Anda di halaman 1dari 22

Karsinoma Nasofaring

Anindya Kristanti /406102027

BAB I PENDAHULUAN
Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesi, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekuensi tertinggi, sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring. Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar tenggorok serta berhubungan dengan banyak banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher. Oleh karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli, seringkali tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher sering ditemukan sebagai gejala pertama. Penanggulangan karsinoma nasofaring samapai saat ini masih merupakan suatu problem, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering terlambat Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan pengobatan pilihan yang dapat diberikan secara tunggal dan memberikan angka kesembuhan yang cukup tinggi. Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang dikombinasikan dengan radioterapi.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring
EPIDEMIOLOGI

Anindya Kristanti /406102027

Insidens terjadinya karsinoma nasofaring pada penduduk daratan cina bagian selatan masih menduduki tempat tertinggi yaitu dengan 2500 kasus baru pertahun untuk propinsi

Guang-dong (Kwantung) atau prevalensi 39.84/100.000 penduduk. Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring, sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Sedangkan insidens yang terendah pada bangsa Kaukasian,Jepang dan India. Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah dan berdasarkan pengamatan, pasien karsinoma nasofaring dari ras cina relative sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainnya. Penderita karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria dibanding pada wanita dengan rasio 2-3 : 1. Penyakit ini ditemukan terutama pada usia yang masih produktif (30-60 tahun), dengan usia terbanyak adalah 40-50 tahun.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring BAB II PEMBAHASAN


II.1 DEFINISI

Anindya Kristanti /406102027

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang berasal dari fossa rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa

II.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI NASOFARING

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring

Anindya Kristanti /406102027

Nasofaring merupakan suatu rongga yang berbentuk kerucut dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring.Dasarnya dibentuk oleh palatum molle. Batas Nasofaring : Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat subjektif karena tergantung dari palatum durum. Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri. Posterior : - Vertebra cervicalis I dan II Lateral : Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar Mukosa lanjutan dari mukosa atas

- Mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang Muara tuba eustachii Fossa rosenmulleri

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring
Bangunan yang penting pada nasopharing Ostium tuba eustachii pars pharyngeal

Anindya Kristanti /406102027

Tuba eustachii merupakan kanal yang menghubungkan kavum nasi dan nasofaring dengan rongga telinga tengah. Mukosa ostium tuba tidak datar tetapi menonjol seperti menara, disebut torus tubarius. Fossa rosenmulleri Merupakan dataran kecil dibelakang torus tubarius. Daerah ini merupakan tempat predileksi karsinoma nasofaring. Fornix nasofaring Adalah dataran disebelah atas torus tubarius, merupakan tempat tumor angiofibroma nasofaring Adenoid = tonsil pharyngeal = luskha Secara teoritis adenoid akan hilang setelah pubertas karena adenoid akan mencapai titik optimal pada umur 12-14 tahun. Lokasi pada dinding superior dan dorsal nasofaring sebelah lateral bursa pharyngea. Fungsinya sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman yang lewat jalan napas hidung.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring

Anindya Kristanti /406102027

Nasofaring akan tertutup bila palatum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata tertentu seperti hak dan akan terbuka pada saat respirasi. Fungsi Nasofaring : Sebagai jalan udara pada respirasi Jalan udara ke tuba eustachii Resonator Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung Secret dari nasofaring dapat bergerak ke bawah karena : Gaya gravitasi Gerakan menelan Gerakan silia ( kinosilia ) Gerakan usapan palatum molle

II.3 ETIOLOGI
Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring sekalipun. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus-menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring

Anindya Kristanti /406102027

Ada beberapa mediator yang dianggap berpengaruh untuk menimbulkan terjadinya karsinoma nasofaring : 1. Zat nitrosamin Didalam ikan asin terdapat zat nitrosamin yang merupakan mediator penting. Zat nitrosamin juga ditemukan dalam ikan / makanan yang diawetkan di Greenland. Juga pada Qualid yaitu daging kambing yang dikeringkan di Tunisia, dan sayuran yang difermentasi ( asinan ) serta taoco di Cina 2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup. Udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik ventilasinya di Cina, Indonesia dan Kenya, meningkatkan jumlah kasus Karsinoma Nasofaring. Di Hongkong, pembakaran dupa rumah-rumah juga dianggap berperan dalam menimbulkan Karsinoma Nasofaring. 3. Sering kontak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti : Benzopyrenen Benzoanthracene Gas kimia Asap industri Asap kayu Beberapa ekstrak tumbuhan

4. Ras dan keturunan Ras Kulit putih sering terkena penyakit ini. Di asia terbanyak adalah bangsa Cina, baik yang Negara asalnya maupun yang perantauan. Ras melayu yaitu Malaysia dan Indonesia termasuk yang agak banyak terkena penyakit ini. 5. Radang kronis daerah nasofaring Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap karsinogen lingkungan. 6. Profil HLA

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring
II.4 DIAGNOSA II.4.1 Anamnesis

Anindya Kristanti /406102027

Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien ( Gejala dan tanda ) Gejala dan Tanda Karsinoma Nasofaring : 1. Gejala Nasofaring Pilek lama yang tidak sembuh Epistaksis. Keluhan darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu.

Ingus dapat seperti nanah, encer atau kental dan berbau

2. Gejala Telinga : Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat muara Tuba Eustachius ( fosa Rosenmuller ). Gejala dapat berupa : Tinitus Tumor menekan muara tuba eustachii sehingga terjadi tuba oklusi. Tekanan dalam kavum timpani menjadi menurun sehingga terjadi tinitus. Gangguan pendengaran hantaran. Gangguan ini bisa diawali dengan rasa penuh di telinga Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga ( otalgia )

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring
3. Gejala Mata dan Saraf : Diplopia dan gerakan bola mata terbatas.

Anindya Kristanti /406102027

Tumor merayap masuk foramen laseratum dan menimbulkan gangguan N III,N. IV , N.Vdan N VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan. Bila mengenai N V akan menimbulkan neuralgia trigeminal, merupakan gejala yang sering ditemukan ahli saraf.

Gejala saraf akan timbul bila tumor sudah meluas ke otak dan diraskan pada penderita. Gejala ini dapat berupa : Sakit kepala yang terus-menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara hematogen. Sensibilitas daerah pipi dan hidung berkurang Kesukaran pada waktu menelan Afoni

Sindrom Jugular Jackson atau sindrom retroparotidean. Sindrom ini terjadi bila proses tumor melanjut menjalar melalui foramen jugulare dan mengenai N IX,N X,N XI dan N XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada :lidah, palatum,faring atau laring, M. sternocleidomastoideus, M. trapezius

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring

Anindya Kristanti /406102027

4. Metastasis atau gejala di leher di leher yang mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.

II.4.2 Pemeriksaan Fisik


1. Pemeriksaan Nasofaring Dengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan nashopharyngoskop

10

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring

Anindya Kristanti /406102027

Hasil karsinoma nasofaring dengan nasopharingoskop

2. Pemeriksaan neuro-oftalmologi

II.4.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Biopsi Nasofaring Diagnosis pasti dari karsinoma nasofaring ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan 2 cara : Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya ( blind biopsy ) Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung di sebelahnya, sehingga palatum molle tertarik ke atas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan dengan analgesia topikal dengan Xylocain 10 %. Bila dengan cara ini masih belum dapat didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis

11

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring
2. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Anindya Kristanti /406102027

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi kesehatan Dunia (WHO ) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu : 1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi ( Keratinizing Squamous Cell Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk. 2. Karsinoma non-keratinisasi ( Non- Keratinizing Carcinoma ). Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa. Tanpa jembatan intersel, pada umumnya batas sel cukup jelas 3. Karsinoma tidak berdiferensiasi ( Undifferentiated Carcinoma ). Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuker, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas. Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif . Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif. Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh WHO pada tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu : 1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi ( Keratinizing Squamous Cell Carcinoma ) 2. Karsinoma non-keratinisasi ( Non-Keratinizing Carcinoma ). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi 3. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan karsinoma nasofaring merupakan

pemeriksaan penunjang diagnostic yang penting. Tujuan utama pemeriksaan radiologi tersebut adalah : Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada daerah nasofaring Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut Mencari dan menentukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya a. Foto Polos

12

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring

Anindya Kristanti /406102027

Ada beberapa posisi foto polos yang perlu dibuat dalam mencari kemungkinan adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu : Posisi lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak ( soft tissue technique ) Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks Tomogram Lateral daerah nasofaring Tomogram Antero-posterior daerah nasofaring b. CT scan Pada umumnya Karsinoma Nasofaring yang dapat dideteksi secara jelas dengan radiografi polos adalah jika tumor tersebut cukup besar dan eksofitik, sedangkan bila kecil mungkin tidak akan terdeteksi. Keunggulan CT scan dibandingkan dengan foto polos ialah kemampuannya untuk membedakan bermacam-macam densitas pada daerah nasofaring, baik itu pada jaringan lunak maupun perubahanperubahan pada tulang, dengan kriteria tertentu dapat dinilai suatu tumor nasofaring yang masih kecil. Selain itu dengan lebih akurat dapat dinilai apakah sudah ada perluasan tumor ke jaringan sekitarnya, menilai ada tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya penyebaran intracranial

13

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring
4. Pemeriksaan Serologi

Anindya Kristanti /406102027

Pemeriksaan serologi IgA anti EA ( early antigen ) dan IgA anti VCA ( capsid antigen ) untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. IgA anti EA kurang spesifik sehingga hanya digunakan untuk prognosis pengobatan.

II.5 DIAGNOSA BANDING


1. Hiperplasia adenoid Biasanya terdapat pada anak-anak, jarang pada orang dewasa, pada anak-anak hyperplasia ini terjadi karena infeksi berulang. Pada foto polos akan terlihat suatu massa jaringan lunak pada atap nasofaring umumnya berbatas tegas dan umumnya simetris serta struktur-struktur sekitarmya tak tampak tanda-tanda infiltrasi seperti tampak pada karsinoma. 2. Angiofibroma juvenilis Biasanya ditemui pada usia relatif muda dengan gejala-gejala menyerupai Karsinoma Nasofaring.Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasanya tidak infiltrative. Pada foto polos akan didapati suatu massa pada atap nasofaring yang berbatas tegas. Proses dapat meluas seperti pada penyebaran karsinoma, walaupun jarang menimbulkan destruksi tulang hanya erosi saja karena penekanan tumor. Biasanya ada pelengkungan ke arah depan dari dinding belakang sinus maksilaris yang dikenal sebagai antral sign. Karena tumor ini kaya akan vascular maka arterigrafi carotis eksterna sangat diperlukan sebab gambarannya sangat karakteristik. Kadang-kadang sulit pula membedakan angiofibroma juvenilis dengan polip pada foto polos. 3. Tumor sinus sphenoidalis Tumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan biasanya tumor sudah sampai stadium agak lanjut waktu pasiem datang untuk pemeriksaan pertama

14

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring
4. Neurofibroma

Anindya Kristanti /406102027

Kelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga menyerupai keganasan dinding lateral nasofaring. Secara CT scan, pendesakan ruang parafaring kearah medial dapat membantu membedakan tumor ini dengan Karsinoma Nasofaring 5. Tumor kelenjar parotis Tumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak dalam mengenai ruang parafaring dan menonjol kearah lumen nasofaring. Pada sebagian besar kasus terlihat pendesakan ruang parafaring kearah medial yang tampak pada pemeriksaan CT scan 6. Chordoma Walaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi mengingat Karsinoma Nasofaring pun sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul kesulitan untuk membedakannya. Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi atau destruksi, terutama di daerah clivus, CT scan dapat membantu melihat apakah ada pembesaran kelenjar cervical bagian atas karena chordoma umumnya tidak memperhatikan kelainan pada kelenjar tersebut sedangkan Karsinoma Nasofaring sering sering bermetastasis ke kelenjar getah bening. 7. Meningioma basis kranii Walaupun tumor ini agak jarang tetapi gambarannya kadang-kadang menyerupai Karsinoma nasofaring dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii. Gambaran CT meningioma cukup karakteristik yaitu sedikit hiperdense sebelum penyuntikan zat kontras dan akan menjadi sangat hiperdense setelah pemberian zat kontras intravena. Pemeriksaan arteriografi juga sangat membantu diagnosis tumor ini.

15

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring
II. 6 STADIUM

Anindya Kristanti /406102027

Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC ( Union In ternationale Contre Cancer ) pada tahun 2002 adalah sebagai berikut : T = Tumor primer, besar dan perluasannya. T0 : Tidak tampak tumor T1 : Tumor terbatas di nasofaring T2 : Tumor meluas ke jaringan lunak T2a : Perluasan tumor ke orofaring dan / atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring T2b : Disertai perluasan ke parafaring* T3 : Tumor menginvasi struktur tulang dan/ atau sinus paranasal T4 : Tumor dengan perluasan intracranial dan/ atau terdapat keterlibatan saraf kranial,fossa infratemporal,hipofaring,orbita atau ruang mastikator.
Catatan :* perluasan parafaring menunjukkan infiltrasi tumor ke arah postero-lateral melebihi fasia faringo-basilar

N= Pembesaran kelenjar getah bening regional. Nx : Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai N0 : Tidak ada pembesaran N1 : Metastase kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6cm , diatas fossa supraklavikula N2 : Metastase kelenjar getah bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6cm , diatas fossa supraklavikula

16

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring

Anindya Kristanti /406102027

N3 : Metastase kelenjar getah bilateral, dengan ukuran lebih besar dari 6cm , atau terletak di dalam fossa supraklavikula
catatan : kelenjar yang terletak di daerah midiline dianggap sebagai kelenjar ipsilateral

M = Metastase jauh Mx : Metastasis jauh tidak dapat dinilai Mo : Tidak ada metastasis jauh M1 : Terdapat metastasis jauh Stadium 0 Stadium I Stadium IIA Stadium IIB T1s T1 T2a T1 T2a T2b Stadium III T1 T2a,T2b T3 Stadium Iva Stadium IVb Stadium IVc T4 Semua T Semua T N0 N0 N0 N1 N1 N0,N1 N2 N2 N2 N0,N1,N2 N3 Semua N M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M1

II.7 PENATALAKSANAAN
1. Radioterapi Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.

17

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring

Anindya Kristanti /406102027

18

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring

Anindya Kristanti /406102027

2. Kemoterapi Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh.Kemoterapi 3. Operasi Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain. 4. Imunoterapi Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi. Penatalaksanaan Berdasarkan Stadium : Stadium I : Radioterapi Stadium II & III : Kemoradiasi Stadium IV dengan N < 6cm : Kemoradiasi Stadium IV dengan N > 6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi.

19

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring
II.8 PROGNOSIS

Anindya Kristanti /406102027

Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti: Stadium yang lebih lanjut Usia lebih dari 40 tahun Ras Cina daripada ras kulit putih Adanya pembesaran kelenjar leher Adanya kelumpuhan saraf otak Adanya kerusakan tulang tengkorak Adanya metastasis jauh

II. 9 KOMPLIKASI
Telah disebutkan terdahulu, bahwa tumor ganas nasofaring dapat menyebabkan penurunan pendengaran tipe konduksi yang refersibel. Hal ini terjadi akibat pendesakan tumor primer terhadap tuba Eustachius dan gangguan terhadap pergerakan otot levator palatini yang berfungsi untuk membuka tuba. Kedua hal diatas akan menyebabkan terganggunya fungsi tuba. Infiltrasi tumor melalui liang tuba Eustachius dan masuk kerongga telinga tengah jarang sekali terjadi . Dengan radiasi, tumor akan mengecil atau menghilang dan gangguan-gangguan diatas dapat pula berkurang atau menghilang, sehingga pendengaran akan membaik kembali. Terlepas dari hal-hal diatas, radiasi sendiri dapat juga menurunkan pendengaran, baik bertipe konduksi maupun persepsi.

20

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring BAB III KESIMPULAN

Anindya Kristanti /406102027

Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas nomor satu yang mematikan dan menempati urutan ke 10 dari seluruh tumor ganas di tubuh. Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan Karsinoma Nasofaring, yaitu : Adanya infeksi EBV Faktor lingkungan Genetik

Karsinoma nasofaring banyak ditemukan di Indonesia Pada stadium dini yang diberikan adalah penyinaran dan hasilnya baik

21

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Karsinoma Nasofaring

Anindya Kristanti /406102027

DAFTAR PUSTAKA
1. Averdi Roezin, Anida Syafril. Karsinoma Nasofaring. Dalam : Efiaty A. Soepardi (ed). Buku Ajar Ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok-Kepala leher.edisi keenam.jakarta : FK UI,2007.h.182-87 2. Ballenger JJ.Otorhinolaryngology : head and neck surgery.16thed. Philadelphia : Williams & Wilkins,2003. 3. Elies Oktaviani,Jacob Trisusilo Salean : Karsinoma Nasofaring.Refarat.Jakarta : FK UKI 2009.h.1-31 4. Harry a.Asroel. Penatalaksanaan radioterapi pada karsinoma nasofaring. Refarat. Medan : FK USU,2002.h.1-11 5. Scott-Browns Otorhinolaryngology,Head and Neck Surgery.7thed.vol 2 Great Britain : Edward Arnold, 2008

22

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 12 November-15 Desember 2012

Anda mungkin juga menyukai