Anda di halaman 1dari 23

Makalah Mandiri Decompensasio Cordis

Nama : Kevin Dyonghar Nim : 10.2007.072 Kelompok : D1

Pendahuluan
A.Latar Belakang
Gagal Jantung merupakan sindrom klinis yang kompleks dengan gejala-gejala yang tipikal dari sesak nafas (dispneu) dari mudah lelah (fatigue) yang dihubungkan dengan kerusakan fungsi maupun struktur dari jantung yang menggangu kemampuan ventrikel untuk mengisi dan mengeluarkan darah ke sirkulasi. Gagal jantung umumnya didapatkan pada populasi usia tua, serta pada orang-orang yang selamat dari infrak miokard dengan kerusakan otot jantung persisten. Entitas gagal jantung mudah sekali diketahui oleh dokter yang berpengalaman, dapat ditemukan di komunitas masyarakat dan pengobatan yang tepat dapat mengurangi morbiditas dan mortalitasnya. biomelekuler dan fisiologi yang terintergrasi dengan gagal jantung masih belum dapat dipahami, beberapa konsep dan prinsip patofiologi telah berkembang dalam satu dekade terakhir ini. Kunci utama gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk bekerja sebagai pompa. Respon-respon tubuh berupa respon adaptif sekunder tetap mempertahankan fungsi sirkulasi jangka pendek, tetapi kemudian akan menjadi maladaptif dan menjadi gagal jantung kronis. Respon-respon adaptasi pada gagal jantung ini terjadi pada sirkulasi perifer, ginjal maupun otot jantung. Perubahan ini mengakibatkan timbulnya sindrom klinis gagal jantung. Pemahaman bagaimana perubahan ini terjadi menghasilkan pandangan dalam patofisiologi gagal jantung.1,2

Anamnesis
Anamnesis harus mencakup penilaian gaya hidup seseorang serta pengaruh penyakit jantung terhadap kegiatan sehari-hari bila lebih bertujuan pada perawatan penderita. Riwayat pasien sebaiknya juga riwayat keluarga dan insiden penyakit kardiovaskular pada keluarga tingkat pertama (orang tua dan anak). Biasanya dijumpai gejala dan tanda penyakit jantung berikut ini saat anamensis dengan penderita penyakit jantung:11 a. Angina (nyeri dada) akibat kekurangan oksigen atau iskemia miokardium. Sebagian penderita menyangkal adanya nyeri dada dan menjelaskan rasa kekakuan,rasa penuh, tertekan, atau berat pada dada tanpa rasa nyeri. Angina dapat dijumpai

sebagai nyeri yang dijalarkan atau nyeri yang berasal dari mandibula, legan atas atau pertengahan punggung. Terdapat juga angina silent yang timbul tanpa disertai rasa tidak nyaman, tetapi disertai rasa lemah dan lelah. b. Dispnea (kesulitan bernapas), akibat meningkatnya usaha bernapas yang terjadi akibat kongesti pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan pengemmbangan paru; ortopnea (kesulitan bernapas pada posisi berbaring); dispnea nokturnal paroksismal (dispnea yang gterjadi sewaktu tidur) terjadi akibat kegagalan ventrikel kiri dan pulih dengan duduk disisi tempat tidur. c. Palpitasi (merasakan denyut jantung sendiri), terjadi karena perubahan

kecepatan,keteraturan atau kekuatan kontraksi jantung. d. Edema perifer (pembengkakan akibat penimbunan cairan dalam ruang intertisial), jelas terlihat didaerah yang menggantung akibat pengaruh gravitasi dan didahului oleh bertambahnya berat badan. e. Sinkop, atau kehilangan kesadaran sesaat akibat aliran darah otak yang tidak adekuat. f. Kelelahan dan kelemahan, akibat curah jantung yang rendah dan perfusi lairan darah perifer yang berkurang.

Faktor pencetus gejala dan faktor yang dapat menanggulanginya harus ditentukan. Angina biasanya terjadi apabila pasien beraktivitas dan berkurang dengan istirahat. Dispnea dihubungkan dengan kegiatan fisik, tetapi perubahan posisi tubuh dan redistribusi cairan tubuh sesuai gravitasi yang mengikutiya dapat mencetuskan dispenia. Ortopnea dapat dikurangi dengan meninggikan dada dengan bantal. Selain itu derajat gangguan yang berkaitan dengan gejalagejala itu juga harus ditentukan. New York Heart Association telah membuat pedoman sesuai dengan tingkat aktivitas fisik yang dapat menimbulkan gejala. Katagori dari penderita kelas I yaitu mereka yang asimtomatik dengan kegiatan fisik biasa, sampai penderita kelas IV yaitu mereka yang menunjukkan gejala-gejala penyakit walaupun dalam keadaan istirahat.11

Pemeriksaan Fisik
1.Inspeksi5 Secara umum hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus diamati,misalnya tampak kelelahan karena akibat cardiac output rendah,frekuensi napas meningkat,sesak yang

menunjukkan adanya bendungan paru atau edema paru.Sianosis sentral dengan clubbing finger dan kaki berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri.Begitu juga dengan ada tidak nya edem. Khusus inspeksi pada organ jantung adalah dengan melihat pulsasi di area

apeks,trikuspidal,pulmonal,aorta.Sedangkan bentuk dada,gerakan nafas dibicarakan sewaktu melakukan pemeriksaan fisik paru. 2.Palpasi Pada inspeksi kita melihat apakah ada hepatomegali,kardiomegali,JVP,dll 3.Perkusi 4.Auskultasi Pada pemeriksaan auskultasi kita mendengarkan suara jantung.Pada gagal jantung kronik ini ditemukan suara gallop. Tekanan vena jugularis (JVP; Jugularis venous pressure) Tekanan darah vena sistemik jauh lebih rendah daripada tekanan darah arteri, karena sebagian kekuatan vena akan hilang ketika darah mengalir melewati percabangan arteri dan capillary bed. Dinding pembuluh vena mengandung otot polos sehingga membuat vena lebih mudah diregangkan. Faktor penting lain yang menentukan tekanan vena meliputi volume darah dan kapasitas jantung kanan untuk mengejeksi darah kedalam sistem arterial pulmonalis. Penyakit jantung dapat merubah semua variabel ini sehingga terjadi abnormalitas pada tekanan vena sentralis. Sebagai contoh, tekanan vena menurun ketika ventricular output atau volume darah jantung kiri mengalami penurunan yang signifikan ; tekanan ini meninggi ketika terjadi gagal jantung kanan atau ketika peningkatan tekanan dalam kavum perikardii menghalangi aliran balik darah ke dalam atrium kanan. Perubahan tekanan vena ini dicerminkan oleh tingginya kolom darah vena di dalam vena jugularis interna yang diberi nama tekanan vena jugularis atau JVP (jugularis venous pressure)10

Estimasi JVP yang paling baik dapat diperoleh dari vena jugularis interna dan biasanya pada sisi kanan karena vena jugularis interna kanan memiliki saluran yang secara anatomis berhubungan lebih langsung dengan atrium kanan. Untuk memperkirakan besarnya tekanan vena sentral maka vena jugularis interna diperiksa pada waktu tubuh bagian atas ditinggikan sekitar 15 300. Biasanya titik tertinggi denyut vena tidak melebihi 3 cm diatas sudut sternum atau sudut Louis (yaitu sudut yang dibentuk oleh pertemuan antara manibrium dan korpus sterni). Peningkatan tekanan vena abnormal dapat diperkirakan dengan mengukur jarak vertikal antara tinggi denyut vena jugularis dengan sudut sternum.11

Pemeriksaan Penunjang
1.Pemeriksaan Lab 8 Pada saat ini terdapat metoda baru yang mampu menentukan gagal jantung yaitu pemeriksaan laboratorium BNP ( Brain Natriuretic Peptide) dan NT- pro BNP (N Terminal protein BNP). Protein NT-proBNP merupakan penanda sensitif untuk fungsi jantung. kadar NT-proBNP orang sehat di bawah 40 pmol/L. Peningkatan kadar NT-proBNP di atas 220 pmol/L menunjukkan adanya gangguan fungsi jantung dalam tahap dini yang perlu pemeriksaan lebih lanjut. Tes NT-proBNP mampu mendeteksi gagal jantung tahap dini yang belum terdeteksi dengan pemeriksaan elektrokardiografi. Hal ini memungkinkan dokter membedakan gagal jantung dengan gangguan pada paru yang memiliki gejala serupa, sehingga pengobatan lebih terarah. Kadar NT-proBNP yang berkorelasi dalam darah itu bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien gagal jantung yang perlu pengobatan intensif serta memantau pasien risiko tinggi. Di sisi lain, kadar NT-proBNP bisa turun jika penderita minum obat, sehingga pemeriksaan rutin NTproBNP bisa digunakan untuk mengetahui kemajuan pengobatan. 2. Elektrokardigrafi 9 a. Hipertrofi Ventrikel Kiri Diagnosis hipertrofi ventrikel kiri agak lebih rumit. Sering didapatkan adanya deviasi aksis ke kiri yang melampaui -15o, tetapi pada umumnya hal ini bukan tanda diagnostic yang terlalu berguna. Dibandingkan hal itu, peningkatan

amplitude gelombang R pada sadapan yang terletak di atas ventrikel kiri lebih menjadi dasar diangnosis EKG untuk hipertrofi ventrikel kiri. Sayangnya, ada banyak criteria utnuk mendiagnosis hipertrofi ventrikel kiri pada EKG yang hampir sama banyaknya dengan buku-buku tentang EKG. Meskipun begitu, intisemua kriteria tersebut sama: harus terdapat peningkatan amplitude gelombang R pada sadapan yang terletak di atas ventrikel kiri dan peningkatan amplitude gelombang S pada sadapan yang terletak di atas ventrikel kanan. Kreteria yang bermacam-macam itu mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda-beda. Kriteria yang disajikan di sini bukanlah satu-satunya criteria, tetapi cukup untuk menolong anda; Melihat Sadapan Prekordial. Umumnya, sadapan prekordial lebih sensitive daripada sadapan ekstremitas untuk mendiagnosis hipertrofi ventrikel kiri. Kriteria yang paling berguna pada sadapan prekordial adalah sebagai berikut: Amplitudo gelombang R pada sadapan V5 atau V6 dijumlahkan dengan amplitudo gelombang S pada sadapan V1 dan V2 melebihi 35 mm. Amplitudo gelombang R pada sadapan V5 melebihi 26 mm. Amplitudo gelombang R pada sadapan V6 melebihi 18 mm. Amplitudo gelombang R pada sadapan V6 melebihi amplitude gelombang R pada sadapan V5. Semakin banyak criteria yang cocok, semakin besar kemungkinan seorang pasien menderita hipertrofi ventrikel kiri. Sebenarnya anda perlu menghafal semua kriteria ini, tetapi jika anda ingin selektif pilihlah criteria yang pertama karena criteria ini mempunyai nilai prediksi yang terbaik. Catatan: criteria-kriteria ini tidak begitu berarti pada individu yang berusia dibawah 35 tahun. Individu ini sering menunjukkan peningkatan pada banyak kasus akibat karena dinding dada yang relative tipis. Melihat Sadapan Ekstremitas. Kriteria yang paling berguna pada sadapan ekstremitas adalah sebagai berikut: Amplitudo gelombang R pada sadapan AVL melebihi 13 mm. Amplitudo gelombang R pada sadapan AVF melebihi 21 mm. Amplitudo gelombang R pada sadapan I melebihi 14 mm.

Amplitudo gelombang R pada sadapan I dijumlahkan dengan gelombang S pada sadapan III melebihi 25 mm.

Penyebab utama hipertrofik ventrikel kiri adalah hipertensi sistemik dan penyakit katup jantung. Anda mungkin memperhatikan bahwa belum ada pembahasan mengenai durasi kompleks QRS. Baik hipertrofik ventrikel kanan maupun kiri dapat sedikit memperjang kompleks QRS. Tetapi jarang melebihi 0,1 detik. 3. MRI 9 Pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) sebelumnya disebut nuclear magnetic resonance (NMR), adalah suatu teknik pencitraan tomografi yang tidak memerlukan pemberian radionuklid. Teknik ini didasarkan pada analisis sifat-sifat magnetic inti. Tipe-tipe inti tertentu memiliki suatu spin ingeren (tidak dapat dipisahkan karena sudah menyatu). Sewaktu inti berputar, terbentuklah suatu bidang magnetic di sekeliling atom. Selama pemeriksaan MRI, tubuh dikeliling oleh magnet eksternal. Interaksi antara bidang magnet eksternal dan bidang magnet inti meluruskan kerelatifan inti terhadap magnet eksternal. Nuclei bergeser dari posisinya yang acak untuk menjadi sejajar atau berlawanan dengan bidang magnet eksternal. Arah rata-rata dari bidang magnet eksternal nuclei, atau vector magnetisasi, dapat ditentukan. Selanjutnya ditambahkan denyut energi dalam bentuk gelombang frekuensi radio. Gelombanggelombang ini akan mengacaukan vector magnetisasi. Sewaktu denyut dihentikan, terpancarlah sinyal-sinyal akibat kembalinya atom-atom ke posisi istirahat dalam magnet eksternal. MRI terbukti sangat berguna dan efektif dalam mendiagnosis berbagai penyakit kardiovaskular. Pencitraan EKG (serupa dengan pemindaian CT) penting dilakukan untuk meminimalkan artefak yang dihasilkan kontraksi miokardium. MRI berguna untuk menentukan massa ventrikel, gerakan dinding regional dan global, serta insufisiensi katup. Selain itu, MRI berguna untuk mengevaluasi penyakit ekstrakardia (misalnya, disseksi atau aneurisma aortikum) dan penebalan perkardium. Baru-baru ini, MRI telah digunakan untuk mengevaluasi stenosis arteri koronaria dan menentukan besar aliran darah koronaria. Seiring dengan perkembangan lebih lanjut di bidang perangkat lunak dan perangkat keras, MRI terbukti merupakan alat diagnostik komprehensif noninvasif.

4. CT 9 Indikasi penggunaan CT adalah untuk melihat lebih rinci massa yang terdapat di mediastinum atau paru (setelah pemeriksaan chest x-ray), untuk mengevaluasi pasien dengan dugaan abnormalitas aorta dan menilai emboli paru. Saat ini, beberapa ahli menggunakan CT untuk menilai kalsium di arteri koroner dan memprediksi cardiovascular events di masa yang akan datang. Dengan adanya CT helical dan multislice menghasilkan gambaran yang lebih baik dalam potongan aksial, coronal, sagital dan oblik. Penggunaan zat kontras diperlukan untuk melihat keadaan anatomi jantung dan abnormalitas seperti diseksi atau emboli paru. 5. Ekokardiografi 9 Echocardiography merupakan pemeriksaan dengan menggunakan ultrasound (gelombang suara) frekuensi 2-6 MHz. Indikasi penggunaan echocardiography adalah untuk melihat fungsi ventrikel, kelainan jantung kongenital, penyakit jantung katup, kardiomiopati, efusi perikardial, adanya massa (tumor) dan penyakit aorta proksimal. Karena echocardiography dapat menghasilkan gambar/frame dengan inherensi (jumlah potongan) yang tinggi, maka echocardiography dapat digunakan untuk melihat pergerakan struktur pada jantung. Ecocardiography dengan kombinasi Doppler digunakan untuk melihat fungsi ruang-ruang jantung, katup jantung dan adanya pintas-pintas (shunt, seperti ASD atau VSD) dalam jantung. Keuntungan dari penggunaan echocardiography ini adalah biaya yang terjangkau, digunakan luas, memberikan informasi yang banyak, tidak invasif, pasien tidak terpapar radiasi dan dapat diaplikasikan pada pasien dengan kondisi kritis (bedside usage) serta hasilnya dapat langsung diketahui. Namun penggunaan echocardiography ini membutuhkan keterampilan dan keterlibatan operator ahli.

Working Diagnosis - Decompensasio Cordis Etiologi


Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard,endokard,pericardium,pembuluh darah besar,aritmia,kelainan katup,dan gangguan irama.Di Eropa dan Amerika disfungsi miokard paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner biasanya akibat infark miokard,yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun,disusul hipertensi dan

diabetes.Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti,sementara data rumah sakit di Palembang menunjukkan hipertensi sebagai penyebab terbanyak,disusul penyakit jantung koroner dan katup.5 Faktor Predisposisi : 1.Faktor yang bersifat irreversible :

Jenis kelamin : Laki-laki Usia tua Riwayat keluarga Ras (African Americans, American Indians, and Mexican Americans lebih sering menderita penyakit jantung dibanding Caucasians)

2.Faktor yang bersifat reversible : * Merokok. * Kolesterol * Hipertensi (tekanan darah tinggi). * Aktivitas fisik. * Obesitas * Diabetes yang tidak terkontrol. * Tinggi protein C-reaktif. * Stres dan kemarahan yang tidak terkendali

Epidemiologi
Prevalensi gagal jantung kronik diprediksi akan makin meningkat seiring dengan meningkatnya penyakit hipertensi, diabetes mellitus dan iskemi terutama pada populasi usia lanjut.Insiden penyakit gagal jantung makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk.Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun.Kasus ini meningkat 11,6 pada manula dengan usia 85 tahun ke atas.1,2,3,4

Saat ini diperkirakan hampir 5 juta penduduk di AS menderita gagal jantung,dengan 550.000 jumlah kasus baru terdiagnosis setiap tahunnya. Di samping itu gagal jantung kronis juga menjadi penyebab 300.000 kematian setiap tahunnya. Lebih dari 34 milyar USD dibutuhkan setiap tahunnya untuk perawatan medis penderita gagal jantung kronis ini. Bahkan di Eropa diperkirakan membutuhkan sekitar 1% dari seluruh anggaran belanja kesehatan

masyarakat.Prevalensi penyakit ini meningkat sesuai dengan usia, berkisar dari <1% pada usia <50 tahun hingga 5% pada usia 50-70 tahun dan 10% pada usia >70 tahun.1,2,3,4

Patofisiologi 6
1. Mekanisme Dasar Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, menganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan

meningkatnya LVEDP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan kebelakang kedalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik nyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darahakan terjadi transudasi cairan kedalam intertisial. Jika kecepatan ternsudasi cairan melebihi kkecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes kedalam alvioli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik. Perkembangan dari edma dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mirralis secara bergantian.

Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot palpilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.

2. Respon Kompensatorik Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat : meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon

kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingmkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif.

3. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran ketakolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontreksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terdapat vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ yang metabolismenya rendah (misal kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokontriksi akan meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kotreksi sesuai dengan hukum sterling. Seperti yang diharapkan kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada ketakolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada akhirnya respon miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun, ketakolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. Perubahan ini paling tepat dengan melihat kurva fungsi ventrikel.

Dalam keadaan normal katekolamin akan menghasilkan inotropik positif pada ventrikel sehingga mengeser kurva ke atas dan kekiri. Brrkurangnya respon ventrikel yang gagal terhadap rangangan katekolamin menyebabkan berkurangnya derajat pergeseran akibat rangsangan ini. Perubahan ini mungkin berkaitan dengan observasi yang menunjukkan bahwa cadangan norepinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.

4. Peningkatan Beban Awal Melalui Aktivasi Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA). Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktiavsi RAA pada gagal jantung masih belum jelas. Namun diperkirakan terdapat sejumlah faktor seperti rangsangan simpatis adrenergikpada reseptor beta di dalam aparatus jukstagglomerulus, respon reseptor makula densa terhadap perubahan pelepasan natrium ke tubulus distal dan respon baroreseptor terhadap perubahan volume dan tekanan darah sirkulasi. Apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkian peristiwa berikut : a. b. c. d. e. f. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus Pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.

Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang menigkatkan tekanan darah. Pada gagal jantung berat kombinasi antara kongesti vena sistemik dan menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosteron di hati, sehingga kadar aldosteron dalam darah meningkat. Kadar hormon antidiuretik akan meningkat pada gagal jantung berat, yang selanjutnya akan meningkatkan absorpsi air pada duktus pengumpul.

Saat ini sedang diselidiki adanya peranan faktor natriuretik atrium (atrial natriuetik factor,ANF) pada gagal jantung. ANF adalah hormon yang disintesis pada jaringan atrium. Peptida nateiuretik tipe B (BNP) terutama disekresi melalui ventrikel. Natriuretik peptida dilepaskan akibat meningkatnya tekanan atau volume intrakardia dan menekan sistem RAA. Konsentrasi peptida dalam plasma lebih tinggi dibandingkan dengan nilai normalnya pada penderita gagal jantung dan pada penderita gangguan jantung yang tidak bergejala. Hormon memberikan efek diuretik dan natriuretik dan merelaksasi otot polos.`namun demikian efek diuretik dan natriuretik dipengaruhi faktor kompensatorik yang lebih kuat yang menyebabkan retensi garam dan air serta vasokonstriksi.

5. Hipertrofi Ventrikel Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam selsel miokardium, saromer dapat bertambah secara pararel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatka gagal jantung. Sebagai cotoh suatu beban tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respon miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer yag tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris. Apapun susunan pasti sarkomernya hipertrpfi miokardium akan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.

6. Mekanisme Kompensatorik lain Mekanisme lain bekerja pada tingkat jaringan untuk meningkatkan hantaran oksigen ke jaringan. Kadar 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) plasma meningkat hingga mengurangi afinitas hemoglobin dengan oksigen. Akibatnya kurva disiosiasi oksigen-hemoglobin bergeser kekanan, mempercepat pelepasan dan ambilan oksigen oleh jaringan. Ekstraksi oksigen dari darah ditingkatkanuntuk mempertahankan suplai oksigen kejaringan pada saat curah jantung rendah.

7. Efek Negatif Respon Kompensatorik Awalnya, respons kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan, namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggua perfusi jaringan pada anyaman vaskular yang terkena, serta menimbulkan gejala dan tanda (misal, berkurangnya jumlah keluaran urine dengan kelemahan tubuh). Vasoknstriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium (MVO2) juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan MVO2. Jika peningkatan MVO2 tidak dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai oksigen miokardium, akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.

Klasifikasi gagal jantung Klasifikasi menurut New York Heart Association. Kelas NYHA I II III IV Sesak napas Tidak ada Pada aktivitas berat Pada aktivitas sedang Saat istirahat

NYHA kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejal-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa. NYHA kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat

menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri dada. NYHA kelas III, penderita penyakit dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas. NYHA kelas IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

Manifestasi Klinis 7
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri,gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif.Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda,sesuai dengan pembagian tersebut. Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu deffort,fatig,ortopnea,dispnea nocturnal

paroksismal,batuk,pembesaran jantung,irama derap,ventricular heaving,bunyi derap S3,dan S4,pernafasan Cheyne Stokes,takikardi,pulsus aterans,ronki dan kongesti vena pulmonalis. Pada gagal jantung kanan timbul fatig,edema,liver engorgement,anoreksia dan kembung.Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan,heaving ventrikel kanan,irama derap atrium kanan,murmur,tanda-tanda penyakit paru kronik,tekanan vena jugularis meningkat,bunyi P2 mengeras,asites,hidrotoraks,peningkatan tekanan vena,hepatomegali,dan edema pitting. Gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.

Penatalaksanaan dan Preventif


A.Penatalaksanaan5 Pendekatan terapi pada gagal jantung dalam hal ini disfungsi sistolik dapat berupa : Sarana umum,tnapa obat-obatan Pemakaian obat-obatan Pemakaian alat dan tindakan bedah

Penatalaksanaan umum,tanpa obat-obatan : 1. Edukasi mengenai gagal jantung,penyebab dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan,dan dasar pengobatan 2. Istirahat,olahraga,aktivitas sehari-hari,edukasi,aktivitas seksual,serta rehabilitasi 3. Edukasi pola diet,kontrol asupan garam dan air dan kebiasaan alkohol 4. Monitor berat badan,hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba 5. Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas 6. Hentikan kebiasaan merokok 7. Pada perjalanan jauh dengan pesawat,ketinggian,udara panas dan humiditas memerlukan perhatian khusus 8. Konseling mengenai obat,baik efek samping,dan menghindari obat-obat tertentu seperti NSAID,antiaritmia klas I,verapamil,diltiazen,dihidropiridin efek cepat,antidepresan trisiklik,steroid. Terapi Farmakologi : 1.Angiotensin-converting enzyme inhibitors/penyekat enzim konversi angiotensin - Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi 4045% untuk meningkatkan survival,memperbaiki simtom,mengurangi kekerapan rawat inap di rumah sakit. -Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan.Bila disertai retensi cairan harus diberikan bersama antidiuretik -Harus segera diberikan bila ditemui tanda dan gejala gagal jantung,segera sesudah infark jantung,untuk meningkatkan survival,menurunkan angka reinfark serta kekerapan rawat inap -Harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti klinis,bukan berdasarkan perbaikan gejala. 2.Diuretik Loop diuretic,metolazon -Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan,kongesti paru dan edema perifer. -Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival,dan harus dikombinasi dengan penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat beta.

3. blocker (obat penyekat beta) -Direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan,sedang dan berat yang stabil baik karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan standar seperti diuretic atau penyekat enzim konversi angiotensin.Dengan syarat tidak ditemukan adanya kontraindikasi terhadap penyekat beta. -Terbukti menurunkan angka masuk rumah sakit,meningkatkan klasifikasi fungsi -Pada disfungsi jantung sistolik sesudah suatu infark miokard baik simtomatik atau asimtomatik,penambahan penyekat beta jangka panjang pada pemakaian penyekat enzim konversi angiotensin terbukti menurunkan mortalitas -Sampai saat ini hanya beberapa penyekat beta yang direkomendasikan yaitu

bisprolol,karvedilol,metoprolol suksinat dan nebivolol 4.Antagonis Reseptor Aldosteron -Penambahan terhadap penyekat enzim konversi angiotensin,penyekat beta,diuretic pada gagal jantung berat dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas -Sebagai tambahan terhadap obat penyekat enzim konversi angiotensin dan penyekat beta pada gagal jantung sesudah infark jantung atau diabetes,menurunkan morbiditas dan mortalitas 5.Antagonis Penyekat Reseptor Angiotensin II -Masih merupakan alternative bila pasien tidak toleran terhadap penyakit enzim konversi angiotensin -Penyekat angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin pada gagal jantung kronik dan menurunkan morbiditas dan mortalitas -Pada infark miokard akut dengan gagal jantung atau disfungsi ventrikel,penyekat angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin dalam menurunkan mortalitas -Dapat dipertimbangkan penambahan penyekat angiotensin II pada pemakaian penyekat enzim konversi angiotensin pada pasien yang simtomatik guna menurunkan mortalitas 6.Glikosida (Digitalis) -Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal jantung,terlepas apakah gagal jantung bukan atau sebagai penyebab -Kombinasi digoksin dan penyekat beta lebih superior dibandingkan bila dipakai sendiri-sendiri tanpa kombinasi

-Tidak mempunyai efek terhadap mortalitas,tetapi dapat menurunkan angka kekerapan rawat inap 7.Vasodilator -Tidak ada peran spesifik vasodilator direk pada gagal jantung kronik 8.Hidralazin-isosorbid Dinitrat -Dapat dipakai sebagai tambahan,pada keadaan dimana pasien tidak toleran terhadap penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat angiotensin II.Dosis besar hidralazin (300mg) dengan kombinasi isosorbid dinitrat 160 mg tanpa penyekat enzim konversi angiotensin dikatakan dapat menurunkan mortalitas.Pada kelompok pasien Afrika-Amerika pemakaian kombinasi isosorbid dinitrat 20mg dan hidralazin 37,5mg,tiga kali sehari dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup 9.Nitrat -Sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak,jangka panjang tidak terbukti memperbaiki simtom gagal jantung.Dengan pemakaian dosis yang sering,dapat terjadi toleran oleh karena itu dianjurkan interval 8 atau 12 jam atau kombinasi dengan penyekat enzim konversi angiotensin 10.Obat Penyekat Kalsium -Pada gagal jantung sistolik penyekat kalsium tidak direkomendasikan dan dikontraindikasikan pemakaian kombinasi dengan penyekat beta -Felodipin dan amlodipin tidak memberikan efek yang lebih baik untuk survival bila digabung dengan obat penyekat enzim konversi angiotensin dan diuretic.Data jangka panjang menunjukkan efek netral terhadap survival,dapat dipertimbangkan sebagai tambahan obat hipertensi bila kontrol tekanan darah sulit dengan pemakaian nitrat atau penyekat beta 11.Nesiritid Merupakan klas obat vasodilator baru,merupakan rekombinan otak manusia yang dikenal sebagai natriuretik peptide tipe B.Obat ini identik dengan hormone endogen dari ventrikel,yang mempunyai efek dilatasi arteri,vena dan koroner,dan merupakan pre dan afterload meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik.Sejauh ini belum banyak data klinis yang menyokong pemakaian obat ini

12.Inotropik Positif -Pemakaian jangka panjang dan berulang tidak dianjurkan karena meningkatkan mortalitas -Pemakaian intravena pada kasus berat sering digunakan,namun tidak ada bukti manfaat,justru komplikasi lebih sering muncul -Penyekat fosfodiestrase,seperti milrinon,enoksimon efektif bila digabung dengan penyekat beta dan mempunyai efek vasodilatasi perifer dan koroner.Namun disertai juga dengan efek takiaritmia atrial dan ventrikel dan vasodilatasi berlebihan dapat menimbulkan hipotensi -Levosimendan merupakan sensitasi kalsium yang baru,mempunyai efek vasodilatasi namun tidak seperti penyekat fosfodiestrase,tidak menimbulkan hipotensi.Uji klinis menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dobutamin.

13.Anti Trombotik -Pada gagal jantung kronik yang disertai fibrilasi atrium,riwayat fenomena tromboemboli,bukti adanya thrombus yang mobil,pemakaian antikoagulan sangat dianjurkan -Pada gagal jantung kronik dengan penyakit jantung koroner,dianjurkan pemakaian antiplatelet -Aspirin harus dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dangan gagal jantung yang memburuk 14.Anti Aritmia -Pemakaian selain penyekat beta tidak dianjurkan pada gagal jantung kronik,kecuali pada atrial fibrilasi dan ventrikel takikardi -obat anti aritmia klas I tidak dianjurkan -Obat anti aritmia klas II (penyekat beta) terbukti menurunkan kejadian mati mendadak,dapat dipergunakan sendiri atau kombinasi dengan amiodaron -Anti aritmia klas III,amiodaron efektif untuk supraventrikel dan ventrikel aritmia.Amiodaron rutin pada gagal jantung tidak dianjurkan Suatu data survey di eropa menunjukkan bahwa pemakaian obat-obat pada gaal jantung kronik masih belum maksimal,demikian juga yang terjadi dalam praktek sehari-hari di

Indonesia.Sebagai acuan praktis dari ESC guidelines 2005,strategi pemilihan kombinasi obat pada berbagai keadaan gagal jantung secara sistematis.

Preventif 5 Pencegahan gagal jantung harus selalu menjadi objektif primer terutama pada kelompok dengan resiko tinggi : -Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard,faktor risiko jantung koroner.Pengobatan infark jantung segera di triase,serta pencegahan infark ulangan -Pengobatan hipertensi yang agresif -Koreksi kelainan congenital serta penyakit jantung katup -Memerlukan pembahasan khusus -Bila sudah ada disfungsi miokard,upayakan eliminasi penyebab yang mendasari,selain modulasi progresi dari disfungsi asimtomatik menjadi gagal jantung

Komplikasi
Komplikasi gagal jantung bisa meliputi : 1. Edema paru akut 2. Syok kardiogenik

Prognosis
Prognosis gagal jantung tergantung pada:

- Beratnya penyakit dasar, makin berat maka makin buruk prognosisnya - Kecepatan respons terhadap pengobatan - Umur, makin tua maka prognosis makin buruk. - Tingkat pembesaran jantung - Luasnya kerusakan miokard

Differential Diagnosis PPOK


PPOK merupakan suatu kelompok penyakit paru yang disebabkan oleh adanya obstruksi menahun. Faktor predisposisi dari PPOK adalah bronchitis kronik, emfisema, asma, bronkiektasis. Selain itu, PPOK juga dapat disebabkan oleh merokok, polusi lingkungan,dan genetic dimana pria lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan dengan wanita. Gejala klinis PPOK adalah sesak napas 100 %, batuk produktif (80%) dan hemoptisis (15%). PPOK dapat menyebabkan cor pulmonale kronik dan gagal jantung kongestif kanan dimana pada EKG kemudian dapat menunjukkan pembesaran atrium kanan dan hipertrofi ventrikel kanan yang disertai kelainan repolarisasi.

CKD
Penyakit

(Chronic Kidney Disease) ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

beragam,mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.5 Gejala klinis pada CKD :12 * Sering buang air kecil, terutama pada malam hari (nokturia) * Pembengkakan kaki dan bengkak di sekitar mata (retensi cairan) * Tekanan darah tinggi * Kelelahan dan kelemahan (dari anemia atau akumulasi dari produk-produk limbah dalam tubuh) * Hilangnya nafsu makan, mual dan muntah * Gatal, mudah memar, dan kulit pucat (anemia)

* Sesak napas dari akumulasi cairan di paru-paru * Sakit kepala, mati rasa pada kaki atau tangan (neuropati perifer), tidur terganggu, status mental berubah (ensefalopati dari akumulasi produk limbah atau racun uremik), dan gelisah * Nyeri dada akibat perikarditis (peradangan di sekitar jantung) * Perdarahan (karena pembekuan darah yang buruk) * Penurunan minat seksual dan disfungsi ereksi Walaupun penyakit ginjal kronis kadang-kadang hasil dari penyakit primer pada ginjal itu sendiri,penyebab utama diabetes dan tekanan darah tinggi. 12 1.Tipe 1 dan 2 tipe diabetes mellitus 2.Tekanan darah tinggi (hipertensi) 3.Glomerulonefritis 4.Penyakit ginjal polikistik 5.Penggunaan analgesik seperti acetaminophen (Tylenol) dan ibuprofen (Motrin, Advil) secara teratur selama jangka waktu yang lama merusak ginjal. 6.penyumbatan dan pengerasan arteri (atherosclerosis) disebut nefropati iskemik, merupakan penyebab lain Yang Dari kerusakan ginjal Progresif. 7.Obstruksi aliran urin oleh batu, pembesaran prostat, penyempitan (narrowings), atau kanker

Gagal Jantung Akut5


Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik, keadaan irama jantung yang abnormal atau ketidakseimbangan dari pre-load atau after-load, seringkali memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis. Pada gagal jantung akut ini dapat pula diklasifikasikan lagi baik dari gejala klinis dan foto thorax (Killip), klinis dan karakteristik hemodinamik (Forrester) atau berdasarkan sirkulasi perifer dan auskultasi paru. Dapat pula dibagi berdasarkan dominasi gagal jantung kanan atau kiri yaitu Forward (kiri dan kanan (AHF), Left heart backward failure (yang dominan gagal jantung kiri), dan Right heart backward failure (berhubungan dengan disfungsi paru dan jantung sebelah kanan).

Daftar Pustaka
1. Mann DL, Braunwald E, Kasper DL, et al. (2008). Principles of Internal Medicine (edisi ke-17th ed. Vol 2 page: 1443-1453). McGraw Hill. 2. Fox KF, Cowie MR, Wood PA, et al (2001). Coronary Artery Disease as the cause of incident heart failure in the population (edisi ke-1th ed. page: 228-236). Eur Heart J. 3. Bundkirchen A, Schwinger RHG. Epidemiology and economic burden of chronic heart failure. Eur Heart J.2004; 57-60. 4. Cowie MR, Dar O. The Epidemiology and Diagnosis of Heart Failure. In: Fuster V, Walsh RA, ORourke RA,Poole-Wilson P. Hursts The Heart. 12th ed. Vol 1. 2008. China: McGraw Hill. pp: 713-723. 5. Sudoyo Aru.W , Setiyohadi Bambang , Alwi Idrus , et al . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . edisi ke V Jilid II . Jakarta : Internal Publishing 2009 . pp: 1596-1601. 6. Prince SA, Wilson LM. Patofisiologi. Vol. 1. Jakarta: EGC.2006. h 634-636. 7. Masnjoer Arif, et al. 2001. Kapita selekta kedokteran Edisi ke 3. Media Aesculapius: FK UI 8. Pemeriksaan Laboratorium Gagal Jantung. Diunduh dari http://www.revolutionhealth.com/conditions/heart/heart-failure/diagnoseoverview/laboratory-tests. 02 Oktober 2010. 9. Pemeriksaan Radiologi Gagal Jantung. http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikelkedokteran/radiologi-jantung/. 02 Oktober 2010. 10. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik. Departeman Radiologi FKUI. Jakarta. 2005. h 165-173. 11. Santoso M, Nah YK, Sumadikarya IK. 2010. Pemeriksaan fisik jantung patologis dan elektrokardiografi. Dalam: Buku Panduan Keterampilan Medik: FK UKRIDA. H 4-20. 12. Chronic Kidney Disease . http://www.emedicinehealth.com/chronic_kidney_disease/article_em.htm . 06 Oktober 2010.

Anda mungkin juga menyukai