Anda di halaman 1dari 16

ULKUS DIABETIKUM 1.

Definisi Ulkus dibetikum adalah luka ulkus yang terjadi pada penderita diabetes, lokasi tersering adalah di kaki, atau sering di sebut sebagai kaki diabetik, yaitu kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus. 2. Faktor Risiko Terjadinya Kaki Diabetik Ada 3 faktor mengapa penderita diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki. 2.1 Neuropathy Berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri,lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai ke tulang yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). 2.2 Angiopathy Sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi. Gangguan mikro sirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri

anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat.Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak. 2.3 Immunopathy Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih memakandan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg %.Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah persoalan baru pada luka yang terjadi. Kuman pada ulkus akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat). 3. Patofisiologi dan Patogenesis Ulkus Diabetik Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, sehingga menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti sirkulasi darah yang buruk dan neuropati. Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati yang merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen yang berperan terhadap terjadinya kaki diabetik. Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil, yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang

baik,suplai nutrisi dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama daerah kaki. Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati juga dapat menyebabkan deformitas seperti Bunion,Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot Foot Yang sangat penting bagi diabetik adalah memberi perhatian penuh untuk mencegah kedua kaki agar tidak terkena cedera. Karena adanya konsekuensi neuropati,observasi setiap hari terhadap kaki merupakan masalah kritis. Jika pasien diabetes melakukan penilaian preventif perawatan kaki, maka akan mengurangi risiko yang serius bagi kondisi kakinya. Sirkulasi yang buruk juga dapat menyebabkan pembengkakan dan kekeringan padakaki. Pencegahan komplikasi pada kaki adalah lebih kritis pada pasien diabetik karena sirkulasi yang buruk merusak proses penyembuhan dan dapat menyebabkan ulkus, infeksi,dan kondisi serius pada kaki. Dari faktor-faktor pencetus diatas faktor utama yang paling berperan dalam timbulnya kaki diabetik adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Infeksi sendiri sangat jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya kaki diabetik. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai kaki diabetik akibat iskemia atau neuropati. Secara praktis kaki diabetik dikategorikan menjadi 2 golongan: a. Kaki Diabetik akibat angiopati / iskemia Penderita hiperglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan patologi pada pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan tunika intima hiperplasia membran basalis arteria, oklusi (penyumbatan) arteria, dan hiperkeragulabilitas atau abnormalitas tromborsit, sehingga menghantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi). Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan lekosit DM tidak normal sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu. Demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme (bakteri), sukar

untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid intraseluler. Hal tersebut akan diperoleh lagi oleh tidak saja kekakuan arteri, namun juga diperberat oleh rheologi darah yang tidak normal. Menurut kepustakaan, adanya peningakatan kadar fripronogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkaimenjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan/tindakan amputasi. Tanda-tanda dan gejala-gejala akibat penurunan aliran darah ke tungkai meliputi klaudikasi, nyeri yang terjadi pada telapak atau kaki depan pada saat istirahat atau dimalam hari, tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan ,tidak ada rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area yang terkena ketika tungkai diam, atau berjuntai,dan pucat ketika kaki diangkat. b. Kaki Diabetik akibat neuropati Pasien diabetes mellitus sering mengalami neuropati perifer, terutama pada pasien dengan gula darah yang tidak terkontrol. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.

Secara klinis dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler, hilangnya reflek tendon, hilangnya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan sendi seperti Bunion, Hammer Toes (ibujari martil), dan Charcot Foot. Secara radiologis akan nampak adanyademineralisasi, osteolisis atau sendi Charcot. Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan oleh : o Respon mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma o Jenis, besar dan lamanya trauma o Peranan jaringan lunak kaki Neuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan saraf baik saraf sensoris maupun otonom. Kerusakan sensoris akan menyebabkan penurunan sensoris nyeri, panas dan raba sehingga penderita mudah terkena trauma akibat keadaan kaki yang tidak sensitif ini. Gangguan saraf otonom disini terutama diakibatkan oleh kerusakan serabut saraf simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan mengakibatkan peningkatan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vaskuler. Hilangnya tonus vaskuler disertai dengan adanya peningkatan aliran darah akanmenyebabkan distensi vena-vena kaki dan peningkatan tekanan parsial oksigen di vena. Dengan demikian peran saraf otonom terhadap timbulnya kaki diabetik neuropati dapat disimpulkan sebagai berikut : neuropati otonom akan menyebabkan produksi keringat berkurang, sehingga menyebabkan kulit penderita akan mengalami dehidrasi sertamenjadi kering dan pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya timbulnya selullitis ulkus ataupun gangren. Selain itu neuropati otonom akan mengakibatkan penurunan nutrisi jaringan sehingga terjadi perubahn komposisi, fungsi dan keelastisitasannya sehingga daya tahan jaringan lunak kaki akan menurun yang memudahkan terjadinya ulkus. Distribusi tempat terjadinya kaki diabetik secara anatomik: 1. 50% ulkus pada ibu jari 2. 30% pada ujung plantar metatarsal 3. 10 15% pada dorsum kaki

4. 5 10% pada pergelangan kaki 5. Lebih dari 10% adalah ulkus multipel 4. Klasifikasi Kaki Diabetik 4.1Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi Derajad 0: tanpa lesi terbuka, mungkin ada deformitas atau selulitis Derajad 1: tukak superfisial Derajad 2: tukak dalam sampai tendon, kapsul atau tulang Derajad 3: tukak dalam dengan abses, osteomyelitis Derajad 4: gangren setempat (bagian depan kaki atau tumit) Derajad 5: gangren seluruh kaki 4.2Klasifikasi Texas Grade 0: tanpa tukak, kulit intak/utuh Grade 1: tukak sampai epidermis dan dermis, tapi tidak sampai tendon,capsul atau tulang 1A: tanpa infeksi atau iskemia 1B: dengan infeksi tapi tidak iskemia 1C: dengan iskemia 1D: dengan iskemia dan infeksi Grade 2: tukak sampai kapsul sendi atau tendon 2A: tanpa infeksi atau iskemia 2B: dengan infeksi tapi tidak iskemia 2C: dengan iskemia 2D: dengan iskemia dan infeksi Grade 3: tukak sampai tulang atau sendi 3A: tanpa infeksi atau iskemia 3B: dengan infeksi tapi tidak iskemia 3C: dengan iskemia 3D: dengan iskemia dan infeksi

5. Fase Penyembuhan Luka Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asingdan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan. 5.1 Fase Inflamasi Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira kira hari ke-5. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi),dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darahsaling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhuhangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor). Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase inidisebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah

5.2Fase Proliferasi Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan reganganluka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan seratkolagen bertambah karena ikatan intra molekul dan antar molekul. Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari prosesmitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epiteltak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan 5.3Fase Penyudahan (Remodelling) Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan bulan dan dinyatakan berkahir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta

mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira kira 3-6 bulansetelah penyembuhan. Penyembuhan luka pada penderita diabetes mellitus Kadar gula darah yang tinggi pada penderita diabetes mengakibatkan kuman bertumbuh subur, karena gula merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, disamping itu, penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg% sehingga penyembuhan luka menjadi terhambat. Keadaan hipoksia akan menyebabkan fibroblast tidak bermigrasi dengan baik, pelepasan kolagen menurun sehingga menghambat penyembuhan luka.

LAPORAN KASUS IDENTITAS Nama Umur Jenis Kelamin Agama Status perkawinan Alamat No RM Masuk Rumah Sakit Jam Tanggal pemeriksaan ANAMNESA Autoanamnesa Keluhan Utama : Luka pada kaki kanan dan jari manis tangan kiri. Riwayat Penyakit Sekarang : luka pada kaki kanan sejak 2 minggu yang lalu, awalnya pasien tidak merasakan adanya luka di kaki OS, OS mengetahui lukanya setelah luka membesar dan berbau luka pada jari manis tangan kiri sejak 1 minggu yang lalu, awalnya tangan OS kena pisau, mula-mula lukanya sedikit lama-lama menjadi bernanah dan berbau luka pada kaki kanan di rasakan berdenyut dan nyeri pasien sudah dikenal menderita DM sejak 2 tahun yang lalu tapi tidak pernah kontrol teratur BAB dan BAK biasa Mual (-), muntah (-) : Tn. KD : 45 tahun : Laki laki : Islam : Menikah : Pariaman : 190610 : 25 November 2012 : 14.34 WIB : 26 November 2012

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit serupa disangkal. Riwayat stroke disangkal. Riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat stroke disangkal. Riwayat diabetes disangkal. Riwayat Lingkungan Sosial : - Pasien adalah seorang suami. - Pasien tinggal bersama istrinya dan anaknya. - Pasien bekerja menjual ikan di pasar. PEMERIKSAAN FISIK Status generalis : Keadaan umum : sedang kesadaran : compos mentis. TD = 170/100 mmHg Suhu = 35,8C Nadi = 100x/menit Respirasi = 24x/menit. mata : conjunctiva anemis tidak didapatkan, sklera tidak ikterik, reflek cahaya positif. KGB: pembesaran kelenjar getah bening tidak didapatkan, peningkatan tekanan vena jugularis tidak ada. thorax: Inspeksi Palpasi dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-) cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-) Perkusi: cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo : sonor diseluruh lapang paru, Auskultasi abdomen: Inspeksi cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler, kesan normal. Pulmo : suara sikatrik (-), dinding perut sama tinggi dari dinding dada dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Palpasi Perkusi

nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-), splenomegali (-) turgor elastisitas kulit normal

timpani di keempat kuadran, nyeri ketok kostovertebral (-)

Auskultasi peristaltik (+) Normal ekstremitas : tidak ditemukan oedema, terdapat ulkus diabetikum pedis dextra dan ulkus diabetikum palmar sinistra PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 26 November 2012: GDS351 mg/dl Hb: 12,3 mg/dl Leukosit:13000 mm3 DIAGNOSIS Diabetes Melitus dengan ulkus diabetikum jari manis tangan kiri dan kaki kanan

TERAPI Infus RL 20 tpm Cefotaxim 2 kali 1gr Ranitidin 2 kali1gr Captopril 2 kali 12,5 mg Glibenklamid 1 kali 2 tablet Insulin Medikasi kaki FOLLOW UP Tanggal 26 November 2012 S:Keluhan(-), pusing(-), mual (-), muntah(-), lemas(-), BAB (+), BAK (+) O: TD: 180/100 mmHg T:37,60C

N: 90x/menit Rr: 24x/menit GDS: 226 mg/dl A: DM dengan ulkus diabetikum P: Infus RL 20 tpm Cefotaxim 2 kali 1gr Ranitidin 2 kali1gr Captopril 2 kali 12,5 mg Glibenklamid 1 kali 2 tablet Insulin Medikasi kaki Tanggal 27 November 2012 S:Keluhan(-), pusing(-), mual (-), muntah(-), lemas(-), BAB (+), BAK (+) O: TD: 180/100 mmHg T:37,90C N: 87x/menit Rr: 23x/menit GDS: 246 mg/dl A: DM dengan ulkus diabetikum P: Infus RL 20 tpm Cefotaxim 2 kali 1gr Ranitidin 2 kali1gr Captopril 2 kali 12,5 mg Glibenklamid 1 kali 2 tablet Insulin Medikasi kaki Tanggal 28 November 2012 S:Keluhan(-), pusing(-), mual (-), muntah(-), lemas(-), BAB (+), BAK (+) O: TD: 180/100 mmHg T:37,40C N: 80x/menit Rr: 20x/menit GDS: 226 mg/dl A: DM dengan ulkus diabetikum

P: Infus RL 20 tpm Cefotaxim 2 kali 1gr Ranitidin 2 kali1gr Captopril 2 kali 12,5 mg Glibenklamid 1 kali 2 tablet Insulin Medikasi kaki

DAFTAR PUSTAKA Dep.Kes.RI. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang . Diakses tanggal 26 November 2012.http://m.depkes.go.id/index.php. Kusumadewi, S. 2009. Aplikasi Informatika Medis Untuk Penatalaksanaan Diabetes Melitus Secara Terpadu.Dalam Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009).Yogyakarta. Muchid, A., Umar,, F., Ginting, M.N., Basri, C., Wahyuni, R., Helmi, R., et.al., 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.Jakarta: Direktorat Bina Rarmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Kesehatan Departemen Kesehatan. Purnamasari, D. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus . . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal:1880-4. Rani, A., Soegondo, S., Nasir, A.U.Z., Wijaya, I.P., Nafrialdi, Mansjoer, A. 2006.Paduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Riaz, S. 2009. Diabetes Mellitus.Department of Microbiology and Molecular Genetics. Pakistan: Punjab University. Singgih, B., Jim, E., Pandelaki, K. 2003. Pola Komplikasi Kronik Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP Manado.Cermin Dunia Kedokteran no. 140. Soegondo, S. 2009. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitu Tipe 2.Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal:188491. Soewondo, P. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Suharjo, J.B., Cahyono, B., 2007. Manajemen Ulkus Kaki Diabetik.Dexa Media vol. 20 no. 3

Suyono, S. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1877-84. Waspadji, S., 2009. Komplikasi Klonik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1922-30.

Anda mungkin juga menyukai