1.1 Latar Belakang sebagaimana yang sudah kita ketahui, bahawa peradilan itu hadir untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau sengketa yang terjadi di masyarakat, maka dari itu suatu pemerintahan tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya peradilan. Jika peradilan merupakan solusi dalam menyelesaikan suatu perkara, maka didalamnya terkandung makna meyuruh kepada yang maruf dan mecegah kepada yang munkar, menyampaikan hal kepada yang harus menerimanya dan menghalangi orang-orang yang dzalim daripada berbuat aniaya, serta mewujudkan perbaikan umum. Apabila dalam suatu masyarakat tidak terdapat peradilan, maka masyarakat tersebut akan kacau, berantakan tidak akan maju. Pada zaman jahiliyah, tidak terdapat badan yang menyusun dan membuat undang-undang atau aturan-aturan. Pada umumnya mereka hanya berpegang teguh pada tradisi nenek moyang mereka yang telah diwariskan. Jadi mereka memustuskan hukum dengan adat kebiasaan mereka, sedangkan peradilan di masa Rasulullah SAW, beliau bertindak sebagai hakim, Rasulullah memutuskan perkara berdasarkan wahyu yang diturunkan kepadanya. Para penggugat dan tergugat hadir langsung dihadapan Nabi, maka beliau pun mendengar keterangan dari pada pihak yang sedang berperkara. Setelah Nabi wafat, tapuk kepemimpinan dilanjutkn oleh para Khulafaurrasydin. Para Khulafa dalam menyelesaikan suatu permasalahan, terlebih dahulu memerhatikan kitabullah dan kemudian As-sunnah dan bertanya kepada sahabat lain atau dengan istilah lain bermusyawarah. Dan apabila masalah yang dihadapi tidak ada dalam nash dari syara, maka mereka berijma. Setelah wafatnya Sahabat Ali bin Abi Thalib, maka beralhirlah era Khulafaurrasyidin. Fase selanjutnya adalah zaman Tabiin yang pemerintahannya dipimpin oleh Bani
Umayyah, pemerintahan ini di dirikan oleh Muawiyah ibn Abi Sufyan, setelah kekuasaan Umayyah berakhir maka dilanjutka oleh pemerintahan Bani Abbasiyah. Dan dalam makalah ini, akan dibahas sedikit tentang peradilan pada masa pemerintahan Bani Umayyah.
1. Bagaimana sejarah masa Pemerintahan Bani Umayyah? 2. Bagaimana bentuk dan praktik peradilan pada masa Pemerintahan Bani Umayyah? 3. Bagaimana kodifikasi putusan Hakim di masa Pemerintahan Bani Umayyah? 4. Dan siapa saja Hakim-hakim yang terkenal dalam menyelesaikan masalah di masa Pemerintahan Bani Umayyah? 1.3 Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang dapat di peroleh dari pembahasan tentang peradilan pada masa Bani Umayyah antara lain : a. Bagi penulis menjadikan wawasan pengetahuan tentang hukum sejarah peradilan di masa pemerintahan Bani Umayyah. b. Bagi IAIN Sunan Ampel khususnya Fakultas Syariah agar kita semua bisa mengetahui dan memahami hukum peradilan di masa Bani Umayyah. c. Bagi masyarakat agar dapat mengerti dan menerapkan hukum peradilan seperti masa-masa Islam tempo dulu.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Bani Umayyah Setelah berakhirnya para Khulafaur Rasyidin, fase selanjutnya adalah zaman tabiin yang pemerintahannya dipimpin oleh Dinasti Umayyah, dengan khalifah pertama Muawiyah bin Abi Sofyan, dinasti ini beribukota di Damaskus. Muawiyah telah mencurahkan segala tenaganya untuk memperkuat dirinya dan menyiapkan daerah syiria sebagai pusat kekuasaannya di kemudian hari. 1 Fitnah besar yang dihadapi umat islam pada akhir pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah tahkim, yaitu perdamaian antara pihak Ali dengan Muawiyah yang kedudukannya berbeda, Ali sebagai Khalifah sedangkan Muawiyah sebagai Gubernur. Dalam menghadapi tawaran damai dari pihak Muawiyah pengikut Ali terbagi menjadi dua, satu ; kelompok yang mendesak Ali untuk menerima tawaran damai tersebut, sekelompok lagi tidak. Karena menganggap bahwa damai adalah jalan yang terbaik, Ali menerima tawaran itu dengan menjadikan abu musa Alasyari sebagai utusan, sedangkan utusan dari pihak Muawiyah adalah Amr ibn Ash, dan atas kelihaian Amr ibn Ash, secara politik perdamaian dimenangkan oleh pihak Muawiyah, Ali menolak hasil tahkim tersebut. Pendukung Ali yang tidak menyetujui tahkim membelot tidak lagi mendukung Ali. Mereka inilah yang dalam sejarah dikenal sebagai khawarij. Kelompok ini memusuhi Sahabat yang terlibat tahkim, bahkan memandang kafir terhadap orang yang terlibat dan menyetujui hasil tahkim. Kelompok inilah menurut Muarikh, yang merencanakan pembunuhan terhadap Ali dan Muawiyah. Namun hanya Ali yang berhasil mereka bunuh.terbunuhnya Ali memberikan berkah kepada Muawiyah, ia dengan mudah dapat mengambil alih kepemimpinan umat islam. Pada zaman pemerintahan Bani Umayyah, sistem kepemimpinan
1
Khilafah diganti dengan sistem kerajaan (monarchi).2 Dinasti ini berkuasa selama kurang lebih 91 tahun dengan 14 orang Khalifah antara lain : 1. Muawiyah bin Abu Sofyan 2. Yazid bin Muawiyah 3. Muawiyah bin Yazid 4. Marwan bin Hakam 5. Abdul Malik bin Marwan 6. Walid bin Abdul Malik 7. Sulaiman bin Abdul Malik 8. Umar bin Abdul Aziz 9. Yazid bin Abdul Malik 10. Hisyam bin Abdul Malik 11. Walid bin Yazid 12. Yazid III 13. Ibrahim bin Walid 14. Marwan bin Muahammad 661-680 M 680-683 M 683-684 M 684-685 M 685-705 M 705-715 M 715-717 M 717-720 M 720-724 M 724-743 M 743-744 M 744-745 M 745-747 M 747-750 M
Di antara empat belas Khalifah Dinasti Umayyah tersebut hanya lima orang Kahlifah yang menduduki jabatan dalam waktu yang cukup panjang dan memberikan pengaruh bagi perkembangan Islam, yaitu Muawiyah bin Abi Sofyan, Abdul Malik bin Malik, Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz dan Hasyim bin Abdul Malik. 2.2 Bentuk dan Praktik Peradilan Pada masa Dinasti Umayyah, al-qadha dikenal dengan al-Nizham alQadhaaiy (organisasi kehakiman) dimana kekuasaan pengadilan telah dipisahkan dari kekuasaan politik.3 Ketatalaksanaan peradilan makin disempurnakan, badan peradilan mulai berkembang menjadi lembaga yang madiri. dalam menangani
2
Juhaya s. Praja, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. ( bandung ; PT Remaja Rosdakarya, 2000) hlm. 53. Sistem kerajaan (monarchi) adalah sebuah sistem pemerintahan yang berdasarkan garis keturunan secara turun-menurun dari silsilah keluarga.
3
perkara, parna Hakim tidak terpengaruh oleh sikap atauy kebijaksanaan politik penguasa Negara. Mereka bebas dalam mengambil keputusan, dan keputusan mereka juga berlaku terhadap pejabat tinggi Negara. Pada masa Tabiin ini, para ahli fiqih baik dari kalangan Sahabat maupun Tabiin telah tersebar diberbagai ibukota karena semakin luas daerah penaklukan. Maka Khalifah mengangkat hakim untuk ibukota dan menyerahkan kepada hakim-hakim itu kekuasaan mengangkat hakim-hakim yang ada didaerah. Para hakim dibatasi wewenangnya. Hakim tidak mempunyai hak untuk mengawasi putusan-putusan hakim yang lain. Hakim ibu negara sendiri tidak bisa membatalkan putusan-putusan hakim daerah. Yang berhak membatalkan putusan tersebut hanyalah Khalifah sendiri atau wakil-wakilnya dengan intruksi daripadanya. Tugas para hakim dimasa itu hanya mengeluarkan vonis dalam perkara-perkara yang dsiserahkan kepadanya. Tentang pelaksana hukuman, maka kadang-kadang diawasi sendiri oleh orang-orang yang di tunjuk oleh hakim.4 Ada dua ciri khas bentuk peradilan pada masa Bani Umayyah, yaitu : 1. Hakim memutuskan perkara menurut hasil ijtihadnya sendiri, dalam hal yang tidak terdapat di dalam Nash Al-Quran dan Hadits. Ketika itu madzab belum lahir dan belum menjadi pengikat bagi keputusankeputusan hakim. 2. Lembaga peradilan pada masa itu belum dipengaruhi oleh penguasa. Hakim memiliki hak otonom yang sempurna, tidak dipengaruhi oleh keinginan-keinginan penguasa. Keputusan mereka tidak hanya berlaku pada rakyat biasa, tetapi juga pada penguasa-penguasa mereka sendiri. Dalam hal itu Khalifah selalu mengawasi gerak-gerik hakim dan memecat hakim yang menyeleweng dari garis yang ditentukan. Para qadhi memberikan keputusan menurut pendapatnya sendiri yang disebut rayi, berdasarkan praktek-praktek kebiasaan yang bertalian dengan aturan administratif dengan mempertimbangkan peraturan yang berasal dari Al-Quran
4
serta norma-norma agama islam yang mereka ketahui. Namun tidak boleh mereka menghukumi dengan nafsu mereka tapi dengan sumber-sumber hukum islam yang ada. 5 Daulah ini membentuk lembaga kehakiman, lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua hakim (Qathil Qudhah), seorang hakim (Qadhi). Disamping itu kehakiman ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpammendapat tekanan atau pengaruh golongan politik tertentu. Dalam sejarah dunia peradilan islam terutama pada Dinasti Umayyah ada tiga kekuasaan kehakiman yang dikenal yaitu : 1. Pengadilan al-Qadha Kata Al-Qadha secara harfiah berarti memutuskan atau menetapkan sedangkan menurut istilah fiqih, al-Qadha berarti menetapkan hukum syara pada suatu peristiwa atau sengketa untuk diselesaikan secara adil dan mengikat. 6 Pengadilan ini mengadili perkara-perkara perdata dan pengadilan pidana (jinayat). Ini merupakan tugas Qadhi7. 2. Pengadilan Al-hisbah Al-muhtasib selaku kepala hisbah, dan dalam meyelesaikan perkaraperkara umum dan soal-soal pidana yang memerlukan tindakan cepat. Kewenangan wilayah hisbah sesungguhnya merupakan kewenangan untuk menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat munkar., serta menjadkan kemaslahatan dalam masyarakat. Pada msa Rasulullah SAW embrio peradilan hisbah ini sudah ada. Diriwayatkan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah ke pasar dan memasukkan tangannya kedalam
5 6
Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam, (jakarta, kelembagaan agama islam. 1985) hlm.36 Suksesblogspot.com peradilan islam dimasa dinasti Umayyah.html. 10/10/12 ; 15.55 7 Qadhi mempunyai tugas-tugas, yaitu 1) memutuskan perkara semua pihak yang berperkara dalam semua tuduhan, 2) mengalahkan orang dzalim, membantu orang yang berhak, membantu orang yang didzalimi dan memberi hak kepada pemiliknya, 3) melaksanakan hudud serta vonis dalam darah dan luka, 4) menangani pernikahan, talak, nafkah dan sebagainya, 5) mengelola harta orang yang belum dewasa, seperti anak-anak yatim, orang gila, orang yang tidak jelas perginya,6) memikirkan kemaslahatan-kemaslahatan umum diwilayah kerjanya, seperti jalanjalan, fasilitas umum dan sebagainya, 7) menegakkan amar maruf dan mewajibkan manusia mengerjakannya, melarang dari kemungkaran, mengubahnya serta menghilangkan bekas-bekas dari wilayah kerjanya.
gandum seorang penjual, ternyata yang bawah basah,. Maka beliau bersabda jangan mencampur yang baik dengan yang buruk pada masa Dinasti Umayyah wilayah hisbah sudah menjadi satu lembaga khusus dari lembaga peradilan yang ada dengan kewenangan mengatur dan mengontrol pasar dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat islam. 3. Penagdilan al-Muzhallim Kata al-Muzhalim adalah jama dari al-madzlamat yang menurut bahasa ber arti nama bagi sesuatu yang diambil oleh orang dzalim dari tangan seseorang. Jadi pengadilan ini di bentuk oleh pemerintah khusus membela orang-orang madzlum (teraniaya) akibat sikap semena-mena dari pembesar atau pejabat negara atau keluarganya, yasng dalam
pemyelesaiannya sulit untuk diselesaikan oleh pengadilan biasa (al-qadha) dan al hisbah. Pada pengadilan kategori ketiga ini dalam melakukan sidangnya langsung dibawah pimpinan Kahlifah. Ketika itu Abdul Malik bin Marwan pada awalnya dibentuk dimasjid.
8
mahkamah madzalim ini dibantu oleh lima orang pejabat penting lainnya. Antara lain : 1. Pembela, kelompok ini dipilih dari orang orang yang mampu mengalahkan pihak terdakwa yang menggunakan kekerasan atau melarikan diri dari pengejaran pengadilan. 2. Hakim. Hakim yang berprofesi sebagai penasihat mahkamah mudzalim, sehingga dengan berbagai cara, apa yang menjadi hakl pihak yang teraniaya dapat dikembalikan. Kepada seluruh yang hadir dapat dijelaskan tentang kasus yang terjadi dengan sesungguhnya. Kejayaan dinasti Umayyah, termasuk dalam peradilan adalah ketikah Khalifah dipegang oleh Umar bin Abdul Aziz, b eliau pernah mengatakan : apabila terdapat pada seorang hakim lima perkara., maka itulah hakim yang sempurna. Lima perkara ,itu adalah :
8
a. Mengetahui hukum-hukum yang telah diputuskan oleh hakim-hakim yang lalu. b. Bersih dari sifat tamak. c. Dapat menahan amarah d. Meneladani pemimpin-pemimpin agama yang terkenal. e. Selalu merundingkan sesuatu kepada para ahli.9
3. Ahli
fiqih
sebagai
tempat
para
hakim
mahkamah
mudzalim
mengembalikan perkara syariah yang sulit menentukan hukumnya. Ada beberapa catatan pada peradilan di Masa Umayyah yang menggambarkan perlunya ahli fiqih., yaitu pertama, setiap kota memiliki ahli fiqh baik dari kalangan sahabat maupun tabiin, yang memiliki kemapuan untuk berijtihad dalam mengistinbatkan hukum. Kedua, qadha dan fatwa dipandang sederajat, fatwa dalam periode ini sama dengan qadha, yaitu fatwa qadhi dipandang putusan. Fatwa yang dikeluarkan qadhi dipandang hukum. Ketiga, putusan seorang qadhi tidak bisa dibatalkan oleh keputusan qadhi yang lain. Karena ijtihat tidak vbisa membatalkan ijtihat. 4. Sekretaris, yang bertugas mencatat perkara yang diperselisihkan dan mencatat ketetapan apa yang menjadi hak dan kewajiban pihak-pihak yang berselisih. 5. Saksi, yang bertugas memberika kesaksian terhadap ketetapan hukum yang disampaikan oleh hakim yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.10
2.3 Kodifikasi Putusan Hakim Putusan-putusan hakim pada masa ini belum lagi disusun dan dibukukan secara sempurna. Orang-orang yang berperkara biasanya mengajukan perkaranya kepada hakim, maka hakim memeriksa serta memberikan putusannya dengan cara
10
menerangkan kepada yang terhukum tentang fatwa sebagai dasar pegangan hakim. Seorang hakim yang bertugas di Mesir bernama Salim bin Ataz, merasa perlu mengintegrasikan putusan yang telah ditetapkan, seiring dengan meningkatnya perkara-perkara rakyat (sudah rusak akhlaqnya), karena dalam masalah yang sama tentang pembagian harta warisan terhadap putusan hakim yang berbeda, sehingga mereka kembali lagi kepada hakim untuk meminta keadilannya. Setelah hakim memutuskan sekali perkara itu, maka putusan itu ditulis dan dibukukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa dialah permulaan hakim mencatat putusannya.11
2.4 Hakim-Hakim Yang Terkenal Dan Contoh Kasus Yang Diselesaikan Pada Masa Bani Umayyah Adapun tokoh qadhi atau hakim yang terkenal pada masa ini cukup
banyak yang tersebar diberbagai daerah seperti Madinah, Basrah, Kuffah, dan mesir. 1. Al-Qadhi Suraih Dengan nama lengkap Suraih bin al-Harits al-Kindi, baliau diangkat menjadi qadhi di daerah Kuffah selama 75 tahun, meliputi periode Khalifah Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib serta Khalifah Bani Umayyah. Suraih merupakan salah seorang Tabiin besar dengan banyak meriwayatkan hadits dari Umar, Ali ibn Masud. Beliau juga merupakan seorang qadhi yang cerdas, dan cepat dalam menyelesaikan suatu perkara dengan tepat. Suraih adalah hakim penguasa yang berwibawa, rakyat karena dalam beliau sidang
menyamaratakan
dengan
11
Ibid, hlm 87
pengadilannya.12kegiatannya terjadi bersamaan dengan perkembangan dan tersebarnya agama islam, sosoknya legendaris mencerminkan transisi dari bentuk administrasi peradilan baru.13 Suatu hari Asyat bin Qais datang menemui Suraih di pengadilan dan disambut dengan ramah dan dipersilahkan duduk disampingnya. Tidak lama kemudian datanglah seorang laki-laki yang mengadukan tentang Asyat bin Qais ini. Maka Suraih memerintahkan kepada Asyat bin Qais untuk berdiri dari sampingnya dan duduk di tempat terdakwa, akan tetapi Asyat bin Qais menolaknya dan mengatakan akanb menjawab pertanyaan dari samping tempat duduk Suraih saja. Lalu hakim menjawab : kamu berdiri dari tempat ini dan duduk ditempat terdakwa atau saya perintahkan orang lain mengakkanmu dan memaksa kamu pindah. Mendengar haal ini Asyat bin Qais berdiri dan pindah k e tempat duduk terdakwa. 1. Al-Qadli Asisabi Nama lengkapnya adalah Amir bin Surah bin Asy-Syabi. Beliau merupakan seorang Ulama Mtabiin yang terkenal, lahir tahun 17 H. Beliau seorang hakim di Kuffah menggantikan Suraih. Beliau juga banyak menerima hadits dar Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Aisyah dan Ibnu Umar. Dia juga Ahli fiqih termasuk juga guru tertua Imam Abu Hanifah.14
12 13
Ibid, hlm 88 Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam, (jakarta, kelembagaan agama islam. 1985) hlm.37 14 Hlm. 89
10
3.1 Kesimpulan Dari pembahasan panjang lebar diatas maka kami mengambil kesimpulan antara lain: 1. Bahwa Dinasti Bani Umayyah menggunakan sistem kerjaan yang bersifat monarchi (turun-temurun), dan yang mendirikan kerajaan ini merupakan seorang tabiin yang bernama Muawiyah bin Abi Sofyan. 2. Bentuk peradilan dimana peradilan sudah tidak bercampur dengan urusanurusan politik,peradilan dimasa ini memiliki tiga instansi kekuasaan kehakiman yakni; al-Qadha, al-Hisbah, dan al-Mudzalim. 3. Kodifikasi putusan hakim merupakan fatwa yang menjadi hukum dan tidak bisa dibatalkan oleh keputusan hakim yang lain. 4. Adapun hakim-hakim yang terkenal dimasa Bani Umayyah adalah Suraih bin Al-Harits al-kindi, Amir bin Surah bin asy-syabi, Abu Wailah Ijas bin Muawiyah bin Qurrah, dan seterusnya.
11