Oleh:
Abstract
1. Pendahuluan
TAP MPR no. IX tahun 2001 telah menggariskan perlunya DPR dan
Presiden untuk meninjau kembali semua undang-undang dan peraturan sektoral
tentang pengelolaan sumberdaya alam dan pembaruan agraria untuk kemudian
menggantikannya dengan peraturan baru yang lebih komprehensif dan ramah
lingkungan, sampai kini tampaknya masih mengalami kesulitan untuk membawa
kesuatu perubahan yang berarti.
*
Peniliti LIPI dan Dosen FISIP Universitas Budi Luhur. Alumnus S.2 Program Studi Ilmu
Komunikasi Universitas Indonesia.
1
Singkatan dari Daerah Aliran Sungai
2
Singkatan dari Jakarta, Bogor,Depok, Tangerang Bekasi Puncak Cianjur.
3
Penyimpangan itu diketahui berdasarkan informasi citra landsat tahun 2001, Ditjen
Penataan Ruang Departemen PU tahun 2002
4
Jabopunjur merupakan representasi (mewakili) lokasi penelitian 2003 – 2005
3.1. Sistem hubungan sosial masyarakat yang terpola dari interaksi sosial
yang terbentuk selama ini adalah sistem yang mengacu pada hilangnya
nilai-nilai yang baik seperti seharusnya patuh pada peraturan yang sudah
dibuat menjadi tidak patuh/ melanggar, pemegang kekuasaan seharusnya
mengayomi/melindungi masyarakat tetapi berkembang sifat egoistis dari
pemegang kekuasaan (ego-sektoral) yang lebih menonjol, sehingga
hilangnya kepercayaan dari masyarakat terhadap penguasa/pembuat
kebijakan yang dianggap mementingkan tujuan penguasa dan pengusaha
saja, tanpa memikirkan kepentingan publik secara luas. Dengan perkataan
lain pola interaksi sosial menjadi tidak terarah kepada tujuan yang baik,
sebagian besar masyarakat menjadi anomie, bingung dan apatis.
5
Di DAS Citarum ada 54 regulasi (Wangsaatmaja, 2006) dan Jabodetabekpunjur lebih kurang 36
regulasi)
6
Hanim, Masayu S. dkk, (2003) Sistem Jaringan Pembuatan Kebijakan Publik yang Berdampak
Pada Penyalah Gunaan Lahan di Kawasan Jabopunjur, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan
Kebudayaan, LIPI ,Jakarta,
15
Media Indonesia, 17 Juni 2003
18
A. Hamzah, Prof. Dr. Pakar Hukum Lingkungan di Jakarta
Selain itu terdapat beberapa prinsip penting yang harus dilakukan dalam
ko-manajemen. Pertama adalah adanya desentralisasi atau pendelegasian
kekuasaan. Melalui prinsip yang demikian maka urusan mengenai pengaturan
pemanfaatan kawasan tidak lagi dilakukan oleh pemerintah Pusat, melainkan
perlu didelegasikan kepada pemerintah daerah untuk menanganinya, dengan
memberikan keleluasaan kepada masyarakat di sekitar hutan untuk
mengimplementasikannya. Kedua, dalam ko-manajemen peranan masyarakat
sekitar hutan lebih diutamakan. Itu berarti bahwa masyarakat sekitar hutan dan
Dalam hal inilah perlu sebuah usaha sosialiasi ke masyarakat dan aparat
pemerintahan daerah, mengenai peraturan-peraturan yang berlaku tentang
pengelolaan tanah di wilayah Puncak. Sosialisasi ini dilakukan secara simultan
dan komprehensif, yang ditujukan pada keterlibatan aktif para stakeholder untuk
ikut mematuhi aturan tata ruang yang dibuat. Sosialiasi tidak hanya sekedar
memasang papan pengumuman, namun mengajak masyarakat dan komponen
lain untuk memahami esensi perundang-undangan. Metodenya harus dilakukan
secara dialogis dan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan dorongan-dorongan
19
Pakar Antropologi dan Budaya Sunda di Bandung
5. Penutup
20
Haryo Habirono, Makalah Tinjauan Kritis Kebijakan Desa, 2004.
Daftar Referensi
Abdul Wahab, Solihin, 2001, Analisis Kebijakan Publik, Rineka Cipta, Jakarta.
Ageung, Ivan Valentina, (2004) Kaji Ulang Peraturan Perundang-undangan:
Implementasi TAP MPR No. IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agrarian
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, RACA Press.
Askin, Moh., Prof. Dr., SH., 2003, Penegakan Hukum Lingkungan dan
Pembicaraan Di DPR-RI, Yarsif Watampone, Jakarta
Alatas, S.H., (1980), The Sociologi of Corruption, Times International, Singapore.
__________, 1987, Korupsi , Sifat, Sebab, dan Fungsi, LP3ES, Jakarta.
Amirin, Tatang. M (1992) Pokok Pokok Teori Sistem, Rajawali Press, Jakarta.
Arief Budiman, (1996), Teori Negara, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
____________,Ufford,v Q, (1988), Krisis Tersembunyi Dalam
Pembangunan, Gramedia, Jakarta.
Policy Paper
Strategi Terintegrasi Penaatan & Penegakan Hukum Lingkungan, 2003,
Indonesian Center For Environmental Law (ICEL).
Agenda Permukiman Untuk Pengembangan Kualitas Hidup Secara
Berkelanjutan, (2000) Proyek Agenda 21 Sektoral, Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup & UNDP.
Hamzah Andi, Prof. Dr. November, 2005 (Tulisan Khusus)
Haryo Habirono, Makalah Tinjauan Kritis Kebijakan Desa, Bukit Tinggi 2004.
Undang-undang :
UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang