Anda di halaman 1dari 23

PENGENALAN SPESIMEN HAMA ORDO HEMIPTERA DAN THYSANOPTERA (Laporan Praktikum Ilmu Hama Tumbuhan Umum)

Oleh Irdiani Risanda 1114121109

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2013

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Hama merupakan binatang perusak tanaman budidaya yang berguna untuk kesejahteraan manusia. Tanaman yang mudah terserang hama adalah tanaman sayuran seperti tomat, kol, wortel, sawi dan masih banyak lagi jenis sayuran, beberapa jenis hama perusak adalah, ulat tritip, ulat titik tumbuh, aphis, ulat buah dan lain sebagainya yang jumlahnya ribuan. Binatang peliharaan juga dapat berperan sebagai hama penggangu tanaman, seperti kambing yang dibiarkan berkeliaran dan tidak dijaga dapat memakan tanaman budidaya yang tentu saja dapat mengakibakan kerugian bagi para petani, binatang liar yang hidup di hutan seperti monyet juga dapat menjadi hama, biasanya binatang ini menyrang tanaman budidaya karena sudah tidak mendapat makanan di hutan karena kurangnya jumlah pohon sebagai tempat mencari makan bagi binatang-binatang ini. (Semangun, 1991)

Dalam pertanian, hama adalah organisme pengganggu tanaman yang menimbulkan kerusakan secara fisik, dan ke dalamnya praktis adalah semua hewan yang menyebabkan kerugian dalam pertanian. Beberapa anggota ordo hemipteradan thysanoptera seperti walang sangit dan kepik hijau.

Heminoptera, hemi berarti setengah, sedangkan ptera berarti sayap. Berarti sayap serangga dalam ordo ini setengah tebal dan setengahnya lagi tipis sayap seperti ini biasa disebut hemelytra, mulutnya berbentuk alat penusuk atau penghisap, ordo ini dibagi menjadi dua subordo yaitu cryptocerata dan gymnocerata. Yang termasuk heteroptera biasanya serangga yang pasangan sayap mukanya pada bagian dasarnya menebal dan bagian ujungnya tipis seperti membrane. Contoh serangga yang masuk

dalam ordo ini adalah kepik-kepikan, kalajengking air dan kutu busuk. Banyak diantaranya yang menjadi hama tanaman pertanian, ada pula yang bersifat sebagai predator. Hemiptera terdiri dari 4 subordo berbeda: Auchenorrhyncha, Coleorrhyncha, Heteroptera, dan Sternorrhyncha. Subordo penyusun Hemiptera sendiri pada awalnya dipisahkan ke dalam 2 ordo berbeda, ordo Homoptera dan ordo Heteroptera/Hemiptera dengan melihat perbedaan pada kedua sayap serangga anggota penyusun kedua ordo tersebut. Kedua ordo tersebut akhirnya dikombinasikan menjadi satu ordo, yaitu ordo Hemiptera yang terdiri dari 4 subordo seperti yang dikenal sekarang dengan subordo Heteroptera memiliki anggota penyusun terbanyak (mencapai 25.000 spesies) di mana anggotanya umumnya adalah kepik-kepik sejati besar seperti walang sangit dan kepik pembunuh.

Ordo thysanoptera, kata thysanoptera berasal dari bahasa yunani, yaitu thysano (rumbai-rumbai) dan ptera (sayap). Artinya, serangga ini memiliki sayap yang tepinya berumbai-rumbai. Serangga yang termasuk dalam ordo ini disebut thrips. Panjang thrips sekitar !-2 mm, badanya berwarna hitam, kadang ada titik merah atau garis merah, datar dan langsing. Sementara itu warna thrips yang masih muda ada yang pucat keputihan, kekuningan atau jernih, serta kulit mengkilap jingga atau merah. Bagian mulut thrips digunakan untuk menusuk dan mengisap. Thrips mengisap cairan dari permukaan daun sehingga akan terjadi bercak yang berwarna putih, seperti perak. Meskipun umumnya merugikan tetapi ada juga thrips yang tidak merugikan tetapi ada juga jenis thrips yang memakan madu dari bunga-bungaan atau terdapat pada cendawan dan ganggang pada kulit pohon. Dan ada juga yang menjadi predator tungau dan kutu-kutu kecil seperti thrips aleurodothrips yang menyerang kutu-kutu perisai.

Dari kedua ordo tersebut beberapa diantaranya amat erat kaitannya dengan bidang pertanian baik dikatakan sebagai hama ataupun predator.

1.2

Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Mengenal beberapa spesimen hama ordo hemiptera dan thysanoptera. 2. Mengetahui klasifikasi ilmiah tiap spesimen serangga. 3. Mengetahui karakteristik beberapa spesimen hama ordo hemiptera dan thysanoptera.

II. METODOLOGI PERCOBAAN

2.1

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah spesimen kepik hijau, walang sangit, giant water bug, serta 10 spesimen lainnya yang telah disediakan dari ordo hemiptera dan thysanoptera serta alat tulis.

2.2

Prosedur Percobaan

Adapun prosedur percobaan ini adalah sebagai berikut: 1. Mengamati spesimen hama ordo hemiptera dan thysanoptera yang telah ada. 2. Menggambar spesimen hama ordo hemiptera dan thysanoptera yang diamati. 3. Menggolongkan spesimen termasuk golongan OPT ataupun predator.

III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1

Hasil Pengamatan

Berikut ini adalah data yang diperoleh dari pengamatan spesimen hama ordo hemiptera dan thysanoptera.

a. Predator No. 1. Gambar Spesimen Klasifikasi Ilmiah Kingdom : Animalia Phylum :

Arthropoda Class Order : Insecta : Hemiptera

Suborder : Heteroptera Family Genus Species cinerea : Nepidae : Nepa : Nepa

2.

Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Insecta Order: Hemiptera Suborder: Heteroptera Infraorder: Pentatomomorpha Superfamily: Pentatomoidea Family: Pentatomidae Genus : Andrallus Species : Andrallus spinidens

3.

Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Insecta Order: Hemiptera Suborder: Heteroptera Family: Gerridae Genus : Gerris Species : Gerris remigis

4.

Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Insecta Order: Hemiptera Suborder: Heteroptera Superfamily: Cimicomorpha Family: Reduviidae Genus : Gminatus Species : Gminatus australis

5.

Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Insecta Order: Hemiptera Suborder: Heteroptera Infraorder: Pentatomomorpha Superfamily: Pyrrhocoroidea Family: Pyrrhocoridae Genus : Antilochus Species : Antilochus sp

6.

Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Insecta Order: Hemiptera Family: Belostomatidae Genus: Lethocerus Species: Lethocerus indicus

b. OPT

No. Gambar Spesimen 1.

Klasifikasi Ilmiah Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Insecta Ordor: Hemiptera Superfamily: Coccoidea Family: Coccidae Genus: Coccus Species: Coccus viridis

2.

Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Insecta Ordo: Hemiptera Subordo: Heteroptera Infraorder: Pentatomomorpha Superfamily: Pyrrhocoroidea Family: Pyrrhocoridae Genus : Dsydercus Species : Dsydercus cingulatus

3.

Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Insecta Order: Hemiptera Suborder: Heteroptera Infraorder: Pentatomomorpha Superfamily: Pentatomoidea Family: Pentatomidae Genus : Nezara Species : Nezara viridula

4.

Kingdom : Animalia Phylum: Arthopoda Class : Hexapoda Ordo : Hemiptera Family : Alydidae Genus : Leptocorixa Spesies : leptocorixa acuta

5.

6.

Wereng coklat

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hemiptera Family : Delphacidae Genus : Nilaparvata Species : Nilaparvata lugens

7.

Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Insecta Order: Hemiptera Suborder: Heteroptera Family : Miridae Genus : Helopeltis Species : Helopeltis sp

3.2

Pembahasan

Dari hasil pengamatan yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa ordo hemiptera mempunyai 4 subordo berbeda: Auchenorrhyncha, Coleorrhyncha, Heteroptera, dan Sternorrhyncha. Subordo penyusun Hemiptera sendiri pada awalnya dipisahkan ke dalam 2 ordo berbeda, ordo Homoptera dan ordo Heteroptera/Hemiptera dengan melihat perbedaan pada kedua sayap serangga anggota penyusun kedua ordo tersebut. Kedua ordo tersebut akhirnya dikombinasikan menjadi satu ordo, yaitu ordo Hemiptera yang terdiri dari 4 subordo seperti yang dikenal sekarang dengan subordo Heteroptera memiliki anggota penyusun terbanyak (mencapai 25.000 spesies) di mana anggotanya umumnya adalah kepik-kepik sejati besar seperti walang sangit dan kepik pembunuh.

Alat mulut adalah pintu gerbang bagi serangga untuk mendapatkan pakannya. Secara umum, alat mulut serangga terletak di bagian depan-bawah kepala, dan terbentuk dari beberapa bagian. Secara umum, ada dua tipe alat mulut serangga, yang disesuaikan dengan jenis pakannya, yaitu tipe penggigitpengunyah dan pencucuk-pengisap. Oleh para ahli biologi serangga, tipe alat mulut ini dipelajari secara teliti terutama untuk mengidentifikasi jenis serangga dengan cara melihat bentuk luka pada tumbuhan atau benda-benda lain yang menjadi pakan dari serangga. Misalnya, kerusakan berupa hilangnya beberapa bagian dari tubuh tumbuhan dapat diartikan sebagai kerusakan akibat serangan serangga dengan alat mulut penggigit-pengunyah (Arie,1994).

a. Tipe penggigit-pengunyah Tipe alat mulut ini ditandai oleh adanya mandibula dan maksila yang besar, dan amat jelas bentuknya. Bagian paling depan adalah labrum (diterjemahkan bebas sebagai bibir atas) yang menutupi mandibula yang terletak di samping, maksila yang terletak di belakang mandibula, labium (bibir bawah), dan

hipofaring yang terletak di dalam rongga (sering pula diterjemahkan sebagai lidah), dan dua pasang palpi (tunggal: palpus) yang masing-masing melekat pada maksila (palpi maksilaris) dan labium (palpi labialis). Labrum berfungsi untuk menuntun dan memegang pakan masuk ke dalam rongga mulut bersama dengan gerakan mandibula, maksila, labium, dan hipofaring yang berfungsi sebagai lidah yang mendorong pakan tadi masuk ke saluran pencernaan. Mandibula atau disebut pula rahang atas berfungsi untuk memotong dan menggerus makanan, dan pada beberapa serangga, misalnya semut kasta prajurit atau rayap kasta prajurit, mandibula berfungsi sebagai alat pertahanan (menyerang musuh atau pengganggu). Mandibula dua serangga ini tidak dapat digunakan sebagai alat makan, sehingga harus mereka membutuhkan bantuan dari rayap pekerja untuk mendapatkan. Bagian ujung mandibula berbentuk runcing (berguna untuk menyayat dan merobek), sedangkan bagian belakangnya bergerigi dan berguna untuk menggerus. Maksila atau rahang bawah berfungsi membantu mandibula mengunyah pakan. Maksila nimfa capung berukuran sangat besar dan berfungsi untuk menangkap mangsa. Pada bagian samping maksila tumbuh palpi (palpi maksilari) yang bertugas memegang dan menyerpih pakan. Pada palpi juga tumbuh rambut-rambut berukuran sangat halus yang berfungsi sebagai alat pengindra. Alat mulut penggigit-pengunyah dimiliki oleh serangga-serangga dari ordo Orthoptera (bangsa belalang dan jengkerik), ordo Mantodea (belalang sembah), ordo Blattodea (bangsa kecoa), ordo Odonata (bangsa capung), ordo Coleoptera (bangsa kumbang), larva ordo Lepidoptera (bangsa kupu-kupu dan ngengat), ordo Dermaptera (bangsa cocopet), dan ordo Hymenoptera (semut dan beberapa tawon).

b. Tipe pencucuk-pengisap Jika Anda kebetulan dapat menyaksikan seekor nyamuk yang sedang

menusukkan jarum-nya ke lengan Anda, maka itulah contoh serangga yang mempunyai mulut bertipe pencucuk-pengisap. Alat mulut ini terdiri dari sebuah labium yang berperan sebagai pipa (mengisap atau untuk mengeluarkan zat anti penggumpalan darah), dan sarung yang terdiri dari mandibula, maksila, dan labrum. Sementara itu, alat mulut lalat penggigit (meskipun sebenarnya adalah penusuk) atau stable fly (famili Muscidae) hanya terdiri dari labium, labrum dan hipofaring yang membentuk sebuah pipa untuk mengisap darah mangsa. Alat mulut kepik, wereng dan sejenisnya terdiri dari mandibula dan maksila yang membentuk sebuah pipa tajam dan runcing (stilet) dan dibungkus oleh sarung labium.

c. Tipe pencecap Lalat rumah (genus Musca) mempunyai alat mulut yang berbentuk unik, yaitu mirip pengisap debu. Bagian terbesar dari alat mulut lalat rumah adalah labium yang bagian ujungnya lebar (disebut labellum) dan pada permukaannya terdapat banyak sekali rambut-rambut dan lubang-lubang kecil untuk mengisap cairan pakannya.

d. Tipe pengisap Kupu-kupu yang sedang menjulurkan belalai-nya ke dalam dasar putik bunga untuk mendapatkan cairan manis pakannya. Inilah contoh alat mulut bertipe pengisap, yang umum disebut probosis. Belalai ini unik, karena ketika tidak digunakan akan digulung, kemudian akan dijulurkan jika hendak digunakan. Dalam hal ini, peranan otot-otot di dalam probosis ini sangat penting. Ada sekurangnya empat jenis otot yang berperan, yaitu otot penggulung (retractor), otot elevator dorsal, otot elevator probosis, dan otot miring yang terdapat di sepanjang saluran proboscis (Semangun,1991).

Thysanos artinya rumbai dan pteron berarti sayap. Serangga dari ordo Thysanoptera ini berukuran sangat kecil. Sayapnya berjumlah dua pasang dengan bentuk memanjang, sempit, membranus, dan pada bagian tepinya terdapat rambut-rambut halus berumbai. Perkembangan hidup serangga Thysanoptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Tipe alat mulut nimfa dan imago pencucuk-pengisap. Serangga dari ordo ini dapat merusak daun, bunga, dan buah tanaman. Daun yang terserang menjadi keriting atau salah bentuk. Bunga yang terserang menjadi salah bentuk atau gugur, sedangkan serangan pada buah menyebabkan bercak-bercak atau gugur. Jenis serangga dari ordo Thysanoptera yang sering merusak tanaman antara lain : Thrips hitam pada tanaman jagung (Heliothrips striatoptera Kob) Thrips pada bibit padi dan jagung (Thrips oryzae Will) Thrips bawang (Thrips tabaci Lind)

Walang sangit adalah serangga yang menjadi hama penting pada tanaman budidaya, terutama padi. Hewan ini mudah dikenali dari bentuknya yang memanjang, berukuran sekitar 2 cm, berwarna coklat kelabu, dan memiliki belalai (proboscis) untuk menghisap cairan tumbuhan. Walang sangit adalah anggota ordo Hemiptera (bangsa kepik sejati). Walang sangit menghisap cairan tanaman dari tangkai bunga (paniculae) dan juga cairan buah padi yang masih pada tahap masak susu sehingga menyebabkan tanaman kekurangan hara dan menguning (klorosis), dan perlahan-lahan melemah. Nama hewan ini menunjukkan bentuk pertahanan dirinya, yaitu mengeluarkan aroma yang menyengat hidung (sehingga dinamakan sangit). Sebenarnya tidak hanya walang sangit yang mengeluarkan aroma ini, tetapi juga banyak anggota Alydidae lainnya. Walang sangit (Leptocorisa acuta) mempunyai daerah sebaran yang sangat luas, hampir di semua negara produsen padi. Daerah penyebaran L. acuta) antara Asia Tenggara, Kepulauan Fiji, Australia, Srilangka, India, Jepang, Cina, Pakistan dan Indonesia . Di Indonesia Leptocorisa acuta tersebar di

daerah Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi Walang sangit selain menyerang tananamn padi yang sudah bermalai dapat pula berkembang pada rumputrumputan seperti Panicium crusgalli L., Paspalum dilatatum Scop., rumput teki (Echinocloa crusgalli dan E. Colonum). Walang sangit (L. acuta) mengalami metamorfosis sederhana yang perkembangannya dimulai dari stadia telur, nimfa dan imago. Imago berbentuk seperti kepik, bertubuh ramping, antena dan tungkai relatif panjang. Warna tubuh hijau kuning kecoklatan dan panjangnya berkisar antara 15 30 mm. Telur berbentuk seperti cakram berwarna merah coklat gelap dan diletakkan secara berkelompok. Kelompok telur biasanya terdiri dari 10 20 butir. Telur-telur tersebut biasanya diletakkan pada permukaan atas daun di dekat ibu tulang daun. Peletakan telur umumnya dilakukan pada saat padi berbunga. Telur akan menetas 5 8 hari setelah diletakkan. Perkembangan dari telur sampai imago adalah 25 hari dan satu generasi mencapai 46 hari. Nimfa berwarna kekuningan, kadang-kadang nimfa tidak terlihat karena warnanya sama dengan warna daun. Stadium nimfa 17 27 hari yang terdiri dari 5 instar Imago walang sangit yang hidup pada tanaman padi, bagian ventral abdomennya berwarna coklat kekuning-kuningan dan yang hidup pada rerumputan bagian ventral abdomennya berwarna hijau keputihan. Bertelur pada permukaan daun bagian atas padi dan rumput-rumputan lainnya secara kelompok dalam satu sampai dua baris. Aktif menyerang pada pagi dan sore hari, sedangkan di siang hari berlindung di bawah pohon yang lembab dan dingin. Perkembangan yang baik bagi hama Walang sangit terjadi pada suhu antara 27 30 oC. Perkembangan Walang Sangit telah diketahui Gejala Serangan dan Kerusakan yang ditimbulkan terjadi pada waktu temperatur sedang, curah hujan rendah dan sinar matahari terang. Walang sangit dapat berkembang biak di lahan dataran rendah maupun di dataran tinggi.

Wereng coklat berkembang biak secara seksual. Siklus hidup wereng cokelat semenjak telur hingga umur matinya dapat dijelaskan sebagai berikut : a.Telur Masa prapenelurannya 3-4 hari untuk brakiptela (bersayap kerdil) dan 3-8 hari untuk makroptera (bersayap panjang) (MOCHIDA, 1977). Telur biasanya diletakan pada jaringan pangkal pelepah daun. Tetapi, kalau populasinya tinggi, telur diletakan di ujung pelepah daun dan tulang daun. Telur diletakan berkelompok, satu kelompok telur terdiri dari 3-21 butir. Bentuk telur wereng coklat lonjong agak melengkung berdiameter 0,067-0,133 milimeter dengan panjangnya antara 0.830-1,000 milimeter. Dalam waktu sekitar 9 hari telur telah mulai menetas.Satu wereng betina tidak meletakan telur hanya pada satu rumpun padi, tetapi dari beberapa rumpun dan berpindah-pindah. Dengan demikian pada suatu saat nimfa sudah tersebar pada beberapa rumpun. b.Larva/nimfa Telur wereng cokelat menetas menjadi nimfa. Metamorfosanya sederhana atau bertingkat disebut heterometabola. Serangga muda mirip induknya. Makanannyapun sama dengan serangga induknya. Nimfa mengalami lima instar dan rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan stadium nimfa beragam, tergantung dari bentuk dari bentuk dewasa ysng muncul. Nimfa dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa bentuk pertama adalah makroptera (bersayap kerdil) yaitu wereng cokelat yang mempunyai sayap depan dan sayap belakang secara normal. Bentuk kedua adalah brakiptera (bersayap kerdil) yaitu wereng cokelat dewasa yang mempunyai sayap depan dan sayap belakang yang tumbuh tidak normal, terutama sayap belakang sangat rudimental. wereng cokelat mulai bersayap dalam umur

sekitar 13 hari. Umumnya wereng brakiptera bertubuh lebih besar, mempunyai tungkai dan peletak telur lebih panjang (Kisimoto, 1957). Hasil kopulasi antar jantan brakiptera dengan betina brakiptera, atau betina makroptera dan hasil kopulasi antar jantan makroptera dengan betina brakiptera, atau betina makroptera pada generasi ke-1 menghasilkan jantan makroptera dan brakiptera dari kedua jenis kelamin. Baehaki (1884) melaporkan bahwa tingkat perkembangan wereng cokelat brakiptera dapat dibagi menjadi masa prapeneluran 2-8 hari, masa bertelur 920 hari, dan masa pasca peneluran beberapa jam sampai 3 hari, sedangkan pradewasa adalah 19-23 hari. Lee dan park (1977) melaporkan bahwa umur serangga dewasa ialah 20-30 hari, tetapi mungkin pada tanaman yang tahan akan lebih pendek. Selain dipengaruhi oleh kepadatan populasi munculnya wereng makroptera juga dipengaruhi oleh umur tanaman dan kurangnya makanan. Pemunculan makroptera lebih banyak pada tanaman tua daripada tanaman muda dan pada tanaman setengah rusak (partially hopperburn) dibanding dengan tanaman sehat. Faktor alelokemik tanaman merupakan faktor yang agak langsung mempengaruhi bentuk sayap. Jaringan tanaman hijau kaya bahan kimia mimik hormon juvenil. Tetapi pada padi yang mengalami penuaan bahan kimia mimik hormon juenilnya berkurang. Oleh karena itu perkembangan wereng cokelat pada tanaman tua atau setengah tua banyak muncul makroptera. Perubahan bentuk sayap ini penting sekali ditinjau dari tersedianya makanan pokok di lapang. Pada lahan tanaman yang sudah dipanen makanan wereng menjadi berkurang, sehingga wereng menghadapi katastropi. Sebelum terjadi bencana tersebut wereng cokelat merubah posisi menjadi wereng makroptera,

lalu bermigrasi mencari tempat baru yang cocok untuk perkembang biakannya. c.Kemudian akan mulai bertelur kembali setelah mencapai umur sekitar 2 minggu, dan selanjutnya seperti diatas. Jadi, dalam waktu yang relative singkat wareng cokelat akan berlipat ganda mencapai jumlah yang besar. Umur kematiannya yaitu setelah mencapai sekitar 40-41 hari, tetapi bergantiannya dalam jumlah banyak, sehingga dalam umur maksimumnya wereng cokelat bertelur sampai 3 kali dan tiap kali mencapai ratusan telur (Pracaya,2007).

IV. KESIMPULAN

Kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut: 1. Tipe mulut serangga terbagi atas tipe pengecap, tipe penusuk-penghisap, tipe penjilat, penggigit-pengunyah. 2. Karakteristik ordo hemiptera secara umum adalah bentuk sayap yang setengah tebal dan setengah tipis. 3. Setiap spesimen hama ordo hemiptera dan thysanoptera memiliki karakteristik khusus yang berbeda-beda dari segi tipe mulut.

DAFTAR PUSTAKA

Arie, Arifin. 1994. Pelindung Tanaman, Hama, Penyakit dan Gulma. Surabaya: Usaha Nasional.

Istiqomah, Dewi Nur. 2012. Hama.

http://blog.ub.ac.id/dewinur/2012/06/26/hama/. Diakses pada tanggal 9 April 2013 pukul 22.51.

Matnawy. 1989. Pelindung Tanaman. Yogyakarta: Kanisius

Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya

Semangun,H. 1991. Serangga. Yogyakarta: Gajah Mada Univercity press

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai