Anda di halaman 1dari 22

ISI

1. Nama atau Tema Blok 2. Fasilitator / Tutor 3. Data Pelaksanaan


b. c. d. Pemicu ke-4 Pukul Ruangan : 10.00-12.30 WIB : Ruang diskusi fisika-2

: Blok Sistem Respirasi / Bronkiolitis : dr. Zukesti Effendi :

a. Tanggal tutorial : 21 April 2008 dan 24 April 2008

4. Pemicu :
Seorang bayi laki-laki, umur 6 bulan dengan BB 4,1 kg dibawa oleh ibunya ke RS dengan keluhan sesak napas yang sudah dialaminya sejak 2 hari yang lalu. Bayi demam dan sudah diberi obat, demam turun tapi tidak lama naik kembali. Hari ini anak terlihat semakin sesak dan ujung-ujung jari tangan dan kaki terlihat kebiruan. Satu minggu sebelumnya bayi terlihat batuk-batuk. Bayi ini lahir kurang bulan dengan berat badan lahir 2100 gr, spontan, ditolong oleh dokter dan langsung menangis. Muntah tidak dijumpai. Buang air besar dan buang air kecil biasa. Apa yang terjadi pada bayi ini?

5. Info Tambahan
Kesadaran: Compos Mentis Pucat (-), Ikterik (-), sianosis (+), dispone (+), oedem (-), Pernapasan cuping hidung, retraksi suprasternal, subkostal dan intercostal, Ekspirasi memanjang, terdengar wheezing, Ujung-ujung jari tangan dan kaki terlihat sianosis, sbdomen distensi, hepar teraba 2 cm di bawah arkus kosta. Jantung dalam batas normal. Pemeriksaan lain dalam batas normal. 1

Laboratorium Hb : 15gr% Leukosit : 3.400 Hematokrit : 44% Trombosit : 340.000

pH pO2 pCO2

AGDA : 7,315 : 85 : 55 : 15 : -8,5

HCO3 BE

Saturasi O2 : 95% Radiologi (Foto Toraks) : emfisematous, bercak infiltrat minimal, diafragma flat, ruang interkostal melebar.

6. Tujuan Pembelajaran
a. Memahami morfogenesis paru-paru. b. Memahami konsep obstruksi jalan napas. c. Memahami faktor-faktor yang dapat menyebabkan sesak napas pada bayi dan bagaimana mekanismenya. d. Memahami mekanisme lengung refleks pada batuk. e. Memahami mekanisme demam.. f. Memahami tentang apa yang dimaksud dengan bronkiolitis dan patofisiologinya. g. Memahami tentang apa yang dimaksud dengan ISPA. h. Memahami penatalaksanaan pada bronkiolitis serta pencegahannya.

7. Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat


a. Bagaimana perkembangan paru yang normal? b. Bagaimana konsep penyakit obstruktif jalan napas? c. Mengapa terrjadi sesak napas? Bagaimana mekanismenya? Dan apa saja jenis-jenis sesak napas? d. Bagaimana mekanisme lengkung refleks pada batuk? e. f. Bagaimana mekanisme terjadinya demam? Apa yang dimaksud dengan ISPA? Dan bagaimana patogenesis serta penyebarannya?

g. h. i. j.

Apa

yang

dimaksud patofisiologi

dengan pada

bronkiolitis? bronkiolitis

Bagaimana sehingga

cara dapat

mendiagnosa bronkiolitis? Bagaimana menimbulkan manifestasi klinis pada si bayi? Bagaimana interpetasi pemeriksaan laboratorium dan AGDA pada si bayi? Bagaimana prinsip penatalaksanaan dan pencegahan pada bronkiolitis?

8. Jawaban atas pertanyaan


a. MORFOGENESIS PARU

Ketika mudigah berusi kurang lebih 4 minggu, divertikulum respiratorium (tunas paru) nampak sebagai suatu tonjolan keluar dari dinding ventral usus depan. Epitel laring, trakea, bronkus serta alveoli berasal dari endoderm. Unsur tulang rawan dan otot berasal dari mesoderm. Dalam perkembangan minggu ke-4, trakea terpisah dari usus depan oleh septum esofgotrakealis, sehingga membagi usus depan menjadi tunas pernapasan di sebelah anterior dan esofagus di sebelah posterior. Hubungan antara keduanya tetap dipertahankan melalui laring, yang terbentuk dari jaringan lengkung insang ke-4 dan ke-6. tunas paru berkembang menjadi dua bronkus utama: bronkus kanan membentuk tiga bronki sekunder dan tiga lobus; bronkus kiri membentuk dua bonki sekunder dan dua lobus. Bronkus sekunder terus-menerus bercabang secara dikotomi, dengan membentuk 10 bronkus tersier (segmental) di paru kanan dan 8 di paru kiri, sehingga menciptakan segmen-segmen bronkopulmoner paru dewasa.

Pematangan paru-paru Sampai dengan bulan ke-7 prenatal, bronkioli terus-menerus bercabang menjadi saluran yang lebih banyak dan lebih kecil (tahap kanalikular) dan suplai darah terus meningkat. Pernapasan mungkin dapat berlangsung apabila beberapa sel bronkiolus respiratorius yang berbentuk kubus berubah menjadi sel gepeng yang tipis (Gambar 13.7B). Sel-sel tersebut berhubungan erat dengan banyak kapiler darah atau alveoli primitif. Selama bulan ke-7, sudah terdapat cukup terdapat cukup banyak kapiler untuk menjamin pertukaran gas yang cukup, dan janin prematur dapat bertahan hidup. Selama 2 bulan terakhir kehidupan prenatal dan beberapa tahun pascalahir, jumlah sakus terminalis terus meningkat. Selain itu, sel-sel yang melapisi kantong tersebut, yang di kenal sebagai sel epitel alveoli tipe I, mejadi lebih tipis, sehingga pembuluh kapiler di sekitarnya menonjol menjorok ke dalam rongga alveolus (gambar 13.9). hubungan yang erat antara sel epitel dan endotel ini membentuk sawar darahudara. Alveoli matang yang khas belum ada sebelum lahir. Selain sel endotel dan sel epitel gepeng alveoli, jenis sel lainnya berkembang pada akhir bulan keenam. Sel ini, sel mampu menurunkan tegangan permukaan pada antarmuka udara-alveolus. Pertumbuhan paru-paru setelah lahir terutama di sebabkan oleh bertambahnya jumlah bronkiolus respiratorius dan alveoli, dan bukan karena bertambah besarnya ukuran alveoli. Alveoli baru akan terbentuk selama 10 tahun pertama kehidupan paska lahir. [sumber: 1) ] b. Penyakit obstruksi jalan napas disebabkan oleh suatu gangguan yang dapat membatasi aliran udara ekspirasi. Asma bronkial merupakan salah satu bentuk penyakit obstruksi jalan napas reversibel yang disebabkan oleh penyempitan jalan napas akibat bronkospasme, inflamasi dan peningkatan sekresi jalan napas. Penyakit obstruksi kronis dapat

disebabkan oleh beragam penyakit jalan napas, seperti bronkitis kronik, emfisema, bronkiektasis dan fibrosis kistik. Fisiologi Penyakit Jalan Napas Gangguan jalan napas melibatkan pergerakan udara menuju dan keluar paru-paru. Termasuk di dalamnya ialah tonus otot polos bronkial, cedera pada mukosa dan obstruksi akibat sekresi berlebihan Kontraksi dan relaksasi dari lapisan otot polos, yang dipersarafi oleh sistem saraf otonom, mengontrol diameter jalan napas dan dapat meyebabkan adanya resistensi terhadap jalan napas. Stimulasi parasimpatis, melalui nervus vagus dan reseptor kolinergik, menyebabkan bronkokonstriksi. Sedangkan stimulasi simpatis, melalui reseptor 2adrenergik, akan meningkatkan bronkodilatasi. Dalam keadaan normal, perangsangan minimal dibutuhkan peningkatan pada nervus vagus mendominasi. aliran udara, seperti saat Ketika berolahraga,

parangsangan nervus vagus dihambat, sehingga menyebabkan peningkatan efek bronkodilatasi dari sistem saraf otonom. Otot polos bronkial juga berespon terhadap mediator inflamasi seperti histamin yang langsung bekerja pada sel otot polos untuk menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi. Selama respon antigenantibodi, mediator inflamasi dilepaskan oleh sel mast yang terdapat di jalan napas. Pengikatan antibodi IgE dengan reseptornya yang terdapat di sel mast berperan pada respon alergi ketika antigen muncul. Mediator inflamasi yang dilepaskan sebagai respon terhadap iritan, respon imun dan agen infeksius dapat meningkatkan respon jalan napas, yaitu dapat menyebabkan bronkospasme, meningkatkan sekresi mukus, dan menyebabkan cedera pada lapisan mukosa jalan napas. [sumber: 2) ] c. SESAK NAPAS (DISPNEA) Definisi Dispnea merupakan suatu sensasi subjektif berupa kesulitan (merasa tidak enak, tidak nyaman) di saat bernapas.

Pasien sering menggambarkan dispnea sebagai ketidakmampuan bernapas, perasaan tercekik, napas berat, kekurangan napas, kelelahan, atau dada terasa sesak, sehingga pemeriksa atau klinisi harus dapat menentukan apakah gejala yang dikeluhkan merupakan dispnea murni atau nyeri dada. [sumber: 7) ] Jenis-jenis Dispnea Paroksimal Nokturnal ialah dispnea yang sering terjadi pada malam hari terutama antara pukul 2 hingga pukul 4 dini hari. Dispnea jenis ini menyebabkan pasien selalu terbangun dari tidurnya dan mengeluh adanya perasaan kekurangan udara satu jam atau lebih sesudah tidur yang dapat berkurang dengan posisi duduk dalam beberapa menit. Ortopnea ialah dispnea yang terjadi saat berada dalam posisi berbaring atau telentang. Trepopnea ialah dispnea yang terjadi saat berada dalam posisi miring. Platipnea ialah dispnea yang terjadi saat berada dalam posisi berdiri.

[sumber: 7) dan 5) ] Faktor Penyebab Faktor Psikis Faktor peningkatan kerja respiratorik, karena peningkatan ventilasi atau sifat fisik yang berubah. Otot respirasi yang abnormal, karena penyakit otot atau karena fungsi mekanis otot yang berkurang. [sumber: 5) ] Penyebab Penyakit jantung, seperti gagal jantung. Penyakit paru, seperti pneumotoraks, infeksi, emboli paru, bronkospasme, alveolitis.

Gangguan metabolik Kelainan darah

Penyakit neuromuskular. Hiperventilasi idiopatik

[sumber: 5) ] Patofisiologi bekerja Oksigenasi jaringan menurun Kebutuhan osigen yang meningkat Kerja pernapasan meningkat Ventilasi paru yang menurun menyebabkan otot pernapasan lebih keras sehingga metabolisme tubuh meningkat. Akibatnya, metabolit darah juga meningkat. Hal ini akan merangsang saraf pusat sehingga timbul rasa sesak. Rangsangan pada SSP (Susunan Saraf Pusat) Penyakit neuromuskular.

[sumber: 5) ] Frekuensi Pernapasan Normal pada Anak Age Premature 03 mo 36 mo 612 mo 13 yr 36 yr 612 yr 12 * yr [sumber: 8) ] 7 Respiratory Rate (breaths/min) 4070 3555 3045 2540 2030 2025 1422 1218

d.

BATUK Batuk adalah suatu mekanisme yang diperantarai oleh saraf motorik, yang memproteksi paru dari cedera dan infeksi melalui pembersihan jalan napas bronkial besar dari akumulasi sekresi dan iritan serta substansi-substansi yang bersifat merusak. Reseptor batuk terdapat pada seluruh saluran pernapasan dan tempat-tempat ekstrapulmonal, yaitu pleura, perikardium, kanal auditorius, sinus paranasal, lambung, dan diafragma. Aktivasi dari reflex tersebut terjadi melalui stimulasi reseptor oleh rangsangan peradangan, mekanis, kimiawi, dan termal. [sumber: 7) ] Batuk dapat terjadi secara voluntir ataupun refleks. Sebagai suatu refleks defensif, batuk terjadi melalui jalan aferen dan eferen. Jalan aferen meliputi reseptor yang ada dalam distribusi sensorik dari nervus vagus, trig eminalis, glosofaringeal dan laringeal superior. Jalan eferen meliputi nervus laringeal rekuren dan nervus spinalis. [sumber: 6) ] Batuk dimulai dengan inspirasi sejumlah besar udara (biasanya sekitar 2,5 L) yang dalam dan cepat, diikuti oleh penutupan glotis yang cepat, relaksasi diafragma dan kontraksi otot-otot ekspirasi melawan glotis yang tertutup. Ketika otot-otot tersebut berkontraksi, tekanan intratoraks meningkat hingga 100 mmHg atau lebih sehingga terjadi penyempitan trakea. Ketika glotis terbuka dengan cepat, perbedaan yang besar antara tekanan di saluran pernapasan dan tekanan atmosfer bersama dengan penyempitan trakea, akan menghasilkan aliran udara yang cepat melalui trakea (explosive expulsion of air). Dorongan yang kuat tersebut akan membantu dalam eliminasi mukus dan berbagai benda asing. [sumber: 3) dan 6] ]

e.

DEMAM Demam ialah peningkatan suhu tubuh yang melebihi variasi suhu harian normal dan terjadi bila terdapat peningkatan set-point hipotalamus. [sumber: 4) ]

Pusat regulasi panas hipotalamus mengendalikan suhu tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari reseptor-reseptor meuronal perifer dingin dan panas. Faktor pengatur lainnya adalah suhu darah yang bersirkulasi dalam hipotalamus. Integrasi sinyl-sinyal ini mempertahankan agar suhu di dalam tubuh normal pada titik ambang 37C dan sedikit berkisar antara 1-1,5C. Suhu tubuh mengikuti irama sirkadian, yaitu suhu pada dini hari rendah dan suhu tertinggi terjadi pada pukul 16.00-18.00. [sumber: 11) ] Demam pada anak dapat digolongkan sebagai: Demam yang singkat dengan tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat sehingga diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan klinis, dengan atau tanpa uji laboratorium. Demam tanpa tada-tanda yang mengumpul pada satu tempat, sehingga riwayat dan pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnosis tetapi uji laboratorium dapat menegakkan etiologi. Demam yang tidak diketahui sebabnya (Fever of Unknown Origin = FUO). [sumber: 11) ] Patogenesis Endotoxin, peradangan, reaksi imun dan rangsangan pirogenik lain dapat bekerja pada monosit, makrofag dan sel-sel Kupffer untuk menghasilkan berbagai macam sitokin yang bekerja sebagai pirogen endogen (EPs). Terdapat bukti nyata bahwa IL-1B, IL-6, -IFN, -IFN, dan TNF- dapat secara independen untuk membangkitkan demam. Sitokin-sitokin ini merupakan polipeptida, dan kecil kemungkinannya bahwa sitokin dalam darah menembus sawar darah otak. Terdapat bukti bahwa sitokin-sitokin tersebut bekerja pada OVLT, salah satu dari organorgan sirkumventrikuler. Hal ini kemudian mengaktifkan daerah preoptik hipotalamus untuk meningkatkan titik penyetelan suhu (set point). Sitokin juga dihasilkan oleh sel-sel di SSP (Susunan Saraf Pusat) apabila terjadi rangsangan oleh infeksi, dan sitokin tersebut mungkin bekerja secara langsung pada pusat-pusat pengatur suhu.

Demam yang ditimbulkan oleh sitokin mungkin disebabkan oleh pelepasan prostaglandin lokal di hipotalamus. Penyuntikan prostaglandin ke dalam hipotalamus menyebabkan demam. Efek antipiretik aspirin bekerja langsung pada hipotalalmus dan menghambat sintesa prostaglandin. PGE2 adalah salah satu prostaglandin yang menyebabkan demam. PGE2 bekerja pada empat subtipe reseptor prostaglandin, yaitu EP1, EP2, EP3, dan EP4. Penguraian reseptor EP3 akan f. menggangu respons demam terhadap PGE2, IL-1, dan lipopolisakarida (LPS) bakterial. [sumber: 4) dan 14] ] INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) Definisi ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau di sertai radang parenkim paru. ISPA yang mengenai saluran napas bawah, misalnya bronkitis, bila menyerang kelompok umur tertentu, khususnya balita, anak-anak dan orang tua, akan memberikan gambaran klinik yang berat dan jelek dan sering kali berakhir dengan kematian. Patogenesis Saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga guna mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efesien. Ketahanan saluran pernapasan terhadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu: 1. Keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia. 2. Makrofag alveol. 3. Antibodi setempat. Sudah menjadi suatu kecendurugan bahwa infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran napas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak, akibat infeksi yang terdahulu. Selain itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah: 1. Asap rokok dan gas SO2, polutan utama dalam pencemaran udara. 10

2. Sindroma imotil. 3. Pengobatan dengan O2 konsentrasi (25% atau lebih). Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi setempat yang ada pada saluran pernapasan ialah IgA. Antibodi ini banyak didapatkan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan, seperti yang sering terjadi pada anak. Gambaran Klinik Radang yang disebabkan oleh infeksi sangat tergantung pada : Karakteristik Inokulum, meliputi ukuran aerosol, jumlah dan tingkat virulensi jasad renik yang masuk. Daya Tahan Tubuh Daya Tahan Tubuh seseorang tergantung pada utuhnya sel epitel mukosa, gerak mukosilia, makrofag alveol dan IgA. Umur Umur mempunyai pengaruh besar. ISPA yang terjadi pada anak bayi akan memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang dewasa. Gambaran kli terunik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang belum memperoleh kekebalan alamiah. Penyebaran infeksi Pada ISPA dikenal tiga cara penyebaran infeksi yaitu : 1. Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk. 2. Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk dan bersinbersin. 3. Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad renik (hand to hand transmission)

11

Pada infeksi virus, transmisi diawali dengan penyebaran virus ke daerah sekitar terutama melalui bahan sekresi hidung. Virus yang menyebabkan ISPA terdapat 10-100 kali lebih banyak didalam mukosa hidung daripada mukosa faring. [sumber: 13) ]

g.

BRONKIOLITIS Definisi Bonkiolitis akut merupakan penyakit saluran pernapasan bayi yang lazim, akibat dari obstruksi radang saluran pernapasan kecil. Penyakit ini terjadi selama 2 tahun pertama, dengan insidens puncak pada umur 3-6 bulan, dan pada banyak tempat, penyakit ini paling sering menyebabkan rawat-inap bayi di rumah sakit. Diagnosa Sebagian besar bayi yang terkena mempunyai riwayat terpajan pada anak yang lebih tua atau orang dewasa yang menderita penyakit pernapasan ringan pada minggu sebelum mulainya penyakit. Gejala dan Tanda Bayi mula-mula menderita infeksi ringan pada saluran pernapasan atas disertai dengan ingus yang serous dan bersin. Gejala-gejala ini biasanya berakhir beberapa hari dan dapat disertai dengan penurunan nafsu makan dan demam 38,5-39C, walaupun demikian suhu dapat berkisar dari subnormal sampai meningkat dengan jelas. Perkembangan pernapasan secara bertahap ditandai dengan batuk mengi paroksimal, dyspnea, dan iritabilitas. Menyusu-ibu atau botol dapat sangat sulit karena frekuensi pernapasan yang cepat tersebut tidak memberikan kesempatan untuk mengisap dan menelan. Pada kasus ringan, gejala-gejal menghilang dalam 1-3 hari. Pada penderita yang terkena lebih berat, gejala-gejala dapat berkembang dalam beberapa jam dan perjalanan 12

penyakit berlarut-larut. Manifestasi sistemik lainnya, seperti muntah dan diare, biasanya tidak ada. Suatu pemeriksaan mengungkapkan bahwa bayi takipnea sering dalam keadaan sangan distres. Pernapasan berkisar dari 60-80 x/menit; haus-udara berat dan sianosis dapat terjadi. Cuping hidung melebar dan penggunaan otot-otot pernapasan aksesori menyebabkan retraksi interkostal dan subkostal yang dangkal karena paru-paru terus-menerus terdistensi oleh udara yang terperangkap. Depresi hati dan limpa akibat overinflasi paru dapat mengakibatkannya teraba di tepi kosta. Krepitasi halus yang tersebar dapat didengar pada akhir inspirasi dan pada awal ekspirasi. Fase ekspirasi pernapasan diperpanjang, dan mengi biasanya dapat didengar. Pada sebagian besar kasus yang berat, suara pernapasan hampir tidak dapat didengar bila obstruksi bronkiolus hampir total. Pemeriksaan Roentgenografi Pemeriksaan foto toraks menunjukkan bahwa adanya hiperinflasi paru dan kenaikan diameter antero-posterior pada pandangan lateral. Daerah konsolidasi tersebar ditemukan pada sekitar 30% penderita dan disebabkan oleh atelektasis akibat obstruksi atau karena radang alveolus. Pneumonia bakteri awal tidak dapat dikesampingkan atas dasar radiografis saja. Pemeriksaan Laboratorium Biasanya sel darah tepi dan hemogram sel ada dalam batas-batas normal. Limfopenia, yang biasanya terkait dengan banyak penyakit virus, biasanya tidak ditemukan. Biakan nasofaring menunjukkan flora bakteri yang normal. Virus dapat diperagakan pada sekresi nasofaring dengan deteksi antigen (misalnya, imunoassay enzim) atau dengan biakan. Perjalanan dan Prognosis Fase penyakit yang paling krisis terjadi selama 48-72 jam pertama sesudah batuk dan dispnea mulai. Selama fase ini, bayi tampak sakit, serangan apnea terjdi pada bayi yang sangat muda, dan asidosis 13

respiratorik mungkin terjadi. Sesudah peiode kritis, perbaikan terjadi dengan cepat dan dramatis. Angka fatalitas kasus di bawah 1%. Kematian terjadi karena serangan apnea yang lama, asidosis respiratorik berat yang tidak terkompensasi, atau dehidrasi berat akibat kehilangan penguapan air dan takipnea serta ketidakmampuan meminum cairan. Bayi yang memiliki keadaan-keadaan, misalnya penyakit jantung kongenital, displasia bronkopulmonal, [sumber: 12) ] h. PATOFISIOLOGI Inferksi RSV (Respiratory Syncitial Virus) akan merangsang pengeluaran mediator-mediator inflamasi yang meliputi berbagai sitokin dan kemokin yang berperan dalam proses inflamasi, seperti IL-6, IL-8, IL11, GM-CSF, RANTES (Regulated on Activation, Normal T-cell Expressed and Secreted), MIP (Macrophage Inflammatory Protein) 1, INF . Bayi-bayi yang terinfeksi RSV yang mengeluarkan suara mengi, memiliki kadar INF- dan Leukotrin yang tinggi pada saluran napasnya. IL-8 dan TNF- dapat menambah sekret hidung dan pada fase akut dat menimbulkan gejala sistemik seperti demam dan malaise. Dalam keadaan demam, berlaku proses konservasi panas yaitu vasokonstriksi. Hal ini yang menyebabkan si bayi nampak kebiruan (sianosis) pada ujung-ujung jari dan tangan. Inflamasi jalan napas dapat merangsang sel goblet untuk menambah produksi mukus dan menyebabkan kerusakan endotel sehingga terjadi aktivasi mediator kinin yang akan meningkatkan permeabilitas endotel. Akibatnya, terjadi transudasi protein plasma dari pembuluh darah ke mukosa hidung sehingga menimbulkan edema dan peningkatan sekkresi hidung. Hipereaktivitas dapat terjadi bila obstruksi saluran napas menyebabkan penurunan FEV1 lebih dari 20% yang dapat menmbulkan bronkokonstriksi yagn dapat menetap beberapa minggu setelah infeksi akut. Peningkatan produsi mukus dan adanya edema serta hipereaktivitas menyebabkan obstruksi jalan napas sehingga terjadi peningkatan resistensi jalan napas. Resistensi jalan napas berbanding terbalik dengan radius pangkat empat. Oleh karena itu, jika terjadi 14 penyakit imunoddefisiensi, atau kistik fibrosis mempunyai angka morbiditas dan mortalitan yang lebih besar.

penebalan sedikit saja pada dinding bronkiolus bayi, akan sangat mempengaruhi aliran udara. Pada fase inspirasi, tekanan intratoraks semakin negatif yang memungkinkan rongga toraks dan organ-organ di dalamnya akan mengembang. Jadi tidak ada kesulitan dalam mengambil napas. Sedangkan pada fase ekspirasi, tekanan intratoraks semakin positif sehingga rongga toraks mengempis dan saluran napas juga ikut tertekan. Bila telah ada penyempitan sebelumnya, terutama di saluran napas kecil seperti bronkiolus, ekspirasi akan semkin sulit sehingga pada auskultasi terdengar ekspirasi yang memanjang. Dan karena penyempitan menimbulkan arus turbulen, saat udara melewati saluran napas, akan terdengar suara mengi (wheezing). Selain itu juga berlaku obstruksi pernapasan katup bola. Udara yang masuk akan terperangkap di dalam alveoli karena sulit untuk dikeluarkan akibat adanya penyempitan. Perangkap udara awal tersebut menyebabkan hiperinflasi toraks sehingga memberikan gambaran emfisematus pada foto toraks. Hiperinflasi toraks juga menyebabkan ruang interkostal melebar , penekanan diafragma ke bawah sehingga tampak mendatar (flat), dan abdomen distensi serta hepar teraba. Gambaran atelektasis dapat timbul jika sudah terjadi obstruksi total sehingga terjadi absorpsi udara yang terperangkap. Peningkatan resistensi jalan napas tersebut menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (V/Q mismatch) sehingga terjadi penurunan tekanan parsial O2 (pO2) dan hipoksemia. Pada penderita dengan infeksi berat, dapat terjadi hiperkapnea, yaitu peningkatan pCO2 seperti pada bayi dalam kasus ini. Peningkatan pCO2 dan penurunan pO2 sampai di bawah 40 mmHg akan merangsng pusat pernapasan untuk meningkatkan frekuensi pernapasan (takipnea) yang merupakan gambaran khas dari sesak napas (dispnea) pada kasus ini. Pernapasan cuping hidung (cuping hidung melebar) dan penggunaan otot pernapasan tambahan juga merupakan suatu keadaan yang khas pada penderita yang sesak napas. Penggunaan otot-otot pernapasan tambahan menimbulkan retraksi interkostal dan subkostal yang dangkal karena peru terusmenerus terdistensi oleh udara yang terperangkap. Apabila keadaan tersebut tidak segera ditangani dengan baik, si bayi dapat jatuh ke dalam kondisi gagal napas. 15

[sumber: 12) ] i. INTERPRETASI PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN ANALISA GAS DARAH Pemeriksaan darah menunjukkan bahwa telah terjadi leukopenia, penurunan kadar leukosit, pada si bayi. Hal tersebut memang khas pada penyakit infeksi virus. Berbeda pada infeksi bakteri di mana sering terjadi leukositosis (peningkatan kadar leukosit). [sumber: 9) ] Lab. Hb : 15 gr% Ht : 44% Leukosit 3400 Trombosit 340.000 : normal 150.000450.000 : Interpretasi meningkat meningkat menurun Normal 10,5 - 14 33 - 42 6000-15.000

pH

AGDA : 7,315 : 85

Interpretasi menurun normal meningkat menurun menurun normal

Normal 7,35-7,45 80-100 35-45 20-28 > 2 mEq/L > 94%

pO2

pCO2 : 55 HCO3 : 15 BE : -8,5 SaO2 : 95%

Pemeriksaan AGDA 10) dan 14) menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan HCO3 dan peningkatan CO2. Dalam keadaan normal jika tubuh masih dapat mengkompensasi penurunan HCO3. Penurunan HCO3 juga akan diikuti oeh penurunan CO2 agar tidak terjadi asidosis.

16

Rasio antara HCO3 dan pCO2 yang harus tercapai adalah 20 : 1 agar pH dapat dipertahankan dalam batas normal. Hal tersebut sesuai dengan persamaan Henderson-Hasselbach, yaitu: pH = pK + log [HCO3-] [H2CO3] pH = pK + log [HCO3-] [CO2] = 6,1 + log 20 1 = 6,1 + 1,3 = 7,4 HCO3 merupakan komponen metabolik yang dikendalikan oleh ginjal. pCO2 merupakan komponen pernafasan yang dikendalikan oleh paruparu. Jika rasio menurun, atau terjadi penurunan HCO 3 dan peningkatan CO2, pH akan menurun dan terjadi Asidosis, dan juga sebaliknya. Jika oleh komponen respirasi pCO2 yang terganggu disebut asidosis / alkalosis respiratorik. Dan jika komponen metabolik HCO3 disebut asidosis / alkalosis metabolik. Terjadi gangguan sederhana bila: Bila melibatkan 1 komponen saja ( respirasi atau metabolik) pCO2 & HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama Sedangkan gangguan asam basa campuran dapat terjadi bila: Melibatkan keduanya ( repirasi dan metabolik) Penyimpangan dari HCO3 dan pCO2 dalam arah yang berlawanan Dalam kasus ini, si bayi mengalami asidosis respiratorik & metabolik jika: * pH menurun 17

* pCO2 meningkat * HCO3 menurun BE (Base Excess) Merupakan buffer yang bersifat basa dan jumlah konsentrasi dari anion buffer yang terdapat dalam darah. Anion buffer tersebut ialah ion bikarbonat (HCO3-) yang terdapat dalam plasma, eritrosit, hemoglobin, protein plasma, dan fosfat di dalam plasma dan sel darah merah. Nilai positif ( > +2 mEq/L atau +2 mmol/L) mencerminkan adanya kekurangan asam yang tak mudah menguap atau kelebihan basa murni. Ini menunjukkan bahwa telah terjadi alkalosis. Nilai negatif ( < -2 mEq/L atau -2 mmol/L) mencerminkan adanya gangguan metabolik atau kekurangan basa murni, maupun akumulasi dari asam yang tak mudah menguap. Ini menunjukkan bahwa telah terjadi asidosis, seperti yang dialami oleh si bayi. [sumber: 10) dan 15] ] j. PENATALAKSANAAN Bayi dengan kegawatan pernapasan harus dirawat-inap di rumah sakit, tetapi yang diindikasikan hanya penanganan suportif karena pada dasarnya penyakit infeksi virus dapat sembuh sendiri. 1. yang Non-Farmakologis Penderita biasanya ditempatkan dalam lingkungan udara sejuk dengan oksigen yang dilembabkan untuk menyembuhkan hipoksemia dan mengurangi kehilangan air insensible akibat takipnea. Pengobatan ini mengurangi dispnea dan sianosis serta menghilangkan kecemasan dan kegelisahan. Bila memungkinkan, sedatif harus dihindari karena berpotensi menimbulkan depresi pernapasan.

18

Bayi biasanya lebih enak duduk dengan sudut 30-40 derajat atau dengan kepala dan dada yag sedikit diangkat sehingga leher agak terekstensi.

Masukan oral harus sering ditambah atau diganti dengan cairan parenteral untuk mengimbangi pengaruh dehidrasi akibat takipnea. Keseimbangan elektrolit dan asam-basa harus disesuaikan dengan larutan intravena yang sesuai.

2.

Farmakologis Antivirus Penggunaan ribavirin (Virazol) telah dianjurkan untuk bayi dengan penyakit jantung kongenital atau displasia bronkopulmonal oleh Komite Penyakit Infeksi Akademi Pediatri Amerika (AAP). Di samping penelitian dan rekomendasi AAP yang jelas-jelas menggembirakan ini, penggunaannya masih kontroversial, bahkan pada bayi yang sakit payah sekalipun. Belum ada bukti yang meyakinkan mengenai dampaknya pada durasi rawat-inap di rumah sakit, kebutuhan suportif seperti oksigen atau ventilasi mekanik, atau mortalitas. Kelihatannya, pada umumnya, ada hasil akhir yang sangat baik pada beberapa bayi yang juga beresikotinggi namun tidak diobati dengan ribavirin. Antibiotik Antibiotik tidak mempuntai nilai terapeutis kecuali kalau ada pneumonia bakteri. Insidens komplikasi yang rendah tidak lebih menurun lagi dengan diberikannya terapi antibiotik. Kortikosteroid Kortikosteroid tidak bermanfaat dan dapat membahayakan pada keadaan tertentu. Bronkodilator Obat-obat bronkodilator aerosol (misalnya, albuterol) sering digunakan secara empiris. Penelitian ini terbagi yaitu pada mereka 19

yang

memperlihatkan

manfaat

dan

mereka

yang

tidak

memperlihatkan manfaat atau bahkan membahayakan. Epinefrin atau agen adrenergik yang lain mempunyai dasar teoritis untuk penggunaannya. [sumber: 12) ] PENCEGAHAN Kebanyakan kasus bronkiolitis tidak gampang dicegah karena virus penyebabnya adalah virus yang umum di lingkungan. sampai saat ini belum ditemukan upaya spesifik untuk mencegah bronkiolitis, misal, dengan vaksinasi tertentu. Jadi, pencegahannya hampir sama dengan mencegah penyakit lain secara umum, antara lain:

Tingkatkan daya tahan tubuh. Yang pertama dan paling penting adalah dengan upaya meningkatkan daya tahan tubuh seoptimal mungkin. Apalagi jika penyakitnya memang disebabkan virus, maka kunci penyembuhan ada pada daya tahan tubuh sendiri. Tak lain, karena infeksi virus biasanya bersifat self-limiting (sembuh sendiri).

Tidak merokok dan pemberian ASI yang adekuat Asap rokok dapat mempengaruhi dinding jalan napas sehingga akan mengurangi resistensi terhadap infeksi. Bayi yang diberi ASI akan mendapat antibodi dari ibunya melalui ASI. Antibodi tersebut ialah suatu faktor protektif bagi si bayi.

Jauhi orang sakit. RSV banyak menyebabkan batuk dan flu pada dewasa dan anak-anak. Bagi orang dewasa, batuk dan flu ringan mungkin tidak terlalu mengganggu. Anggota keluarga harus mencuci tangan sesring mungkin sebelum memegang si bayi. Untuk si ibu, jika harus 20

menyusui, dianjurkan untuk memakai masker penutup hidung dan mulut. Namun, pada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan, sedapat mungkin hendaknya dijauhi dari orang dewasa yang mengalami batuk dan flu. Hindari bepergian ke tempat umum. Di tempat-tempat umum seperti mal atau pertokoan terdapat banyak kuman penyakit. Dengan demikian, si bayi bisa saja tertular dari orang dewasa yang tak tampak sakit atau sakitnya ringan. Penularan RSV yang melalui udara disebarkan ketika orang yang terinfeksi bersin-bersin. Saat itu penderita menyemburkan butiran air liur halus (droplet) yang mengandung virus, lalu virusnya berterbangan di udara yang kemudian bisa terhirup oleh bayi.

Injeksi antibodi Injeksi antibodi sejak lahir setiap bulan mungkin dapat membantu mengurangi keparahan bronkiolitis. Terapi ini dapat dipertimbangkan kepada bayi yang sangat prematur atau yang mempunyai penyakit paru atau penyakit jantung sebelumnya.

[sumber: 12) ]

9.
a.

Ulasan
Pada diskusi tutorial, kami tidak mendapat referensi mengenai apa yang menyebabkan leukopenia pada infeksi virus. Dalam pleno pakar dikemukakan bahwa ternyata pada infeksi virus, virus akan mengeluarkan suatu faktor virulen yang disebut faktor adhesi (adhesion factor) yang dapat menghancurkan leukosit maupun makrofag. b. Dr. Wisman D, Sp.A dalam pleno pakar mengingatkan kami bahwa hasil pemeriksaan AGDA yang diperoleh harus dianalisa dengan tepat dan teliti. Hal tersebut disebabkan karena hasil yang diperoleh belum 21

tentu benar-benar mencerminkan kondisi pasien. Misalnya bila dalam AGDA, pO2 normal atau meningkat, harus dipikirkan apakah pasien telah diberi O2. Selanjutnya jika ditemukan pCO2 normal, dokter juga harus melihat nilai HCO3-. Bila nilai HCO3- ternyata menurun, hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi suatu gangguan. Jadi, pCO2 sebenarnya tidak normal, tapi malah meningkat karena secara normal penurunan nilai HCO3- juga harus diikuti dengan penurunan nilai pCO2 untuk mempertahankan rasio antara HCO3- dan pCO2 yang normal, yaitu 20:1. c. Dalam pleno pakar, juga dijelaskan mengenai penatalaksanaan bronkiolitis oleh dr. Yunita Sari Pane dan Prof. Dr. Aznan Lelo, Sp. FK, PhD dari bagian Farmakologi. Mereka mengatakan bahwa penanganan bronkiolitis lebih ditujukan pada terapi suportif seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terutama pembersihan jalan napas, namun tetap harus memperhatikan kondisi pasien. Berbeda dengan orang dewasa, pada bayi belum terdapat refleks batuk sehingga tidak boleh diberikan ekspektoran maaupun mukolitik. Nebulizer epineprine juga tidak boleh diberikan. Karena sistem imun bayi berusia 6 bulan masih rendah, si bayi tidak boleh diberi steroid yang akan semakin menurunkan imunitasnya. Yang dapat dilakukan untuk mengurangi sesak napas dan sianosis ialah meninggikan kaki atau menepuk-nepuk dadanya pelan-pelan agar si bayi dapat batuk sehingga O2 bisa masuk ke paru-paru. Berbeda dengan asma pula, pada bronkiolitis tidak terjadi bronkokonstriksi, untuk itu pemakaian bronkodilator tidak bermanfaat. Tapi bila dipakai dengan tujuan mucociliary clearance mungkin dapat bermanfaat. Infeksi virus pada umumnya bisa sembuh sendiri, maka penggunaan antivirus dan antibiotik tidak terlalu diperlukan. Antibiotik dapat digunakan jika dicurigai adanya infeksi sekunder. Mengenai edukasi atau pencegahan bronkiolitis yang lebih ditujukan kepada keluarga si bayi, dianjurkan untuk selalu menjaga higiene atau kebersihan rumah dan lingkungan tempat tinggal bayi agar tidak terjadi infeksi sekunder. Vaksinasi yang diberikan lebih ditujukan untuk meningkatkan sistem imun, yaitu pemberian ASI yang optimal.

22

Anda mungkin juga menyukai