ini dinamakan pelacak Jeffreys yang terdiri dari beberapa probe, diantaranya 16.6 dan 16.15 yang paling sering digunakan. Pemeriksaan sidik DNA diawali dengan melakukan ekstraksi DNA dari sel berinti, lalu memotongnya dengan enzim restriksi Hinfl, sehingga DNA menjadi potongan-potongan. Potongan DNA ini dipisahkan satu sama lain berdasarkan berat molekulnya (panjang potongan) dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose. Dengan menempatkan DNA pada sisi bermuatan negatif, maka DNA yang bermuatan negatif akan ditolak ke sisi lainnya dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan panjang fragmen DNA. Fragmen DNA yang telah terpisah satu sama lain di dalam agar lalu diserap pada suatu membran nitroselulosa dengan suatu metode yang dinamakan metode Southern blot. Membran yang kini telah mengandung potongan DNA ini lalu diproses untuk membuat DNA-nya menjadi DNA untai tunggal (proses denaturasi), baru kemudian dicampurkan dengan pelacak DNA yang telah dilabel dengan bahan radioaktif dalam proses yang dinamakan hibridisasi. Pada proses ini pelacak DNA akan bergabung dengan fragmen DNA yang merupakan basa komplemennya. Untuk menampilkan DNA yang telah ber-hibridisasi dengan pelacak berlabel ini, dipaparkanlah suatu film diatas membran sehingga film akan terbakar oleh adanya radioaktif tersebut (proses autoradiografi). Hasil pembakaran film oleh sinar radioaktif ini akan tampak pada film berupa pita-pita DNA yang membentuk gambaran serupa Barcode (label barang di supermarket). Dengan metode Jeffreys dan menggunakan 2 macam pelacak DNA umumnya dapat dihasilkan sampai 20-40 buah pita DNA per-sampelnya. Pada kasus identifikasi mayat tak dikenal dilakukan pembandingan pita korban dengan pita orangtua atau anak-anak tersangka korban. Jika korban benar adalah tersangka maka akan didapatkan bahwa separuh pita anak akan cocok dengan ibunya dan separuhnya lagi cocok dengan pita ayahnya. Hal yang sama juga dapat dilakukan pada kasus ragu ayah (disputed paternity). Pada kasus perkosaan, dilakukan pembandingan pita DNA dari apus vagina dengan pita DNA tersangka pelaku. Jika tersangka benar adalah pelaku, maka akan dijumpai pita DNA yang persis pola susunannya.

18

2.2.6. Analisis VNTR Lain Setelah penemuan Jeffreys ini, banyak terjadi penemuan VNTR lain. Metode pemeriksaan pun menjadi beraneka ragam dengan menggunakan enzim restriksi, sistim labeling pelacak dan pelacak yang berbeda, meskipun semua masih menggunakan metode Southern blot seperti metode Jeffreys. Setelah kemudian ditemukan suatu pelacak yang dinamakan pelacak lokus tunggal (single locus), maka mulailah orang mengalihkan perhatiannya pada metode baru ini. Pada sistim pelacakan dengan pelacak tunggal, yang dilacak pada suatu pemeriksaan hanyalah satu lokus tertentu saja, sehingga pada analisis selanjutnya hanya akan didapatkan dua pita DNA saja. Karena pola penurunan DNA ini juga sama, maka satu pita berasal dari ibu dan pita satunya berasal dari sang ayah. Adanya jumlah pita yang sedikit ini menguntungkan karena interpretasinya menjadi lebih mudah dan sederhana. Keuntungan lain adalah ia dapat mendeteksi jumlah pelaku perkosaan. Jika pada usap vagina korban ditemukan ada 6 pita DNA misalnya, maka pelaku perkosaan adalah 3 orang (satu orang 2 pita). Kelemahannya adalah jumlah pita yang sedikit membuat kekuatan diskriminasi individunya lebih kecil, sehingga perlu identifikasi personal selain kasus perkosaan, perlu dilakukan pemeriksaan dengan pelacakan beberapa lokus sekaligus.Secara umum, metode Jeffreys dan pelacak multilokus dianjurkan untuk kasus identifikasi personal, sedang untuk kasus perkosaan menggunakan metode dengan pelacak lokus tunggal.

2.2.7. Pemeriksaan RFLP Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat adanya variasi panjang fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim restriksi tertentu. Suatu enzim restriksi mempunyai kamampuan memotong DNA pada suatu urutan basa tertentu sehingga akan menghasilkan potongan-potongan DNA tertentu. Adanya mutasi tertentu pada lokasi pemotongan dapat membuat DNA yang biasanya dapat dipotong menjadi tak dapat dipotong sehingga membentuk fragmen DNA yang lebih panjang. Variasi inilah yang menjadi dasar metode analisis RFLP. VNTR yang telah dibicarakan di atas sesungguhnya adalah salah satu jenis RFLP, karena variasi fragmennya didapatkan setelah pemotongan dengan enzim restriksi. Metode pemeriksaan RFLP dapat dilakukan dengan metode Southern blot tetapi dapat juga dengan metode PCR. 19

2.2.8. Metode PCR Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim polimerase DNA. Kelompok Cetus pada tahun 1985 menemukan bahwa DNA yang dicampur dengan deoksiribonukleotida trifosfat atau dNTP (yang terdiri dari ATP, CTP, TTP dan GTP), enzim polimerase DNA dan sepasang primer jika dipanaskan, didinginkan lalu dipanaskan lagi akan memperbanyak diri dua kali lipat. Jika siklus ini diulang sebanyak n kali, maka DNA akan memperbanyak diri 2n kali lipat. Yang dimaksud dengan primer adalah fragmen DNA untai tunggal yang sengaja dibuat dan merupakan komplemen dari bagian ujung DNA yang akan diperbanyak, sehingga dapat diibaratkan sebagai patok pembatas bagian DNA yang akan diperbanyak. Siklus proses PCR diawali dengan pemanasan pada suhu tinggi, yang berkisar antara 90-95 derajat Celsius (fase denaturasi). Pada suhu ini DNA untai ganda (double stranded) akan terlepas menjadi 2 potong DNA untai tunggal (single stranded). Proses ini dilanjutkan dengan pendinginan pada suhu tertentu (fase penempelan primer atau primer annealing) yang dihitung dengan rumus Thein dan Walace: Suhu = 4(G + C) + 2(A + T). G, C, A dan T adalah jumlah basa Guanin Sitosin, Adenin dan Timin pada primer yang digunakan. Pada fase ini primer akan menempel pada basa komplemennya pada DNA untai tunggal tadi. Selanjutnya, siklus diakhiri dengan pemansan kembali antara 70-75 derajat Celsius (fase ekstensi atau elongasi), yang akan membuat primer memperpanjang diri membentuk komplemen dari untai tunggal dengan menggunakan bahan dNTP. Pemeriksaan dengan metode PCR hanya dimungkinkan jika bagian DNA yang ingin diperbanyak telah diketahui urutan basanya. Tahapan selanjutnya adalah menentukan dan menyiapkan primer yang merupakan komplemen dari basa pada ujung-ujung bagian yang akan diperbanyak. Pemeriksaan PCR sendiri merupakan suatu proses pencampuran antara DNA cetakan (template) yang akan diperbanyak, dNTP, primer, enzim polimerase DNA dan larutan buffer dalam reaksi 50 ul atau 100 ul. Campuran ini dipaparkan pada 3 suhu secara berulang sebanyak n buah siklus (biasanya di bawah 35 siklus). Adanya mesin otomatis untuk proses ini membuat prosedurnya menjadi amat sederhana. DNA hasil perbanyakan dapat langsung dianalisis dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose atau gel poliakrilamide.Lokus DNA yang dapat dianalisis dengan metode PCR, meliputi banyak sekali lokus VNTR maupun RFLP lainnya, diantaranya lokus D1S58 (dulu disebut D1S80) dan D2S44. Metode analisis dengan PCR ini begitu 20

banyak disukai sehingga penemuan-penemuan lokus DNA polimorfik yang potensial untuk analisis kasus forensik terus terjadi tanpa henti setiap saat. Pada masa sebelum berkembangnya teknologi bio-molekuler, identifikasi personal dilakukan hanya dengan memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme protein, seperti golongan darah, dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan pertama, ia hanya dimungkinkan dilakukan pada bahan yang segar karena protein cepat rusak oleh pembusukan. Keterbatasan kedua, ia hanya dapat memberikan kesimpulan eksklusi yaitu "pasti bukan" atau "mungkin". Pada metode konvensional, untuk mempertinggi ketepatan kesimpulan pada kelompok yang tak tereksklusi, pemeriksaan harus dilakukan terhadap banyak sistem sekaligus. Penemuan DNA fingerprint yang menawarkan metode eksklusi dengan kemampuan eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode pelengkap atau bahkan pengganti yang jauh lebih baik karena ia mempunyai ketepatan yang nyaris seperti sidik jari. Dengan mulai diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk memperbanyak DNA jutaan sampzi milyaran kalzu memungkinkan dianalisisnya sampel forensik yang jumlahnya amat minim, seperti analisis kerokan kuku (cakaran korban pada pelaku), bercak mani atau darah yang minim, puntung rokok dan sebagainya. Kelebihan lain dari pemeriksaan dengan PCR adalah kemampuannya untuk menganalisis bahan yang sudah terdegradasi sebagian. Hal ini penting karena banyak dari sampel forensik merupakan sampel postmortem yang tak segar lagi.

21

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan Pemeriksaan serologi dilakukan untuk mendeteksi DNA dan golongan darah pada cairan tubuh seperti darah, saliva, semen dan lainnya.Hal tersebut bisa dideteksi pada individu sekretor saja sedangkan pada individu non-sekretor, deteksi hanya bisa dilakukan melalui darah. Pemeriksaan DNA memiliki keunggulan dan kerugian.Keuntungannya hasil sangat akurat dan butuh sampel yang jumlahnya sedikit.Kerugiannya biaya uji DNA relatif mahal dan lama.Sampel untuk uji DNA bisa diperoleh dari berbagai sumber, misalnya darah, tulang, rambut, gigi, saliva, dll.Peran dokter gigi forensik lebih mengarah ke pengambilan sampel.Dari berbagai sampel yang ada, yang menjadi spesialisasi dokter gigi forensik adalah gigi, saliva, dan buccal swab.

22

Daftar Pustaka

Senn, David R; Stimson, Paul G. Forensic Dentistry, 2nd edition. 2011. Boca Raton: Taylor & Francis Group Mozayani A, Noziglia C. The Forensic Laboratory Handbook Procedures and Practice. 2011. Springer Science & Business Media Djohansyah Lukman. Ilmu Kedokteran Gigi Forensik Jilid 2. 2006. Sagung Seto. www.forensic-medecine.info/forensic-serology.html. Diunduh pada tanggal 14 Maret 2013. www.ncids.com/forensic/serology/serology.shtml. Diunduh pada tanggal 14 Maret 2013.

23

Anda mungkin juga menyukai